Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM FISIKA DASAR 1

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV

1. TIWI HANDAYANI (J1A013136)


2. TRIA SEPTIANA (J1A013137)
3. ULFA LISAN FIRMANI (J1A013138)
4. UYUN HANDAYANI (J1A013139)
5. VERA RIZKILA (J1A013140)
6. WAHIDA RISMI WARDANI (J1A013141)
7. WAHYUDI HIDAYAT (J1A013142)
8. YUDI SETIAWAN (J1A013143)
9. YULIA WARDANI (J1A013144)
10. YUYUN SEPTIANA (J1A013145)
11. ZAIFA AYU WAHYUNI (J1A013146)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah

Fisika Dasar I.

Mataram, 12 Juni 2014

Mengetahui,

Co. Ass Acara I Co.Ass Acara II


Alat Ukur Mekanik Modulus Young

( Rahmawati ) ( Yulia Satriadi )


NIM. G1B011026 NIM. G1B011031

Co. Ass Acara III Co. Ass Acara IV


Viskositas Zat Cair Pemuaian Zat Padat

( Warni Multi ) ( Asmiatul Ulun )


NIM. G1B011030 NIM. G1B011003

Koordinator Asisten Praktikum Fisika Dasar I


FMIPA Universitas Mataram

( Lalu Dalilul Falihin )


NIM. G1B010032

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang
telah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tetap Fisika
Dasar I ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan alam Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah yang penuh kesesatan dan
kegelapan menuju zaman yang lebih baik dan lebih maju ini.
Dalam penulisan laporan ini, penulis telah mendapat banyak bantuan, masukan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah turut membantu dan mendukung
sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna
karena banyak kekurangan dan kesalahan-kesalahan, maka dari itu penulis sangat
mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca supaya penulis dapat
memperbaiki laporan ini.

Mataram, 12 Juni 2014

Hormat Penulis

KELOMPOK IV

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................4
ACARA I....................................................................................................................................................5
ALAT UKUR MEKANIK..........................................................................................................................5
ACARA II.................................................................................................................................................35
MODULUS YOUNG................................................................................................................................35
ACARA III................................................................................................................................................55
VISKOSITAS ZAT CAIR.........................................................................................................................55
ACARA IV................................................................................................................................................71
PEMUAIAN ZAT PANJANG..................................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................78
LAMPIRAN..............................................................................................................................................79

4
ACARA I

ALAT UKUR MEKANIK

5
ACARA I

ALAT UKUR

ABSTRAK

Alat ukur adalah alat yang digunakan untuk mengukur suatu besaran dalam fisika. Pada
umumnya ada tiga besaran yang paling banyak diukur dalam dunia fisika yaitu panjang, massa,
dan waktu. Sesuai dengan pengertioan tersebut, maka tujuan praktikum ini adalah untuk
mengetahui hasil pengukuran dari setiap alat ukur, yaitu mistar, jangka sorong, mikrometer
sekrup, neraca analitik, dan stopwatch, serta untuk membandingkan ketelitian antara alat ukur
tersebut. Dari percobaan yang dilakukan, terdapat hasil pengukuran yang berbeda-beda dari
setiap alat ukur terhadap benda yang sama, maka dapat dikatakan bahwa pengukuran memiliki
hasil yang tidak pasti atau disebut ketidakpastian. Dari sekian alat yang digunakan dapat
disimpulkan bahwa mikrometer sekrup merupakan alat ukur yang paling teliti dengan ketelitian
0.01 mm.

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1 Tujuan Praktikum : 1.1 Mempelajari alat ukur waktu (stopwatch)


dan alat ukur panjang (mistar, jangka
sorong, mikrometer sekrup) dengan
ketelitian tinggi.
1.2 Mempelajari ketelitian alat ukur waktu
(stopwatch) dan alat ukur panjang (mistar,
jangka sorong, mikrometer sekrup)
dengan ketelitian tinggi.

2 Tanggal praktikum : Sabtu, 17 Mei 2014

3 Tempat praktikum : Labiratorium Fisika Dasar, Lantai II, Fakultas

6
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mataram

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
- Stopwatch
- Jangka sorong
- Mikrometer sekrup
- Mmistar
- Timbangan analitik

2. Bahan
- Silinder
- Kubus
- Gotri
- Kaca
- Kawat
- Gelas ukur
- Air

C. LANDASAN TEORI
Mengukur adalah membandingkan satu besaran dengan besaran lain yang sejenis
yang telah diterapkan sebagai satuan.Pengukuran pada umumnya memerlukan alat
ukur,baik itu berupa mistar,jangka sorong,micrometer sekrup hasta depa dan sebagainya.
Pada zaman dahulu ,manusia menggunakan bagian tubuh untuk mengukur panjang suatu
benda.Akibatnya dikenal dengan istilah hasta,depa dan jengkal dengan satuan panjang.Di
inggris satuan cepa adalah fathonyang sampai saat ini masih digunakan umtuk mengukur
kedalaman laut (Arisworo,2006).
Sebelum melakukan pengukuran diperlukan pemahaman tentang alat ukur yang
akan digunakan .Pemahaman ini terkait dengan nama alat ukur serta fungsinya

7
Kemampuan tersebut merupakan prasyarat sebelum melakukan pengukuran ,alat-alat
tersebut yaitu: jangka sorong,stopwatch,mistar dan micrometer sekrup (Tim
pengembangan Ilmu Pendidikan 2007).
Jangka sorong adalah alat yang digunakan untuk mengukur
panjang,tebal,kedalaman air dan diameter luar maupun dalam suatu benda dengan batas
ketelitian 0,1 mm.Jangka sorong memiliki dua cabang yaitu rahang tetap dan rahang
sorong .Pada rahang tetap dilengkapi dengan skala utama,sedangkan pada rahang sorong
mempunyai skala nonius atau skala vernier .Skala nonius mempunyai panjang mm yang
terbagi menjadi 10 skala dengan tingkat ketelitian 0,1 mm .Hasil ketelitian jangka sorong
berdasarkan angka pada skala utama ditambah angka pada skala nonius yang dihitung
dari 0 sampai dengan garis nonius yang berhimpit dengan garis skala utama
(Suparno,2009).
Mikrometer sekrup disebut juga micrometer ulir .Alat ini mempunyai ketelitian
pengukuran 0,01 mm.Biasanya alat ini digunakan untuk mengukur tebal lempengan
plat,kertas,dan diameter kawat .Jadi tingkat ketelitian hasil pengukuran besaran panjang
dengan micrometer lebih teliti dibandingkan dengan jangka sorong .Tetapi,mikrometer
sekrup hanya dapat digunakan untuk mengukur ketebalan dan diameter luar
(Marsudi,2006).
Mistar pada umumnya ,sebagai alat ukur panjang memiliki dua skala ukuran,yaitu
skala utama dan skala terkecil.Satuan untuk skala utama adalah cm dan satuan untuk
skala terkecil adalah mm .Skala terkecil pada mistar memiliki nilai 1 mm ,jarak antara
skala utama adalah 1 cm .Diantara skala utama terdapat 10 bagian skala terkecil
memiliki nilai 1/10 cm = 0,1 cm atau 1 mm .Mistar memiliki ketelitian atau
ketidakpastian pengukuram sebesar 0,5 mm atau 0,05 cm,yakni setengah dari nilai skala
terkecil yang dimiliki oleh mistar tersebut (Aip Saripudin,2009).
Stopwatch adalah alat ukur yang mempunyai ketelitian 0,5 detik.Stopwatch ada
yang bertenaga mekanik dan ada jugak yang bertenaga listrik .Stopwatch dijalankan
dengan menekan suatu tombol.begitu pula untuk menghentikannya.Waktu dapat diukur
dengan arloji dan stopwatch,arloji memiliki ketelitian sampai 0,1 sekon sedangkan
stopwatch memiliki ketelitian 0,1 sekon karena alat terkecil pada stopwatch 0,1 sekon
tetapi,untuk stopwatch digital memiliki ketelitian sampai 0,01 sekon (Adnan,1993).

8
Neraca ohaus merupakan neraca yang sering digunakan dilabolatorium ,dengan
tingkat ketelitian 0,01 gram.Anak timbangannya sudah ada pada tindakan neraca itu
sendiri.Cara menggunakannya dengan menggeser anak timbangan sepanjang lengan
setelah dinyatakan setimbang .Neraca ohaus terdiri atas tiga batang skala ,batang pertama
bersekala ratusan gram ,batang kedua berskala puluhan gram,dan batang ketiga berskala
satuan gram .Neraca ini mempunyai ketelitian 0,1 gram.Benda yang akan ditimbang
diletakkan diatas piringan ,setelah beban bergeser disetimbangan dengan benda ,massa
benda dapat dibaca pada skala neraca.Neraca ini berguna untuk mengukur massa benda
atau logam dalam praktek labolatorium.Kapasitas beban yang dihitung dengan
menggunakan neraca ini adalah 311 gram,batas ketelitian neraca ohaus yaitu 0,1 gram
(http:// www artikel bagus.com).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Stopwatch
a.Diukur waktu untuk denyut nadi sebanyak 30 denyutan dan satu denyutan.
b.Diulang percobaan tersebut sebanyak 5 kali.
c.Dicatat hasilnya pada table pengamatan 1
2. Jangka Sorong
A.Mengukur panjang atau tebal benda
-Diambil sebuah balokdan diukur sisinya dengan mistar/penggaris.
-Diukur juga sisi kubus tersebut dengan jangka sorong.
-Dilakukan langkah 1 dan 2 untuk 5 kali pengamatan.
-Dicatat hasilnya pada table pengamatan 2
B.Mengukur diameter dalam dan luar tabung.
-Diambil sebuah gelas atau tabung ,diukur diameter bagian dalamnya dengan jangka
sorong.
-Dibandingkan hasilnya dengan hasil pengukuran dengan mistar.
-Dilakukan langkah tersebut untuk 5 kali pengamatan.
-Dilakukan langkah a dan b untuk pengukuran diameter bagian luar.
-Dicatat hasilnya pada table pengamatan 3
C.Mengukur kedalaman air dalam gelas.

9
-Diisi gelas atau tabung kaca dengan air.
-Diukur ketinggian air dengan menggunakan jangka sorong.
-Diukur pula kedalaman air tersebut dengan menggunakan mistar .
-Dilakukan percobabn tersebut 5 kali percobaan.
-Dicatat hasilnya pada table pengamatan 4.
3. Mikrometer Sekrup
-Diukur tebal kaca dengan menggunakan micrometer sekrup.
-Dilakukan percobaan tersebut untuk 5 kali percoban.
-Dilakukan hal yang sama untuk benda-benda yang lain seperti gotri dan kawat
-Dicatat hasilnya pada table pengamatan 5.
4. Neraca Analitik
-Diatur neraca analitik sehingga mencapai kalibrasi.
-Diambil sebuah kubus lalu diukur masanya .
-Dilakukan percobaan tersebut untuk 5 kali pengamatan.
-Dilakukan hal yang sama pada gorti dan silinder.
-Dicatat hasilnya pada table pengamatan 6.

E. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengukuran Denyut Nadi

Pengukuran ke- Waktu 30 denyutan (detik) Waktu 1 denyutan


(detik)
1 21 1.5
2 20 1
3 19 1.2
4 19.5 1.3
5 18 1
Tabel 2. Pengukuran Panjang Sisi Kubus

10
Pengukuran Pengukuran dengan jangka sorong Pengukuran dengan mistar
ke- (mm) (mm)
1 20.05 19
2 20.80 20
3 20.90 19
4 20.90 20

5 20.85 20

Tabel 3. Pengukuran Diameter dalam dan luar tabung

Pengukuran Pengukuran dengan jangka sorong Pengukuran dengan mistar


ke- (mm) (mm)
Ø dalam Ø luar Ø dalam Øluar

1 85.20 119.10 115 120

2 85.30 119.10 116 121


3 85.25 119.65 115 120

4 85.30 119.20 116 121

5 85.60 119.70 115 121

Tabel 4. Pengukuran Kedalaman Air

Pengukuran Pengukuran dengan jangka sorong Pengukuran dengan mistar


ke- (mm) (mm)
1 50.5 50

2 52.1 49

3 51.6 48

4 50.1 49

5 52.5 49

11
Tabel 5. Pengukuran Ketebalan Benda

Pengukuran Pengukuran dengan mikrometer sekrup (mm)


ke-
Kaca Gotri Kawat
1 1.44 16.57 0.85
2 1.44 16.85 0.86
3 1.43 16.88 0.82
4 1.43 16.56 0.77
5 1.41 16.97 0.80

