Anda di halaman 1dari 7

Spina Bifida

Spina bifida adalah kelainan kongenital dimana tulang belakang terbelah (bifid) akibat
kegagalan penutupan tabung saraf embrio, selama minggu keempat pasca pembuahan. Anak
dengan spina bifida sering menunjukkan defisit neurologis motorik dan sensorik di bawah level
dari lesi, sehingga dapat menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah atau kelumpuhan yang
menggagu dalam berjalan. Banyak studi epidemiologi yang menggabungkan spina bifida
bersama dengan defek terkait anencephaly, dan kadang-kadang juga dengan encephalocele, di
bawah istilah umum 'neural tube defect' (NTDs). prevalensi NTD di Amerika Serikat dan negara
Eropa diperkirakan 0,5-0,8/1000 kelahiran , sedangkan prevalensi di beberapa wilayah Cina telah
dilaporkan 20 kali lebih tinggi. Dengan asumsi prevalensi rata-rata satu kasus NTD per 1000
kelahiran, dengan populasi global 7 miliar dan tingkat kelahiran 20 per 1000 penduduk, ini
menghasilkan angka 140.000 kasus NTD per tahun di seluruh dunia.1
Gangguan utama dalam patogenesis spina bifida adalah kegagalan penutupan tabung
saraf di daerah tulang belakang embrionik yang menyebabkan terpaparnya tabung oleh cairan
ketuban sehingga menyebakan neuron mati akibat keracunan cairan ketuban.1 Tidak diketahui
apa yang menyebabkan spina bifida tetapi beberapa hal dapat meningkatkan risiko bayi
mengalami kondisi tersebut.2
1. Kekurangan Asam Folat
Asupan asam folat ibu sebelum dan selama awal kehamilan merupakan intervensi yang
terbukti untuk mencegah sebagian besar kasus NTD. Sebua studi menemukan penggunaan asam
folat dapat menurukan risiko kejadi NTD hingga 60%.3
2. Riwayat Keluarga
16,9% anak dengan NTD memiliki Riwayat keluarga dengan NTD.Ini menunjukkan
bahwa genetika dan epigenetik mungkin memainkan peran yang lebih besar dalam patogenesis
NTD.Seorang ibu yangmemiliki anak dengan NTD, risiko anak nerikutnya lahir dengan NTD
akan meningkat.4

3. Obat-obatan
Wanita yang melahirkan anak spina bifida mungkin menggunakan berbagai obat
sebelum konsepsi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya spina bifida adalah
analgesik, AED untuk mengontrol kejang, pencahar untuk konstipasi kronis, antikolinergik
untuk kontinensia kandung kemih dan antibiotik untuk profilaksis/pengobatan infeksi saluran
kemih berulang (ISK).2

