Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI

DENGAN HIPERBILIRUBIN DI RSUD R. SYAMSUDIN S.H

KOTA SUKABUMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh:

MELI NURAENI

32722001D19056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

KOTA SUKABUMI

2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI
DENGAN HIPERBILIRUBIN DI RSUD R. SYAMSUDIN S.H
KOTA SUKABUMI

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir pada Program Studi Diploma III
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Disusun Oleh:

MELI NURAENI
32722001D19056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2022
SURAT PERSETUJUAN SEMINAR PROPOSAL KTI TAHUN

AKADEMIK 2021/2022

Yang bertanda tangan dibawah dibawah ini :

Pembimbing Utama

Nama : Rani Fitriani Arifin, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Jabatan : Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Nama : Sri Janatri, SKp.,M.Kep

Jabatan : Pembimbing Pendamping

Dengan ini memberitahukan bahwa mahasiswa bimbingan kami:

Nama : Meli Nuraeni

Nim : 32722001D19056

Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Dengan Hiperbilirubin Di

RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi

Telah disetujui untuk melaksanakan ujian seminar proposal pada :

Hari : Kamis, 03 Maret 2022

Jam : 11.00-12.00 WIB

Tempat : Kampus STIKESMI

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Rani Fitriani Arifin, S.Kep.,Ners.,M.Kep) (Sri Janatri, SKp.,M.Kep)

NIDN.1104068602 NIDN.8831500016
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi

Nama : Meli Nuraeni

Nim : 32722001D19056

USULAN PROPOSAL

Usulan proposal ini telah disetujui untuk diajukan dihadapan

Tim Penguji KTI Program Studi Diploma III Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kota Sukabumi

Sukabumi, Februari 2022

Menyetujui

Pembimbing Utama

(Rani Fitriani Arifin, S.Kep.,Ners.,M.Kep)

NIDN.1104068602

Pembimbing Pendamping

(Sri Janatri, SKp.,M.Kep)

NIDN.8831500016
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, penulis panjatkan syukur kehadirat lllahi Rabbi atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi”

Proposal karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi. Dalam penyusunan

proposal karya tulis ilmiah ini penulis mengalami kesulitan dan hambatan Namun,

berkat dukungan dari berbagai pihak akhirnya proposal karya tulis ilmiah dapat

terselesaikan. Oleh sebab itu kiranya patut untuk disampaikan ucapan terimakasih

yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Iwan Permana, S.Kep., M.Kep selaku Ketua STIKes

2. Yeni Yulianti, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Prodi Diploma III

Keperawatan STIKes Sukabumi

3. Rani Fitriani Arifin, S.Kep., Ners., M.Kep selaku pembimbing utama atas

kesabaran memberikan arahan dan masukan, dalam kepada penulis dalam

penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Sri Janatri, SKp., M.Kep selaku pembimbing pendamping atas kesabaran

dan ketulusannya membimbing penulis dalam penyusunan Proposal Karya

Tulis Ilmiah ini.

5. Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Bapak

H.Nasir dan Ibu Eni serta serta seluruh keluarga besar yang selalu

mendoakan yang terbaik serta memberikan dukungan moral dan material,


semoga selalu dalam lindungan ALLAH SWT dan semoga penulis dapat

membanggakan Ibu Bapak dan Keluarga Besar.

Penulis tentunya menyadari bahwa dalam penulisan Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, isi,

penyusunan serta dalam segi tutur bahasa yang masih banyak kesalahan serta

kekurangan yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk karya tulis ilmiah ini

sehingga dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebuah batu loncatan dimasa yang

akan datang.

Sukabumi,Februari 2022

Penulis
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang terjadi pada negara berkembang terutama di Indonesia. Angka

kematian bayi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak

karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak

Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan dimana menguningnya sklera,

kulit atau jaringan lain akibat peningkatan bilirubin dalam tubuh atau

akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/dl dalam 24 jam yang

menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary atau

sistem hematologi (Atikah dan jaya, 2016)

Angka kejadian hiperbilirubin pada bayi di indonesia sekitar 50% bayi

cukup bulan yang mengalami perubahan warna kulit, mukosa dan mata

menjadi kekuningan (ikterus), dan bayi kurang bulan (prematur) kejadiannya

lebih sering, yaitu 75% . Angka kejadian neonatus pada tahun 2020 sebesar

82,2%, lebih kecil dari tahun 2019 yaitu sebesar 94,9% namun capaian ini ini

belum memenuhi target, provinsi jawa barat cakupanya mencapai 101,6%

( Kemenkes RI,2021)

Kematian bayi di kota Sukabumi tahun 2018 terbagi dalam masa

neonatal usia 0-28 hari sebanyak 27 kasus (77-14%) dan bayi usia 1-11 bulan

sebanyak 8 kasus (22.86%) dari 27 kasus kematian neonatal tahun 2018


tedapat 19 kasus (54.3%) terjadi pada masa neonatal dini usia 0-6 hari dan

sisanya 8 kasus (22.85%) terjadi pada masa neonatal usia 7-28 hari. Jumlah

kematian neonatal (usia 0-28 hari) tahun 2018 tetap jika dibandingkan

kematian neonatal tahun 2017 yaitu 27 kasus. (Dinas Kesehatan Kota

Sukabumi. 2018).