Tabel 6. Pengukuran Berat Benda

Pengukuran Pengukuran dengan neraca analitik (gr)


ke- Kubus Silinder Gotri
1 21.73 22.31 6.37
2 21.74 22.28 6.70
3 21.73 22.30 6.71
4 21.74 22.28 6.69
5 21.75 22.29 6.70

F. ANALISIS DATA

Tabel 1

a. Mengukur 30 denyut nadi

No Xn (s) X (s) Xn – X (s) (Xn – X)2 (s)


1 21 19.5 1.5 2.25

12
2 20 19.5 0.5 0.25
3 19 19.5 – 0.5 0.25
4 19.5 19.5 0 0
5 18 19.5 – 1.5 2.25
∑ 97.5 97.5 0 5

X=
∑ Xn
n
97.5
¿
5
¿ 19.5 sekon

∆ X=
√ ∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 5
5(5−1)

¿
√ 5
20
¿ 0.5 sekon

∆X
% error= ×100 %
X

0.5
¿ ×100 %
19.5

¿ 2.5691 %

b. Mengukur 1 denyut nadi

13
No Xn (s) X (s) Xn – X (s) (Xn – X)2 (s)
1 1.5 1.2 0.3 0.09
2 1 1.2 – 0.2 0.04
3 1.2 1.2 0 0
4 1.3 1.2 0.1 0.01
5 1 1.2 – 0.2 0.04
∑ 6 6 0 0.18

X=
∑ Xn
n
6
¿
5

¿ 1.2 sekon


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 0.18
5(5−1)

¿
√ 0.18
20
¿ 0.094 sekon

∆X
% error= ×100 %
X

0.094
¿ × 100 %
1.2

14
¿ 7.8333 %

Tabel 2. Pengukuran Sisi Kubus


a. Pengukuran sisi kubus dengan jangka sorong

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 20.05 20.7 – 0.65 0.4225
2 20.80 20.7 0.1 0.01
3 20.90 20.7 0.2 0.04
4 20.90 20.7 0.2 0.04
5 20.85 20.7 0.15 0.0225
∑ 103.50 103.50 0 0.535

X=
∑ Xn
n
103.50
¿
5

¿ 20.7 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.535
5(5−1)

¿
√ 0.535
20
¿ 0.163 mm

∆X
% error= ×100 %
X

15
0.163
¿ ×100 %
20.7

¿ 0.7874 %

b. Pengukuran sisi kubus dengan mistar

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 19 19.6 – 0.6 0.36
2 20 19.6 0.4 0.16
3 19 19.6 – 0.6 0.36
4 20 19.6 0.4 0.16
5 20 19.6 0.4 0.16
∑ 98 98 0 1.4

X=
∑ Xn
n
98
¿
5

¿ 19.6 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 1.4
5(5−1)

¿
√ 1.4
20
¿ 0.264 mm

16
∆X
% error= ×100 %
X

0.264
¿ × 100 %
19.6

¿ 1.3469 %

Tabel 3. Pengukuran Diameter Dalam dan Luar Tabung

a. Pengukuran dengan jangka sorong


1. Diameter dalam tabung

No Xn X Xn – X (Xn – X)2
1 85,20 85,33 -0,13 0,0169
2 85,30 85,33 -0,03 0,0009
3 85,25 85,33 -0,08 0,0064
4 85,30 85,33 -0,03 0,0009
5 85,60 85,33 0,27 0,0729
∑ 426,65 426,65 0 0,098

X=
∑ Xn
n
426.64
¿
5

¿ 85.33 mm

17
∆ X=
√ ∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.098
5(5−1)

¿
√ 0.098
20
¿ 0.07 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.07
¿ ×100 %
85.33

¿ 0.0820 %

2. Diameter luar tabung

No Xn X Xn – X (Xn – X)2
1 119,1 119,35 -0,25 0,0625
2 119,1 119,35 -0,25 0,0625
3 119,65 119,35 0,3 0,09
4 119,2 119,35 -0,15 0,0225
5 119,7 119.35 0,35 0,1225
∑ 596,75 596,75 0 0,36

X=
∑ Xn
n

18
596.75
¿
5

¿ 119.35 mm
119,1

∆ X=
√ ∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.36
5(5−1)

¿
√ 0.36
20
¿ 0.1341 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.1341
¿ ×100 %
119.35

¿ 0.1123 %

b. Pengukuran dengan mistar


1. Diameter dalam tabung

No Xn X Xn – X (Xn – X)2
1 115 115,4 -0,4 0,16
2 116 115,4 0,6 0,36
3 115 115,4 -0,4 0,16
4 116 115,4 0,6 0,36
5 115 115,4 -0,4 0,16
∑ 577 577 0 1,2

19
X=
∑ Xn
n
575
¿
5

¿ 115.4 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 1.2
5(5−1)

¿
√ 1.2
20
¿ 0.2449 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.2449
¿ ×100 %
115.4

¿ 0.2122 %

2. Diameter luar tabung

No Xn X Xn – X (Xn – X)2
1 120 120,6 -0,6 0,36
2 121 120,6 0,4 0,16
3 120 120,6 -0,6 0,36
4 121 120,6 0,4 0,16
5 121 120,6 0,4 0,16
∑ 603 603 0 1,2

20
X=
∑ Xn
n
603
¿
5

¿ 120.6 mm


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 1.20
5(5−1)

¿
√ 1.20
20
¿ 0.2449 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.2449
¿ ×100 %
120.6

¿ 0.2030 %

Tabel 4. Pengukuran Kedalaman Air

a. Pengukuran dengan jangka sorong

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 50,5 51.1 -0,6 0,36
2 52,1 51,1 1 1
3 51,6 51,1 0,5 0,25

21
4 50,1 51,1 -1 1
5 51,2 51,1 0,1 0,01
∑ 255,5 255,5 0 2,62

X=
∑ Xn
n
255.5
¿
5

¿ 51.1 mm


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 2.62
5(5−1)

¿
√ 2.62
20
¿ 0.3619 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.3619
¿ ×100 %
51.1

¿ 0.7082 %

b. Pengukuran dengan mistar

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 50 49 1 1

22
2 49 49 0 0
3 48 49 -1 1
4 49 49 0 0
5 49 49 0 0
∑ 245 245 0 2

X=
∑ Xn
n
245
¿
5

¿ 49 mm


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 2
5(5−1)

¿
√ 2
20
¿ 0.3162 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.3162
¿ ×100 %
49

