Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL SKRIPSI

PROFIL PEMERIKSAAN TRIPLE ELIMINASI


(HIV,SIFILIS dan HBsAg) IBU HAMIL
DI PUSKESMAS BUER

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana


Terapan Teknologi Laboratorium Medis Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :

Diaul Maftuha
NIM. P07134121010A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022
PROPOSAL SKRIPSI

PROFIL PEMERIKSAAN TRIPLE ELIMINASI


(HIV,SIFILIS dan HBsAg) IBU HAMIL
DI PUSKESMAS BUER

Disusun untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana


Terapan Teknologi Laboratorium Medis Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :

Diaul Maftuha
NIM. P07134121010A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2022

i
PENGESAHAN

Dipertahankan di depan Tim Penguji Proposal Skripsi Politeknik


Kesehatan Kemenkes Mataram Jurusan Analis Kesehatan dan Diterima
untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Terapan Teknologi
Laboratorium Medis Jurusan Analis Kesehatan
Tahun Akademik 2021/2022

Mengesahkan :
Ketua Jurusan Analis Kesehatan

(Zainal Fikri, SKM. MSc)


NIP : 197512311994021001

Tim Penguji

1. Zainal Fikri, SKM, MSc ( )


Ketua Penguji

2. Agrijanti, S.Pd, M.Ked ( )


Anggota Penguji I

3. Lale Budi Kusuma Dewi, SPd, MSi ( )


Anggota Penguji II

Tanggal Lulus :

ii
PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Pendidikan Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medis
Jurusan Analis Kesehatan
Tahun Akademik 2021/2022

Oleh :
Diaul Maftuha
P07134121010A

Mataram, Januari 2022

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Zainal Fikri, SKM, MSc Agrijanti, S.Pd, M.Ked


NIP. 197512311994021001 NIP. 197201121991032001

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


segala karunia dan limpahan rahmat, karunia serta inayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi dengan judul
“Profil Pemeriksaan Triple Eliminasi (HIV,Sifilis dan HBsAg) Ibu Hamil di
Puskesmas Buer” tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang
terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram.
2. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Mataram.
3. Ketua Prodi DIV Analis Kesehatan Mataram.
4. Pembimbing utama Bapak Zainal Fikri, SKM,M.Sc yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga Proposal ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Pembimbing kedua Ibu Agrijanti, S.Pd, M.Ked yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan terhadap penulisan Proposal ini.
6. Penguji independen Ibu Lale Budi Kusuma Dewi. SPd, M.Si atas kritik,
saran, serta masukannya.
7. Kepada suami, anak, kedua orang tua (Bapak dan Ibu) dan keluarga
yang telah memberikan doa dan dukungan selama penyusunan Proposal
ini,
Penulis menyadari bahwa Proposal Skripsi ini masih banyak
kekuranganya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Demikian, semoga Skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya.

Mataram, Januari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Hasil Penelitian ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6
A. KERANGKA TEORITIS ....................................................................... 6
1. HIV ................................................................................................. 6
2. Sifilis ............................................................................................... 14
3. Hepatitis B ...................................................................................... 26
4. Program Triple Eliminasi ............................................................... 35
B. KERANGKA KONSEP ......................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 39


A. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................. 39
B. Rancangan Penelitian ......................................................................... 39
C. Populasi dan Sampel ........................................................................... 39
D. Cara Pengambilan Sampel .................................................................. 40
E. Variabel Penelitian ............................................................................... 40
F. Definisi Operasional ............................................................................ 40
G. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 40
H. Cara Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2018, sebanyak 69,95%

ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan HIV dan hepatitis B, dari pemeriksaan

tersebut di dapatkan 0,28% ibu hamil yang positif HIV dan 1,88% ibu hamil

terdeteksi HBsAg Reaktif (Positif) (Kemenkes RI, 2019). Sedangkan pada

tahun 2012, sekitar 350.000 kasus gangguan kehamilan di seluruh dunia

dikaitkan dengan sifilis dan sebanyak 102.000 kasus bayi yang terinfeksi

sifilis (WHO, 2016).

Berdasarkan laporan VCT rumah sakit/puskesmas dan laporan rutin AIDS

Puskesmas di Kabupaten Sumbawa tahun 2019, jumlah kasus HIV/AIDS

yang ditemukan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018. Jumlah

kasus tahun 2018 ditemukan 14 kasus yang terjangkit HIV dan 10 kasus

AIDS, sedangkan tahun 2019 adalah 24 kasus HIV dan 8 kasus AIDS.

Jumlah kematian pada tahun 2019 akibat AIDS sebayak 24 orang,

mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan tahun 2018

sebanyak 1 kematian (Sumbawakab, 2020).

Triple Eliminasi adalah sebuah program pemerintah sebagai bentuk

tanggung jawab negara dalam menjamin kelangsungan hidup anak balita.

Upaya eliminasi penularan terhadap infeksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B

dilakukan secara bersama-sama karena infeksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B

1
2

memiliki pola penularan yang relatif sama yaitu ditularkan melalui hubungan

seksual, pertukaran/kontaminasi darah dan secara vertikal dari ibu ke anak

(PERMENKESRI No. 52 Th 2017).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 tahun 2017 tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak telah dilaksanakan

sejak tahun 2018 dan akan berlanjut menjadi sebuah kebiasaan baru untuk

melindungi bayi dan anak di Indonesia dari infeksi ketiganya (Kemenkes RI,

2019).

Pemerintah telah menetapkan target deteksi dini program triple

eliminasi. Target deteksi dini Tahun 2018 sebanyak 60%, tahun 2019

sebanyak 70%, tahun 2020 sebanyak 80%, tahun 2021 sebanyak 90% dan

tahun 2022 ditargetkan sebanyak 100% dari seluruh ibu hamil yang dilayani

ANC. Program triple eliminasi mempunyai target untuk mencapai zero pada

tahun 2030 sesuai dengan apa yang tertulis pada Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomer 52 tahun 2017 tentang Eliminasi

Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis dari Ibu ke Anak (Kemenkes, 2019).

Infeksi menular seksual (IMS) adalah masalah kesehatan masyarakat

utama di seluruh dunia, dapat mempengaruhi kualitas hidup dan

menyebabkan morbiditas serius dan mortalitas. IMS memiliki dampak

langsung pada kesehatan reproduksi dan anak melalui infertilitas, kanker dan

komplikasi kehamilan, dan memiliki dampak tidak langsung dengan cara

memfasilitasi menyebaran infeksi yang berdampak pada ekonomi nasional

dan individu (WHO,2016).