Dampak hiperbilirubun pada neonatus pada janin, tugas mengeluarkan

bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan bukan oleh hati. Setelah bayi

lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan sampai

beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selangkah waktu tersebut, hati

bekerja untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah

bilirubin yang tersisa masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena itu

bilirubin berwarna kuning, maka jumlah bilirubin yang berlebihan dapat

memberi warna pada kulit, sklera dan jaringan-jaringan tubuh lainnya.

Peran tenaga kesehatan perawat pada bayi dengan hiperbilirubin adalah

memberikan asuhan perawatan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan maka penulis merasa tertarik

untuk studi kasus yang disusun secara sederhana dalam bentuk karya tulis

ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang serta melihat fenomenal tersebut maka

penulis akan merumuskan masalah bagaimana cara melaksanakan “Asuhan


Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi Dengan Hiperbilirubin Di RSUD

R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi’’.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu melaksankan Asuhan Keperawatan Pada Bayi Resiko

Tinggi Dengan Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin

Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

2) Menetapkan Diagnosa Keperawatan pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

3) Menyusun Perencanaan Keperawatan pada Bayi Resiko Tinggi

Dengan Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

4) Melaksankan Dan Tindakan Keperawatan Pada Bayi Resiko Tinggi

Dengan Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

5) Melakukan Evaluasi Keperawatan pada Bayi Resiko Tinggi Dengan

Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Penulisan proposal ini diharapkan menjadi tambahan acuan dalam

pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam Asuhan

Keperawatan pada Bayi Resiko Tinggi Dengan Hiperbilirubin.


1.4.2 Praktis

1. Bagi Penulis

Memberikan dan menambahkan pengalaman bagi penuis dalam

pelaksanaan mulai dari pengelolaan sampai pada hasil

penulisan dan sebagai wawasan ilmu pengetahuan serta dapat

menerapkan ilmu yang di dapatkan selama menajlani

perkuliahan.

2. Bagi Klien

Klien dan keluarga dapat lebih memahami dan dapat

melakukan penanganan yang cepat dan tepat dan optimal pada

anak yang mengalami hiperbilirubin pada Bayi.

3. Manfaat Bagi RS

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

dan pengembangan asuhan keperawatan yang diberikan,

Khususnya dalam keperawatan pada Bayi Resiko Tinggi

Dengan Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hiperbilirubin


2.1.2 Definisi Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin

dalam darah meningkat secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan

perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi baru lahir.

Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan kadar bilirubin serum

yang disebabkan oleh bermacam-macam keadaan seperti kelainan

bawaan. (Swan dan Aini 2021).

Hiperbilirubin merupakan terjadinya peningkatan kadar

bilirubin dalam darah baik disebabkan faktor fisiologis maupun non

fisiologis dimana peningkatan kadar bilirubin dalam darah lebih dari

5mg/dl (Mathindas,2013).

Dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin merupakan

peningkatan kadar bilirubin dalam darah secara berlebihan sehingga

dapat menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi

baru lahir yang bisa disebabkan oleh faktor fisiologis maupun

patologis.
2.1.1 Klasifikasi Hiperbilirubin

a) Hiperbilirubin Fisiologis

Hiperbilirubin fisiologis tidak terjadi pada hari

pertama setelah bayi dilahirkan tetapi timbul pada hari

kedua dan ketiga, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek

dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan

meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/ 24 jam.

Peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg/dl perhari,

pada bayi cukup bulan peningkatan bilirubin mencapai

puncaknya pada 72 jam dengan serum bilirubin sebanyak 6-

8 mg/dl. Selama 3 hari, kadar bilirubin akan meningkat

sebanyak 2-3 mg/dl dan pada hari ke 5 serum bilirubin akan

turun sampai dengan 3 mg/dl. Setelah hari ke 5, serum

bilirubin akan turun secara perlahan sampai dengan normal

pada umur bayi sekitar 11- 12 hari. Pada Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) ataupun prematur bilirubin mencapai

puncak pada 120 jam dengan peningkatan serum bilirubin

sebesar 10- 15 mg/dl dan akan menurun setelah 2 minggu

(Maulida, 2018) dikutip Jannah (2020)

Menurut Rini (2016) dikutip Jannah (2020)

hiperbilirubin dikatakan fisiologis apabila :

1. Hiperbilirubin timbul pada hari kedua sampai ketiga


2. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl

perhari

3. Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama

4. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan

patologis.

5. Kadar bilirubin indirek sesudah 2-24 jam tidak melewati 15

mg/dl pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus

kurang bulan

6. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi

7. Kadar bilirubinnya tidak melewati kadar yang membahayakan

b) Hiperbilirubin Patologis

Hiperbilirubin patologis akan timbul dalam 24 jam pertama

setelah bayi dilahirkan. Serum bilirubin totalnya akan

meningkat lebih dari 5 mg/dl perhari. Pada bayi cukup bulan,

serum bilirubin total meningkat sebanyak 12 mg/dl,

sedangkan pada bayi premature serum bilirubin total

meningkat sebanyak 15 mg/dl. Bilirubin biasanya

berlangsung lebih dari satu minggu pada bayi cukup bulan

dan lebih dari dua minggu pada bayi prematur. (Maulida,

2018) dikutip ( Jannah 2020).

