Anda di halaman 1dari 40

JENIS SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

“Disusun untuk memenuhi tugas salah satu Mata Kuliah Surveilans Kesehatan Masyarakat
yang diampu oleh :

dr. Dr. Mahalul Azam, M. Kes.

Disusun oleh

Ambar Wulandari (6411419039)

Rombel 4A

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

2020
SURVEILANS PENYAKIT MENULAR

A. Pengertian Surveilans Kesehatan


Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), surveilans adalah
langkah sistematik dari pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data,
kemudian hasil interpretasi tersebut digunakan untuk merencanakan program
kesehatan masyarakat.
B. Tujuan Surveilans Kesehatan
1. Tujuan umum
Mendapatkan informasi epidemiologi penyakit tertentu dan mendistribusikan
kepada pihak yang sesuai.
2. Tujuan khusus
a) Mendeteksi wabah
b) Mengidentifikasi masalah kesehatan dan mengestimasi tingkat penyebarannya
serta dampaknya
c) Membantu dalam pengambilan keputusan
d) Mengalokasikan sumber daya kesehatan secara lebih baik
e) Menggambarkan riwayat alamiah suatu penyakit
f) Membuat hipotesis dalam rangka pengembangan penelitian epidemiologi
g) Memonitor perubahan agen infeksi
h) Memfasilitasi program perencanaan kesehatan
i) Mengevaluasi cara pengawasan
C. Jenis-Jenis Surveilans Kesehatan
1. Surveilans Aktif
Petugas kesehatan secara aktif mengumpulkan data kesehatan di masyarakat.
2. Surveilans Pasif
Biro kesehatan (Dinas Kesehatan) menerima laporan penyakit secara reguler dari
pelayanan kesehatan.
D. Langkah-Langkah Surveilans
1. Pengumpulan data
Berdasarkan frekuensi pengumpulan data, data surveilans dibedakan dalam 4
kategori:
a) Data bulanan
Fungsinya untuk perencanaan dan evaluasi, misalnya data yang bersumber
dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) dan
Sistem Pelaporan Rumah Sakit (SPRS).
b) Data harian dan mingguan
Fungsinya untuk deteksi dini pada Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya data
yang bersumber dari Laporan Penyakit Potensial Wabah (W2)
c) Data insidensil
Misalnya laporan KLB (W1)
d) Data survei
2. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan kegiatan penyusunan data yang sudah terkumpul
yang kemudian diubah dalam format-format tertentu.
3. Analisis data
Beberapa teknik analisis data surveilans, sebagai berikut:
a) Analisis univariat
Analisis terhadap 1 variabel saja
b) Analisis bivariat
Analisis terhadap 2 variabel saja
c) Analisis multivariat
Analisis terhadap lebih dari 2 variabel
4. Penyebaran informasi
Hasil surveilans sebaiknya disebarkan kepada tiga arah yaitu:
a) Tingkat administrasi yang lebih tinggi sebagai penentu kebijakan
b) Tingkat administrasi yang lebih rendah atau intansi pelapor sebagai bentuk
umpan balik
c) Instansi terkait dan masyarakat luas
E. Surveilans Epidemiologi pada Penyakit Menular
1. PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
2. AFP (Acute Flacid Paralysis)
3. Penyakit potensial wabah/kejadian luar biasa penyakit menular dan keracunan
4. DBD (Demam Berdarah Dengue)
5. Malaria
6. Antraks, rabies, leptospirosis (zoonosis)
7. Filariasis
8. Tuberkulosis
9. Diare, tifus, kecacingan, dan penyakit perut lainnya
10. Kusta
11. HIV/AIDS
12. PMS (Penyakit Menular Seksual)
13. Pneumonia, termasuk SARS
F. Permasalahan pada Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular di Indonesia
1. Tidak tersedianya data kejadian penyakit yang akurat, lengkap, dan tepat waktu
2. Sistem surveilans yang terlalu sederhana
3. Kekuranganpahaman sumber daya manusia surveilans akan pentingnya data
kejadian penyakit
4. Masalah birokrasi, antara lain implementasi kebijakan surveilans yang tidak
berjalan secara tarik-menarik antara sektor kesehatan dengan pemerintah daerah
dalam penanggulangan suatu kejadian penyakit
G. New Emerging Disease
New emerging diseases adalah penyakit yang belum pernah menyerang manusia
sebelumnya, atau penyakit yang pernah menyerang manusia sebelumnya, namun
hanya mengenai populasi kecil atau penyakit yang pernah menyerang manusia, tetapi
baru teridentifikasi sebagai penyakit yang disebabkan oleh suatu agen.
H. Contoh Penyakit New Emerging Disease
1. Hanta virus
Ditularkan oleh hewan rodensia (hewan pengerat) seperti tikus, melalui urin,
saliva, atau feses
2. Nipah virus
Ditularkan melalui kelelawar buah melalui saliva dan urin
3. Hedra virus
Menyerang kuda, namun dapat menyerang manusia, ditularkan melaui kelelawar
buah
I. Implementasi Surveilans New Emerging Disease pada Penyakit Avian Influenza
in Humans (Flu Burung/H5N1)
1. Pengertian flu burung
Penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas.
2. Batasan KLB flu burung
Ditemukannya satu kasus konfirmasi H5N1 pada pemeriksaan laboratorium
dengan RT-PCR.
3. Penyelidikan epidemiologi KLB flu burung
Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi sebagai berikut:
a) Pencegahan universal untuk tim penyelidikan epidemiologi
Menggunakan alat perlindungan diri (APD)
b) Penyelidikan epidemiologi dan surveilans kontak kasus flu burung di rumah
sakit, dengan tahapan sebagai berikut:
1) Konfirmasi terlebih dahulu kepada pidak rumah sakit untuk memberi tahu
tujuan kedatangan
2) Informasikan kepada pihak rumah sakit agar melakukan pemantauan
terhadap petugas kesehatan selama dua kali masa inkubasi sejak kontak
terakhir dengan kasus dan bila dalam pemantauan ada yang menderita
Influenza-Like Illness (ILI) agar segera melapor ke Dinas Kesehatan
3) Lakukan pengambilan swab nasofaring dan orofaring bila ada yang
menderita ILI selama dalam pemantauan dan perlakukan seperti kasus
c) Penyelidikan epidemiologi dan surveilans kontak kasus flu burung di
lapangan, dengan tahapan sebagai berikut:
1) Berkoordinasi dengan petugas puskesmas untuk penyelidikan
epidemiologi ke lapangan
2) Lakukan pencarian kasus tambahan
3) Lakukan pencarian faktor risiko dan sumber penularan
4) Lakukan pemantauan kontak baik kontak unggas maupun kontak kasus
selama dua kali masa inkubasi sejak kontak terakhir
5) Lakukan pengambilan swab nasofaring dan orofaring bila ada kontak yang
menunjukkan gejala ILI dan beri oseltamivir (obat influenza tipe A atau B)
sesuai dosis
6) Segera rujuk ke rumah sakit rujukan flu burung dengan menginformasikan
terlebih dahulu kepada pihak rumah sakit
7) Segera melapor ke pihak terkait
4. Penanggulangan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah sudah terjadi
penularan antar manusia atau belum
a) Penanggulangan sebelum terjadi penularan antar manusia
1) Pencarian kasus tambahan
2) Pemantauan kasus kontak unggas dan kasus selama dua kali masa inkubasi
sejak kontak
3) Merujuk ke rumah sakit rujukan flu burung bila dalam pemantauan
menemukan kasus ILI
4) Penyuluhan kepada masyarakat
b) Penanggulangan sesudah terjadi penularan antar manusia
1) Karantina wilayah
2) Pemberian profiklaksis oseltamivir kepada seluruh masyarakat di wilayah
karantina
3) Surveilans aktif di wilayah karantina
4) Karantina rumah bila ada kasus di luar karantina wilayah
5. Sistem kewaspadaan dini KLB flu burung
Sistem kewaspadaan dini KLB flu burung dilakukan dengan surveilans aktif dan
pasif
a) Sasaran
1) Peternakan unggas skala rumah tangga (sektor 3 dan 4), pasar unggas,
pasar hewan, pasar tradisional, lalu lintas : unggas, produk mentah unggas,
dan pupuk dari kotoran unggas
2) Hewan tertentu selain unggas yang mempunyai indikasi sebagai sumber
penularan flu burung
3) Semua penderita ILI dan pneumonia serta kematian akibat pneumonia
4) Semua orang yang kontak dengan unggas yang sakit atau mati dan atau
produk mentahnya (telor, jeroan) serta kotorannya
5) Semua orang yang kontak dengan kasus flu burung (suspek, probable,
konfirmasi)
6) Semua orang yang kontak dengan spesimen flu burung
b) Jenis pelaksanaan sistem kewaspadaan KLB flu burung
1) Surveilans faktor risiko (surveilans influenza pada hewan)
2) Surveilans ILI
3) Surveilans pneumonia
4) Surveilans berbasis laboratorium (serologi dan virologi)
5) Penyelidikan epidemiologi pada populasi berisiko tinggi
6) Surveilans kasus flu burung di puskesmas dan rumah sakit
7) Surveilans kasus flu burung pada rumah sakit khusus rawat kasus
8) Penyelidikan epidemiologi kasus flu burung dan surveilans kontak kasus
flu burung
6. Deteksi dini risiko penularan flu burung (H5N1) manusia-manusia
a) Menemukan sedini mungkin adanya kasus flu burung (H5N1) manusia (kasus
indeks) melalui surveilans flu burung di unit pelayanan
b) Melaksanakan penyelidikan epidemiologi dan surveilans ILI diantara kontak
kasus flu burung manusia
c) Pemeriksaan kasus ILI diantara orang yang kontak dengan kasus indeks
d) Identifikasi sifat dan peta virus-virus yang ditemukan sebagai bagian dari
surveilans virologi flu burung
e) Mengidentifikasi adanya kontak dengan kasus flu burung lain
J. Implementasi Surveilans New Emerging Disease pada Penyakit Leptospirosis