4. Diabetes Melitus
Ibu dengan Diabetes mellitus merupakan faktor risiko yang dapat menyabakan spina
bifida. Risiko ini disebbakan karena kadar glukosa pada trimester pertama. Wanita diabetes,
yang sudah berisiko tinggi untuk memliki janin dengan NTD, harus mengoptimalkan kontrol
glikemik prakonsepsi.2
Gangguan motorik merupakan defisit inti pada anak dengan spina bifida. Hal ini
terlihat saat lahir, anak dengan spina bifida memiliki kualitas gerakan ekstremitas atas dan bawah
yang lebih buruk daripada teman sebayanya dan lebih lambat daripada teman sebayanya. Anak-
anak dengan spina bifida memiliki defisit pada tiga efektor: ekstremitas atas, ektremitas bawah,
dan mata. Variabilitas gerakan berhubungan dengan integritas daerah otak seperti otak kecil yang
mengontrol gerakan batang dan aksial , otak kecil dan midbrain yang mengontrol gerakan mata.
Variabilitas dalam gerakan berhubungan dengan sumsum tulang belakang dan otak, sehingga
semakin tinggi lesi tulang belakang, semakin parah defisit motorik yang terjadi. anak-anak
dengan spina bifida kurang mampu dibandingkan teman sebayanya dalam mengeksplorasi
motorik Defisit motoric pada anak memiliki implikasi yang signifikan untuk fungsi ekologis
karena mereka dapat membatasi anak dalam eksplorasi lingkungan yang biasanya dipengaruhi
oleh gerakan.5
Anak-anak dengan spina bifida dilakuakn erapi berupa conventional physical therapy
(CPT) dan physical therapy based on reflex stimulation (RPT). RPT bertujuan untuk
memfasilitasi konduksi rangsangan dari ekstremitas ke korteks oleh jalur aferen, sehingga dapat
terjadi terjadi peningkatan informasi sensoris perifer. Peningkatan informasi sensorik yang tiba
di korteks ini penting untuk meningkatkan integrasi sensorik-motorik dan kualitas respons
motorik. Ada kemungkinan bahwa CPT mengoptimalkan strategi motorik batang tubuh dan
ekstremitas atas untuk mengkompensasi hilangnya kontrol ekstremitas bawah. sebaliknya, RPT
dapat mendukung kontrol ekstremitas bawah yang lebih baik. Terapi fisik konvensional (CPT)
biasanya dilakukan dengan tujuan menjaga ekstremitas bawah sejajar dan untuk
mengkompensasi defisit motorik pada anak dengan spina bifida.6
Gangguan motoric halus
2. Disgrafia
disgrafia adalah gangguan kemampuan menulis pada setiap tahap, termasuk masalah
dengan pembentukan/keterbacaan huruf, spasi huruf, ejaan, koordinasi motorik halus, kecepatan
menulis, tata bahasa, dan komposisi. Disgrafia terjadi karena adanya hambatan dalam koordinasi
motorik halus, visual persepsi, dan propriosepsi. Disgrafia diklasifikasikan menjadi "motorik"
atau "perifer". 10% dan 30% anak-anak mengalami kesulitan dalam menulis. Disgrafia lebih
sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Banyak teori mengenai mekanisme
disgrafia, Menulis telah terbukti menjadi proses kompleks yang membutuhkan kognisi tingkat
tinggi (bahasa, memori kerja verbal dan organisasi) yang dikoordinasikan dengan perencanaan
dan pelaksanaan motorik untuk membentuk fungsi fungsional. Menulis dengan cepat dan lancar
membutuhkan perencanaan dan koordinasi motorik yang dimediasi oleh otak kecil.7
Salah satu rekomendasi ahli untuk diagnosis disgrafia adalah sebagai berikut:
kecepatan menulis lambat; tidak terbaca tulisan tangan; inkonsistensi antara kemampuan
mengeja dan kecerdasan verbal; dan penundaan pemrosesan dalam perencanaan graphomotor,
kesadaran ortografi, dan/atau penamaan otomatis cepat. Tes sekunder yang perlu
dipertimbangkan adalah evaluasi pegangan pensil dan postur menulis. intervensi yang
mendukung partisipasi dan aktivitas adalah kunci untuk memulihkan gangguan motorik
pada disgrafia.7

Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa


2. Ekolalia
Ekolalia adalah pengulangan kata atau frasa yang tidak berarti yang didengar oleh seseorang.
Ekolalia adalah gangguan bicara menonjol yang sering ditemukan pada anak-anak dengan
gangguan spektrum autisme (ASD. Prevalensi echolalia tidak jelas karena merupakan gejala
heterogen yang terlihat di berbagai keadaan patologis. Sekitar 75% anak dengan ASD
menunjukkan echolalia. tiopatogenesis yang tepat dari echolalia tidak sepenuhnya dipahami.
Peniruan dan pengulangan bicara merupakan bagian dari perkembangan bahasa yang normal
pada balita. Echophenomena membaik selama dua tahun pertama kehidupan. Disregulasi
dopaminergik juga telah dihipotesiskan sebagai mekanisme neurobiologis yang mengarah pada
fenomena gema. Echolalia mungkin terkait dengan disfungsi lobus frontal. Ekolali dapat
disebabakn oleh Afasia, Gangguan autoimun, cedera kepala, Kebutaan kongenital, Delirium,
Demensia, Ensefalitis, Sindrom Gilles de la Tourette, Keterlambatan bahasa, Penyakit Pick,
Demensia frontotemporal, pascaepilepsi.8
Pengobatan echolalia tergantung pada etiologi. Penatalaksanaan echolalia terkait
autisme memerlukan tim multidisiplin, antara lain orang tua, spesialis perkembangan saraf,
terapis, psikolog, dan pendidik khusus. Kunci untuk mengelola echolalia pada anak adalah
mengetahui alasan pengulangan ucapan, makna di balik pengulangan, dan merespons dengan
cara yang membantu anak belajar berkomunikasi. Mengamati, mendengarkan, dan menunggu
selama interaksi dan pembicaraan anak membantu mengumpulkan pesan di balik suatu pidato.
Intervensi analitik perilaku yang diterapkan untuk echolalia di ASD termasuk pelatihan isyarat-
jeda-titik, pelatihan skrip, isyarat visual, pembelajaran gestalt, pemodelan verbal, pelatihan
pemantauan diri, penguatan diferensial dari tingkat perilaku yang lebih rendah. Farmakoterapi
dapat diindikasikan pada anak yang lebih tua, di mana echolalia dipicu oleh stres dan
kecemasan.8

Gangguan Perkembangan Personal Sosial/Perilaku

2. Retardasi Mental
Retardasi Mental adalah suatu keadaan dimana fungsi intelegensi berada di bawah rata-
rata, yang dimulai pada masa perkembangan. Anak dengan retardasi mental memiliki
keterbatasan fungsi mental, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memelihara diri dan
kemampuan bersosialisasi. Retardasi mental masih menjadi masalah dunia terutama di negara
berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari total populasi
dan hampir 3% Intellegence Quotient (IQ) di bawah 70. Retardasi mental merupakan hasil proses
patologis di otak yang menggambarkan keterbatasan fungsi intelektual dan adaptif, tetapi itu
bukan penyakit. Keterbelakangan mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan gangguan
mental atau fisik.9
Terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang seorang
anak. Seperti diketahui factor penentu tumbuh kembang seorang anak pada garis besarnya adalah
faktor genetik/heredokonstitusional yang menentukan sifat bawaan anak tersebut dan factor
lingkungan. tiologi retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase prenatal (Kelainan kromosom,
Kelainan genetik /herediter, Gangguan metabolic, Sindrom dismorfik, Infeksi intrauterine,
Intoksikasi), perinatal (Prematuritas, Asfiksia, Kernikterus, Hipoglikemia, Meningitis,
Hidrosefalus, Perdarahan intraventrikular ) dan postnatal (Infeksi (meningitis, ensefalitis),
Trauma, Kejang lama, Intoksikasi).10
Tatalaksan pada anak dengan retardasi mental mulai dari tatalksana medis, Psikoterapi,
dan Konseling. Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada
orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan
psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi
sosialnya. Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah menentukan ada atau
tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi mentalnya, evaluasi mengenai sistem
kekeluargaan dan pengaruh retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti
khusus, konseling pranikah dan prenatal.10

Skrining Retardasi Mental


1. Caput scales
Caput scales merupakan alat skrining yang dapat menilai secara akurat aspek-aspek
perkembangan utama termasuk komponen bahasa dan visual-motor. Capute scales terdiri
dari 2 jenis pemeriksaan yaitu cognitive adaptive test (CAT) dan clinical linguistic and
auditory milestone scale (CLAMS). Pemeriksaan CLAMS mengukur milestones bahasa
reseptif dan ekspresif. Di dalam CLAMS terdapat 26 milestones bahasa ekspresif yang
meliputi 19 tingkat usia pengujian. Pengukuran CAT juga terdiri dari 19 tingkat usia
pengujian dengan 57 milestones visual-motor yang diukur.11

