Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malformasi anorektal merupakan suatu sprektum dari anomali kongenital yang terdiri dari anus
imperforata dan kloaka presisten. Anus imperforata merupakan kelaainan kongenital tanpa anus atau
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka presisten diakibatkan karena pemisahan traktus urinarius,
traktus genetalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Malformasi anorektal merupakan kerusakan
sprektum luas pada perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital.

Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki
lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah
ini di tunjukkan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf
berhubungan dengaan anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang
belakang dan saluran urogenital juga terlibat. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran.
Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi
anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen penderita mengalami
satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yg paling sering
berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstermitas dan sistem
kardiovaskuler.

Manajemen dari malformasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan
menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien
memerlukan kolostomi dan divesi urin untuk mencegah spesis dan asidosis metabolik. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal
dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam manajemen, akan didapatkan dengan
hasil yang lebih baik.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu memberikan asuhan keperawatan pre dan
post operatif pada anak dengan atresia ani.

1.2.2 Tujuan Khusus

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat:

a. Mengetahui pengertian atresia ani.


b. Mengetahui etiologi atresian ani.

c. Mengetahui klasifikasi atresia ani.

d. Mengetahui patofisiologi atresia ani.

e. Mengetahui penatalaksanaan atresia ani.

f. Mengetahui asuahan keperawatan atresia ani.

1.3 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian atresia ani?

b. Bagaimana etiologi atresia ani?

c. Apa saja klasifikasi atresia ani?

d. Bagaimana patofisiologi atresia ani?

e. Bagaimana penatalaksanaan atresia ani?

f. Bagaimana asuhan keperawatan atresia ani?

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi

Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya
berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus. (Aplikasi Nanda
NIC&NOC:2013). Atresia Ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. (Suradi : 2001). Menurut Ladd dan Gross (1966) membagi anus
imperforata atau atresia ani dalam 4 golongan, yaitu: (1) stenosis rektum yg lebih rendah atau pada
anus, (2) membran anus yg menetap, (3) anus imperforata dan ujung rektum yg buntu terletak pada
bermacam-macam jarak dari peritoneum, (4) lubang anus yg terpisah dengan ujung rektum yg buntu.
(FKUI: 1985)

2.2 Etiologi
• Atresia dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rektum bagian distal
serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. (Aplikasi
Nanda NIC&NOC:2013).

• Faktor Predisposisi

Atresia Ani dapat terjadi di sertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti:

a) Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointeintestinal.

b) Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada geutourinari.

2.3. Manifestasi Klinis

Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini
terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. (FKUI, 1985)

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4. Distensi bertahap dengan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal.

7. Perut kembung. (Aplikasi Nanda NIC&NOC:2013).

2.4 Klasifikasi

• Klasifikasi Atresia Ani di bagi menjadi 4 yaitu:

1) Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan di daerah anus sehungga feses tidak bisa keluar.

2) Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3) Anal agenesis adalah memiliki anus teteapi ada daging diantara rectum dan anus.

4) Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.


• Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:

1. Anomali Bawah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot pubroketalis, terdapat spingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran
genitourinari.

2. Anomali Intermediate

Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot pubroketalis, lesung anal dan spingter eksternal berada
pada posisi yang normal.

3. Anomali Tinggi

Ujung rektum diatas otot pubroketalis, dan spingter eksternal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan
dengan fistula genitourinarius rektrouretral (pria) atau rektovaginalis (wanita). (Aplikasi Nanda
NIC&NOC:2013).

2.5 Patofisiologi

Kelainan terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum
berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorectal. Terjadi atresia kanal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga
letak:

1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis) dengan jarak antara
ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.

2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.

3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling
jauh 1 cm.

2.6 Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.

2. Obstruksi intestinal

3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.

4. Komplikasi jangka panjang:

a. Eversi mukosa anal.

b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.

c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.

d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.

f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan. (Betz, 2002).

