Anda di halaman 1dari 9

PROBLEMATIKA KESEHATAN REPRODUKSI

PADA REMAJA

(Paper ini disusun untuk memenuhi tugas salah satu Mata Kuliah Kesehatan
Reproduksi yang diampu oleh :

Muhammad Azinar, S.K.M., M.Kes.

Disusun oleh

Ambar Wulandari (6411419039)

Rombel 2A

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

2020
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Usia
remaja menjadi usia yang paling rawan, karena pada masa ini seseorang akan
mengalami berbagai perubahan yang mencolok, baik perubahan fisik maupun
psikis. Perubahan tersebut bisa mengarah ke hal yang positif maupun negatif,
tergantung bagaimana lingkungan mempengaruhinya. Banyak tantangan dan
bahaya dimasa remaja, entah itu masalah psikologis, narkoba ataupun masalah
pada kesehatan reproduksinya. Apabila remaja tidak bisa menghadapi tantangan
tersebut tidak menutup kemungkinan mereka bisa terjerumus ke hal yang tidak
baik.

Faktor pergaulan sangat mempengaruhi kesehatan reproduksi pada remaja.


Rendahnya pengetahuan remaja tentang fungsi dan struktur alat-alat reproduksi
membuat remaja mudah terpengaruh oleh informasi-informasi yang tidak benar
dan membahayakan kesehatan reproduksinya, untuk mencegah dan mengatasi hal
tersebut diperlukan adanya pendidikan mengenai kesehatan reproduksi sejak dini
yang diberikan oleh orang tua atau tenaga medis.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari paper ini adalah :

1. Bagaimana permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja ?


2. Bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi pada
remaja ?

Tujuan

Tujuan dari pembahasan paper ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaima permasalahan kesehatan reproduksi pada


remaja
2. Untuk mengetahui upaya-upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi
pada remaja
Landasan Teori

Kesehatan reproduksi adalah hak setiap manusia. Pengetahuan tentang


kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya bagi remaja.
Survei WHO tahun 2010, kelompok usia remaja (10-19 tahun) menempati
seperlima jumlah penduduk dunia, dan 83% diantaranya hidup di negara
berkembang.

Kesehatan reproduksi didefinisikan secara formal dan menyeluruh, yaitu


keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Pengertian ini hendaknya selalu diingat ketika
membahas lebih lanjut mengenai masalah kesehatan reproduksi terkhususnya
pada remaja.

BAB II PEMBAHASAN

Permasalahan Kesehatan Reproduksi pada Remaja

1. Seks Pra Nikah / Seks Bebas.


Perilaku seksual remaja pada saat ini semakin meningkat, dari
tahapan berpegangan tangan hingga melakukan hubungan badan
(sexual intercourse). Berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2007, menunjukan bahwa banyak remaja di
Indonesia yang sudah pernah melakukan hubungan seksual pra nikah
seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, petting
(meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif) hingga berhubungan
intim. Yang mengkhawatirkan adalah, apabila perilaku seksual tersebut
dilakukan atas kemauan sendiri dengan andil saling mencintai satu sama
lain, namun banyak juga remaja yang melakukan hubungan seksual
pranikah karena terpaksa, mereka menjadi korban kultur kebudayaan,
dimana orang tua menjodohkan anaknya terlalu dini, korban pemerkosaan
dan korban eksploitasi (dilacurkan). Perilaku seksual pra nikah tersebut
pada akhirnya merugikan remaja itu sendiri baik dari segi fisik maupun
psikis.
2. Kehamilan yang tidak diinginkan

Kehamilan tidak diinginkan pada remaja merupakan salah satu


kerugian dari perilaku seks bebas. Survei Badan Pusat Statistik tahun 2012
mengungkapkan angka kehamilan remaja pada usia 15-19 tahun mencapai
48 dari 1000 kehamilan. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi, tidak sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelajar, dan
pengaruh perkembangan teknologi menjadi faktor penyebab terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja. Aborsi atau pernikahan dini
seakan-akan menjadi solusi yang tepat untuk menyeleseikan permasalahan
tersebut, padahal melahirkan diusia yang belum cukup akan meningkatkan
resiko kematian ibu.