3

Penyakit Human immunodeficiency virus (HIV), Sifilis, dan Hepatitis B

merupakan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Penyakit-penyakit ini

dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi. Ketiganya mempunyai jalur

penularan yang sama berupa hubungan seksual, darah, dan vertikal dari ibu

ke janin. Transmisi ini kebanyakan terjadi melalui transmisi vertikal dari ibu ke

janin saat masa kehamilan. Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak

dari ibu pasien berdampak pada kesakitan, kecacatan, dan kematian (WHO,

2017).

Dalam perjalanan pelaksanaanya hingga saat ini di Indonesia, minim

sekali data mengenai progres maupun keadaan saat ini tentang program

triple eliminasi sehingga penelitian perlu dilakukan untuk mengevaluasi

apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan target, sasaran, dan

cakupan kegiatan yang telah ditetapkan. Selain itu, data ibu hamil yang

menderita ketiga penyakit berupa HIV, sifilis, hepatitis B juga sangat minim.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, penelitian profil triple eliminasi

perlu dilakukan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Bagaimana profil Triple Eliminasi pada ibu hamil di Puskesmas

Kecamatan Buer ?
4

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui profil triple eliminasi pada ibu hamil di Puskesmas

Kecamatan Buer.

2. Tujuan Khusus

a. Mendapatkan data jumlah ibu hamil

b. Mendapatkan data jumlah ibu hamil yang menderita HIV.

c. Mendapatkan data jumlah ibu hamil yang menderita sifilis.

d. Mendapatkan data jumlah ibu hamil yang menderita hepatitis B.

e. Menganalisa faktor positifitas HIV, Sifilis dan Hepatitis B pada ibu

hamil.

D. MANFAAT HASIL PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data

mengenai jumlah ibu hamil yang menderita HIV, sifilis, dan hepatitis B

melalui program triple eliminasi yang telah ditetapkan.

2. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memenuhi kekurangan data

mengenai jumlah ibu hamil yang menderita HIV, sifilis, dan hepatitis B

semenjak diberlakukannya program triple eliminasi bagi ibu hamil.

Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi bahan evaluasi, kontrol, dan

penanganan selanjutnya bagi pemerintah atas kebijakan yang telah


5

dibuat. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian

lebih lanjut berikutnya.

3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah wawasan

peneliti mengenai penyakit HIV, sifilis, dan hepatitis B. Selain itu,

diharapkan peneliti juga mengetahui ketetapan pemerintah mengenai

eliminasi ketiga penyakit tersebut sehingga memudahkan dalam

aplikatif klinis.

4. Manfaat bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan masyarakat terutama

ibu hamil dapat mengetahui program yang telah disediakan

pemerintah serta bagaimana perkembangannya. Selain itu,

masyarakat terutama ibu hamil juga dapat mengetahui penting nya

menjalani program yang telah tersedia dengan baik untuk menghindari

kerugian-kerugian yang akan ditimbulkan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORITIS

1. HIV

a. Definisi

HIV atau human immunodeficiency virus merupakan virus

yang dapat menyerang sel darah putih dalam tubuh yang

disebabkan oleh penurunan sistem imunologi manusia dan

membuat rentan terkena penyakit, penyakit yang sulit

disembuhkan serta infeksi oportunistik dan dapat menyebabkan

kematian (Dirjen P2PL RI, 2012).

Gambar 1. Struktur HIV (Shabrina, 2018)

6
7

b. Etiologi

HIV merupakan kelompok virus retrovirus yang disebut

lympadenopathy Associated virus ( LAV ) atau human T-cell

leukimia virus yang merupakan penyebab terjadinya gangguan

imun pada AIDS. Retrovirus mengubah rebonukleatnya ( RNA )

menjadi asam deoksiribunokleat ( DNA ) setelah masuk kedalam

sel pejamu ( Masriadi, 2017)

c. Gejala Klinis

Gejala klinis pada penderita HIV meliputi :

1) Masa inkubasi 6 bulan higga 5 tahun

2) window Periode selama 6-8 minggu, virus telah masuk ke

dalam tubuh tetapi tidak ada gejala klinis.

3) HIV dapat bertahan sampai 5 tahun, dan apabila tidak

diobati akan menimbulkan AIDS

4) Gejala lain muncul seperti penyakit yang tidak khas ,

seperti :

a) Diare kronis

b) Kandidiasis mulut yang luas

c) Pnumocystis carinii

d) Pneumonia interstisialis limfositik

e) Ensefalopati kronik (Masriadi, 2017).


8

d. Patofisiologi

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui

perantara darah, semen, dan sekret vagina. Setelah memasuki

tubuh manusia, maka target utama HIV adalah limfosit CD4

karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan

CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam

bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang

diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid)

menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim

reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut kemudian

diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya

diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang

dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga

ikut diturunkan. Cepat lamanya waktu seseorang yang terinfeksi

HIV mengembangkan AIDS dapat bervariasi antar individu.

Dibiarkan tanpa pengobatan, mayoritas orang yang terinfeksi HIV

akan mengembangkan tanda-tanda penyakit terkait HIV dalam 5-

10 tahun, meskipun ini bisa lebih pendek. Waktu antara

mendapatkan HIV dan diagnosis AIDS biasanya antara 10–15

tahun, tetapi terkadang lebih lama. Terapi antiretroviral (ART)

dapat memperlambat perkembangan penyakit dengan mencegah

virus bereplikasi dan oleh karena itu mengurangi jumlah virus


9

dalam darah orang yang terinfeksi (dikenal sebagai 'viral load')

(Masriadi, 2017).

e. Cara Penularan

1) Transmisi melalui hubungan seksual

Hubungan seksual baik oral, anal maupun pervaginal

dapat terjadi dengan pengeluaran segmen cairan yang dapat

terjadi penularan .

2) Transmisi darah atau transfusi darah

Transmisi ini dapat melalui hubungan heteroseksual yang

tidak aman dan transfusi darah yang sudah terinfeksi virus

HIV.