1. Jenis surveilans leptospirosis
a) Surveilans berbasis rumah tangga
Surveilans yang melibatkan rumah sakit sebagai sumber data utama, rumah
sakit harus melaporkan data kejadian ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota
setempat
b) Surveilans berbasis komunitas
Surveilans yang dilakukan untuk mengamati penyakit melalui pengumpulan
data rutin di suatu wilayah yang dikoordinasi oleh seksi surveilans di Dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi.
Pelaksanaan surveilans berbasis komunitas menurut indikator kinerja sebagai
berikut:
1) Kelengkapan
Unit kesehatan yang terlibat dan menjadi sumber pengumpulan data
(puskesmas dan unit pelayanan kesehatan yang berada di wilayah kerja
puskesmas)
2) Ketepatan
Pengumpulan data dilakukan secara berkesinambungan dalam periode
mingguan, yang ditetapkan sesuai kelender epidemiologi
3) Kasus baru
Kasus suspek atau konfirmasi leptospirosis yang datang ke fasilitas
kesehatan atau berdasarkan laporan masyarakat dan diketahui merupakan
kasus suspek leptospirosis atau sudah didiagnosis leptospirosis oleh dokter
4) Data agregat
Data dari unit kesehatan di wilayah kerja puskesmas dan kegiatan
perawatan di puskesmas
5) Pasif
Unit kesehatan yang terlibat akan mengirimkan laporan kepada puskesmas
secara mingguan, selanjutnya puskesmas mengirimkan data agregat
kepada seksi surveilans di dinas kabupaten/kota
6) Aktif
Jika pada laporan mingguan ditemukan adanya kasus suspek atau
konfirmasi leptospirosis, maka Dinas Kesehatan kabupaten/kota bersama
dengan puskesmas akan melakukan surveilans aktif berupa pengumpulan
data kasus
7) Laporan nihil
Bila tidak ada kasus, laporan perlu dikirim dengan mengisi format laporan
dengan nilai nol atau nihil
K. Re-Emerging Disease
Re-emerging disease adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali
setelah penurunan yang signifikan dalam insiden masa lampau.
L. Implementasi Surveilans Re-Emerging Disease pada Penyakit Middle East
Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV)
1. Batasan KLB MERS-CoV
Ditetapkan bila ditemukan satu atau lebih kasus konfirmasi berdasarkan
pemeriksaan laboratorium
2. Persiapan penyelidikan epidemiologi
a) Persiapan tim penyelidikan
b) Persiapan formulir penyelidikan
c) Persiapan logistik dan obat-obatan
d) Persiapan pengambilan spesimen
3. Penyelidikan epidemiologi MERS-CoV
a) Identifikasi kasus
Melakukan kunjungan wawancara ke tempat di mana kasus dirawat, termasuk
dokter/petugas medis yang melakukan perawatan dengan menggunakan
formulir investigasi. Informasi yang perlu digali antara lain :
1) Identitas dan karakteristik kasus meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
alamat tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan
2) Gejala dan tanda-tanda penyakit, riwayat alamiah penyakit, termasuk
komplikasi yang terjadi
3) Pengobatan yang sudah didapat, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan
radiologi yang sudah dilakukan
b) Identifikasi faktor risiko
1) Penyakit penyerta dan potensi pajanan dalam 14 hari sebelum timbul
gejala sakit
2) Perjalanan ke daerah terjangkit
3) Kontak dengan kasus MERS-CoV atau ISPA berat
4) Dirawat di sarana pelayanan kesehatan
5) Pajanan dengan hewan (jenis hewan dan kontak)
6) Konsumsi bahan makanan mentah/belum diolah
7) Informasi rinci tentang waktu, durasi, intensitas pajanan dan jenis kontak
c) Identifikasi kontak kasus dengan menggunakan formulir yang telah disiapkan
sebelumnya
Identifikasi siapa saja yang telah melakukan kontak erat dengan kasus yang
sedang diselidiki
d) Pengambilan spesimen
Dilakukan oleh tenaga/teknisi laboratorium yang berpengalaman dan untuk
dahak/sputum, petugas harus dapat memastikan bahwa yang diambil adalah
benar-benar dahak, bukan air liur
e) Pengendalian awal
Mencegah terjadinya penyebaran penyakit ke wilayah yang lebih luas
4. Sistem kewaspadaan dini KLB MERS-CoV
Kewaspadaan dan deteksi dini terhadap MERS-CoV di wilayah baik provinsi
maupun kabupaten/kota dilakukan dengan pemutakhiran informasi melalui:
a) Website WHO
(http://www.who.int/csr/disease/coronavirus_infections/en/index.html) untuk
mengetahui jumlah kasus dan kematian, distribusi kasus berdasarkan waktu,
tempat, dan orang, identifikasi negara-negara terjangkit, data dan informasi
lain yang dibutuhkan
b) Laporan harian
c) Sumber lain yang terpercaya misalnya web pemerintah/Kementerian
Kesehatan
d) Sumber media cetak atau elektronik nasional untuk mewaspadai rumor atau
berita yang berkembang terakit MERS-CoV
M. Implementasi Surveilans Re-Emerging Diseases pada Penyakit Tuberkulosis
(TB)
1. Surveilans berbasis indikator
a) Surveilans berbasis indikator dilaksanakan dengan menggunakan data layanan
rutin yang dilakukan pada pasien TB. Data dikumpulkan harus memenuhi
standar yang meliputi:
1) Lengkap, tepat waktu, dan akurat
2) Data sesuai dengan indikator program
3) Jenis, sifat, format, basis data yang dapat dengan mudah diintergrasikan
dengan sistem informasi kesehatan yang generik
b) Sistem pencatatan-pelaporan TB secara elektronik menggunakan sistem
informasi TB yang berbasis web dan diintergrasikan dengan sistem informasi
kesehatan secara nasional dan sistem informasi publik lain. Pencatatan dan
pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi masing-masing tingkat pelaksana
sebagai berikut:
1) Pencatatan dan pelaporan TB sensitif obat meliputi pencatatan di fasilitas
kesehatan, pencatatan dan pelaporan di kabupaten/kota, dan pelaporan di
provinsi
2) Sistem pencatatan dan pelaporan TB resisten obat meliputi pencatatan di
fasilitas kesehatan satelit, pencatatan, dan pelaporan di fasilitas kesehatan
Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat
(MTPTRO), pencatatan dan pelaporan di fasilitas kesehatan rujukan,
pencatatan dan pelaporan di fasilitas kesehatan rujukan TB resisten obat,
pelaporan di tingkat kabupaten/kota, pelaporan di provinsi, dan pelaporan
di laboratorium rujukan TB MDR (kondisi kuman tuberkulosis sudah
kebal terhadap dua jenis obat seperti isoniazid dan rifampisin.
2. Surveilans berbasis kejadian
a) Surveilans berbasis kejadian khusus
Dilakukan melalui kegiatan survei baik secara periodik maupun sentinel yang
bertujuan untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh dari kegiatan
pengumpulan data rutin. Kegiatan ini dilakukan secara cross-sectional pada
kelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu.
b) Surveilans berbasis KLB
Meliputi surveilans untuk kasus-kasus TB lintas negara terutama bagi warga
negara Indonesia yang akan berangkat maupun yang akan kembali ke
Indonesia. Hal ini dilakukan karena mobilisasi penduduk sangat cepat dalam
jumlah besar setiap tahunnya. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah lain/dari satu negara ke
negara lain dalam waktu cepat.
c) Hasil dari surveilans intinya adalah tindakan yang berbentuk respon. Respon
terhadap surveilans ada dua tipe yaitu respon segera dan respon terencana
N. Implementasi Surveilans Re-Emerging Diseases pada Penyakit PD3I
1. Definisi PD3I
Penyakit PD3I adalah penyakit-penyakit yang sudah tersedia vaksinnya
untuk upaya pencegahannya. Berikut ini daftar penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, yaitu hepatitis B, poliomyelitis, tuberkulosis, difteri, pertusis,
tetanus, pneumonia, dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza
tipe B (Hib).
2. Pedoman surveilans PD3I
a) Justifikasi
Justifikasi berisi rangkuman singkat PD3I
b) Definisi kasus
Berisi kriteria klinis dari PD3I dan klasifikasi kasusnya dalam surveilans
(contoh: kasus probable/kasus konfirmasi laboratorium)
c) Sumber data surveilans PD3I
Sumber data dapat berasal dari data puskesmas, rumah sakit, puskesmas
sentinel, rumah sakit sentinel, data laboratorium, dan data KLB. Umumnya
data surveilans PD3I berasal dari data puskesmas, rumah sakit, dan data
laboratorium. Selain itu, data surveilans PD31 dapat berasal dari data cakupan
imunisasi
d) Persentase dan analisa data
Analisa data dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel, map, daftar list kasus
difteri berdasarkan wilayah puskesmas yang meliputi indentitas kasus, status
imunisasi, gejala, konfirmasi lab, dan keadaan kasus setelah pengobatan oleh
surveilans di masing-masing tingkat administrasi
e) Kegunaan data surveilans untuk manajemen
Kegunaan informasi epidemiologi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
berikut:
1) Memonitoring Case Fatality Rate (CFR) untuk meningkatkan manajemen
kasus di rumah sakit
2) Memonitoring incident rate untuk menilai dampak program imunisasi
3) Dapat mendeteksi KLB agar dapat segera melakukan segera tindakan
penanggulangan
4) Informasi insiden rate menurut umur, geografi untuk mengetahui spesifik
area yang memiliki risiko tinggi
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