Pada masa remaja perempuan, masalah anemia akan menjadi


penyebab gangguan terhadap kesehatan reproduksinya. Jika ia hamil, akan
terjadi perebutan antara tubuhnya dengan kebutuhan janin yang
dikandungnya. Akibatnya, salah seorang kalah atau kedua-duanya kalah.
Jika janinnya yang kalah, maka ia lahir premature atau lahir dengan
pertumbuhan otak yang kurang memadai. Jika ibunya kalah, ia akan
mengalami kekurangan gizi dan mudah mengalami pendarahan sewaktu
melahirkan. Selain itu, orang tua si bayi akan merasa strees bahkan depresi
karena belum ada kesiapan secara psikologis dan ekonomi untuk
membangun rumah tangga, belum lagi harus menerima gunjingan dari
orang lain. Namun, tidak hanya remaja saja yang disalahkan, terkadang
orang tua enggan memberikan pengetahuan secara mendetail mengenai
kesehatan reproduksi. Sebagian besar hanya menyampaikan masalah
pubertas yaitu mentruasi dan mimpi basah pada anaknya.

3. Penyakit Menular Seksual (PMS)


Remaja yang melakukan hubungan seksual dibawah 20 tahun
sangat riskan terkena penyakit kelamin. Hal ini dikarenakan organ
reproduksi belum berfungsi secara optimal sehingga memudahkan
berkembangnya human papiloma virus yang beresiko terjadinya penyakit
kanker rahim, penyakit menular seksual, infeksi saluran reproduksi dan
HIV atau AIDS. Remaja yang pernah berpacaran lebih dari satu kali
memiliki peluang berperilaku seksual beresiko sebanyak dua kali daripada
remaja dengan frekuensi berpacaran satu kali. Perilaku seksual yang
berganti-ganti pacar yang dilakukan remaja dibawah 17 tahun secara
medis dapat memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual
dan HIV. Selain itu dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada rahim
remaja perempuan karena pada remaja perempuan usia 12-17 tahun
mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai bahaya melakukan
hubungan pra nikah menjadi salah satu penyebab timbulnya penyakit
menular seksual pada remaja, namun di jaman sekarang dimana informasi
bisa dengan mudah diperoleh dari berbagai media massa seharusnya
menjadikan remaja lebih paham dan sadar mengenai konsekuensi
berhubungan seksual pra nikah terhadap kesehatan reproduksi.

Upaya-Upaya untuk Meningkatkan Kesehatan Reproduksi pada Remaja

Permasalahan tersebut tidak bisa didiamkan terus-menerus perlu


adanya langkah nyata untuk mengatasi hal itu agar orientasi masa depan
remaja sebagai pelopor keberhasilan bangsa tetap terjaga. Berikut hal-hal
yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahn kesehatan reproduksi
pada remaja

1. Meningkatkan peran orang tua


Di jaman yang sudah canggih ini semua informasi bisa
diperoleh dengan mudah, maka dari itu orang tua dapat memberikan
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas secara
mendetail kepada anaknya dan alangkah baiknya pengetahuan tersebut
diberikan sejak usia dini tepatnya mulai usia 3-4 tahun. Jangan lagi
beranggapan bahwa usia anak masih belum dewasa sehingga masih
belum membutuhkan informasi tersebut, justru penyampaian tentang
pubertas, bahaya seks pranikah dan larangan melakukan hubungan
seksual pranikah adalah bekal mencapai masa depan yang cerah.
Selanjutnya, orang tua harus menjaga komunikasi dengan anaknya
terutama komunikasi dalam hal membicarakan kesehatan reproduksi
dan permasalahan yang dihadapi remaja, dengan begitu si anak akan
merasa diperhatikan dan disayang. Semakin tingginya persepsi remaja
mengenai monitoring orang tua terhadap dirinya maka dapat
mempengaruhi perilaku seksual tersebut sehingga tidak atau kurang
mendukung dalam melakukan perilaku seksual beresiko.