Dikatakan hiperbilirubin apabila :

1. Ikterus terjadi pada 24 – 36 jam pertama

2. Peningkatan konsentrasi bilirubin > 5mg/dl / 24 jam


3. Konsentrasi serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus

cukup bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus kurang

bulan

4. Ikterus yang disertai proses hemolisis

(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan

sepsis)

5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut :

a) Berat lahir kurang dari 2000 gram

b) Asfiksia

c) Hipoksia

d) Sindrom gangguan pernafasan

e) infeksi, trauma lahir pada kepala

f) Hipoglikemia

6. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari

7. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

8. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

2.1.2 Etiologi Hiperbilirubin

Beberapa etiologi hiperbilirubin dapat disebabkan oleh beberapa

faktor menurut Swan dan Aini (2021) diantaranya yaitu :

a. Produksi Yang Berlebih

Berlebihnya produksi ini melebihi kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat


pada Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD,

perdarahan tertutup.

b. Golongan Darah Ibu Dan Bayi Tidak Sesuai

(Inkompatibilitas ABO)

Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian

golongan darah antara ibu dan bayi. Inkompatibilitas

ABO dapat menyebabkan reaksi isoimun berupa

hemolisis yang terjadi apabila antibodi anti A dan anti

B pada ibu golongan darah O, A,B dapat melewati

plasenta dan mensensitisasi sel darah merah dengan

antigen A,B, atau AB pada janin

c. Gangguan Dalam Proses Uptake Dan Konjungasi

Hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas

hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,

gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan

infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil

transferase. Penyebab lain defisiensi protein Y dalam

hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke

sel –sel hepar.

d. Gangguan Ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam

hepar atau diluar hepar. Kelainan hepar biasanya


disebababkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam

hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain.

e. Gangguan Transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin

kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan

albumin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya

salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin

menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat

ke sel otak.

2.1.3 Patofisiologi Hiperbilirubin

a) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari

pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin

reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem

retikuloendotelial.

b) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi

diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.

Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya

ikatan protein.

c) Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau

terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin

diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase


menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut

dalam air (bereaksi direk).

d) Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat

dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk

dalam empedu melalui membrane kanalikular. Kemudian ke

sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi

urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin

diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.

e) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen

bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi

indirek).

f) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan

hasil dari difisiensi atau tidak aktifmya glukuronil transferase.

Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena

penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran

darah hepatic.

g) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil

dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol

atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4

sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin

tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama minggu ke

2-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10

minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia

akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10


minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI

dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat,

biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian

ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula

memgakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat,

sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan

hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti

sebelumnya.

h) Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam

24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan

ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari sesudah lahir.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Hiperbilirubin

Beberapa pemeriksaan Penunjang hiperbilirubin menurut

Swan dan Aini, (2021) yaitu :

1. Pemeriksaan Bilirubin Serum

Pada bayi yang cukup bulan bilirubin mencapai

puncak kira kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari. Apabila

nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisilogis. Pada bayi

dengan prematur kadar bilirubin mencapai

puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari. Kadar

bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak

fisiologis. Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan,

bilirubin indirek muncul ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5


hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-

12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan prematur,

bilirubin indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari

dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl perhari.

Ikterus patologis meningkat bilirubin lebih dari 5 mg/dl

perhari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl.

Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl

2. Pemeriksaan Radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis

di paru atau peningkatan diafragma kanan pada

pembesaran hati, seperti abses hati atau

hepatoma.

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara

kolestasis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

4. Biospy Hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa

terutama pada kasus yang sukar seperti untuk

membedakan obstruksi ekstra hepatic selain itu

juga untuk memastikan keadaan seperti

hepatitis, serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan

dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

6. Laparotami

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan

dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

2.1.6 Penatalaksanaan Hiperbilirubin

Beberapa penatalaksanaan hiperbilirubin menurut

Swan dan aini (2021) yaitu :

1. Tindakan umum

a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu

hamil.

b. Mencegah trauma melahikan, pemberian obat pada ibu

hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan

ikhterus, infeksi dan dehidrasi.

c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori

yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.

d. Imunisasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat.

2. Tindakan khusus
a. Kernicterus metode terapi hiperbilirubin meliputi:

fototerafi, transfuse pengganti, infuse albumin dan therafi

obat.

b. Fototerafi

Fototerafi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan

transfuse pengganti menurunkan bilirubin. memaparkan

neonantus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a

bound of flurosescent light bulbs or bulbs in the blue light

spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit.

Fototerafi menurunkan kadar bilirubin dengan cara

memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjungsi. Hal ini

terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah

bilirubin tak terkonjugsi menjadi dua isomer yang disebut

c. Fotobilirubin.

Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh

darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah

fotobilirubin berkaitan dengan albumin dan di kirim ke hati.

Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di

ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama

fases tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi

terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat

dikeluarkan melalui urine.

Fototerafi mempunyai peranan dalam pencegahan

peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah


penyebab kekuningan dan hemolysis dapat menyebabkan

anemia.

Secara umum fototerafi harus diberikan pada kadar

bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan

berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerafi

dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan

mangarahkan untuk memberikan fototerafi profilaksasi

pada 24 jam pertama pada bayi resiko tingi dan berat badan

lahir rendah.

d. Tranfusi pengganti atau imediat di indikasikan adanya

faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir pendarahan

atau 24 jam pertama

4. Kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl diminggu

pertama

5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam

pertama

6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl

7. Bayi pada resiko terjadi karena Ikterus

Tranfusi pengganti digunakan untuk :


1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak

susceptible (rentan) terhadap sel darah merah putih

terhadap antibody maternal

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitasi

(kepekaan)

3. Menghilangkan serum bilirubin

4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan

meningkatkan berkaitan dengan bilirubin

5. Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah

golongan O segera (kurang dari 2 hari ) Rh negative

whole blood . Darah yang dipilih tidak mengandung

antigen A dan B . Setiap 4-8 jam kadar bilirubin harus

di cek. Hemoglobin harus di periksa setiap hari sampai

stabil .

e. Terapi obat

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk

menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi

bilirubin dan mengekskersikannya. Obat ini efektif baik

dibrikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai

beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan

phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan

karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat

mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine

sehingga siklus enterophepatika.