Denver II
Pada Denver II bias digunakn untuk skiring Personal sosia. Uji Denver membutuhkan
waktu cukup lama sekitar 30-45 menit. Kesimpulan hasil skrining Denver
II hanya menyatakan bahwa balita tersebut: normal atau dicurigai ada gangguan tumbuh
kembang pada aspek tertentu.12

Stanford Binet Intelligence Scale


Berdasarkan Stanford Binet Intelligence Scale retardasi mental dibagi menjadi 4
golongan yaitu :10
-Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50- 69
-Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
-Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20- 34
-Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20

Autism spectrum disorder (ASD)


Gangguan spektrum autisme (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf gangguan
yang ditandai dengan defisit dalam komunikasi sosial dan adanya minat yang terbatas dan
berulang perilaku. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan prevalensi internasional
ASD sebesar 0,76%; namun, ini hanya menyumbang sekitar 16% dari populasi anak global.13
Penyebab ASD bersifat multifaktorial, yaitu adanya faktor genetik dan adanya faktor lingkungan
yang berpengaruhi. CDC menyatakan bahwa penyebab ASD pada anak adalah adanya kelainan
gen, memiliki saudara kembar, konsumsi obat valproic dan thalidomide selama kehamilan dan
usia kedua orang tua yang semakin tua. Penyebab ASD yang paling potensial yang telah
dipelajari dalam beberapa tahun terakhir adalah faktor genetik, biologis, perinatal, neuroanatomi,
imunologi, biokimia, lingkungan, psikososial dan keluarga.14
Penanganan anak ASD terutama ditujukan untuk perbaikan gejala inti ASD yaitu
perbaikan interaksi sosial, komunikasi, merencanakan dan menyiapkan agar dapat masuk
sekolah, membuat hubungan yang bermakna dengan teman sebayanya, meningkatkan
ketrampilan jangka panjang dalam kemandirian. Secara umum penanganan ASD meliputi: 1)
Memaksimalkan kemampuan fungsional kemandirian, 2) Mencapai kualitas hidup yang
maksimal, 3) Meminimalkan gejala, 4) Memfasilitasi proses belajar dan pembelajaran, 5)
Sosialisasi, 6) Mengurangi perilaku maladaptif, 7) Edukasi dan suport keluarga. Berbagai
intervensi yang dapat dilakukan pada ASD yaitu; intervensi psikososial; pendekatan ketrampilan
sosial; intervensi perilaku; intervensi edukasional; dan intervensi psikofarmakologi. ntervensi
farmakologi dapat digunakan pada kasus perilaku maladaptif. Terapi farmakologi lebih bertujuan
untuk memperbaiki kerusakan atau gangguan yang berhubungan dengan gejala perilaku
dibandingkan dangan gejala inti ASD.8

Skrining ASD
1. Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT)
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) merupakan alat skrining ASD level 1,
digunakan untuk usia 16-48 bulan, terdiri atas 23 pertanyaan dimana 6 pertanyaan adalah item
kritits. Anak dikatakan gagal M-CHAT jika terdapat 2 atau lebih pertanyaan kritis dengan
jawaban tidak, atau gagal menjawab benar pada 3 pertanyaan apa saja dari 23 pertanyaan ya atau
tidak.

2. Modified Checklist for Autism in Toddlers-Revised (M-CHAT-R) dan Modified


Checklist for Autism in Toddlers-Revised / Follow-Up (M-CHAT-R/F)

Modified Checklist for Autism in Toddlers Revised (M-CHAT-R) dapat digunakan saat anak
yang datang untuk kontrol sehari-hari. Modified Checklist for Autism in Toddlers, Revised (M-
CHAT-R) valid digunakan untuk skrining balita usia 16-30 bulan. Tujuan utama
M-CHAT-R ini adalah untuk memaksimalkan sensitifitas, yaitu mendeteksi sebanyak mungkin
kasus GSA.

Anda mungkin juga menyukai