¿ 0.6453 %

Tabel 5. Pengukuran Ketebalan Benda

23
a. Pengukuran kaca dengan mikrometer sekrup

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 1,44 1,43 0,01 0,0001
2 1,44 1,43 0,01 0,0001
3 1,43 1,43 0 0
4 1,43 1,43 0 0
5 1,41 1,43 -0,02 0,0004
∑ 7,15 7,15 0 0,0006

X=
∑ Xn
n
7.15
¿
5

¿ 1.43 mm


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 0.0006
5(5−1)

¿
√ 0.0006
20
¿ 0.0054 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.0054
¿ × 100 %
1.43

24
¿ 0.3776 %

b. Pengukuran gotri dengan mikrometer sekrup

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 16,57 16,766 -0,196 0,038416
2 16,85 16,776 0,084 0,007056
3 16,88 16,776 0,114 0,012996
4 16,56 16,776 -0,206 0,042436
5 16,97 16,776 0,204 0,041616
∑ 83,83 83,83 0 0,14252

X=
∑ Xn
n
83.83
¿
5

¿ 16.766 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.14252
5(5−1)

¿
√ 0.14252
20
¿ 0.0844 mm

∆X
% error= ×100 %
X

25
0.0844
¿ × 100 %
16.766

¿ 0.5033 %

c. Pengukuran kawat dengan mikrometer sekrup

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 0,85 0,82 0,03 0,0009
2 0,86 0,82 0,04 0,0016
3 0,82 0,82 0 0
4 0,77 0,82 -0,05 0,0025
5 0,80 0,82 -0,02 0,0004
∑ 4,1 4,1 0 0,0054

X=
∑ Xn
n
4.1
¿
5

¿ 0.82 mm

∆ X=
√ ∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.0054
5(5−1)

¿
√ 0.0054
20
¿ 0.0164 mm

∆X
% error= ×100 %
X

26
0.0164
¿ × 100 %
0.82

¿2%

Tabel 6. Pengukuran Berat Benda

a. Pengukuran kubus dengan timbangan analitik

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 21,74 21,738 0,002 0,000004
2 21,73 21,738 -0,008 0,000064
3 21,74 21,738 0,002 0,000004
4 21,73 21,738 -0,008 0,000064
5 21,75 21,738 0,012 0,000144
∑ 108,69 108,69 0 0,00028

X=
∑ Xn
n
108.69
¿
5

¿ 21.738 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

¿
√ 0.00028
5( 5−1)

¿
√ 0.00028
20
¿ 0.0037 mm

27
∆X
% error= ×100 %
X

0.0037
¿ ×100 %
21.738

¿ 0.0170 %

b. Pengukuran silinder dengan timbangan analitik

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 22,31 22,292 0,018 0,000324
2 22,28 22,292 -0,012 0,000144
3 22,3 22,292 0,008 0,000064
4 22,28 22,292 -0,012 0,000144
5 22,29 22,292 0,002 0,000004
∑ 111,46 111,46 0 0,00068

X=
∑ Xn
n
111.46
¿
5

¿ 22.292 mm


2
∑( Xn−X )
∆ X=
n( n−1)

¿
√ 0.00068
5( 5−1)

28
¿
√ 0.00068
20
¿ 0.0058 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.0058
¿ ×100 %
22.292

¿ 0.0260 %

c. Pengukuran gotri dengan timbangan analitik

No Xn (mm) X (mm) Xn – X (mm) (Xn – X)2 (mm)


1 6,73 6,706 0,024 0,000576
2 6,7 6,706 -0,006 0,000036
3 6,71 6,706 0,004 0,000016
4 6,69 6,706 -0,016 0,000256
5 6,7 6,706 -0,006 0,000036
∑ 33,53 33,53 0 0,00092

X=
∑ Xn
n
33.53
¿
5

¿ 6.706 mm

∆ X=

∑( Xn−X )2
n( n−1)

29
¿
√ 0.00092
5(5−1)

¿
√ 0.00092
20
¿ 0.0067 mm

∆X
% error= ×100 %
X

0.0067
¿ ×100 %
6.706

¿ 0.0999 %

G. PEMBAHASAN
Pengukuran adalah suatu teknik untuk mengaitkan suatu bilangan pada suatu sifat
fisik (fisis) dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah diterima
sebagai suatu pengukuran. Dalam praktikum yang telah dilakukan digunakan alat ukur
waktu yaitu stopwatch; alat ukur panjang yaitu mistar, jangka sorong, dan mikrometer
sekrup; dan alat ukur berat yaitu neraca/timbangan analitik.
Pada percobaan pertama, stopwatch digunakan untuk mengukur denyut nadi
sebanyak 30 denyutan dan 1 denyutan. Stopwatchyang digunakan memiliki ketelitian 0,1
detik dan tiap-tiap kategori diulangi sebanyak 5 kali percobaan. Dari data hasil
pengamatan, diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan untuk 30 denyutan nadi adalah
19.5 sekon dengan nilai persen errror sebesar 2.564 %, sedangkan untuk 1 denyutan nadi
dibutuhkan waktu 1.2 sekon dengan nilai persen error sebesar 7.833 %. Nilai persen error
yang lebih dari 1 % pada percobaan tersebut diasumsikan karena kesalahan praktikan
dalam komunikasi antara yang menghitung denyutan dengan yang memegang stopwatch,
juga dipengaruhi oleh kondisi tubuh dan psikologi praktikan yang menghitung denyutan.
Percobaan selanjutnya adalah penggunaan jangka sorong. Dari kategori-kategori
yang ada dalam percobaan dengan jangka sorong, dapat dilihat bahwa jangka sorong