2. Adanya kerjasama dengan pihak sekolah


Hendaknya pihak sekolah meningkatkan pemberian informasi
yang tepat sasaran yang berfokus pada peserta didik laki-laki dan
perempuan, mengenai kesehatan reproduksi khususnya perilaku
seksual beresiko pada remaja. Misalnya dengan memberikan informasi
secara rutin kepada murid tentang masalah kesehatan reproduksi, dan
meningkatkan pemahaman orang tua murid akan besarnya dampak
media pornografi terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja di era
kemajuan teknologi seperti sekarang ini.

3. Menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi.


Hal ini bisa dilakukan melalui media cetak (koran, majalah dan
media cetak lainnya) dan elektronik (radio, televisi, atau internet).
Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan
reproduksi membuat remaja melakukan eksplorasi sendiri, baik
melalui media cetak, elektronik, maupun pertemanan yang mengarah
ke pergaulan bebas. . Hal ini diperparah dengan banyaknya mitos yang
menjerumuskan, seperti mitos kehamilan tidak akan terjadi bila
intercourse dilakukan hanya sekali, serta intercourse yang hanya
menempel di luar vagina atau celana dalam tidak akan menyebabkan
kehamilan.

4. Mengikis kemiskinan.
Kemiskinan inilah yang membuat banyak orangtua atau orang
dewasa lainnya tega untuk melacurkan anak dan remaja. Kemiskinan
mengharuskan orang tua untuk bekerja lebih kerasa sehingga
terkadang anaknya luput dari perhatian mereka. Baru-baru ini terjadi
kasus prostitusi anak di Apartemen Kalibata City Jakarta, korbannya
adalah anak berusia 15 tahun dan yang paling mengerikan adalah
tersangka dari kasus tersebut adalah 6 orang remaja dengan rentang
umur 15-19 tahun dan seorang pria dewasa berusia 29 tahun. Para
korban dijajakan kepada pria hidung belang dengan harga Rp. 350.000
hingga Rp. 900.000 melalui aplikasi. Ini adalah tugas wajib
pemerintah. Hal ini bisa dimulai dengan sungguh-sungguh dengan cara
mengikis korupsi (dalam segala tataran, di segala bidang) serta
menciptakan lapangan kerja.

5. Ketiga memperbanyak akses pelayanan kesehatan, yang iringi dengan


sarana konseling.
Hal ini penting mengingat masalah kesehatan reproduksi
remaja tidak hanya terjadi di kota besar, tapi juga di desa-desa. Dalam
langkah ini bisa bekerja sama dengan masyarakat melalui tokoh
masyarakat, tokoh agama, rumah sakit dan sekolah.

6. Meningkatkan partisipasi remaja, dengan mengembangkan peer


educator (pendidik sebaya) yang diharapkan membantu remaja
membahas dan menangani permasalahannya, termasuk kesehatan
reproduksi. Langkah ini penting mengingat kehidupan remaja sangat
dipengaruhi teman sebaya. Langkah ini juga akan membuat remaja
merasa dihargai, didengar, dan dilibatkan sehingga turut ber-tanggung
jawab atas kesehatan reproduksi remaja.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Usia
remaja menjadi usia yang paling rawan, karena pada masa ini seseorang akan
mengalami berbagai perubahan yang mencolok, baik perubahan fisik maupun
psikis. Kesehatan reproduksi didefinisikan secara formal dan menyeluruh, yaitu
keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem
reproduksi, fungsi, dan prosesnya. Permasalahan kesehatan reproduksi pada
remaja yaitu seks pra nikah / seks bebas, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi,
dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Upaya-Upaya untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi pada remaja antara lain : meningkatkan peran orang tua
kerjasama dengan pihak sekolah, menyediakan informasi tentang kesehatan
reproduksi, mengikis kemiskinan, memperbanyak akses pelayanan kesehatan,
yang iringi dengan sarana konseling, meningkatkan partisipasi remaja, dengan
mengembangkan peer educator (pendidik sebaya).
Daftar Pustaka

Amalia, E., & Azinar, M. (2017). KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA


REMAJA. Jurnal Kesehatan Remaja.

Anas, S. H. (2010). Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi Gender


dan Anak.

Anda mungkin juga menyukai