2.2 Konsep Anak Usia Neonatus

2.2.1 Definisi Anak Usia Neonatus

Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama

kehidupan (Rudolph, 2015). Neonatus adalah usia bayi sejak

lahir hingga akhir bulan pertama (Koizer, 2011). Neonatus adalah

bulan pertama kelahiran. Neonatus normal memiliki berat 2.700

sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm

(Potter & Perry, 2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat

disimpulkan neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari pertama.

2.2.2 Klasifikasi Anak Usia Neonatus

Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) :

1. Neonatus menurut masa gestasinya

a. Kurang bulan ( Preterm infan ) : <259 hari ( 37

minggu ).

b. Cukup bulan ( term infant ) : 259 – 294 hari ( 37 – 42

c. minggu ).

d. Lebih bulan ( postterm infant ) : 294 hari ( 42

minggu ).

2. Neonatus menurut berat lahir :

a. Berat lahir rendah : <2500 gram.

b. Berat lahir cukup : 2500 – 4000 gram.

c. Berat lahir lebih : >4000 gram.


3. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi

( masa gestasi dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk

masa kehamilan :

a. Neonatus cukup / kurang / lebih bulan.

b. Sesuai / kecil / besar ukuran masa kehamilan.

2.2.3 Ciri – Ciri Neonatus

Neonatus memiliki ciri berat badan 2700 - 4000gram,

panjang 48- 53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry,

2009). Neonatus memiliki frekuensi denyut jantung 120-160

x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan

rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas,

nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik

(Dewi, 2010).

2.2.4 Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Neonatus

1. Definisi

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua kata

yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Pertumbuhan ( Growth ) merupakan peningkatan jumlah dan

ukuran sel pada membelah diri dan sintesis protein baru,

menghasilkan peningkatan ukuran dan berat seluruh atau

sebagian sel.

Perkembangan ( Development ) merupakan

perubahan dan perluasan secara bertahap, perkembangan


tahap kompleksitas dari yang lebih rendah sampai ke yang

lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas seseorang

melalui pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran.

2.2.5 Tahap Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang berlangsung secara teratur, saling

berkaitan dan berkesinambungan di mulai sejak konsepsi sampai

dewasa.

1. Masa Prenatal yaitu Konseptual – Natal

a. Masa embrio yang di mulai sejak konsepsi sampai

kehamilan delapan minggu.

b. Masa fetus yang di mulai sejak kehamilan sembilan

minggu sampai kelahiran. Mas fetus terbagi menjadi 2

yaitu:

1. Masa fetus dini

Pada usia sembilan minggu sampai trimester II

dimana terjadi percepatan pertumbuhan dan

pembentukan manusia sempurna serta alat tubuh

mulai berfungsi yang.

2. Masa fetus lanjut

Pada trimester akhir ditandai dengan

pertumbuhan tetap yang berlangsung cepat di

sertai dengan perkembangan fungsi – fungsi.

2. Masa Post natal yaitu masa setelah lahir.


1. Masa neonatal usia 0-28 hari, terjadi setelah adaptasi

terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi

darah, serta mulai berfungsinya organ – organ tubuh

lainnya.

2. Masa bayi dini usia 1-12 bulan, petumbuhan dan

perkembangan terjadi secara cepat.

a. Masa bayi akhir usia 2-6 tahun, pada saat ini

pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi

perkembangan dengan aktivitas jasmani yang

bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses

berpikir.

2.2.6 Hospitalisasi

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

Proses Keperawatan merupakan suatu proses bagi perawat untuk

memecahkan masalah yang muncul dari pasien. Proses keperawatan

mencakup unsur-unsur yang bermanfaat bagi perawat dan klien. Proses

keperawatan terdiri dari fase yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan,

implementasi dan evaluasi yang masing-masing bersifat

berkesinambungan dan saling terkait.

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Identitas diri pasien terdiri dari nama, tempat tanggal lahir

dan jenis kelamin. Identitas penanggung jawab terdiri dari

nama (ayah dan ibu), umur, agama, suku, pendidikan,


penghasilan, pekerjaan dan alamat. Identitas diri dilengkapi

juga dengan tanggal pengkajian.

2. Genogram

Merupakan silsilah keluarga yang mencakup minimal 3

generasi yang dibuat apabila penyakit bayi memiliki hubungan

dengan status / kondisi keluarga.

3. Keluhan Utama

Merupakan keluhan pokok yang menjadi alasan pasien

harus diberikan asuhan keperawatan seperti contoh Menangis

lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu

tubuh rendah.

4. Riwayat Penyakit

Keadaan bayi setelah lahir yang perlu dikaji yaitu : APGAR

(Appearance, Pulse, Grimace/reflek gerak, Activity,

Respiration) Score. Apgar score dihitung pada menit ke-1 dan

ke-5 untuk semua bayi, kemudian dilanjutkan setiap 5 menit

sampai menit ke-20 untuk bayi dengan score apgar dibawah 7.