A. Definisi Surveilans Epidemiologi PTM


Kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus terhadap PTM dan
cedera dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan PTM dan cedera
tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan, dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan dan tindak lanjut.
B. Tujuan Surveilans Epidemiologi PTM
1. Tujuan umum
Mendapatkan informasi epidemiologi yang dapat dimanfaatkan sebagai alat
manajemen pengendalian penyakit tidak menular
2. Tujuan khusus
Mendapatkan informasi untuk:
a) Identifikasi faktor risiko/determinan yang mempengaruhi terjadinya penyakit
jantung koroner, diabetes, dan neoplasma, stroke
b) Menentukan strategi penanggulangan
c) Menetapkan prioritas penanggulangan pada daerah/kelompok penduduk
bermasalah
d) Memantau dan menilai upaya penanggulagan
e) Perencanaan, pemantauan, dan evaluasi pelayanan (pengobatan) di rumah
sakit dimana dilakukan surveilans
C. Manfaat Surveilans Epidemiologi PTM
1. Di tingkat puskesmas
a) Dasar perencanaan agar lebih terarah dan terukur
b) Evaluasi berdasarkan evidence based medicine (pendekatan medik yang
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan
kesehatan penderita)
c) PTM dapat ditindak lanjut secara dini
2. Di tingkat kab/kota, provinsi, dan pusat
a) Dasar perencanaan agar lebih terarah dan terukur
b) Evaluasi berdasarkan evidence based medicine
c) Program pengendalian PTM menjadi tepat
D. Kebijakan Penanggulangan PTM
1. Program pokok pembangunan kesehatan adalah program pencegahan dan
pemberantasan penyakit. Program ini bertujuan mencegah berjangkitnya penyakit,
menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mengurangi akibat buruk
penyakit, baik yang menular maupun tidak menular
2. Sasaran Penyakit Tidak Menular (PTM) ialah angka penyakit degeneratif tertentu
diupayakan tidak melebihi keadaan pada tahun 1993 yaitu 5,3 per 1000 penduduk
untuk penyakit jantung dan pembuluh darah 1,6 per 1000 penduduk untuk
diabetes melitus dan 0,5 per 1000 penduduk untuk neoplasma
3. Atas dasar tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan pokok program ini adalah,
pertama pengamatan (surveilans) yang mencakup penyakit menular, penyakit
tidak menular, kedua pengobatan penderita yang bersifat pencegahan maupun
penyembuhan dalam rangka pemutusan rantai penular, ketiga pemberantasan
vektor, keempat imunisasi, dan kelima penaggulangan luar biasa
E. Strategi Pelaksanaan Sistem Surveilans PTM
Sistem surveilans berorientasi pada upaya penanggulangan, namun mengingat sistem
ini baru dibangun maka sistem surveilans dan upaya penanggulangan dilakukan
sebagai berikut:
1. Pelaksanaan surveilans dilakukan secara bertahap
a) Tahap 1
Dilaksanakan di seluruh rumah sakit termasuk rumah sakit pendidikan,
pemerintah, maupun swasta
b) Tahap 2
Melalui sentinel puskesmas
c) Tahap 3
Proyek-proyek khusus penanggulangan PTM terpadu di masyarakat melalui
puskesmas
d) Tahap 4
Selanjutnya dikembangkan puskesmas
2. Variabel yang dicatat
a. Rumah sakit
Mengikuti SPRS
b. Puskesmas
Hipertensi, diabetes
c. Puskesmas sentinel
Meliputi penyakit dan faktor risiko hipertensi, diabetes, obesitas, makanan,
dan minuman
3. Sumber data lain
Untuk melengkapi gambaran PTM dan upaya penanggulangan data dikumpulkan
melalui jaringan informasi dengan melibatkan lembaga penelitian
4. Kelompok Kerja Penyakit Tidak Menular (Prokja PTM)
Untuk memberi telaah yang berkaitan dengan informasi dan pencegahan PTM
dibentuk prokja dengan anggota ahli epidemiologi, organisasi profesi terkait, LSM
peduli PTM, subdit surveilans, rekam medik di rumah sakit, puslit PTM, dan
yayasan di bidang PTM
F. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Surveilans PTM
1. Sumber laporan
a) Rumah sakit pendidikan
b) Penyakit yang dilaporkan
c) Kasus rawat inap dan rawat jalan
d) Kasus yang dicatat hanya kasus baru
e) Analisis tidak menggabungkan rawat inap dengan rawat jalan
2. Variabel yang dikumpulkan
a) Jenis penyakit
Seperti jantung koroner, diabetes melitus, neoplasma
b) Jenis kelamin
c) Golongan darah
3. Formulir pendaftaran
a) Pelaporan kasus yang dirawat inap integrasikan dengan RL 2 al
b) Pelaporan kasus yang dirawat inap intergrasikan dengan RL 2bl
4. Alur pelaporan dan umpan balik
a) Pelaporan sesuai dengan laporan RL 2al dan RL 2bl yaitu rumah sakit
melaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang selanjutnya diolah oleh
subsie surveilans
b) Hasil olahan kabupaten/kota kemudian diteruskan ke Dinas Kesehatan
provinsi sebagai lampiran Laporan Kegiatan Surveilans (LKS). Data yang
diterima oleh provinsi ditabulasi kemudian dikirim bersama-sama dengan LKS
ke Subdit Surveilans Ditjen PPM-PL Depkes RI
5. Frekuensi laporan
Sesuai dengan laporan SPRS yaitu laporan dikirim bulanan
6. Umpan balik dan penyebarluasan informasi
a) Umpan balik oleh Subsie Surveilans Dinas Kesehatan kabupaten/kota ke
direktur rumah sakit dan Sukses Dinas Kesehatan kabupaten/kota
b) Umpan balik Sie Surveilans Dinas Kesehatan provinsi ke Dinas Kesehatan
kabupaten/kota dan penyebaran informasi melalui buletin epidemiologi yang
disebarkan ke program terkait antara lain organisasi profesi, pokja-pokja dan
lain-lain
c) Umpan balik Subdit Surveilans serta penyebaran informasi melalui buletin
epidemiologi ke institusi kesehatan antara lain Dinas Kesehatan, rumah sakit,
puskesmas, organisasi profesi, pokja-pokja dan lain-lain
d) Bentuk umpan balik dapat pula dilakukan secara lisan lewat pertemuan-
pertemuan yang diadakan di setiap tingkat administrasi kesehatan
7. Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan:
a) Di rumah sakit oleh rekam medis
b) Di Dinas Kesehatan kabupaten/kota oleh Subsie Surveilans
c) Di Dinas Kesehatan provinsi oleh Sie Surveilans
d) Di pusat oleh Subdit Surveilans
G. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan untuk melihat pencatatan di rumah sakit, kabupaten/kota,
sedangkan evaluasi ditujukan untuk keberhasilan program pengendalian penyakit.
H. Pengorganisasian dan Pembinaan
1. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko penyakit diabetes melitus bertujuan agar program dapat lebih efektif,
efisien, dan berkualitas.
Alur pengorganisasian dan pelaksanaan pengendalian penyakit diabetes melitus
dengan peran masing-masing sebagai berikut:
a) Pusat
1) Mengembangkan pedoman tentang surveilans penyakit diabetes melitus
2) Membina, mengawasi, dan memfasilitasi program pencegahan dan
penanggulangan diabetes melitus tingkat nasional
3) Mendorong dan memfasilitasi hubungan kerjasama antar institusi
4) Meningkatkan kegiatan promosi dan pencegahan dalam pelayanan
diabetes melitus
5) Mengembangkan pelayanan diabetes melitus berbasis masyarakat
6) Melakukan monitoring dan evaluasi
b) Provinsi
1) Mengembangkan pedoman dan instrumen
2) Mengembangkan berbagai model surveilans penyakit diabetes melitus
3) Menyebarluaskan informasi
4) Melakukan advokasi kepada penentu kebijakan di tingkat provinsi
5) Melakukan monitoring dan evaluasi
c) Kabupaten/kota
1) Membuat kebijakan tentang pengendalian diabetes melitus dan faktor
risikonya
2) Melakukan pelatihan penemuan kasus dan penatalaksanaan penyakit tidak
menular khususnya diabetes melitus pada tenaga kesehatan di Puskesmas
3) Melakukan advokasi kepada penentu kebijakan di tingkat kabupaten
4) Melakukan monitoring dan evaluasi
d) Rumah sakit
1) Melakukan deteksi dini terhadap penyakit diabetes melitus dan faktor
risiko
2) Melakukan pencatatan pelaporan tentang diabetes melitus dan faktor risiko
3) Melakukan penyuluhan
4) Melakukan faktor rujukan serta melakukan pengobatan
e) Puskesmas
1) Melakukan deteksi dini terhadap penyakit diabetes melitus dan faktor
risiko
2) Melakukan pencatatan dan pelaporan
3) Melakukan penyuluhan
4) Melakukan sistem rujukan bila terdapat kasus yang tidak dapat ditangani
I. Strategi Program Pencegahan dan Penanggulangan Diabetes Melitus
1. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan diabetes melitus
2. Memfasilitasi dan mendorong tumbuhnya gerakan dalam pencegahan dan
penanggulangan diabetes melitus
3. Meningkatkan kemampuan SDM dalam pencegahan dan penanggulangan diabetes
melitus
4. Meningkatkan surveilans rutin dan faktor risiko, registri penyakit, surveilans
kematian yang disebabkan diabetes melitus
5. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan (penemuan/deteksi dini dan
tata laksana diabates melitus)
6. Melaksanakan sosialisasi advokasi pada pemerintah daerah legislatif dan
stakeholder untuk terlaksananya dukungan pendanaan dan operasional
J. Sistematika Penemuan Kasus dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus
1. Penemuan kasus dengan deteksi dini
2. Tatalaksana pengendalian penyakit diabetes melitus dilakukan dengan pendekatan
promosi kesehatan, preventif, kuratif, rehabilitatif
K. Pencatatan dan Pelaporan Surveilans Diabates Melitus
1. Pencatatan
Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta cara
pengisian yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan jenis
kegiatan yang dilaksanakan
2. Pelaporan
a) Tingkat puskesmas
Dari pustu, bides ke pelaksana kegiatan di puskesmas. Pelaksana kegiatan
merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam gedung maupun di luar gedung,
serta laporan dari pustu dan bides. Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan
diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka
meningkatan kinerja yang menjadi tanggung jawabnya.
b) Tingkat dinas kabupaten/kota
Hasil rekapitulasi/entri data disampaikan ke pengelola program kabupaten
kemudian rekap dikoreksi, diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk
umpan balik, bimbingan teknis program dan tindak lanjut yang diperlukan
dalam melaksanakan program. Setiap tiga bulan hasil rekap dikirimkan ke
Dinas Kesehatan provinsi dan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Depker RI.
c) Tingkat dinas kesehatan provinsi
Laporan diterima untuk dikomplikasi/direkap dan disampaikan untuk diolah
dan dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut dan pengendalian yang
diperlukan. Hasil kompilasi yang telah diolah menjadi umpan balik Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.
d) Tingkat pusat
Hasil olahan paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya triwulan disampaikan
pada pengelola program untuk dianalisis serta dikirim ke Dinas Kesehatan
provinsi sebagai umpan balik. Hasil laporan yang diolah kemudian dijadikan
sebagai umpan balik. Hasil laporan yang diolah kemudian dijadikan sebagai
bahan koordinasi dengan institusi terkait di masing-masing tingkatan.
L. Montoring dan Evaluasi Surveilans Diabetes Melitus
Semua kegiatan harus dimonitor dan dievaluasi antara lain penemuan penyakit
diabetes melitus mulai dari langkah penemuan penderita dan faktor risikonya,
penatalaksanaan penderita meliputi hasil pengobatan, dan efek samping sehingga
kegagalan pengendalian penyakit diabetes melitus di pelayanan primer dapat ditekan.
Cara pemantauan dapat dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung
dan wawancara dengan petugas pelaksana dan penderita diabetes melitus.
SURVEILANS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