30
dapat digunakan untuk menghitung ketebalan benda, diameter luar dan dalam suatu
benda, serta mengukur kedalaman (dalam hal ini menggunakan kedalaman air). Sebagai
pembanding digunakan mistar 30 cm dengan ketelitian 1 mm, sedangkan ketelitian
jangka sorong adalah 0.05 mm. pada pengukuran kubus dimana dilakukan pengukuran
sisi dengan jangka sorong diperoleh panjang sisi/ketebalan kubus 20.7 mm dengan nilai
persen error 0.787 %. Sedangkan, pengukuran dengan mistar diperoleh nilai sebesar 19.6
mm untuk panjang sisi kubus dengan nilai persen error 1.3469 %. Nilai persen error lebih
dari 1 % diasumsikan terjadi karena kesalahan dalam melihat nilai panjang sisi kubus
karena ketelitian mistar yang hanya 1 mm dan juga disebabkan bentuk dan ukuran kubus
yang tidak simetris (selisih mm pada sisi kubus). Kemudian pada pengukuran diameter
dalam dan luar tabung menggunakan jangka sorong diperoleh data diameter dalam
tabung 85.33 mm dengan persen error 0.0820 %. Seda mmngkan diameter luar tabung
sebesar 119.35 dengan persen error 0.1123 %. Pengukuran terhadap diameter dalam dan
luar tabung juga dilakukan menggunakan mistar. Besar diameter dalam tabung adalah
115.4 mm (rata-rata dari 5 kali pengulangan pengukuran), diameter luar tabung 120.6
mm, masing-masing dengan persen error berturut-turut adalah 0.2122 % dan 0.2030 %.
Dalam percobaan terakhir pengukuran dengan jangka sorong dan mistar adalah mengukur
kedalaman air. Dengan jangka sorong diperoleh data kedalaman air 51.3 mm dengan
persen error 0.7082 %, sedangkan dengan menggunakan mistar kedalaman air adalah 49
mm dengan persen error 0.6453 %. Nilai persen error keduanya jika dibulatkan akan
menjadi 1 %. Kesalahan ini diasumsikan karena mata pengamat (praktikan) tidak sejajar
dengan gelas ukur yang berisi air sehingga angka yang terlihat pada jangka sorong dan
mistar keliru atau praktikan salah dalam menetapkan nilai pengukuran. Kesalahan
pengukuran yang terjadi pada percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai persen
error jangka sorong lebih besar dibandingkan mistar karena ketelitian jangka sorong lebih
baik daripada mistar. Jika penetapan nilai ukuran pada jangka sorong (nilai ketelitian)
lebih kurang atau setara dengan mistar, maka tidak akan diperoleh persen error lebih dari
nol. Dengan demikian, semakin teliti suatu alat ukur maka semakin sulit menentukan
nilai ukurannya. Dalam hal ini penetapan garis skala nonius yang berimpit dengan skala
utama.

31
Percobaan terakhir alat ukur panjang adalah mengukur ketebalan benda
menggunakan mikrometer sekrup. Alat ini memiliki ketelitian 0.01 mm, lebih teliti
dibandingkan dengan jangka sorong dan mistar. Namun, dari praktikum terlihat bahwa
mikrometer sekrup hanya dapat digunakan untuk mengukur ketebalan benda tidak seperti
jangka sorong dan mistar yang dapat mengukur panjang, diameter, dan kedalaman. Pada
pengukuran tebal kaca diperoleh nilai sebesar 1.43 mm dengan nilai persen error 0.3776
%, tebal gotri 16.766 mm dengan persen error 0.5033 %, tebal kawat 0.82 mm dengan
persen error 2 %. Persen error yang mencapai 2 % diasumsikan karena bentuk benda
(kawat) yang kecil sehingga sulit untuk menentukan skala yang berimpit pada alat ukur
tersebut. Gotri berbentuk bulat sehingga untuk menentukan ketebalannya diperlukan
ketelitian praktikan. Kaca berbentuk pipih sehingga lebih mudah dibaca skala yng
berimpit pada alat ukur.
Percobaan terakhir adalah pengukuran berat menggunakan timbangan analitik.
Pada percobaan yang telah dilakukan diukur berat benda yakni kubus, gotri, dan silinder.
Pertama mengkalibrasi alat ukur shg pada titik 0 gram. Selanjutnya pengukuran terhadap
benda-benda tersebut dilakukan 5 kali pengulangan pengukuran. Diperoleh data untuk
berat kubus sebesar 21.738 gr dengan persen error 0.0170 %, berat gotri sebesar 6.706 gr
dengan nilai persen error 0.0999 %, dan berat silinder sebesar 22.292 gr dengan persen
error 0.0260 %. Dari data tersebut juga membuktikan semakin teliti suatu alat ukur maka
semakin sedikit nilai persen errornya.

H. KESIMPULAN

1. Alat ukur terdiri dari alat ukur waktu (stopwatch),alat ukur panjang (mistar,jangka
sorong,mikrometer sekrup),dan arat ukur berat (neraca analitik).jangka sorong dan
mistar dapat digunakan utuk mengukur panjang,ketebalan,dan tinggi suatu
benda,diameter dalam dan luar benda juga kedalaman sebuah benda.
2. Stopwatch memiliki ketelitian 0,1 detik, mistar 1 mm,jangka sorong 0,1 mm,dan
micrometer sekrup 0,01 mm.Sedangkan timbangan analitik memiliki ketelitian 0,01
gr.Dari setiap alat ukur yang digunakan ,micrometer sekrup merupakan alat yang

32
paling teliti,dengan ketelitian 0,01 mm dan skala terkecilnya 0,005 mm.Hasil
pengukuran dipengaruhi oleh jenis alat ukur yang digunakan dan posisi praktikan
pada saatpembacan skala.

I. SARAN

Terjadi beberapa kesalahan dalam pembacaan skala ,dengan demikian praktikan


diharapkan lebih teliti lagi dalam melaksanakan praktikum.

33
ACARA II

MODULUS YOUNG

ACARA II

MODULUS YOUNG

ABSTRAK

Modulus young merupakan perbandingan dari suatu gaya yang diberikan dengan
panjang mula-mula tertentu dengan luas permukaan bidang sentuh yang dikalikan dengan

34
pertambahan panjang. Dalam percobaan kali ini yang bertujuan untuk memahami sifat elastis
bahan dan menentukan modulus young dari logam dengan cara lenturan. Adapun teori dasar
dari percobaan ini sama dengan konstanta pegas yang sama-sama membahas tentang
elastisitas dengan hukum Hooke yang menyatakan bahwa jika sebuah gaya bekerja pada
benda , maka benda akan mengalami perubahan yang digambarkan oleh perubahan bentuk.
Kemudian untuk menentukan nilai modulus young ditentukan dengan 2 metode, yaitu:
metode perhitungan dan metode grafik. Dari hasil perhitungan pada senar gitar I dan II
dengan masing-masing penambahan dan pengurangan beban didapatkan nilai modulus young
dari senar gitar I pada penambahan beban nilai rata-rata modulus youngnya adalah 48,36 × 109
N/m2, pengurangan beban nilai rata-rata modulus young nya dalah 44,66 × 109N/m2. Dan pada
senar gitar II nilai rata-rata modulus young untuk penambahan beban adalah 62,426 ×10 9N/m2
, dan untuk pengurangan beban adalah 60,124 × 109N/m2.