3) Transmisi secara vertikal

Transmisi ini dimasksudkan penularan dari ibu yang

terinfeksi HIV ke kepada janinnya selama masa antepartum,

partum sampai post partum melalui pemberian susu ibu. Ibu

yang positif HIV tidak boleh menyusui bayinya karena dapat

meningkatkan penularan perinatal.

a) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim,

melalui plasenta.

b) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah

ibu atau cairan vagina.

c) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu.

Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan


10

oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara berkembang

tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV

tertular dari ibunya ( Asjo,2002)

4) Penggunaan jarum suntik

Penggunaan jarum suntik, tindik, tato, dan pisau cukur

yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara

bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai

orang yang terinfeksi HIV. Cara cara ini dapat menularkan

HIV karena terjadi kontak darah (Masriadi, 2017).

f. Jenis - jenis pemeriksaan HIV

1) VCT (Voluntary counseling and testing )

Pemeriksaan yang dilakukan atas keinginan diri sendiri

yang bertujuan untuk mendeteksi dini / skrining awal untuk

mengetahui status kesehatan mengenai HIV/AIDS. Pada

pemeriksaan ini, sebelum menjalani tes dilakukan tahap

konseling bertujuan mengetahui resiko terpapar HIV.

2) PITC ( Provider-initiated Testing an Counseling )

Pemeriksaan yang dilakukan atas anjuran petugas

kesehatan atau dokter. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk

memastikan diagnosa khususnya kepada orang yang

mengalami gejala HIV/AIDS. (Wijono, 2020).


11

g. Pemeriksaan Penunjang

1) Tes Serologi

a) Tes cepat

Pemeriksaan yang dapat mendeteksi antibodi HIV-1

dan HIV-2 dengan melakukan tes reagen yang telah di

evaluasi kemudian diserahkan ke institusi yang

dikhususkan. Petugas medis yang terlatih menjadi faktor

pendukung melakukan tes ini dengan waktu yang tidak

lama kurang lebih 20 menit.

b) Tes ELISA

ELISA ( enzyme linked immunisorbent assay ) atau

yang dikenal sebagai EIA ( enzyme immunoassay ) yang

mendeteksi HIV-1 dan HIV-2. Antibodi akan merespon

zat yang tidak dikenal oleh imun tubuh. Pemeriksaan EIA

menggunakan sampel darah yang dimasukan kedalam

tabung laboratorium khusus yang kemudian di bawa ke

laboratorium dan dianalsis. Hasil pemeriksaan ini, darah

yang mengandung antibodi terhadap HIV akan mengikat

darah ( kental ) lalu diperiksa dengan menambahkan

enzim lain untuk mempercepat reaksi kimia. Waktu yang

diperlukan sekitar satu sampai tiga hari. Apabila hasil

positif maka harus dites kembali yang disebut western

blot.
12

c) Tes Western blot

Western blot merupakan serangkaian tes yang

dilakukan apabila tes pertama positif untuk ditindak lanjuti

dan di diagnosis adanya agen HIV di dalam tubuh. Waktu

yang dibutuhkan hanya satu hari. Seseorang yang

mendapatkan hasil negatif padahal seseorang telah

terinfeksi, ini termasuk periode 16 jendela. Menurut

centers for diasese control and revention (CDC) biasanya

terjadi antara 3 sampai 12 hari smapai terlihat gelajanya

(Wijoyo, 2020).

2) Tes virologis dengan PCR

Tes virologis dilakukan dengan metode polymerase

chain reaction (PCR). PCR merupakan proses sintesis

enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro (

Fatchiyah, 2005 ). Pemeriksaan ini biasa dilakukan pada ibu

hamil yang telah positiv HIV yang baru melahirkan atau pada

bayi yang baru lahir yang di duga terpapar HIV. Pada bayi

yang baru lahir tes ini dianjurkan pada anak berusia kurang

dari 18 tahun.

Dalam empat minggu pertama terpapar HIV, tes virologis

dapat membantu mendeteksi sebelum virus ini terus

berkembang dengan melakukan terapi antiretroviral ( ARV )

segera.
13

Terdapat tiga tes virologis yang di anjurkan diantaranya :

a) HIV DNA kualitatif (EID)

Pemeriksaan ini dilakukan pada bayi yang beresiko

adanya penularan secara vertikal dengan melakukan tes

darah lengkap.

b) HIV RNA kuantitatif Tes

HIV RNA kuantitatif menggunakan plasma darah

dengan hasil dapat menentukan banyaknya virus didalam

darah. Selain itu pemantauan terapi bagi ibu yang

mengkonsumsi obat ART serta mendiagnosa bayi baru

lahir apabila pad tes HV DNA kualitatf tidak ditemukan.

Metode tes HIV dengan PCR ini dilakukan dengan

bantuan enzim untuk menggandakan virus HIV dalam

darah.

c) Tes HIV antibodi-antigen

Tes HIV Ab-Ag mendeteksi antibodi yang ditujukan

terhadap HIV-1 atau HIV-2 dan protein yang disebut p24,

yang merupakan antigen dari virus. Pada pemeriksaan

AbAg memerlukan waktu berminggu-minggu karena

terbentuk setelah infeksi awal terpapar, walaupun virus

dan protein p24 ada dalam darah. Sebuah penelitian

menunjukkan bahwa diagnosis dapat dilakukan rata-rata

satu minggu dengan menggunakan pemeriksaan


14

antibody saja. Pada tes ini menggunakan reaksi yang

dikenal sebagai “chemiluminescence” untuk mendeteksi

antibodi dan p24 protein antigen. Jika tes ini positif, maka

dokter akan menyarankan untuk melakukan tes kedua

dengan Western blot. (Shabrina, 2018 )

2. SIFILIS

a. Definisi

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang ditandai dengan

adanya lesi primer kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada

area kulit, selaput lendir dan juga organ tubuh. Penyakit sifilis

disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum (T. pallidum). T.

pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini

berbentuk spiral (Andriana et al, 2012).

b. Etiologi

Klasifikasi bakteri penyebab sifilis adalah; Kingdom:

Eubacteria, Filum: Spirochaetes, Kelas: Spirochaetes, Ordo:

Spirochaetales, Familia: Treponemataceae, Genus: Treponema,

Spesies: T. pallidum, Subspesies: T. pallidum subspesies

pallidum (Elvinawaty, 2014)

Terdapat empat subspesies, yaitu T. pallidum subspesies

pallidum yang menyebabkan sifilis, T. pallidum subspesies

pertenue yang menyebabkan yaws, T. pallidum subspesies

carateum yang menyebabkan pinta dan T. pallidum subspesies


15

endemicum yang menyebabkan sifilis endemik (juga disebut

bejel) (LaFond & Lukehart, 2006).

Bakteri T. pallidum merupakan bakteri gram negatif,

berbentuk spiral yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 μm dan

panjang 6-15 μm. Lengkung spiralnya/gelombang secara teratur

terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1 μm, dan rata-rata

setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini aktif

bergerak, berotasi hingga 90º dengan cepat di sekitar

endoflagelnya bahkan setelah menempel pada sel melalui

ujungnya yang lancip. Aksis panjang spiral biasanya lurus tetapi

kadang-kadang melingkar, yang membuat organisme tersebut

dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan kembali

lurus ke posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak

dapat dilihat secara langsung kecuali menggunakan pewarnaan

imunofluoresensi atau iluminasi lapangan gelap dan mikroskop

elektron (LaFond & Lukehart, 2006).


16

Gambar 2. T. pallidum menggunakan mikroskop elektron


(Andriana, 2012)

Struktur T. pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,

dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan

membran sel bagian luar. Flagel periplasmik (biasa disebut

dengan endoflagel) ditemukan didalam ruang periplasmik, antara

dua membran. Organel ini yang menyebabkan gerakan tersendiri

bagi T. pallidum seperti alat pembuka tutup botol (Corkscrew)

(LaFond & Lukehart, 2006). Filamen flagel memiliki

sarung/selubung dan struktur inti yang terdiri dari sedikitnya

empat polipeptida utama. Genus Treponema juga memiliki

filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril sitoplasmik.

Filamen bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel

protein intramembran membran bagian luar T. pallidum sedikit.

Konsentrasi protein yang rendah ini diduga menyebabkan T.


17

pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu

(Elvinawaty, 2014).

c. Gejala Klinis

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan. Diagnosis

gejala sifilis umumnya sulit dilakukan karena itu penyakit ini

sering disebut “Peniru Besar” karena memiliki gejala-gejala

yang hampir mirip dengan penyakit lainnya. Hal itu

mengakibatkan kesulitan dalam mendiagnosa karena sering

disebut sebagai penyakit lainnya. Menurut Kent dan Romanelli

(2008) gejala sifilis biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13

minggu setelah terinfeksi. Infeksi bisa menetap selama

bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung,

kerusakan otak maupun kematian. Gejala lainnya adalah

merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,

mual, lelah, demam dan anemia. Sementara pada fase laten

dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa

berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau

bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten

kadang luka yang infeksius kembali muncul.

Hal senada juga dikemukakan Shmaefsky (2009) bahwa

gejala yang muncul pada setiap individu sangat berbeda-beda.

Menurutnya, beberapa gejala sifilis yang sering muncul adalah

sebagai berikut:
18

1) Gejala awal penyakit ini biasanya ditandai dengan hilangnya

nafsu makan pada penderita. Penderita juga akan mudah

lelah dan berkeringat disertai rasa sakit di bagian kepala.

Dalam waktu cepat, penderita juga akan mengalami anemia

(Woods, 2009). Setelah gejala awal muncul, penderita juga

akan menemukan luka terbuka seperti luka digigit serangga

pada beberapa bagian tubuhnya seperti organ vital dan

mulut (Shmaefsky, 2009). Setelah itu penderita juga akan

merasakan sakit di bagian anus, alat kelamin dan mulutnya.

Kejadian ini biasanya muncul kurang lebih seminggu

setelah penderita melakukan hubungan seks dengan orang

terinfeksi sifilis.

2) Gejala sifilis lainnya adalah penderita sifilis akan

menemukan adanya ruam kemerahan pada daerah organ

kelaminnya yang juga menimbulkan rasa gatal dan panas

(Shmaefsky, 2009). Beberapa penderita juga akan

mengalami kerontokan pada rambutnya. Hal ini biasanya

terjadi beberapa bulan setelah terinfeksi sifilis. Kemudian 16

pada tahap selanjutnya gejala sifilis lainnya akan dimulai

sekitar dua tahun setelah terinfeksi sifilis. Bakteri spiroseta

telah menyebar dengan sangat cepat dalam tubuh. Bakteri

tersebut juga mulai merusak sistem syaraf dalam otak dan


19

sistem peredaran darah dalam tubuh si penderita

(Committee on Infectious Diseases, 2006).

Menurut Hawkes, et., al (2011) terdapat perbedaan gejala

sifilis pada pria dan perempuan seperti dijelaskan berikut:

1) Gejala Sifilis Pada Pria

Gejala sifilis pada pria ditunjukkan dengan beberapa ciri

sebagai berikut:

a) Adanya lepuhan yang terdapat di alat vital pria.

Biasanya pada tahap awal, kulit terbuka seperti

melepuh namun tidak terasa sakit. Apabila tidak diambil

tindakan, sifilis yang disebabkan oleh bakteri ini bisa

saja kumat dan akan menimbulkan akibat yang fatal.

b) Gejala sifilis pada laki-laki juga ditandai dengan adanya

pembengkakan pada getah bening, atau tonjolan mirip

kutil yang dapat menular dan biasanya terdapat di

sekitar anus dan ketiak, dan merupakan cirri-ciri

penyakit sifilis lanjutan. Apabila sifilis berlanjut ke tahap

berikutnya, maka dapat merusak banyak organ tubuh

lainnya.

2) Gejala Sifilis Pada Wanita

Penyakit sifilis pada umumnya tidak lagi hanya

menyerang kaum 17 pria, namun juga menyerang kaum

wanita. Menurut Hawkes, et. al. (2011) banyak penderita


20

sifilis terutama wanita kurang mengenali gejala-gejalanya

sehingga baru menyadarinya ketika penyakit sifilis sudah

memasuki stadium lanjut. Wanita lebih mudah terjangkit

sifilis karena memiliki alat kelamin yang lebih lembab dan

basah sehingga bakteri akan lebih mudah menginfeksi

(Committee on Infectious Diseases, 2006). Penyakit sifilis

pada wanita akan muncul sekitar 3 minggu-6 bulan setelah

berhubungan seksual dengan penderita. Penyakit sifilis pada

wanita tersebut dapat dilihat dari beberapa ciri sebagai

berikut:

a) Muncul benjolan dan luka di sekitar alat kelamin. Luka

terlihat seperti lubang pada kulit dengan tepi yang lebih

tinggi (Force, 2009). Biasanya tidak terasa sakit. Dalam

beberapa minggu luka akan hilang, tapi justru bakteri

akan menetap pada tubuh dan penyakit dapat muncul

berupa lecet-lecet pada seluruh tubuh. Lalu lecet-lecet

ini akan hilang juga, dan virus akan menyerang organ

tubuh lain.

b) Terkadang disertai pusing-pusing dan nyeri tulang

seperti gejala flu.

c) Muncul bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6-12

minggu setelah hubungan seksual. Sifilis pada wanita

bisa memperbesar potensi untuk tertular penyakit HIV


21

atau AIDS. Luka yang terbuka akibat penyakit menular

18 seksual sifilis membuat penyebaran virus HIV AIDS

dengan sangat cepat melalui kontak seksual secara

langsung. Sifilis pada wanita hamil juga dapat

menyebabkan anak yang dikandungnya menderita

kecacatan seperti kerusakan kulit, hati, limpa dan

bahkan keterbelakangan mental (Mullooly dan Higgins,

2010). Selama 2-3 tahun pertama penyakit ini tidak

menunjukkan gejala apa-apa, setelah 5-10 tahun

penyakit ini akan menyerang susunan syaraf otak,

pembuluh darah dan jantung (Mullooly dan Higgins,

2010).

Gejala penyakit sifilis pada wanita memilki beberapa

stadium sifilis yaitu :

(1) Stadium pertama

Stadium ini ditandai gejala awal luka yang

kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus

atau mulut. Luka ini disebut dengan chancre atau

syangker , dan muncul di tempat spirochaeta masuk

ke tubuh seseorang untuk pertama kalinya.

Pembengkakan kelenjar getah bening juga

ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa

minggu, chancre tersebut akan menghilang.


22

Stadium ini merupakan stadium yang sangat

menular.

(2) Stadium kedua Jika sifilis stadium pertama tidak

diobati, biasanya para penderita akan mengalami

ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan.

Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di

bibir, mulut, tenggorokan, vagina dan anus (Mullooly

dan Higgins, 2010).

d. Cara Penularan

Cara penularan penyakit ini sangat bervarisi tergantung

aktifitas penderitanya. Menurut Sarwono Prawirohardjo (2007)

cara penularan sifilis dibedakan menjadi dua, yakni:

1) Sifilis kongenital atau bawaan. Sifilis kongenital akibat dari

penularan spirokaeta tranplasenta. Bayi jarang berkontak

langsung dengan Chancre ibu yang menimbulkan infeksi

pasca lahir. Resiko penularan transplasenta bervariasi

menurut stadium penyakit yang diderita oleh ibu. Bila wanita

hamil dengan sifilis primer dan sekunder serta spirokaetamia

yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk menularkan

infeksi pada bayi yang belum dilahirkan dari pada wanita

dengan infeksi laten. Penularan dapat terjadi selama

kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis kongenital tetap paling


23

tinggi selama 4 tahun pertama sesudah mendapat infeksi

primer, sekunder dan penyakit laten awal

2) Sifilis Akuisita (dapatan). Sifilis dapatan penularanya hampir

selalu akibat dari kontak seksual walupun penangananya

secara kuratif telah tersedia untuk sifilis selama lebih dari

empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan

masalah kesehatan yang lazim di Indonesia. Pembagian

sifilis dapatan berdasarkan epidemiologi , tergantung sifat

penyakit tersebut menular atau tidak. Stadium menular bila

perjalanan penyakit kurang dari 2 tahun dan stadium tidak

menular perjalanan penyakit lebih dari 2 tahun.Infeksi

Menular Seksual (IMS) menyebar cukup mengkhawatirkan di

Indonesia. Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang

disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema pallidum.

Penularan biasanya melalui kontak seksual; tetapi, ada

beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital

sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).

Sementara menurut Hawkes, et. al (2011) sifilis dapat

ditularkan melalui berbagai cara, yakni:

a) Kontak seksual langsung. Umumnya penderita sifilis

tertular lewat cara ini. Ibu pengidap sifilis, tidak diobati,

setelah hamil Treponema pallidum dalam tubuh ibu bisa


24

ke tubuh janin melalui sirkulasi darah, menyebabkan janin

tertular sifilis. Infeksi terjadi setelah 4 bulan kehamilan.

b) Kontak tidak langsung. Orang yang hidup bersama

dengan pengidap sifilis, cara penularan sifilis jenis ini

bersentuhan dengan pakaian dalam, sprei, selimut, sapu

tangan, pisau cukur, dan handuk yang pernah dipakai

oleh pengidap.

c) Infeksi yang ditularkan melalui darah. Jika pendonor

adalah pengidap sifilis laten, darah yang didonorkan

kemungkinan membawa Treponema pallidum.

e. Jenis - jenis pemeriksaan sifilis

1) Pemeriksaan T. pallidum Secara Serologi

Uji serologi lebih mudah, ekonomis, dan lebih sering

dilakukan. Terdapat dua jenis uji serologi yaitu (Prince SA &

Wilson LM, 2006). yaitu:

a) Uji nontreponemal, yang paling sering dilakukan adalah :

(1) Uji Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)

(2) Rapid Plasma Reagin (RPR)

Pemeriksaan-pemeriksaan ini digunakan untuk

mendeteksi antibodi terhadap antigen yang terdiri dari

kardiolipin, kolesterol, dan lesitin yang sudah

terstandardisasi.
25

b) Uji treponemal, terdiri dari :

(1) Treponema pallidum Haem Aglutination (TPHA),

(2) Treponema pallidum Particle Agglutination (TP-PA),

(3) Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-

ABS),

(4) Micro Hemaglutination Assay for antibodies to

Treponema pallidum (MHA-TP),

(5) Treponemal Enzyme Immuno Assay (EIA) untuk

deteksi imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin G dan

M (IgG dan IgM), atau imunoglobulin M (IgM).