A. Pengertian Surveilans Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Surveilans K3 adalah usaha pengumpulan data secara sistematis dan
berkelanjutan, melakukan analisis atas data tersebut, dan melakukan interpretasi
dengan tujuan untuk perbaikan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
B. Tujuan Surveilans K3
1. Pencegahan dan deteksi dini gejala penyakit akibat kerja (PAK)
2. Mengidentifikasi adanya kondisi atau situasi yang mengakibatkan seorang
individu/pekerja berada pada risiko yang dapat memberi dampak buruk pada
kesehatan
C. Kegiatan Surveilans Kesehatan Kerja
1. Mengumpulkan data faktor risiko kesehatan di tempat kerja yang bersumber dari
lingkungan kerja, pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja, serta
data kesehatan
2. Melakukan analisis dan interpretasi data berdasarkan kaidah epidemiologi untuk
melihat frekuensi, distribusi, dan trend perkembangan faktor risiko serta gangguan
kesehatan kerja
3. Komunikasi data dan hasil analisis untuk digunakan dalam rencana perbaikan.
Pencatatan dan pelaporan upaya pelayanan kesehatan kerja dan kasus KAK/PAK
(secara agregat) dilaporkan kepada manajemen, serikat pekerja, dan Dinas
Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
D. Ruang Lingkup Surveilans K3
1. Surveilans efek kesehatan dan keselamatan
Pengumpulan, analisis, dan diseminasi data kesehatan (data penyakit) dan data
keselamatan (data kecelakaan) pada populasi pekerja berisiko dengan cara sistemik
dan berkesinambungan yang dapat digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja.
2. Surveilans hazard kesehatan dan keselamatan
Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis, dan diseminasi atau komunikasi
hazard kesehatan dan keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko
dengan cara sistematik dan berkesinambungan, digunakan bagi perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja.
E. Metode Surveilans Kesehatan Kerja
Tahapan surveilans kesehatan kerja dilakukan dengan cara pengumpulan, analisis,
interpretasi data, dan penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang
diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaaan.
F. Objek Surveilans Kesehatan Kerja
1. Pekerja
2. Lingkungan kerja
3. Pekerjaan
G. Pengukuran Pajanan
1. Pengukuran pajanan pada pekerja :
a) Noise dosimeter
b) Personal dust sampler
c) Pengukuran dengan spirometer
d) Pengukuran logam berat di urine dan darah
2. Pengukuran pajanan pada lingkungan kerja :
a) Kebisingan di lingkungan kerja
b) Debu di lingkungan kerja
c) Temperatur di lingkungan kerja
d) Logam berat di lingkungan kerja
H. Persyaratan Surveilans Kesehatan Kerja
1. Ada penyakit atau cedera yang dapat diindentifikasi
2. Ada kemungkinan bahwa efek penyakit atau cedera tersebut terjadi
3. Efek penyakit atau cedera berkaitan dengan eksposur di tempat kerjanya
4. Ada beberapa teknik yang berlaku untuk mendeteksi indikasi dari efek penyakit
atau cedera tersebut
I. Teknik Pelaksanaan Surveilans Kesehatan Kerja
Teknik surveilans harus sensitif, spesifik, mudah dilakukan dan dinterpretasikan,
aman, non-invasif, dan dapat diterima. Data yang didapat digunakan untuk mengatasi
masalahn K3 dengan menyusun upaya promotif, preventif, dan kebijakan, serta
merencanakan program. Berikut adalah perencanaan progamnya :
1. Mengolah data sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau masalah K3 di
wilayah setempat
2. Memantau kemajuan pelayanan K3 dan cakupan indikator K3 secara teratur
(bulanan) dan terus menerus
3. Menilai kesenjangan pelayanan K3 terhadap standar pelayanan K3
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator K3 terhadap target yang
ditetapkan
5. Menilai prevalensi dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan
pajanan hazard di tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan, dan wilayah
prioritas yang akan ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi, dan menyusun strategi
perbaikan secara terus-menerus
J. Persiapan Pelaksanaan Surveilans Kesehatan Kerja
1. Penilaian risiko kesehatan atau Health Risk Assessment (HRA)
2. Perencanaan program
3. Penetapan pekerja yang berisiko
4. Penetapan jenis hazard dan efek kesehatan yang dipantau
5. Penetapan jenis pemeriksaan kesehatan
6. Komunikasi untuk mendapatkan dukungan dan komitmen
7. Pembentukan tim surveilans
8. Hasil pemeriksaan kesehatan dan informed concent (penyampaian informasi dari
dokter atau perawat kepada pasien sebelum suatu tindakan medis dilakukan)
K. Tahapan Pelaksanaan Surveilans Kesehatan Kerja
1. Tahap pengumpulan data
a. Data faktor risiko
Dikumpulkan dengan survei jalan selintas, interview, chemical inventory
(peraturan dari suatu negara yang mengatur dan mengontrol peredaran bahan
kimia di wilayah negara tersebut), tinjauan dokumen seperti safety data sheet
(lembar data keselamatan bahan merupakan suatu berkas data yang
mengandung informasi mengenai sifat-sifat suatu bahan)
b. Data gangguan kesehatan
Dikumpulkan dengan survei jalan selintas, notulen rapat Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dan data pemeriksaan kesehatan
pekerja
c. Data pemantauan biologis
Biasanya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan
Laboratorium Provider, sedangkan informasi penanda kimia didapat dari
American Conference of Industrial Hygienist (ACGIH) dan National Institute
for Occupational Safety and Health (NIOSH)
2. Tahap analisis data dan surveilans PAK (Penyakit Akibat Kerja)
Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantauan biologis, dan
efek kesehatan yang ditimbulkan, baik perorangan maupun kelompok. Analisis
hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas.
Analisis hasil surveilans efek kesehtan akan didapat apa, siapa, di mana, bilamana
gangguan kesehatan terjadi, sehingga didapat data distribusi frekuensi penyakit
berdasarkan beberapa faktor risiko.
3. Tahap pelaporan dan pemanfaatan hasil surveilans untuk perbaikan
Pelaporan ini dilakukan pada forum yang melibatkan semua manajemen. Hasil
analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung
privasi.
L. Potensi Bahaya yang Mengakibatkan Dampak Risiko Jangka Panjang pada
Kesehatan Kerja
1. Bahaya faktor kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Bahan kimia
berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut, dan
dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama, antara lain :
a) Inisiasi (menghirup)
b) Pencernaan (menelan)
c) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif
2. Bahaya faktor fisik
a) Kebisingan
Semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses
produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran
b) Penerangan
Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan
pekerjaan
c) Getaran
Getara bolak-balik cepat, memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang
dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media
dengan arah bolak-balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh
d) Iklim kerja
Iklim kerja merupakan perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara, dan panas radiasi
e) Radiasi tidak mengion (gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet))
Gelombang mikro digunakan untuk gelombang radio, televisi, radar, dan
telepon. Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Keduanya
dapat berdampak pada kulit dan mata.
M. Contoh Implementasi Surveilans K3 pada Pemeriksaan Kesehatan Pekerja
Pemeriksaan kesehatan dalam kesehatan kerja bersifat job-related, maksudnya adalah
semua parameter pemeriksaan sesuai dengan pajanan ditempat kerja. Ada beberapa
macam pemeriksan kesehatan pekerja, yaitu :
1. Pra kerja
Pemerikasaan kesehatan ini dilakukan sebelum penempatan seorang calon pekerja
pada suatu pekerjaan yang spesifik, dalam kapasitas sebagai karyawan baru.
Pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah pekerja mampu melaksanakan
pekerjaan tersebut dari sudut pandang kesehatan dengan cakap dan aman.
Menetapkan apakah yang bersangkutan memenuhi standar fisik yang ditetapkan
bagi pekerjaan tersebut. Idealnya, pemeriksaan ini dilakukan sebelum pekerja
memuali pekerjaannya. Namun, bilamana pekerja telah memulai pekerjaanya,
maka pemeriksaan ini harus dilengkapi dalam waktu 30-60 hari setelah
penempatannya.
2. Pra penempatan atau alih tugas
Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan sebelum penempatan pada suatu pekerjaan
yang spesifik, dalam kapasitas sebagai seorang pekerja yang dipindahkan ke
pekerjaan lain dengan faktor risiko yang berbeda dengan sebelumnya. Dilakukan
penilaian apakah pekerja mampu melaksanakan pekerjaan tersebut dari sudut
pandang kesehatan dengan cakap dan aman, serta menetapkan apakah yang
bersangkutan memenuhi standar fisik yang ditetapkan bagi pekerjaan tersebut.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pekerja memulai pekerjaanya. Pemeriksaan
yang dilakukan sama dengan pemeriksaan lainnya, dimana bersifat job-related,
tergantung faktor risiko apa yang akan dihadapi dalam melaksanakan tugas yang
baru.
3. Berkala
Pemeriksaan ini dimaksudkan sebagai suatu usaha deteksi dini atas adanya
perubahan kesehatan pekerja. Dilaksanakan berdasarkan jadwal atau interval
waktu yang ditetapkan. Pemeriksaan terdiri dari :
a) Pemeriksaan kesehatan dasar
Terdiri dari lembar pertanyaan (kuesioner), pemeriksaan fisik, foto rontgen,
pemeriksaan darah lengkap, dan analisa air seni. Pemeriksaan dilaksanakan
setiap setahun sekali.
b) Pemeriksaan kesehatan lengkap
Pemeriksaan ini didasarkan kepada usia, dimana :
Usia <40 tahun diperiksa sekali dalam 3 tahun,
Usia 40-<50 tahun diperiksa sekali dalam 2 tahun,
Usia 50 tahun diperiksa sekali dalam setahun.
4. Khusus akibat pajanan tertentu
Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan bila ada suatu paparan tertentu yang
memerlukan pengamatan lebih ketat. Frekuensi pemeriksaan lebih sering
dibandingkan dengan pemeriksaan berkala. Pemeriksaan kesehatan tersebut dapat
dinilai berdasarkan risiko atau jabatan
a) Pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan risiko
Manajemen harus melaksanakan analisis risiko untuk setiap pekerjaan dan
tugas, termasuk setiap temuan, baik yang mencakup zat atau keadaan yang
menunjukkan keterpajanan terhadap zat/keadaan tersebut, yang mana
membutuhkan pemeriksaan kesehatan khusus.
Pemeriksaan kesehatan khusus berdasarkan faktor risiko
Bising : audiometry
Debu : spirometry, chest X-ray
Suhu extrem (heat or cold stress) : harvard step test, ECG
Pelarut organik : neurological, renal function, spirometry, bio-monitoring
b) Pemeriksaan kesehatan berdasarkan jabatan
Jenis jabatan yang memerlukan pemeriksaan kesehatan khusus, adalah sebagai
berikut :
1) Welders : urinalysis, bio-monitoring
2) Penjamah makanan : feces culture, chest X-ray
3) Petugas medis : serology for help-B, LFTs, chest X-ray
4) Pekerjaan di offshore : audiometri, fungsi paru, test obat-batan dan
alkohol, dan psikologis
5) Sopir : vision (visual field, depth, color, dan night vision), audiometri, tes
obat-obatan dan alkohol, EKG
6) Komputer (visual display unit) : visual acuity, ergonomic, asepct
7) Pemakai alat respirator (SCBA) : fungsi paru (spirometri)
8) Penyelam : (parameter ditetapkan oleh kedokteran kelautan)
9) Pilot : (parameter ditetapkan oleh kedokteran penerbangan)
10) Pemadam kebaran : audiometry, test fungsi paru
11) Operator alat berat : vision (visual fields, depth, peripheral and color),
ergonomic aspect
5. Pasca penempatan
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada akhir dari suatu pajanan dimana
setelah dalam kurun waktu tertentu bekerja menghadapi faktor risiko yang ada di
tempat kerja. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan setelah selesai melaksanakan
suatu tugas yang mengandung unsur yang berisiko terhadap kesehatan dan beralih
ke tugas yang lain. Pemeriksaan ini perlu dilakukan bilamana paparan terhadap
pajanan yang spesifik dihentikan, dapat terjadi karena pekerja yang bersangkutan
di pindah kerjakan, dengan demikian terjadi adanya perubahan proses kerja.
6. Akhir masa kerja
SURVEILANS GIZI