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum :
 Memahami sifat elastisitas bahan
 Menentukan modulus young dari logam dengan cara lenturan
2. Waktu Praktikum :
Sabtu, 24 Mei 2014
3. Tempat Praktikum:
Laboratorium Fisika Dasar , Lantai II Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
 Perangkat modulus young yang dilengkapi nonius
 Micrometer sekrup
 Mistar/meteran
2. Bahan-bahan Praktikum
 Senar gitar

35
 Seperangkat beban

C. LANDASAN TEORI
Hukum Hooke menggambarkan bahwa, jika sebuah gaya bekerja pada benda,
maka benda akan mengalami perubahan yang digambarkan oleh perubahan bentuk.
Karena setiap benda memiliki kekuatan yang berbeda-beda dalam melawan gaya, maka
ada sesuatu yang menggambarkan kekuatan ini. Besaran fisis yang menggambarkan
kekuatan ini disebut modulus elastis atau konstantanta elastis. Modulus elastis
mengandung informasi tentang sifat elastisitas bahan. Terdapat beberapa jenis konstanta
atau modulus elastis, salah satunya modulus young. Modulus young adalah perbandingan
antara gaya normal terhadap strain (bentuk) normalnya(tegak lurus permukaan), sehingga
:
σn F / A
E= =
εn ∆l/l
Sehingga E pada dasarnya mengukur perubahan benda dalam mempertahankan
keadaannya semula dalam arah normal (Ishaq,2007 : 18).
Elastisitas adalah sifat dimana benda kembali pada ukuran dan bentuk awalnya
ketika gaya-gaya yang mengubah bentuknya dihilangkan. Tegangan (σ) yang dialami
dalam suatu padatan adalah besar gaya yang bekerja (F) dibagi dengan luas (A) atau
σ =F / A . Satuan SI untuk tegangan adalah Pascal (Pa), dimana 1 Pa sama dengan 1 N/ m2.
Regangan diukur sebagai rasio perubahan dari jumlah dimensi benda terhadap dimensi
awal dimana perubahan terjadi, ε =∆ l/ l . Regangan tidak memiliki satuan karena
merupakan rasio dari besaran-besaran yang sama. Batas elastis suatu benda adalah
tegangan terkecil yang akan menghasilkan gangguan permanen pada benda. Ketika diberi
tegangan melebihi batas ini, benda tidak akan kembali persis seperti keadaan awalnya
setelah tegangan tersebut dihilangkan ( Buece,2006 : 14).
Jika suatu benda padat berada dalam keadaan setimbang, tetapi dipengaruhi oleh
gaya-gaya yang berusaha menarik, menggeser atau menekannya, maka benda akan
berubah. Pada umumnya benda adalah elastis terhadap gaya-gaya sampai kesuatu batas
tertentu yang disebut batas elastis. Rasio gya (F) terhadap luas penampang (A) disebut
dengan tegangan tarik. Gaya-gaya yang dikerjakan pada batang berusaha meregangkan

36
batang. Perubahan fraksioner pada panjang batang ∆ l/l disebut regangan. Rasio
tegangan terhadap regangan dalam daerah linear grafik adalah konstanta gaya yang
dinamakan modulus young.
tegangan F / A
y= =
regangan ∆ l/l
Satuan modulus young adalah N/m2 (Tipler, 1998 :386).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Diberikan beban awal pada senar gitar I, agar senar gitar I smenjadi lurus dan tegang
2. Diukur panjang senar yang bernonius dengan mistar
3. Diukur diameter kawat senar bernonius dengan micrometer sekrup 5 kali pada tempat
yang berbeda
4. Ditambahkan beban mulai dari 5 N secara berturut-turut hingga beban mencapai 25 N
kepada senar yang bernonius
5. Diukur diameter senar dan dicatatlah pertambahan panjang dari senar tersebut setiap
kali penambahan beban. Diulangi sebanyak 5 kali menambahkan beban dan dicatat
tiap perubahan panjangnya
6. Kemudian dilakukan kebalikannya, yaitu dikurangi beban sebesar 5N secara berturut-
turut sehingga beban pada senar menjadi nol, dan setiap kali dikurangi beban sebesar
5N diulangi 5 kali, diukur juga diameter senar dan dicatat perubahan panjang dari
senar.
7. Diulangi langkah 1 sampai 6 untuk senar gitar II.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Senar Gitar I
 Penambahan Beban

Beban Diameter (mm)


No  ∆ l(m)
(kg) d1 d2 d3 d4 d5
 1. 0,5 31 0,40 0,40 0,40 0,41 0,39
 2. 1,0 60 0,40 0,40 0,40 0,40 0,39

37
 3. 1,5 73 0,41 0,40 0,40 0,40 0,40
 4. 2,0 88 0,40 0,40 0,40 0,40 0,41
 5. 2,5 101 0,40 0,40 0,40 0,40 0,41

 Pengurangan Beban

Beban Diameter (mm)


No  ∆ l(m)
(kg) d1 d2 d3 d4 d5
 1. 2,5 102 0,40 0,39 0,40 0,39 0,40
 2. 2,0 94 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40
 3. 1,5 75,5 0,41 0,40 0,40 0,39 0,40
 4. 1,0 64 0,40 0,39 0,39 0,39 0,40
 5. 0,5 49 0,40 0,39 0,39 0,40 0,40

2. Senar Gitar II
 Penambahan beban

Beban Diameter (mm)


No  ∆ l(m)
(kg) d1 d2 d3 d4 d5
 1. 0,5 32 0,40 0,39 0,39 0,40 0,40
 2. 1,0 46,5 0,39 0,39 0,39 0,39 0,40
 3. 1,5 58 0,39 0,39 0,39 0,40 0,40
 4. 2,0 68 0,38 0,39 0,39 0,39 0,39
 5. 2,5 78 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39

 Pengurangan Beban

Beban Diameter (mm)


No  ∆ l(m)
(kg) d1 d2 d3 d4 d5
 1. 2,5 80,5 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39

38
 2. 2,0 71,5 0,38 0,39 0,39 0,39 0,39
 3. 1,5 60 0,38 0,39 0,39 0,39 0,39
 4. 1,0 50 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39
 5. 0,5 34 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39

F. ANALISIS DATA
A.Senar Gitar I
1.Penambahan beban
# Untuk penambahan beban 0,5 kg
1
A1 = × π × ¿d1)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A2 = × π × ¿d2)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A3 = × π × ¿d3)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A4 = × π × ¿d4)2
4
1
= 3.14 (0.41)2
4
= 0.1319585 mm2