Apperarance (warna kulit)

a) Jika seluruh kulit berwarna kemerahan (2)

b) Jika kulit tubuh bayi berwarna kemerahan, tetapi tangan

dan kakinya berwarna kebiruan (1)

c) Jika seluruh kulit bayi berwarna kebiruan, keabu-abuan

atau pucat pasi (0)

Pulse ( Denyut Jantung)


a) Jika jantung bayi berdenyut setidaknya 100 kali

permenit (2)

b) Jika jantung bayi berdenyut kurang dari 100 kali

permenit (1)

c) Jika jantung bayi tidak berdenyut sama sekali (0)

Grimance (Reflek Gerak)

a) Jika bayi menangis, batuk, bersin dan menarik diri

ketika dokter memberikan rangsangan (2)

b) Jika bayi meringis dan menangis lemah ketika dokter

memberikan rangsangan (1)

c) Jika bayi tidak menangis/berespon sama sekali (0)

Activity (Aktivitas Otot)

a) Jika bayi menggerakkan kedua kaki dan tangnnya

secara spontan begitu lahir (2)

b) Jika bayi hanya melakukan sedikit gerakan begitu lahir

(1)

c) Jika bayi tidak bergerak sama sekali begitu lahir (0)

Respirasi (Pernapasan)

a) Jika bayi langsung menangis dengan kencang dan kuat

(2)

b) Jika bayi hanya merintih (1)

c) Jika bayi tidak menangis sama sekali (0)

Jika telah dilakukan penilaian apgar score, jika total score 0 – 7

dapat dikatakan bayi normal.


Selain Apgar Score, dapat dilakukan pemeriksaan umum dan

tanda tanda vital bayi baru lahir yakni :

Pemeriksaan Umum

a. Lingkar kepala (33-35 cm)

b. Lingkar dada (30.5 – 33 cm)

c. Berat badan ( 2700 – 4000 gr)

d. Panjang kepala ke tumit (48 – 53 cm)

Tanda – tanda vital

a. Suhu (36.5 – 27 derajat celcius)

b. Frekuensi jantung ( 100 – 160 x/mnt)

c. Frekuensi pernapasan ( 30 – 60 x/mnt)

d. Tekanan darah (tekanan darah normal kurang lebih

90/60 mmHg)

Perhatikan juga keadaan rambut tipis, halus, lanugo

pada punggung dan wajah, sedikit atau tidak ada bukti

lemak subkutan, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan

pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak

menggantung dan testis belum turun.

5. Riwayat Anak

1. Riwayat dalam masa kandungan (Pre natal)

Kaji apakah ibu melakukan pemeriksaan kehamilan

atau tidak untuk mengetahui keadaan ibu selama hamil

disertai dengan kesan kehamilan, obat-obatan yang telah


diminum, imunisasi yang telah diberikan dan penyakit

yang pernah diderita ibu serta penyakit keluarga.

Kehamilan dengan resiko kengenital riwayat

persalinanpreterm(premature) Pemeriksaan kehamilan

yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur

dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.

Riwayat natal komplikasi persalinan seperti Kala I

(perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun

plasenta previa), Kala II (persalinan dengan tindakan

bedar caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose)

yang dapat menekan system pusat pernafasan.

2. Riwayat penyakit sekarang (post natal)

Kaji umur kehamilan , berlangsungnya kelahiran (

biasa/susah/dengan tindakan apa), ditolong oleh siapa dan

lamanya proses kehamilan. Disertai dengan keadaan bayi

setelah lahir dan berat badan mencakup berat badan dan

LK/LD bayi.

6. Pola Nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan hiperbilirubinemia

adalah gangguan absorpsi gastrointestinal, muntah aspirasi,

kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral

atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi

kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga mengkoreksi

dehidrasi, asidosis metabolic, hipoglikemi disamping


pemberian obat intravena. Dikaji juga apakah bayi

mendapatkan ASI secara eksklusif atu tidak.

7. Pola Eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekuensi,

jumlah, konsistensi, bau. BAK : frekuensi dan jumlah.

8. Pola Tidur

Yang perlu dikaji adalah apakah pola tidur bayi dalam batas

normal sekitar 16 – 17 jam sehari untuk bayi berusia 0-3 bulan,

14 – 16 jam untuk bayi berusia 3-6 bulan, dan kurang lebih 14

jam untuk bayi berusai 7 – 12 bulan.

9. Pola Aktivitas

Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi gerakan kaki dan

tangan secara refleks maupun tidak, seperti menggenggam,

Babinski, klonus pergelangan kaki.

10. Pemeriksaan Fisik

1. Pengkajian pernapasan

Perhatikan bentuk dada (barrel,cembung),

penggunaan otot bantu pernapasan, tentukan frekuensi dan

keteraturan pernapasan, apakah ada bunyi napas tambahan

(stridor, krekles, ronkhi, wheezing), tentukan apakah

penghisapan diperlukan, dan tentukan sarturasi oksigen.

2. Pengkajian kardiovaskuler

Tentukan frekuensi dan irama jantung, adanya

bunyi abnormal (mur mur, friction rub), gambarkan


warna bayi (icterus, sianosis, mottling), waktu pengisian

CRT (< 2 – 3 detik).

3. Pengkajian gastrointestinal

Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit

mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi

dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau),

refleks menelan dan mengisap yang lemah.

4. Pengkajian neurologis-muskuloskletal

Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam,

plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar

kepala kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga

belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan lunak.

5. Pengkajian genitourinaria

Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna,

berat jenis, dan PH).

6. Pengkajian suhu

Kaji suhu aksila dan perhatikan hubungannya dengan suhu

lingkungan.