Pemeriksaan-pemeriksaan ini mendeteksi antibodi

terhadap antigen treponemal dan memiliki sensitivitas

yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji

nontreponemal, terutama sifilis lanjut.

2) Tes Cepat Sifilis (Rapid test Syphilis)

Rapid test sifilis (TP Rapid) yang tersedia saat ini

termasuk kategori spesifik treponema yang mendeteksi

antibodi spesifik terhadap berbagai spesies treponema (tidak

selalu T. pallidum), sehingga tidak dapat digunakan

membedakan infeksi aktif dari infeksi yang telah diterapi

dengan baik. TP Rapid hanya menunjukkan bahwa

seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat

menunjukkan seseorang sedang mengalami infeksi aktif.


26

3. HEPATITIS B

a. Definisi

Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA, suatu prototip virus

yang termasuk keluarga Hepadnaviridae (Boedina, 2013).

Hepatits B menyerang semua umur, gender, dan ras di seluruh

dunia (Widoyono, 2011). Hepatits B dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi

sirosis hati atau kanker hati (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

b. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang

berukuran sekitar 42 nm. Virus ini mempunyai lapisan luar

(selaput) yang berfungsi sebagai antigen HBsAg. Virus

mempunyai bagian inti dengan partikel inti HBcAg dan HBeAg

(Widoyono, 2011). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari

dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Perubahan

dalam tubuh penderita akibaat infeksi virus Hepatitis B terus

berkembang. Dari infeksi akut berubah menjadi kronis, sesuai

dengan umur penderita. Makin tua umur, makin besar

kemungkinan menjadi kronis kemudian berlanjut menjadi

pengkerutan jaringan hati yang disebut dengan sirosis. Bila umur

masih berlanjut keadaan itu akan berubah menjadi karsinoma

hepatoseluler (Yatim, 2007).


27

Gambar 3. Struktur Virus Hepatitis B (Asdie, 2012)

c. Manisfestasi Klinis

Manisfestasi Klinis Hepatitis B Manisfestasi kinis infeksi VHB

pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi asimtomatis

ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat

hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya

menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang

lebih berat (Juffrie et al, 2010).

d. Gejala hepatitis akut terbagi menjadi 4 tahap yaitu :

1) Fase Inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan

timbulnya gejalan atau icterus. Fase inkubasi Hepatitis B

berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.

2) Fase prodromal Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan

pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau

insidious ditandai dengan malaise umum, myalgia, artalgia,

mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare


28

atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan

dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang

diperberat dengn aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan

kolestitis.

3) Fase icterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga

muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus

pada fase icterus tidak terdeteksi. Setelah timbul icterus jarang

terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi

perbaikan klinis yang nyata.

4) Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan

menghilangnya icterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegaly

dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan

sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-

10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani,

hanya <1 % yang menjadi fulminant ((Sudoyo et al, 2009).

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati

yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan

gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi

tiga fase yaitu :

1) Fase imunotoleransi Sistem imun tubuh toloren terhadap

VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi

terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B


29

berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang

sangat tinggi.

2) Fase Imunoaktif (clearance) Sekitar 30% individu persisten

dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang

berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang

tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance

menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun

terhadap VHB.

3) Fase Residual Tubuh berusaha menghancurkan virus dan

menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB.

Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat

menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada

kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai

dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negative

dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentarsi ALT

normal (Sudoyo el al, 2009).

e. Patofisiologi

Patofisiologi Hepatitis B Sel hati manusia merupakan target

organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B mula-mula melekat

pada resptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami

penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan

mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid.

Selajutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam


30

nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel

pada DNA hospes dan berintergrasi pada DNA tersebut. Proses

selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk

membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan

ke peradangan darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang

kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap

infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Proses replikasi virus tidak

secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak

carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati

ringan. Respon imun host terhadap antigen virus merupakan

factor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses

klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens

virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host

dimediasi oleh respon seluler terhadap epitope protein VHB,

terutama HBsAg yang ditansfer ke permukaan sel hati. Human

Leukocyte Antigen (HLA) class I-restriced CD8+ cell mengenali

fragmen peptide VHB setelah mengalami proses intrasel dan

dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major

Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan

penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik

CD8+ (Hardjoeno, 2007).


31

f. Cara Penularan

Penularan secara parenteral terjadi melalui suntikan, tranfusi

darah, operasi, tusuk jarum, rajah kulit (tato), dan hubungan

seksual, serta melalui transmisi vertikal dari ibu ke anak. Masa

inkubasinya sekitar 75 hari ( Widoyono, 2011). Penanda HBsAg

telah diindentifikasi pada hampir setiap cairan dari orang yang

terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan

serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan ini

(terutama semen dan salive) telah diketahui infeksius (Thedja,

2012). Jalur penularan infeksi VHB di indoensia yang terbanyak

adalah secara parenteral yaitu secara vertikal (transmisi)

meternal-neonatal atau horizontal (kontak antar individu yang

sangat erat dan lama, seksual, iatrogenic, penggunaan jarum

suntik). Virus Hepatitis B dapat didekteksi pada semua sekret dan

cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum

(Juffrie et al, 2010).

g. Diagnosis Hepatitis B

Diagnosis Hepatitis B Diagnosis ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi

seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning

sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegaly.

Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium,


32

USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan

biokimia. Serologis dan molekuler (Hardjoeno, 2007).

Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis

kronis, selanjutnya pada biopsy hepar dapat menunjukkan

gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty,

2013).

h. Jenis Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari:

1) Pemeriksaan Biokimia

Stadium akut VHB ditandai AST dan ALT meningkat >10

kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat

sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal,

dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami

penurunan. Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan

ALT kembali menurun 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin

rendah tetapi kadar globulin meningkat (Hardjoeno, 2007).

2) Pemeriksaan serologis

Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis

penanda infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi

bertahan di serum >6 bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan

HBsAg berhubungan dengan selubung permukaan virus.

Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah yang


33

menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier

(Hardjoeno, 2007). Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs

terdeteksi dalam serum pasien dan terdeteksi dalam serum

pasien dan terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas

sesudahnya. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya

anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang waktu (window

period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan

hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama periode

tersebut, anti-HBc dapat menjadi bukti serologic pada infeksi

VHB (Asdie et al, 2012). Hepatitis B core antigen dapat

ditemukan pada sel hati yang terinfeksi, tetapi tidak terdeteksi

di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut dikarenakan

HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc

dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2

minggu pertama timbulnya HBsAg dan mendahului

terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa minggu hingga

beberapa bulan (Asdie et al, 2012).