39
= 0.1319585 10-6 m2
1
A5 = × π × ¿d5)2
4
1
= 3.14 (0.39)2
4
= 0.1193985 mm2

= 0.1193985 10-6 m2
∑A
Ᾱ1=
n

A 1+ A 2 + A 3 + A 4 + A 5
=
5

=
( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1319585 ×10−6 ) +(0.1193985× 10−6 )
5
−6
0.628157 ×10
=
5

= 0.125 10-6 m2
# Untuk penambahan beban 1 kg
1
A1 = × π × ¿d1)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A2 = × π × ¿d2)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A3 = × π × ¿d3)2
4

40
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A4 = × π × ¿d4)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A5 = × π × ¿d5)2
4
1
= 3.14 (0.39)2
4
= 0.1193985 mm2

= 0.1193985 10-6 m2

∑A
Ᾱ2 =
n

A 1+ A 2 + A 3 + A 4 + A 5
=
5

=
( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 × 10−6 ) +(0.1193985× 10−6 )
5
0.6217985× 10−6
=
5

= 0.124 10-6 m2
# Untuk penambahan beban 1.5 kg
1
A1 = × π × ¿d1)2
4
1
= 3.14 (0.41)2
4
= 0.1319585 mm2

41
= 0.1319585 10-6 m2
1
A2 = × π × ¿d2)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A3 = × π × ¿d3)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A4 = × π × ¿d4)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A5 = × π × ¿d5)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2

∑A
Ᾱ3 =
n

A 1+ A 2 + A 3 + A 4 + A 5
=
5

42
=
( 0.1319585 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 )+ ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) +( 0.1256× 10−6 )
5

= 0.126 10-6 m2
# Untuk penambahan beban 2 kg
1
A1 = × π × ¿d1)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A2 = × π × ¿d2)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A3 = × π × ¿d3)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A4 = × π × ¿d4)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A5 = × π × ¿d5)2
4
1
= 3.14 (0.41)2
4

43
= 0.1319585 mm2

= 0.1319585 10-6 m2

∑A
Ᾱ4 =
n

A 1+ A 2 + A 3 + A 4 + A 5
=
5

=
( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 × 10−6 ) + ( 0.1319585 ×10−6 )
5

= 0.126 10-6 m2
# Untuk penambahan beban 2.5 kg
1
A1 = × π × ¿d1)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A2 = × π × ¿d2)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A3 = × π × ¿d3)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A4 = × π × ¿d4)2
4

44
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2
1
A5 = × π × ¿d5)2
4
1
= 3.14 (0.4)2
4
= 0.1256 mm2

= 0.1256 10-6 m2

∑A
Ᾱ5 =
n

A 1+ A 2 + A 3 + A 4 + A 5
=
5

( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 ×10−6 ) + ( 0.1256 × 10−6 ) + ( 0.1256 × 10−6 )
=
5

= 0.1256 10-6 m2
# Untuk Tegangan
m1 × g
τ1 =
Ᾱ1
0.5 ×10
=
0.125× 10−6

= 40 106 N/m2
m2 × g
τ2 =
Ᾱ2
1 ×10
= −6
0.124 ×10

= 80.64 106 N/m2


m3 × g
τ3 =
Ᾱ3

45
1.5 ×10
= −6
0.126 ×10

= 119.04 106 N/m2


m4 × g
τ4 =
Ᾱ4
2 ×10
= −6
0.126 ×10

= 158.73 106 N/m2


m5 × g
τ5 =
Ᾱ5
2.5 ×10
=
0.1256 ×10−6

= 198.41 106 N/m2

# Untuk Regangan
∆ L1
L1=
LO
0.31 x 10−3
¿
0.3
¿ 1.033 x 10−3 m
∆ L2
L2=
LO
0.6 x 10−3
¿
0.3
−3
¿ 2 x 10 m
∆ L3
L 3=
LO
0.73 x 10−3
¿
0.3
−3
¿ 2.43 x 10 m
∆ L4
L4 =
LO

46
−3
0.88 x 10
¿
0.3
¿ 2.93 x 10−3 m
∆ L5
L 5=
LO
−3
1.01 x 10
¿
0.3
¿ 3.37 x 10−3 m
# Modulus Young
τ1
E1 =
L1
40 x 10 6
=
1.03 x 10−3
= 38.834 x 10 9 N/m2
τ2
E2 =
L2

80.64 x 106
= −3
2 x 10
= 40.320 x 10 9 N/m2
τ3
E3 =
L3
119.04 x 106
= −3
2.43 x 10
= 49.6 x 10 9 N/m2
τ4
E4 =
L4
6
158.73 x 10
= −3
2.93 x 10
= 54.174 x 10 9 N/m2
τ5
E5 =
L5
6
198.41 x 10
=
3.37 x 10−3

47
= 58.875 x 10 9 N/m2
∑E
Ē=
n
E 1 + E 2 + E 3 + E4 + E 5
¿
5
9 9 9 9 9
38.834 x 10 + 40.36 x 10 + 49.6 x 10 +54.174 x 10 +58.875 x 10
=
5
241.803 x 109
=
5
= 48.36 x 10 9 N/m2
SD = √ ¿ ¿ ¿


= ¿¿¿
¿


= ( 90.74 x 10 ) + ( 64.6416 x 10 )+ ( 1.537 x 10 ) + ( 33.8 x 10 ) + ( 110.46 x 10 )
18 18 18 18 18


18
= 301.177 x 10
4
= √ 75.29 x 1018
= 8.67 x 10 9
SD
%error = x 100 %
Ē
9
8.67 x 10
= x 100 %
48.36 x 10 9
= 0,179 x 100 %
= 17.9%

No Beban (kg) Tegangan Regangan E


(N/m2) (N/m2)
1 0.5 40 x 10 6 1.03 x 10−3 38.834 x 10 9
2 1.0 80.64 x 10 6 2 x 10−3 40.320 x 10 9
3 1.5 119.04 x 10 6 2.43 x 10−3 49.6 x 10 9
4 2.0 158.73 x 10 6 2.93 x 10−3 54.174 x 10 9

48
5 2.5 198.41 x 10 6 3.37 x 10−3 58.875 x 10 9

Grafik :

Penambahan Beban 1
1.2
1
f(x) = 0.335999999999999 x + 0.202000000000002
0.8 R² = 0.968831525470273 penambahan beban
0.6 Linear (penambahan
dl