7. Pengkajian kulit

Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,

pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,

terkelupas. Warna kulit kuning, membrane mukosa kuning, sklera

kuning.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut pengkajian asuhan keperawatan di atas maka

diagnosis keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia atau SDKI (2017),

1) Ikterik neonates berhubungan dengan penurunan berat badan

abnormal (.7-8% pada bayi lahir yang menyusu ASI > 15% pada

bayi cukup bulan), pola makan tidak ditetapkan dengan baik,

kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin, usia kurang dari 7 hari,

keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)

2) Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas,

dehidrasi

3) Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan,

evaporasi

4) Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan

faktor elektris (fototerapi)

5) Risiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Suprajitno (2012), perencanaan Keperawatan yaitu

tujuan umum dan khusus berdasarkan pads masalah yang

dilengkapi kriteria dan standar yang mengacu pada penyebab.

Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan dengan orientasi

pada kriteria dan standar.

Perencanaan yang dapat dilakukan pada asuhan

keperawatan pada bayi dengan Hiperbilirubin berdasarkan Standar


Luaran Keperawatan Indonesia atau SIKI (2018) dan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) adalah sebagai berikut:

RENCANA KEPERAWATN
DIAGNOSA
NO KEPERAWATAN RASIONAL
& DATA TUJUAN &
INTERVENSI
PENUNJANG KRITERIA HASIL
1 Ikterik neonatus Setelah dilakukan Fototerapi 1. Ikerik pada
berhubungan dengan intervensi keperawatan Neonatus sclera dan
penurunan berat selama … x…. maka 1. Monitor kulit bayi
badan abnormal, ikterik neonatus menurun ikterik pada menandakan
pola makan tidak dengan kriteria hasil : sclera dan bayi
ditetapkan dengan  Kerusakan lapisan kulit bayi mengalami
baik, kesulitan kulit menurun (tida 2. Identifikasi hiperbilirubin
transisi ke kehidupan ada kemerahan, kebutuhan 2. Kebutuhan
ekstra uterin, usia tidak ada cairan sesuai cairan klien
kurang dari 7 hari, hematoma, warna dengan usia meningkat
keterlambatan kulit normal) gestasi dan saat terkena
pengeluaran feses  Berat badan berat badan paparan sinar
(mekonium) meningkat 3. Monitor suhu fluorescent
 Panjang badan dan tanda 3. Memantau
meningkat vital tiap 4 perubahan
 Kulit kuning jam sekali suhu pada
menurun 4. Monitor efek klien
 Sclera kuning samping 4. Mengetahui
menurun fototerapi efek yang
 Membran mukosa 5. Siapkan ditimbulkan
kuning menurun lampu seperti
fototerapi dan muntah,
 Keterlambatan
incubator atau diare, dll
pengeluaran feses
kotak bayi pada klien
menurun
6. Lepaskan 5. Lampu
 Konsistensi feses
pakaian bayi fototerapi
membaik
kecuali popok diperlukan
 Frekuensi defekasi 7. Berikan untuk
membaik penutup mata memecah
 Peristaltik usus (eye kadar
membaik protect/biliba bilirubin pada
 Kemampuan nd) pada bayi klien
menyusu membaik 8. Ukur jarak 6. Pakaian bayi
 Aktivitas antara lampu dapat
ektremitas dan menganggu
membaik permukaan kinerja terapi
 Respon terhadap kulit bayi fototerapi
stimulus sensorik 9. Biarkan tubuh yang tidak
membaik bayi terpapar maksimal
sinar 7. Mata ditutup
fototerapi untuk
secara mencegah
berkelanjutan kerusakan
10. Ganti segera jaringan
alas dan kornea pada
popok bayi klien akibat
jika paparan sinar
BAB/BAK fototerapi
11. Anjurkan ibu 8. Jarak lampu
menyusui fototerapi
sesering dengan klien
mungkin 30 cm atau
tergantung
dari
spesifikasi
lampu
fototerapi
9. Agar kadar
bilirubin pada
tubuh dapat
dipecah oleh
sinar
fototerapi
dengan baik
10. Agar tidak
mengakibatka
n iritasi pada
kulit bayi
11. Intake yang
baik akan
meningkatka
n
metabolisme
pada klien
sehingga
klien tidak
mengalami
dehidrasi
2. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk
berhubungan dengan intervensi keperawatan Hipertermia mengetahui
terpapar lingkungan selama …x…. maka apakah ada
panas, dehidrasi termoregulasi membaik 1. Monitor suhu penigkatan
dengan kriteria hasil : sesering suhu tubuh
mungkin pada bayi
 Suhu tubuh 2. Monitor 2. Untuk
membaik warna kulit mengetahui
 Warna kulit pucat 3. Monitor perubahan
menurun Turgor Kulit warna kulit
 Turgor kulit 4. Monitor 3. Turgor kulit
membaik Gerak bayi yang tidak
5. Berikan elastic
cairan oral menandakan
klien
mengalami
hipertermia
4. Untuk
mengetahui
keatifan bayi
5. Asupan oral
klien berupa
Asi atau susu
formula guna
meningkatkan
metabolism
sehingga terjadi
penurunan suhu
tubuh
3. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen 1. klien merasa
berhubungan dengan intervensi keperawatan hipovolemia haus
kekurangan intake selama …. X….maka 1. periksa tanda merupakan
cairan, evaporasi risiko hipovolemia dan gejala salah satu
menurun dengan kriteria hipovolemia tanda gejala
hasil : 2. timbang bb hipovolemia
 Turgor kulit 3. monitor 2. Mengetahui
meningkat intake dan dan
 Output urine output cairan membanding
meningkat 4. hitung kan bb bayi
 berat badan kebutuhan 3. Untuk
membaik cairan menjaga
 intake cairan 5. berikan keseimbanga
membaik asupan cairan n nutrisi bayi
 suhu tubuh oral berupa 4. Untuk
membaik asi atau susu mengetahui
 asupan cairan formula jumlah residu
meningkat dan sebagai
patokan
 dehidrasi menurun
pemberian
 membran mukosa
intake
membaik
5. Asi atau susu
 mata cekung formula
membaik merupakan
makanan
utama bayi
klien

4. Resiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan 1. Terapi


integritas kulit intervensi keperawatan Integritas Kulit fototerapi
berhubungan dengan selama … x…. maka 1. Identifikasi merupakan
terapi radiasi integritas kulit dan penyebab salah satu
jaringan membaik dengan gangguan penyebab
criteria hasil : integritas kulit gangguan
 Kerusakan integritas 2. Ubah posisi integritas kulit
jaringan menurun tiap 2 jam 2. Agar kulit bayi
(tidak ada 3. Anjurkan tidak iritasi dan
kemerahan, warna meningkatkan menimbulkan
kulit normal, turgor asupan nutrisi luka
kulit membaik) 4. Anjurkan 3. Meningkatkan
mandi dan asupan nutrisi
menggunakan berupa ASI atau
sabun susu formula
secukupnya akan
meningkatkan
elasitas kulit
klien
4. Dengan mandi
maka
kelembapan
kulit akan
terjaga
5. Risko cedera Setelah dilakukan Manajemen 1. Mengetahui
berhubungan dengan intervensi keperawatan Keselamatan kebutuhan
ketidaknormalan selama … x …. maka Lingkungan keselamatan
profil darah risko cedera menurun 1. Identifikasi pasien
dengan criteria hasil : kebutuhan 2. Dalam
 Kejadian cedera keselamatan fototerapi
menurun (mis.kondisi perangkat
 Luka/lecet menurun fisik, fungsi pelindung yang
kognitif, diberikan
riwayat adalah biliband/
penyakit) penutup mata
2. Gunakan guna
perangkat menghindari
pelindung cedera mata
3. Tingkatkan akibat sinar
frekuensi fototerapi
observasi dan 3. Meningkatkan
pengawasan kewasdapaan
pasien, sesuai dan menjaga
kebutuhan pasien terhadap
4. Jelaskan keselamatannya
alasan 4. Menjelaskan
intervensi intervensi yang
pencegahan ke dilakukan
pasien dan penting guna
keluarga memberikan
informasi yang
detail kepada
pasien dan
keluarga agar
tidak terjadi
kesalahpahama
n.

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat

berdasarkan SIKI dan dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur

pelaksanaan.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah penilaian dengan cara

membandingkan perubahan pasien (hasil dari yang diamati) dengan tujuan

dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi

keperawatan ada 2 macam, yaitu:

1. Evaluasi Proses (Formatif)

Evaluasi yang dilakukan setelah Tindakan, berorientasi pada etiologi,

dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah dilakukan

tercapai.

2. Evaluasi Hasil (Sumatif)

Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindnakan keperawatan secara

paripurna. Berorientasi pada masalah keperawtaan, menjelaskan

keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan kesimpulan status

Kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Untuk memudahkan mengevaluasi atau memantau perkembangan klien,

digunakan komponen SOAP/ SOAPIE/ SOAPIER. Penggunaannya

tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian SOAPIER adalah:


1. S artinya data subjektif. Anda dapat menuliskan keluhan pasien yang

masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

2. O artinya data objektif. Data objektif adalah data berdasarkan hasil

pengukuran atau hasil observasi Anda secara langsung kepada klien,

dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

3. A artinya analisis. Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi

akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifiksasi

datanya dalam data subjektif dan objektif.

4. P artinya planning. Perencanaan keperawatan yang akan Anda

lanjutkan, Anda hentikan, Anda modifikasi, atau Anda tambahkan dari

rencana. tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.

Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak

memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang

perlu dilakukan adalah tindakan kompeten untuk menyelesaikan

masalah klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai

keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan

yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu

ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai akternatif pilihan lain yang

diduga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan.

Sedangkan, rencana tindakan yang baru/sebelumnya tidak ada dapat

dilakukan bila timbul masalah baru, atau rencana tindakan yang ada

sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.


5. I artinya implementasi. Implementasi adalah tindakan keperawatan

yang dilakukan sesuatu dengan instruksi yang telah teridentifikasi

dalam komponen P (perencanaan). Jangan lupa untuk menuliskan

tanggal dan jam pelaksanakan.

6. E artinya evaluasi. Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan

tindakan keperawatan

7. R artinya reassessment. Reassessment adalah pengkajian ulang yang

dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah

dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

(Budioni dan Pertami & Sumirah, 2015)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain yang akan digunakan adalah studi kasus, yaitu studi yang

mengeksplorasi suatu masalah atau fenomena dengan batasan terferinci,

memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

sumber informasi. Studi kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus

yang di pelajari berupa peristiwa, aktivitas atau individu (Budhiana, 2012).

Studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi masalah pada Bayi

Ny.X Dengan Hiperbilirubin Di Ruang ........ RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi.