Penanda serologik lain adalah anti HBc, antibody ini timbul

saat terjadinya gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM

umumnya muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan

akan menetap ± 6 bulan. Pemeriksaan anti-HBc IgM penting

untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak

terdeteksi (window periode). Penanda anti-HBc IgM


34

menghilang, anti-HBc IgG muncul dan akan menetap dalam

jangka waktu lama (Harjoeno, 2007).

Tes-tes yang sangat sensitive telah banyak dikembangkan

secara luas untuk menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam

kasus-kasus ringan, sub klinis atau yang menetap (Handojo,

2004).

Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis

hepatitis adalah Immunochromatography (ICT), ELISA, EIA,

dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya

tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap.

Peralatan rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat

digunakan karena lebih murah dan tidak memerlukan

peralatan kompleks (Rahman et al, 2000).

3) Pemeriksaan Molekuler

Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan

secara laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB

dalam serum atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin

bertujuan untuk mengidentifikasi carrier, menentukan

prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral. Metode

pemeriksaan antara lain:

a) Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena

waktu paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus

dalam prosedur kerja dan limbahnya.


35

b) Hybrid Capture Chemiluminascence (HCC) merupakan

teknik hibridisasi yang lebih sensitive dan tidak

menggunakan radioisotope karena system deteksinya

menggunakan susbstrat chemiluminescence.

c) Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan

untuk menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari

beberapa target molekul asam nukleat.

d) Amplifikasi targer (metode Polymerase Chain

Reaction/PCR) telah dikembangkan teknik real-time PCR

untuk pengukuran DNA VHB. Amplifikasi DNA dan

kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan dalam

suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).

4. PROGRAM TRIPLE ELIMINASI

a. Pengertian

Program Triple Eliminasi merupakan sebuah program kesehatan

yang telah berlandaskan dasar hukum Peraturan Menteri

Kesehatan nomor 52 tahun 2017 tentang "Eliminasi penularan

Human Immunodefeciency Virus, Sifillis, dan Hepatitis B dari ibu

ke anak".

b. Tujuan

Program triple eliminasi ini bertujuan untuk :

1) Memutus penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke

anak;
36

2) Menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian

akibat HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada ibu dan anak; dan

3) Memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan lain

dalam penyelenggaraan Eliminasi Penularan (Peraturan

Menteri Kesehatan nomor 52 tahun 2017).

c. Kegiatan Eliminasi Penularan

Penyelenggaraan Eliminasi Penularan dilakukan melalui

kegiatan:

1) Promosi kesehatan

Kegiatan promosi kesehatan dilaksanakan dengan strategi

advokasi, pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan, yang

ditujukan untuk:.

a) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat

deteksi dini penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B

b) Meningkatkan pengetahuan dan tanggung jawab ibu hamil

sampai menyusui, pasangan seksual, keluarga, dan

masyarakat, untuk kesehatan bayinya termasuk perilaku

hidup bersih dan sehat, serta pemberian makanan pada

bayi;

c) Meningkatkan peran serta masyarakat untuk turut serta

menjaga keluarga sehat sejak dari kehamilan (Peraturan

Menteri Kesehatan nomor 52 tahun 2017).


37

2) Surveilans kesehatan;

Surveilans dilaksanakan dengan melakukan pencatatan,

pelaporan, dan analisis data ibu hamil dan anak yang

terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B, sebagai dasar

pelaksanaan Eliminasi Penularan (Peraturan Menteri

Kesehatan nomor 52 tahun 2017).

3) Deteksi dini;

Deteksi dini dilakukan oleh tenaga kesehatan di setiap

fasilitas pelayanan kesehatan. Deteksi dini dilakukan melalui

pemeriksaan darah pada ibu hamil paling sedikit 1 (satu) kali

pada masa kehamilan (Peraturan Menteri Kesehatan nomor

52 tahun 2017).

4) Penanganan kasus.

Penanganan kasus ditujukan bagi:

a) Setiap ibu hamil sampai menyusui yang terinfeksi HIV,

Sifilis, dan/atau Hepatitis B

b) Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, Sifilis, dan/atau

Hepatitis B (Peraturan Menteri Kesehatan nomor 52 tahun

2017).
38

B. KERANGKA KONSEP

Faktor Eksternal : Faktor Internal :


Ibu Hamil
- Pekerjaan - Riwayat Penyakit
- Pekerjaan Suami - Riwayat
- Wilayah Tempat Transfusi
Tinggal - Konsumsi Obat-
- Sex Habit Obatan

Pemeriksaan
HIV, Sifilis, HBsAg

Keterangan: : Variabel yang diteliti

: Variabel yang Tidak diteliti

: Mempengaruhi

: Bagian
BAB III

METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Puskesmas Buer

dan akan dilaksanakan pada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan

Maret 2022.

B. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

observasional deskriptif yaitu membuat gambaran tentang suatu keadaan

secara objektif dengan memecahkan atau menjawab permasalhan yang

sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan

menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan,

membuat kesimpulan dan laporan (Kresna, 2020).

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Buer.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien ibu hamil yang

datang memeriksakan diri ke Laboratorium Puskesmas Buer pada

bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2022.

39
40

D. CARA PENGAMBILAN SAMPEL

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

Accidental Sampling (Convenience Sampling) yaitu sampel yang digunakan

adalah didapatkan dari siapa saja ibu hamil yang datang memeriksakan

diri ke Laboratorium Puskesmas Buer.

E. VARIABEL PENELITIAN

1. Variable terikat ( Dependen ) dalam penelitian ini adalah hasil

pemeriksaan HIV, Sifilis dan HBsAg.

2. Variabel Bebas ( Independen ) dalam peneltian ini adalah ibu hamil.

F. DEFINISI OPERASIONAL

1. Ibu hamil adalah seseorang wanita yang mengandung dimulai dari

konsepsi sampai lahirnya janin.

2. Hasil Pemeriksaan HIV adalah hasil reaktif atau non reaktif dari

pemeriksan virus HIV yang dilakukan dengan metode test cepat HIV.

3. Hasil Pemeriksaan Sifilis adalah hasil reaktif atau non reaktif dari

pemeriksan sifilis yang dilakukan dengan metode test cepat sifilis.

4. Hasil pemeriksaan HBsAg adalah hasil reaktif atau non reaktif dari

pemeriksan virus Hepatitis B yang dilakukan dengan metode test

cepat HBsAg.

G. JENIS DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu

data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari

sumber datanya dengan cara melakukan pemeriksaan HIV, Sifilis dan


41

HBsAg dengan metode test cepat terhadap ibu hamil di Laboratorium

Puskesmas Buer.

1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

a. Spuit 3 cc

b. Alkohol swab

c. Torniquet

d. Plester

e. Label

f. HIV tes Kit Merk Standar

g. Sifilis tes Kit Merk Standar

h. HBsAg tes Kit Indec Diagnostic

i. Mikropipet

j. Bolpoint

2. Cara Kerja

a. Cara Kerja Pemeriksaan HIV dengan menggunakan Standar HIV

½ 3-Line rapid tes sebagai berikut :

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2) Dipipet sebanyak 10 µl serum/plasma atau 20 µl specimen

darah menggunakan mikropipet

3) Ditambahkan specimen ke dalam lubang uji

4) Diteteskan 3 tetes buffer kedalam lubang uji


42

5) Dibaca hasil tes setelah 10 menit. Hasil tes bisa dibaca sampai

20 menit.

b. Cara Kerja Pemeriksaan Sifilis dengan menggunakan Standar Q

Syphilis Ab Test sebagai berikut :

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2) Dipipet sebanyak 10 µl serum/plasma/specimen darah

menggunakan mikropipet

3) Ditambahkan specimen ke dalam lubang uji

4) Diteteskan 3 tetes buffer kedalam lubang uji

5) Dibaca hasil tes setelah 5 menit. Hasil tes bisa dibaca sampai

20 menit.

c. Cara Kerja Pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan Virocheck

HBsAg sebagai berikut :

1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2) Dipipet sebanyak 100 µl serum/plasma/specimen darah

menggunakan mikropipet

3) Ditambahkan specimen ke dalam lubang uji

4) Dibaca hasil tes dalam 15-20 menit.


43

H. CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Cara Pengolahan Data

Data hasil pemeriksaan HIV, Sifilis dan HBsAg pada ibu hamil di

Puskesmas Buer kemudian di olah dengan cara di buatkan tabulasi.

Seperti yang ditampilkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Pemeriksaan HIV, Sifilis dan HBsAg ibu hamil di

Puskesmas Buer.

Pemeriksaan
No Kode Sampel
HIV Sifilis HBsAg

dst

2. Analisis Data

Data hasil pemeriksaan HIV, Sifilis dan HBsAg pada ibu hamil di

Puskesmas Buer kemudian di analisis dengan analisis statistik.


DAFTAR PUSTAKA

Andriana R. Cruz., et al, 2012. Immune Evasion and Recognition of the


Syphilis Spirochete in Blood and Skin of Secondary Syphilis Patients:
Two Immunologically Distinct Compartments, Volume 6, Nomor 7,
Halaman 17, Division of Pediatric Infectious Diseases, Connecticut
Children’s Medical Center, Hartford, Connecticut, United States of
America.

Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W.


2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta:
EGC. hlm.1638-63.

Committee on Infectious Diseases. (2006). Report of the Committee on


InfectiousDiseases. Elk Grove Village, IL: American Academy
ofPediatrics.

Dikes.sumbawakab.go.id/assets/konten/files/Dokument/PROFIL%202019

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di Sarana
Kesehatan (PITC) Pedoman Penerapan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2012.

Efrida, Elvinawaty., 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan


Pemeriksaan Serologi, Jurnal Kesehatan Andalas.

Handojo, I. 2014. Imunologi Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi.


Surabaya: Airlangga Universitas Press.

Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.

Hawkes S, Matin N, Broutet N, Low N. Effectiveness of interventions to


improve screening for syphilis in pregnancy: a systematic review and
metaanalysis. Lancet Infect Dis. 2011;11: 684–691.

Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2010.


Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

44
45

Kemenkes RI, 2019. Pedoman program pencegahan penularan HIV, Sifilis


dan Hepatitis B dari ibu ke anak 2019.

Masriadi. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: PT RajaGrafindo Persada;


2017.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia nomor 52 tahun 2017 tentang eliminasi penularan
human immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2017.

Mullooly, C., & Higgins, S. P. (2010). Secondary syphilis: the classical triad
ofskin rash, mucosal ulceration and lymphadenopathy. International
Journalof STD & AIDS, 21(8), 537–545.

Mustofa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran serna :


Panduan bagi dokter umum. Bandar Lampung: Aura Printing &
Publishing. hlm.272-7.

Prince SA & Wilson LM, 2006. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses- Proses Penyakit, 6th, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
hlm. 1338- 40.

Rahman M, Khan SA, Lodhi Y. 2000. Unconfirmed rective screening tests


and their impact on donor management. Pak J Med Sci. 24:517-9.

Rebecca E. LaFond & Sheila A. Lukehart, 2006. Biological Basis for Syphilis,
Volume 19, Nomor 1, Halaman 29-49, Departments of Pathobiology and
Medicine, University of Washington, Seattle, Washington.

Sabrina S. Plitt PD, Dana Mihalicz MD, Ameeta E. Singh BMBS, M.Sc.,,
Gayatri Jayaraman PD, M.P.H.,, Stan Houston MD, Bonita E. Lee MD,
M.Sc. Time to Testing and Accessing Care among a Population of
Newly Diagnosed Patients with HIV with a High Proportion of Canadian
Aboriginals, 1998–2003. AIDS Patient Care and STDs. 2018;23(2):93-9.

Shmaefsky, Brian R. 2009. Rubella and Rubeola. Infobase Publising


46

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Who guidelines for the treatment of treponema pallidum (syphilis),2016

World Health Organization. 2017. Global Incidence and Prevalence of


Seleted Curable Sexually Transmited Infections.
apps.who.int/iris/bitstream/.

Yatim, Faisal, 2007. Macam – macam Penyakit Menular & Pencegahannya,


Jilid I, Jakarta : Pustaka Obor Populer.

Anda mungkin juga menyukai