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :

a. Pembuatan kolostomi

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau
colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)

Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini
dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status
nutrisinya.

c. Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB
melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya
dan agak padat.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untukmengetahui jarak pemanjangan
kantung rektum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya
faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rektum

Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

2.9 Problem Nursing Pathway (PNP)

4- 8 minggu

6 Bulan

4-8 minggu
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ATRESIA ANI

3.1 Pengkajian

• Pengkajian

Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut
Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :

a. Pola Persepsi Kesehatan

Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.

b. Pola Nutrisi dan Metabolik

Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan atresia ani post tutup
kolostomi.

c. Pola Eliminasi

Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan-
bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.

d. Pola Aktivitas dan Latihan

Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.

e. Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.

f. Pola Tidur dan Istirahat

Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena 25

nyeri pada luka insisi.

g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.

h. Pola Peran dan Pola Hubungan


Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.

i. Pola Reproduksi Seksual

Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.

j. Pola Pertahanan diri, stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan rumah.

k. Pola Keyakinan

Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya
dalam keseharian.

• Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus tampak merah, usus
melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

2. Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.

e. Gangguan eliminasi urine b.d obstruksi anatomic, dysuria. (Aplikasi Nanda NIC&NOC:2013).

3.3 Intervensi
1. Pre Operasi

a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.

Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.

KH: 1. Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek.

2. Terbentuknya tinja

3. Tidak ada nyeri saat defekasi

4. Tidak terjadi pendarahan

Intervensi :

a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.

b.) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.

Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.

c.) Ukur lingkar abdomen klien.

Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.

d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.

Tujuan : Volume cairan terpenuhi

Kriteria Hasil :

1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering

2.) TTV dalam batas normal

Intervensi :

a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.


Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan. 30

b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.

Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi turun.

c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.

Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.

d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.

Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.

Kriteria Hasil :

1.) Ansietas berkurang

2.) Klien tidak gelisah

Intervensi :

a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.

Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima.

b.) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan operasi.

Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi tersebut dilakukan. 31

c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.

Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.

2. Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang


Kriteria Hasil :

1.) Klien mengatakan nyeri berkurang

2.) Skala nyeri 0-1

3.) Ekspresi wajah terlihat rileks

Intervensi :

a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.

Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.

b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.

Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau respon nyeri.

c) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk istirahat.

Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.

d) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.

Kriteria Hasil :

1) Tidak terjadi penurunan BB.

2) Klien mual dan muntah.

Intervensi :

a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.

Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi.

b.) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.

c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada saat menelan.

d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.

Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.

Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada tanda – tanda infeksi.

2) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.

3) Luka post operasi bersih.

Interversi :

a. Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).

Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.

b. Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun anti mikroba.

Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah infeksi di rumah sakit.

c. Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.

e. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium

Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan dirumah.

Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

Kriteria Hasil :

1) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di rumah.


2) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.

Intervensi :

a. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.

Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.

b. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.

c. Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.

Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga

d. Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.

Rasional : untuk melatih pasien.

e. Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

3.4 Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang
akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah
evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI,
1989;162).

• Bisa BAB / Defekasi secara teratur.

• Ansietas berkurang

• Tidak ada nyeri saat defekasi

• Tidak terjadi pendarahan

• Tidak terjadi penurunan BB.

BAB IV

PENUTUP
a. Kesimpulan

Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya
berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus. (Aplikasi Nanda
NIC&NOC:2013). Atresia Ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal. (Suradi : 2001). Menurut Ladd dan Gross (1966) membagi anus
imperforata atau atresia ani dalam 4 golongan, yaitu: (1) stenosis rektum yg lebih rendah atau pada
anus, (2) membran anus yg menetap, (3) anus imperforata dan ujung rektum yg buntu terletak pada
bermacam-macam jarak dari peritoneum, (4) lubang anus yg terpisah dengan ujung rektum yg buntu.
(FKUI: 1985)

b. Saran

Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami konsep
tentang tetanus karena sangat bermanfaat bagi kita dalam dunia medis.

DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, H.& Nurarif, A.H. 2013. Aplikasi NANDA & NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta.

M.H, Abdurrohman & staf. 1985. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Medika : Jakarta

M.H, Abdurrohman & staf. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Medika : Jakarta

Sacharin, M.Rosa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. EGC: Jakarta

Behman, dkk. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Vol. 2. EGC : Jakarta

Rudolph, M.Abraham, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Vol. 1. EGC: Jakarta

Rudolph, M.Abraham, dkk. 2007. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Vol. 2. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai