Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPOROSIS

Adinda Mery Ashari, S.Kep


14420212135

Cl Lahan Cl Institusi

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
A. Konsep Medis
1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolic tulang yang ditandai oleh
menurunnya masa tulang oleh karena berkurangnya matriks dan mineral
tulang disertai dengan kerusakan mikroarsitekturnya dengan akibat
menurunya kekuatan tulang sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah
patah (Wiyasa, 2019).
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan
massa tulang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang dengan
konsekuensi tulang menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur
(Kristiningrum, 2020).
2. Klasifikasi
Menurut Risnawati Osteoporosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang
menyebabkan peningkatan proses resorpsi ditulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan colles. Pada usia dkd awal
pasca menipouse, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar
tulang (Risnawati, 2021)..
3. Etiologi
Menurut Risnawati beberapa penyebab dari osteoporosis antara lain :
a. Osteoporosis pasca menopouse terjadi
Karena kurangnya ho rmon estrogen (hormon utama pada wanita). Yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya
gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi
dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
b. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru
(osteoblast). Sinilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan biasanya banyak terjadi pada wanita,.
c. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis esteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang (Risnawati, 2021).
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, proses resorpsi dan proses pembentukkan tulang
(remodeling) terjadi secara terus-menerus dan seimbang. Jika terdapat
perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorpsi lebih besar
dibandingkan dengan proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan
massa tulang. Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan
meningkatkan masa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Sementara itu, proses
pembentukan secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk
tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagian trebekula. Setelah itu, secara
berlahan resorpsi tulang akan lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan
tulang. Pucak masa tulang akan dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi,
pilihan gaya hidup, serta aktivitas fisik (Black & Hawks, 2021 ).
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dengan atau tampa fraktur yang nyata.
b. Nyeri timbul mendadak
c. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
d. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
e. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jiak melakukan
aktivitas
f. Deformitas vertebra thorakalis (penurunan tinggi badan)
(Risnawati, 2021).
6. Pemeriksaan penunjang
Sejumlah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada osteoporosis yaitu
pemeriksaan sinar X, CT scan densitas tulang, rontgen, pemeriksaan
laboratorium, dan penilaian masa tulang (Supartono, Wardhani, &
Kusumaningsih, 2021).
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan farmakologi. Prinsip pengobatan pada osteoporosis
yaitu:
1) Meningkatkan pembentukkan tulang. Obat-obatan yang dapat
meningkatkan pembentuka tulang, misalnya steroid anabolik.
2) Menghambat resorpsi tulang. Obat-obatan yang dapat menghambat
resorpsi tulang yaitu estrogen, kalsitonim, difosfat, dan modulator
Reseptor selektif. Seluruh pengobatan iniharus ditambah dengan
konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup.
b. Pencegahan.
Terapi pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin yaitu
sejak masa kanak-kanak. Pencegahan osteoporosis pada usia muda
mempunyai tujuan mencapai masa tulang dewasa (proses konsolidasi
yang) yang optimal. Sejumlah pencegahan yang dapat dilakukan di
antaranya:
1) Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup
2) Latihan/olah raga secara teratur setiap hari
3) Mengonsumsi protein hewani
4) Menghindari perilaku yang meningkatkan risiko osteoporosis,
misalnya merokok, alkohol, dan kafein
(Graha, 2019).
8. Penyimpanan KDM

Defisiensi

kalsium
Kecepatan reabsorsi tulang lebih
cepat

Penurunan masa tulang

Tulang menjadi rapuh/mudah patah


Resiko

cedera

Spasme otot

fraktur

Deformitas
Pengeluaran zat kimia (prostaglandin

histamin,bradikinin)
Bungkuk

Dihantar ke sum-sum
tulng belakang Gangguan mobilitas fisik

Thalamus

Korteks cerebri
Perubahan status
dipersepsi kesehatan
Nyeri
Kurang informasi

Kurang pengetahuan

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Apakah terdapat riwayat osteoporosis dalam keluarga
2) Apakah klien pernah mengalami fraktur sebelumnya
3) Apakah klien mengonsumsi kalsium diet harian sesesuai dengan
kebutuhan
4) Bagaimana pola latihan klien
5) Apakah klien mengunakan kortikostroid selain mengonsumsi
alkohol, rokok, dan kafein
6) Apakah klien mengalami gejala lain, misalnya nyeri pinggang,
konstipasi, atau gangguann citra diri
b. Pemeriksaan fisik
1) Nyeri punggung: thoracic dan lumbar
2) Penurunan tinggi badan
3) Gaya berjalan bungkuk
4) Nyeri sendi
5) Kelemahan otot
6) Masalah mobilitas dan penafasan akibat perubahan postur
7) Adanya konstipasi yang disebabkan oleh aktivitas
c. Pemeriksaan penunjang
1) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah desintas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada ruas tulang belakang,dinding dekat
korpus ruas biasanya merupakan lokasi yang paling berat,penipisan
korteks dan organ trabekula. Lintang merupakan kelainan yang sering
ditemukan.lemahnya korpus tulang belakang menyebabkan
penonjolan yang menggelembung dari inti pilpousus kedalam ruang
intervertabralis dan menyebabkan deformitas bikonkaf,dll.
2) CT-Scan
Dapat mengukur tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi mengikuti naik. Mineral ruas
diatas 110 mg/cm biasnya tidak menimbulkan fraktur ruas atau
penonjolan sedangkan mineral ruas dibawah 65 mg/cm ada pada
semua klien yang hampir mengalami fraktur
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien
mengeluh nyeri, tampak meringis dan frekuensi nadi meningkat.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakkan integritas
struktur tulang ditandai dengan klien mengeluh sulit menggerakkan
ektermitas, kekuatan otot menurun dan ROM menurun
c. Resiko cedera: fraktur berhubungan dengan tulang osteoporosis
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi.
3. Intervensi Keperawatan
DX.KEP Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat nyeri 1. Tulang dalam
berhubungan tindakan pada pungung,nyeri peningkatan jumlah
dengan agen keperawatan 1x1 terlokalisasi atau trabekular akan pergi
pencedera fisik jam diharapkan menyebar pada perut bergeraka ke tulang
ditandai dengan nyeri berkurang atau pinggang belakang
klien mengeluh Dengan kriteria 2. Ajarkan pada klien 2. Alternatif lain untuk
nyeri, tampak hasil : tentag alternatif lain mmengatasi nyeri
meringis dan 1. Klien akan untuk mengatasi dan pengaturan
frekuensi nadi mengekspresika mengurangi rasa posisi,kompres
meningkat. n nyerinya nyerinya hangat,dll
2. Klien dapat 3. Kaji obat-obatan 3. Keyakinan klien tidak
tenang dan untuk mengatasi dapat menoleransi obat
istirahat yang nyeri yang adekuat atau tidak
cukup 4. Rencanakan pada adekuat untuk
3. Klien dapat klien tentang periode mengatasi nyerinya
mandiri dalam istirahat adekuat 4. Kelelahan dan
perawatan dan dengan berbaring keletihan dapat
penanganan dalam posisi menurunkan minat
secara terlentang selama untuk aktivitas sehari-
sederhana kurang lebih 15 hari
menit

Gangguan Seteah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Dasar untuk


mobilitas fisik tindakan kemampuan klien memberikan alternatif
berhubungan keperawatan 1x1 yang masih ada dan latihan gerak yang
dengan jam diharapkan 2. Rencanakan tentang sesuai dengan
Kerusakkan klien mampu program latihan kemampuannya
integritas melakukan (bantu klien jika 2. Latihan akan
struktur tulang mobilitas fisik diperlukan meningkatkan
ditandai dengan Dengan kriteria latihan,ajarkan klien pergerakan otot dan
klien mengeluh hasil : tentang aktivitas stimulasi sirkulasi
sulit 1. Klien dapat hidup sehari-hari yang darah
mneggerakkan meningkatkan dapat 3. Agar dapat melakukan
ektermitas, mobilitas fisik dikerjakan,ajarkan aktivitas hidup sehari-
kekuatan otot 2. Klien mampu pentingnya latihan) hari secara mandiri
menurun dan melakukan 3. Bantu kebutuhan 4. Dengan latihan fisik
ROM menurun aktivitas sehari- untuk beradaptasi dan dapat membuat massa
hari secara melakukan aktivitas otot lebih besar
mandiri hidup sehari-hari sehingga memberikan
4. Peningkatan latihan perlindungan pada
fisik secara adekuat osteoporosis
5. Fasilitasi aktivitas 5. Pemebrian alat bantu
ambulasi denga alat jalan dapat memberi
bantu(mis. Tongkat, keseimnagan pada saat
kruk) berjalan.

Resiko cedera: Setelah dilakukan 1. Menciptakan 1. Menciptakan


fraktur tindakan lingkugan yang lingkungan yang aman
berhubungan keperawatan 1x1 nyaman (tempatkan dapat mengurangi
dengan tulang jam jam klien pada tempat resiko pelaksanaan
osteooporosis. diharapkan cedera tidur rendah,amati kecelakaan
tidak terjadi lantai yang dapat 2. Ambulansi yang
Dengan kriteria membahayakan dilakukan tergesa-gesa
hasil : klien,berikan dapat menyebabkan
1. Klien tidak penerangan yang mudah jatuh
jatuh dan cukup) 3. Penarikan yang terlalu
fraktur tidak 2. Berikan dukungan keras akan
terjadi ambulansi sesuai menyebabkan
2. Klien dapat dengan kebutuhan pelakasaanaan fraktur
menghindari 3. Bantu klien untuk 4. Diet kalsium
aktivitas yang melakukan aktivitas dibutuhkan untuk
dapat sehari-hari secara mempertahankan
mengakibatkan hati-hati kalsium,mencegah
fraktur 4. Anjarkan pentingnya bertambahnya
diet untuk mencegah kehilangan tulang
osteoporosis 5. Obat-obatan seperti
5. Ajarkan efek samping diuretic,fenotiazin
obat-obatan yang dapat menyebabkan
digunakan pusing,mengantuk dan
lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk
jatuh

4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2021 ). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan


Sistem Endokrin . Singapure: Elsevier.
Graha, A. S. (2019). Masase Terapi Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: UNY
Press.
Kristiningrum, E. (2020). Farmakoterapi untuk Osteoporosis. CONTINUING
MEDICAL EDUCATION , 41.
Nanda, I. (2018). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC.
Risnawati. (2021). KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Sistem Perkemihan dan
Sistem musculoskletal. Bandung: CV. Media Sains Indonesia.
Supartono, B., Wardhani, S., & Kusumaningsih, P. (2021). Skrining Osteoporosis
dengan Ultrasonografi Kalkaneus Sebagai Upaya Pencegahan Patah Tulang
Pada Usia Lanjut. SOCIETYJurnal Pengabdian dan Pemberdayaan
Masyarakat , 123.
Wiyasa, I. A. (2019). Penatalaksanaan Osteoporosis Pascamenopouse. Jakarta:
UB Press.

Anda mungkin juga menyukai