3.2 Subyek Studi Kasus

Partisipan pada kasus ini yang diteliti adalah pada Bayi Usia

Neonatus Dengan Hiperbilirubin Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi.
1.3 Fokus Studi Kasus

Fokus studi kasus pada pengelolaan kasus ini merupakan Asuhan

Keperawatan yang diberikan kepada Bayi Ny.X Dengan Hiperbilirubin

melalui pendekatan keperawatan yang meliputi tahap pengkajian,

penegakan diagnosa keperawatan , menetapkan perencanaan, melakukan

tindakan keperawatan,

1.4 Definisi Operasional

Hiperbilirubin adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin

dalam darah meningkat secara berlebihan sehingga dapat

menimbulkan perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi

baru lahir. Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan kadar

bilirubin serum yang disebabkan oleh bermacam-macam keadaan

seperti kelainan bawaan. (Swan dan Aini 2021).

Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama

kehidupan. Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir

bulan pertama (Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama

kelahiran. Neonatus normal memiliki berat 2.700 sampai 4.000

gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry,

2009). Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus

adalah bayi yang lahir 28 hari pertama. (Rudolph, 2015).

1.5 Lokasi dan Waktu

1.5.1 Lokasi pengelolan kasus


Studi kasus ini akan dilakukan Di RSUD R.Syamsudin S.H Kota

Sukabumi. (Ny.X)

1.5.2 Waktu pengelolan kasus

Lama waktu pelaksanaan direncanakan selama 3 hari sampai

dengan 5 hari.

3.6 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara dilakukan oleh

peneliti untuk pengumpulan data . Pengumpulan data dilakukan untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan

penelitian. Sementara itu instrument pengumpulan data merupakan alat

yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, mak

instrumen pengumpulan data dapat berupa wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik, studi dokumentasi.

3.6.1 Wawancara

Penyusunan melakukan pengumpulan data melalui

wawancara terstuktural yang bertujuan untuk menemukan

permasalaham secara lebih lengkap. Wawancara (hasil anamnesis

berisi tentang identitas klien, keluhan utama klien, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, ADL dan lain-lain). Wawancara dilakukan pada keluarga

klien.

3.6.2 Observasi dan Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik tubuh klien melalui pendekatan inspeksi,

palpasi, auskultasi, dan perkusi. Dalam pengelolan kasus ini di

observasi dilakukan pada klien setelah klien diberikan strategi

pelaksanaan, dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanda-tanda

vital.

3.6.3 Studi Dokumentasi

Studi berkaitan dengan perkembangan kesehatan klien.

Dalam penulisan studi dokumentasi dicatat dari mulai pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.

3.7 Analisis Data dan Penyajian Data

1.7.1 Analisa Data

Didasarkan pada data yang terkumpul dangan cara

wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Selanjutnya data

tersebut dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk

didokumentasikan dalam intervensi, hasil data terkumpul dalam

bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dam

dikelompokan menjadi data subjektif dan ojektif untuk menunjang

penentuan masalah keperawatan.

1.7.2 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gamabr,

bagan, maupun teks naratif kerahasian dari kliern dijamin dengan

jalan mengaburkan indentitas dari klien.

1.7.3 Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai

masalah yang sama dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan

penarikan kesimpulan dilakukan demgan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,

intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1.8 Etik Studi Kasus

1.8.1 Informed Consent (persetujuan Menjadi Klien)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

menjadi responden.

Tujuan dari informed consent yaitu agar partisipan

mengetahui maksud dan tujuan pengambilan kasus serta

melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan

tanpa sepengetahuan pasien, dan dampak bagi partisipan yang

diterliti selama pengumpulan data. Lembar persetujuan diberikan

kepada partisipan disertai judul pengambilan kasus. Jika subyek

bersedia untuk menajdi partisipan, maka peneliti tidak memaksa

dan tetap menghargai hak-hak mereka sebagai partisipan.

1.8.2 Anonimity(Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasian identitas responden, peneliti

tidak mencantumkan nama responden atau keluarga responden


dalam pengolahan data pengambilan kasus, peneliti hanya akan

memberikan nomer dank ode tertentu sebagai pengganti dari nama

responden.

1.8.3 Condifidentiality (Kerahasian)

Dalam etika confidentiality peneliti menjamin kerhasian

klien dari hasil Pengambilan kasus baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya, semua infrormasi mengenai klien yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

Abarca, Roberto Maldonado. 2021. Nuevos sistemas de comunicación e


información 済無 No Title No Title No Title.
Dinkes Sukabumi. 2018. “Profil Kesehatan Kota Sukabumi Tahun 2018.” Profil
Kesehatan 7(9): 143.
Jannah, R. (2020). Asuhan Keperawatan Anak Pada Bayi Ny. L Dengan
Hiperbilirubin Di Ruang Perinatologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
Mathindas, Stevry, Rocky Wilar, and Audrey Wahani. 2013. “Hiperbilirubinemia
Pada Neonatus Ikterus Klinis.” Jurnal Biomedik 5: S4-10.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/2599/2142.
Riskesdas, Kemenkes. 2018. “Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS).”
Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical 44(8): 1–200.
http://arxiv.org/abs/1011.1669%0Ahttp://dx.doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201%0Ahttp://stacks.iop.org/1751-8121/44/i=8/a=085201?
key=crossref.abc74c979a75846b3de48a5587bf708f.
Restrepo Klinge, S. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.
Setiyowati, T. (2019). Perpustakaan Universitas Airlangga. Toleransi Masyarakat
Beda Agama, 30(28), 5053156.

Anda mungkin juga menyukai