A. Pengertian Surveilans Gizi


Surveilans gizi adalah proses pengamatan masalah dan program gizi secara
terus-menerus baik situasi normal maupun darurat, meliputi : pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan pengkajian data secara sistematis serta penyebarluasan
informai untuk pengambilan tindakan sebagai respon segera dan terencana.
B. Tujuan Surveilans Gizi
1. Menggambarkan status gizi penduduk yang berisiko
2. Menganalisis faktor-faktor penyebab gizi buruk
3. Memberi tahu pemerintah tentang keadaan darurat gizi
4. Memprediksi kemungkinan masalah gizi yang dapat membantu merumuskan
kebijakan
5. Memonitoring dan mengevaluasi program gizi
C. Jenis Utama Sistem Surveilans Gizi
1. Pemantauan gizi jangka panjang
2. Evaluasi dampak dari program gizi
3. Sistem peringatan tepat waktu guna mengidentifikasi kekurangan pangan
D. Indikator Surveilans Gizi
1. Indikator input
a) Jumlah tenaga gizi di puskesmas
b) Jumlah timbangan berat badan dan alat ukur tinggi badan, pita lingkar lengan
atas, buku KIA/KMS yang ada
c) Jumlah dana yang tersedia untuk pelaksanaan program
2. Indikator proses
a) Frekuensi kegiatan pelatihan
b) Frekuensi kegiatan analisis data, pelaporan, dan diseminasi informasi
c) Frekuensi kegiatan pemantauan pertumbuhan anak balita di posyandu
d) Frekuensi kegiatan edukasi gizi
3. Indikator output
a) Cakupan distribusi kapsul vitamin A, cakupan distribusi tablet tambah darah
b) Persentase D/S, K/S, N/D, BGM/D, 2T
c) Cakupan pemberian MP-ASI
d) Jumlah puskesmas yang memiliki konselor ASI
e) Jumlah kader posyandu yang telah dilatih
4. Indikator outcome
a) Prevalensi gizi kurang
b) Prevalensi balita pendek
c) Prevalensi balita kurus
d) Prevalensi anemia pada ibu hamil
e) Prevalensi kekurangan vitamin A
E. Sumber Data Surveilans Gizi
1. Data yang berasal dari kegiatan rutin
a) Pelaporan kasus gizi buruk
b) Penimbangan balita
c) Pendistribusian kapsul vitamin A balita dan ibu nifas
d) Pemantauan dan pendistribusian TTD ibu hamil, ibu hamil Kurang Energi
Kronis (KEK), ibu hamil anemia
2. Data yang berasal dari kegiatan survei
Data yang berasal dari kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan
kebutuhan, seperti :
a) Konsumsi garam berioudium
b) Pemantauan Status Gizi (PSG) dan studi yang berkaitan dengan masalah gizi
lainnya
F. Pengolahan dan Analisis Data Surveilans Gizi
1. Pengolahan data
a) Langkah-langkah pengolahan
Pemeriksaan, pemberian kode, dan penyusunan data
b) Pengolahan dan penyajian data
Pengolahan data menghasilkan data yang bisa disajikan bisa dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi, tabel silang, grafik batang, lingkaran, histogram,
gambar, peta, dan sebagainya
2. Analisis data
Analisis data harus dapat menyediakan informasi, yaitu besaran masalah terkait
indikator input, proses, output, dan outcome pengeloaan program gizi. Analisis
yang dilakukan bisa dalam bentuk :
a) Analisis perbandingan
b) Analisis hubungan
c) Analisis kecenderungan
G. Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan
1. Jenis frekuensi pelaporan
a) Laporan kejadian kasus gizi disampaikan ke Dinas Kesehatan provinsi dan
Direktorat Bina Gizi Masyarakat dalam waktu 1 x 24 jam. Sedangkan
pelaporan hasil pelacakan kasus gizi buruk dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam
b) Laporan rekapitulasi hasil pemantauan pertumbuhan balita (D/S), kasus gizi
buruk dan cakupan pemberian TTP (Fe) pada ibu hamil disampaikan ke Dinas
Kesehatan provinsi dan Direktorat Bina Gizi Masyarakat setiap bulan
2. Alur pelaporan
Posyandu desa/kelurahan memberikan laporan ke puskesmas/kecamatan, dari
puskesmas/kecamatan melaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota, Dinas
Kesehatan kabupaten/kota melaporkan ke Dinas Kesehatan provinsi, Dinas
Kesehatan provinsi melaporkan ke Kementerian Kesehatan Direktorat Bina Gizi.
Kementerian Kesehatan Direktorat Bina Gizi memberikan umpan balik ke
Dinas Kesehatan provinsi, Dinas Kesehatan provinsi memberikan umpan bali ke
Dinas Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan kabupaten/kota memberikan
umpan balik ke puskesmas/kecamatan, puskesmas/kecamatan memberikan umpan
balik ke posyandu desa/kelurahan, begitu seterusnya.
H. Diseminasi Hasil Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi dapat dilakukan dalam bentuk :
1. Pemberian umpan balik
2. Sosialisasi
3. Advokasi
Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut
atau respons terhadap informasi yang diperoleh. Tindak lanjut atau respons dapat
berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang, serta
perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi,
maupun pusat.
I. Indikator Keberhasilan Surveilans
1. Indikator input
a) Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari
laporan rutin atau survei khusus, pengolah, dan analisis data serta penyaji
informasi
b) Tersedianya instrumen pengumpulan dan pengolahan data
2. Indikator proses
a) Adanya proses pengumpulan data
b) Adanya proses pengeditan dan pengolahan data
c) Persentase ketepatan waktu pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan
3. Indikator output
a) Tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan
b) Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
c) Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
N. Contoh Surveilans Gizi
Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Yang dimaksud dengan BBLR adalah berat badan bayi lahir hidup di bawah 2500
gram yang ditimbang pada saat lahir
Kegunaan indikator BBLR :
1. Untuk screning individu
a) Indikator : berat badan lahir
b) Cut-off : BBL < 2500 gram
c) Sumber data : bidan desa/dukun terlatih
d) Frekuensi : setiap ada bayi lahir
e) Tujuan : penapisan bayi untuk diberi perawatan
f) Pengguna : puskesmas
2. Untuk gambaran perkembangan keadaan gizi dan kesehatan ibu dan anak
a) Indikator : prevalensi bayi BBLR
b) Triger level : prevalensi BBLR>15%
c) Sumber data : puskesmas
d) Frekuensi : sekali setahun
e) Tujuan : evaluasi gizi ibu dan anak
f) Pengguna : kecamatan
3. Untuk gambaran perkembangan keadaan gizi dan kesehatan ibu dan anak antar
kecamatan dalam kabupaten
a) Indikator : prevalensi bayi BBLR
b) Triger level : prevalensi BBLR>15%
c) Sumber data : kecamatan
d) Frekuensi : sekali setahun
SURVEILANS ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN

A. Pengertian Kebijakan Kesehatan


Kebijakan kesehatan adalah keputusan, rencana, dan tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan kesehatan tertentu di dalam suatu masyarakat
B. Hubungan Surveilans dan Kebijakan
Surveilans harus disertai dengan keputusan sebagai respon, sehingga topik
kebijakannya disebut sebagai surveilans respon
C. Konteks Kebijakan Surveilans
1. Kepmenkes No.1116 Tahun 2003
Mengamanatkan pembentukan surveilans dan unit pelaksana teknis surveilans,
serta pembentukan jejaring surveilans di antara unit-unit tersebut
2. PP 38 dan PP 41 Tahun 2007
Mengatur mengenai peran pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk
memperkuat fungsi surveilans
3. PP tersebut ditindak lanjuti oleh Departemen Kesehatan dengan Kepmenkes No.
267 Tahun 2008
Menyatakan bahwa Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten dimungkinkan
untuk membentuk Balai Surveilans, Data dan Informatika Kesehatan yang
diharapkan dapat memberikan informasi epidemiologis yang bermanfaat dalam
proses pengambilan keputusan
4. Di daerah diharapkan unit ini dapat memaksimalkan penggunaan data surveilans
untuk menghasilkan respons yang tepat oleh pemerintah daerah dan pusat,
menyatukan pengelolaan data analisis kegiatan surveilans yang selama ini
terpisah-pisah dan cenderung lebih banyak ke arah pencegahan tersier daripada
sekunder-primer
5. Sementara itu baru-baru ini di pusat, Departemen Kesehatan telah membentuk
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi
D. Proses Kegiatan Surveilans
1. Kegiatan : deteksi kasus
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : praktek perorangan, petugas unit pelaksana
pelayanan kesehatan pemerintah atau swasta
2. Kegiatan : registrasi
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : petugas di UPT dan/atau Dinkes
3. Kegiatan : konfirmasi
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : Dinkes, lab kesehatan pusat atau daerah
4. Kegiatan : pelaporan
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : bidang-bidang di Dinkes
5. Kegiatan : analisis dan interpretasi
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : Unit Pendukung Surveilans (UPS), dalam
bentuk balai data, surveilans, dan informatikan kesehatan
6. Kegiatan : respons segera
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : Dinkes dan aparat pemerintah lainnya,
masyarakat, dan swasta
7. Kegiatan : respons terencana
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : Dinkes dalam kegiatan di Musyawarah
Rencana Pembangunan (Musrenbang) dan berbagai kegiatan perencanaan. Respon
ini dapat didanai dari pihak lain, bukan hanya Dinkes
8. Kegiatan : umpan balik
Pelaksana di Dinkes Kab/Kota : Unit Pendukung Surveilans (UPS)
E. Jenis Kebijakan / Respons Data Surveilans
1. Respons segera
Respons segera dilakukan dengan realokasi sumber daya berdasarkan distribusi
manusia, lingkungan, dan penyebab penyakit yang disesuaikan menurut tempat,
waktu, dan ciri-ciri penduduk
2. Respons terencana
Respons terencana berupa :
a) Alokasi sumber daya berdasarkan angka-angka kematian, kecacatan,
kesakitan, dan risiko tinggi
b) Advokasi terhadap pemerintah daerah, Bappeda, DPRD, dan lintas sektor
terkait dalam pengerahan sumber daya, pembuatan Perda, dan menjalankan
fungsi koordinasi
c) Advokasi Dinas Kesehatan Provinsi untuk menjalankan fungsi bimbingan
teknik, penyediaan sumber daya, dan regulasi
d) Advokasi Dekpes untuk pembuatan kebijakan, prosedur ketetapan (protap),
dan pengerahan sumber daya
F. Contoh Implementasi Kasus
Analisis data Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Timur
2004-2009 menunjukkan peningkatan kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) melalui
pemeriksaan pap-smear pada ibu rumah tangga. Perlu adanya kajian kebijakan
penggunaan data pap-smear sebagai bahan pengembangan surveilans IMS pada
kelompok risiko rendah.
Kementerian Kesehatan melakukan pemantauan dan upaya penanggulangan
penyakit melalui kegiatan surveilans. Data yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisis untuk menghasilkan informasi epidemiologi yang digunakan untuk kegiatan
penanggulangan masalah IMS. Pelaksanaan surveilans IMS menggunakan data pap
smear membutuhkan dukungan dan kerja sama antar institusi dan komponen
masyarakat yang terkait dengan surveilans tersebut. Komponen yang berperan dalam
surveilans IMS dari kegiatan pap smear meliputi institusi pemerintah, swasta, ikatan
profesi, dan lembaga swadaya masyarakat. Isi kebijakan yang mengatur pelaksanaan
surveilans respons IMS dari kegiatan pap smear merupakan policy memoranda yang
dibuat berdasarkan hasil round table discussion, studi pustaka, dan studi dokumen.
Opsi kebijakan yang dihasilkan untuk pelaksanaan surveilans IMS adalah :
1. Fokus upaya pencegahan dan mengatasi penyebaran penyakit IMS diperluas
bukan hanya pada kelompok risiko tinggi saja, namun juga memperhatikan
kelompok risiko rendah
2. Pemanfaatan data dan informasi dari berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
deteksi dini IMS dan HIV/AIDS pada kelompok risiko rendah
3. Memperkuat sistem surveilans epidemiologi IMS dan HIV/AIDS sebagai upaya
pemanfaatan terus-menerus pada masalah kesehatan masyarakat
4. Meningkatkan kualitas sumber daya surveilans meliputi sumber daya manusia,
dana, material, dan metode surveilans
5. Memperkuat jejaring sistem surveilans yang dapat menjamin pertukaran informasi
tentang IMS dan HIV/AIDS
6. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan surveilans termasuk
fungsi kontrol terhadap kualitas data
Rekomendasi policy memoranda meliputi :
1. Pengembangan sistem surveilans IMS yang mampu mengumpulkan dan
melakukan analisis kejadian IMS pada kelompok risiko rendah
2. Penggunaan data IMS dari kegiatan pap-smear sebagai salah satu sumber data
surveilans IMS pada kelompok risiko rendah
3. Melakukan sosialisasi tentang IMS dan HIV/AIDS berikut upaya pencegahannya
untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat
serta menurunkan stigma
SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Definisi Surveilans Kesehatan Lingkungan


Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara
sistematis, terus-menerus, dan diseminasi informasi kepada pihak terkait untuk
melakukan tindakan pencegahan, pengurangan, dan/atau pengurangan risiko
kesehatan yang berasal dari lingkungan sekitar.
B. Tujuan Surveilans Kesehatan Lingkungan
1. Tujuan umum
Terselenggaranya surveilans faktor risiko lingkungan dengan mendapatkan
informasi epidemiologi yang dapat dimanfaatkan sebagai alat menajemen
pengendalian penyakit
2. Tujuan khusus
Terselenggaranya :
a) Pengumpulan data faktor risiko lingkungan berdasarkan penyakit
b) Pengolahan dan analisis data faktor risiko lingkungan berdasarkan penyakit
c) Diseminasi informasi hasil kajian faktor risiko lingkungan
d) Penentuan strategi penanggulangan
e) Penetapan prioritas penanggulangan pada daerah/kelompok penduduk
bermasalah
f) Pemantauan dan penilaian upaya penanggulangan
C. Manfaat Surveilans Kesehatan Lingkungan
a) Informasi tentang kejadian penyakit, terutama yang berkaitan dengan kondisi
lingkungan
b) Informasi tentang pola penyebaran penyakit
c) Informasi tentang kelompok penduduk risiko tinggi
D. Prioritas Surveilans Kesehatan Lingkungan
a) Sarana air bersih
b) Tempat-tempat umum
c) Pemukiman dan lingkungan perumahan
d) Limbah industri
e) Limbah fasilitas pelayanan kesehatan
f) Vektor dan binatan pembawa penyakit
g) Kesehatan dan keselamatan kerja
h) Infeksi yang berhubungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan
E. Sasaran Surveilans Kesehatan Lingkungan
1. Individu
Dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk
menularkan penyakit
2. Populasi lokal/kelompok lokal
Kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkenan suatu
penyakit
3. Kelompok individu yang kontak dengan penderita/karier
a) Pejamu yang rentan, misal : bayi, anak yang belum mendapat imunisasi
b) Kelompok individu yang mempunyai peluang kontak dengan penderita,
misal : dokter, perawat, petugas laboratorium
c) Kelompok individu yang berada pada kondisi lingkungan yang berisiko,
misal : pekerja pabrik, pemukiman di sekitar kawasan industri, bantaran
sungai, TPA sampah, dan sebagainya
d) Populasi nasional
Pengamatan dilakukan terhadap semua penduduk atau kelompok penduduk
secara nasional, misal pengamatan terhadap polio untuk menilai faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap peningkatannya
e) Populasi internasional
Pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara
bersama-sama, misal pengamatan terhadap kasus penyakit Flu Burung
F. Strategi Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
1. Advokasi
2. Pengembangan sistem surveilans
3. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi kesehatan lingkungan
4. Peningkatan profesionalisme SDM
5. Pengembangan tim epidemiologi kesehatan lingkungan
6. Jejaring surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan
7. Peningkatan surveilans kesehatan lingkungan
8. Teknologi informasi
G. Pengumpulan Data
Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara aktif atau pasif tergantung tujuan,
berikut adalah sumber data yang dapat dikumpulkan :
1. Sumber data
a) Informasi tentang penyehatan air dan air limbah
b) Penyehatan tanah dan pengelolaan sampah
c) Penyehatan udara
d) Penyehatan makanan
e) Pengendalian vektor
f) Pengendalian sarana dan bangunan
2. Jenis data
a) Data geografi
b) Data kondisi lingkungan
c) Data vektor dan reservoir
d) Data kesakitan, kesehatan, kematian remaja
e) Data laboratorium, dsb
3. Frekuensi pengumpulan data
a) Rutin bulanan
b) Rutin harian
c) Insidental
d) Survei
H. Kompilasi Data
Kompilasi data bertujuan untuk menghindari duplikasi dan menilai kelengkapan,
kompilasi data dapat dilakukan secara manual dan komputerisasi.
I. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis sebaikanya dilakukan oleh tim, terdapat dua cara analisis yaitu :
1. Analisis univariat
Menghitung proporsi atau menggunakan statistik deskriptif (mean, modus,
Standar Deviasi (SD))
2. Analisis bivariat
Menggunakan tabel, grafik, dan peta. Tabel digunakan untuk menghitung proporsi
distribusi frekuensi. Grafik digunakan untuk menganalisis kecenderungan. Peta
digunakan untuk menganalisis menurut tempat dan waktu
J. Informasi Kesehatan
Informasi kesehatan sebaiknya terdiri dari :
1. Menjawab tujuan surveilans
2. Informasi epidemiologi berdasarkan orang, tempat, dan waktu
3. Informasi untuk perencanaan, evaluasi, dan implementasi program kesehatan
lingkungan
K. Diseminasi Informasi
Diseminasi diberikan kepada :
1. Supra system (atasan)
Disebut laporan, digunakan untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi
2. Pemberi data
Disebut feed back/umpan balik, berisi masalah yang ditemukan, alternatif
pemecahan atau alternatif untuk meningkatkan kinerja sistem
3. Pengelola program penanggulangan
Membuat suatu tindakan
4. Lintas program dan lintas sektor
Diharapkan adanya dukungan politis dan dana dari institusi terkait
J. Contoh Implementasi Surveilans Kesehatan Lingkungan
Surveilans Air Bersih
1. Pengertian
Upaya pengumpulan data penyakit yang disebabkan oleh air, jumlah sarana air
minum dan sanitasi, data inspeksi sarana air minum dan sanitasi, dan parameter
kualitas air minum seperti mikrobiologi, fisik, kimia, serta penyebar luasan
informasi kepada pihak yang berkepentingan untuk dibuatkan kebijakan atau
tindakan perbaikan.
2. Ruang lingkup
a) Inspeksi sanitasi
b) Pengujian kualitas air minum
c) Rekomendasi dan tindak lanjut
d) Pencatatan
e) Pelaporan
3. Inspeksi sanitasi
Inspeksi santasi adalah kegiatan penilaian sarana air bersih seperti sumur gali,
sumur pompa tangan, dan lainnya. Kegiatan inspeksi sanitasi dimulai dengan
pemetaan sarana air minum dan sanitasi.
4. Pemetaan sarana air minum dan sanitasi
a) Tujuan
Menggambarkan distribusi atau penyebaran sarana air minum dan sanitasi.
b) Petugas pemetaan
Pemetaan dilakukan oleh sanitarian atau petugas kesehatan lingkungan
puskesmas beserta kader kesehatan.
c) Sasaran pemetaan
Sarana air minum dan sanitasi yang telah ada di masyarakat dan di sekolah
d) Sumber data
1) Jenis sarana (sumur gali, sumur pompa tangan, mata air, penampungan air
hujan, kran umum/hidran umum, sambungan rumah, jamban, sarana cuci
tangan pakai sabun dll)
2) Jumlah KK pemakai air dari masing-masing jenis sarana air minum dan
sanitasi tersebut
3) Lokasi sarana air minum dan sanitasi di desa, dusun, RW, atau RT
4) Kepemilikan sarana air minum dan sanitasi (umum atau pribadi)
5. Tujuan inspeksi sanitasi
a) Untuk mengetahui informasi risiko pencemaran
b) Merupakan salah satu tahapan sebelum melakukan pemeriksaan kualitas air
minum
c) Sebagai informasi untuk melakukan tindak lanjut dan perbaikan sarana air
minum dan sanitasi
d) Untuk memberikan rekomendasi tentang keadaan sarana air minum dan
sanitasi
6. Proses inspeksi sanitasi
a) Petugas melaksanakan kegiatan IS terhadap jenis sarana pada hasil
b) Kegiatan IS tersebut meliputi pengamatan lapangan, pengamatan terhadap
komponen-komponen sarana, kelengkapan dan lingkungan sarana dengan
menggunakan formulir IS
c) Formulir tersebut berdasarkan keutuhan, untuk setiap jenis sarana dibuat
formulir tersendiri
d) Dalam formulir terdapat dua pilihan jawaban, Ya dan Tidak. Jawaban Ya
menunjukkan bahwa sarana air minum mempunyai risiko pencemaran yang
dapat membahayakan pemakainya, sebaliknya jawaban Tidak berarti sarana
air tersebut tidak menimbulkan problem pencemaran
e) Kemudian dihitung jumlah Ya dan Tidak yang dinyatakan dalam 4 kategori
yaitu AT amat tinggi, T tinggi, S sedang, R rendah
7. Analisis data inspeksi santasi
Tindak lanjut dilakukan berdasarkan analisis hasil informasi risiko pencemaran,
yaitu :
a) Risiko Tinggi (T) dan Amat Tinggi (AT), artinya sarana harus diperbaiki
mengikuti ketentuan kontruksi
b) Risiko Sedang (S) dan Rendah (R), artinya pada sarana harus dilakukan
pengambilan sampel untuk mengidentifikasi parameter pencemar utama dalam
air

Surveilans Lingkungan Diare


1. Input
a) Kondisi lantai rumah
b) Keberadaan E-coli
c) Kondisi jamban
d) Jarak jamban dengan sumber air
e) Sanitasi makanan
f) Perilaku merebus air
g) Perilaku cuci tangan
h) Pembuangan sampah
i) Riwayat makan
2. Masalah
a) Lantai tanah
b) Sanitasi makanan
c) Jamban tidak sehat
d) Perilaku buang sampah buruk
3. Saran
a) Lantai disemen
b) Stimulan jamban sehat
c) Perbaikan sanitasi makanan
d) Penyediaan bak sampah

Anda mungkin juga menyukai