0.4 beban)
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Massa

2.Pengurangan Beban

No Beban (kg) Tegangan Regangan E


(N/m2) (N/m2)
1 2.5 203.25 x 10 6 3.4 x 10−3 59.779 x 10 9
2 2.0 159.23 x 10 6 3.13 x 10−3 50.872 x 10 9
3 1.5 120.96 x 10 6 2.51 x 10−3 48.191 x 10 9
4 1.0 83.33 x 10 6 2.13 x 10−3 39.122 x 10 9
5 0.5 41.32 x 10 6 1.63 x 10−3 25.349 x 10 9

SD = √ ¿ ¿ ¿


= ¿¿¿
¿


= ( 228.58 x 10 )+ ( 38.58 x 10 ) + ( 12.46 x 10 ) + ( 30.66 x 10 ) + ( 373.30 x 10 )
18 18 18 18 18


18
= 683.58 x 10
4
= √ 170.895 x 1018
= 13.07 x 10 9

49
SD
%error = x 100 %
Ē
13.07 x 109
= x 100 %
49.66 x 10 9
= 29.26%

Grafik :

Pengurangan Beban 1
1.2
1
f(x) = 0.272 x + 0.361000000000001
0.8 R² = 0.989514230686924 Pengurangan Beban
0.6 Linear (Pengurangan
dl

0.4 Beban)
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Massa

B.Senar Gitar 2
1.Penambahan Beban

No Beban (kg) Tegangan Regangan E


(N/m2) (N/m2)
1 0.5 40.65 x 10 6 1.06 x 10−3 38.349 x 10 9
2 1.0 83.33 x 10 6 1.55 x 10−3 53.761 x 10 9
3 1.5 123.96 x 10 6 1.93 x 10−3 64.227 x 10 9

50
4 2.0 169.49 x 10 6 2.26 x 10−3 74.995 x 10 9
5 2.5 210.08 x 10 6 2.6 x 10−3 80.8 x 10 9

SD = √ ¿ ¿ ¿


= ¿¿¿
¿


= ( 579.70 x 10 ) + ( 75.08 x 10 ) + ( 3.24 x 10 ) + ( 157.97 x 10 ) + ( 337.60 x 10 )
18 18 18 18 18


18
= 1153.59 x 10
4
= √ 228.3975 x 1018
= 16.98 x 10 9
SD
%error = x 100 %
Ē
16.98 x 109
= x 100 %
62.426 x 109
= 27.20%

Grafik :

Penambahan Beban 2
1
0.8
f(x) = 0.227 x + 0.224500000000001
0.6 R² = 0.993234387047032 Penambahan Beban 2
Linear (Penambahan
dl

0.4 Beban 2)
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Massa

2.Pengurangan Beban

51
No Beban (kg) Tegangan Regangan E
(N/m2) (N/m2)
1 2.5 210.08 x 10 6 2.68 x 10−3 78.38 x 10 9
2 2.0 169.49 x 10 6 2.38 x 10−3 71.21 x 10 9
3 1.5 127.11 x 10 6 2 x 10−3 63.55 x 10 9
4 1.0 84.03 x 10 6 1.67 x 10−3 50.31 x 10 9
5 0.5 42.01 x 10 6 1.13 x 10−3 37.17 x 10 9

SD = √ ¿ ¿ ¿


= ¿¿¿
¿


= ( 333.28 x 10 )+ ( 122.89 x 10 ) + ( 11.73 x 10 ) + ( 96.31 x 10 ) + ( 526.88 x 10 )
18 18 18 18 18


18
= 1019.09 x 10
4
= √ 272.7725 x 1018
= 16.52 x 10 9
SD
%error = x 100 %
Ē
9
16.52 x 10
= x 100 %
60.124 x 109
= 27.45%

Grafik :

52
Pengurangan Beban 2
0.9
0.8
f(x) = 0.229 x + 0.2485
0.7 R² = 0.989228853844412
0.6
0.5 Pengurangan Beban 2
0.4 Linear (Pengurangan
dl

0.3 Beban 2)
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Massa

G. PEMBAHASAN
Modulus young dapat diartikan rasio tegangan terhadap regangan dalam daerah
linier grafik. Elastisitas atau sifat elastis adalah sifat dimana benda kembalimke ukuran
dan bentuk awalnya ketika gaya-gaya yang mengubah bentuknya dihilangkan. Dalam
praktikum kali ini yang bertujuan untuk memahami sifat elastis bahan dan menentukan
modulus young dari logam dengan cara lenturan ini, dilakukan masing-masing dua kali
percobaan pada senar gitar I dan senar gitar II dengan penambahan dan pengurangan
beban.
Pada senar gitar I dengan panjang mula-mula (l ˳) = 0,3 m, dilakukan penambahan
beban 0,5-2,5 kg dengan nilai modulus young yang dirata-ratakan ¿) = 48,36 × 109N/m2
dan standar deviasinya adalah 8,67 ×10 7serta persen (%) error nya adalah 17,9 %.
Kemudian untuk hasil pengurangan dari beban 2,5 menjadi 0,5 kg didapatkan nilai rata-
rata modulus young ¿) = 44,66 × 109N/m2. Selain itu standar deviasinya (SD) = 13,07 109
dan mempunyai nilai persen error 29,26 %.
Begitupula dengan senar gitar II yang panjang awalnya sama dengan senar gitar I
yaitu 0,3 m. Pada penambahan beban didapatkan nilai rata-rata modulus young yaitu
26,428 ×109 N/m2, dengan nilai standar deviasi (SD) = 16,98×10 9dan mempunyai nilai %
error sebesar 27,20 %. Tidak jauh beda dengan penambahan beban, pada pengurangan
beban dari senar gitar II didapatkan nilai rata-rata dari modulus young yaitu

53
9 2
60,124 × 10 N/m . Selain itu didapatkan pula nilai standar deviasi (SD) dari pengurangan
beban pada senar gitar II adalah 16,51× 109dan dengan persen (%) errornya sebesar 27,
45 %.
Dalam melakukan praktikum ada beberapa hal yang mempengaruhi tidak
validnya data hasil praktikum. Hal tersebut disebabkan oleh faktor alat maupun bahan
terutama senar gitar yang kondisi keelastisannya berkurang atau berubah menjadi benda
yang bersifat plastik karena senar gitar digunakan terus menerus tanpa diganti dengan
senar baru. Faktor lainnya adalah kurangnya ketelitian praktikan dalam mengukur
diameter senar memggunakan mikrometer sekrup dan juga karena kurangnya ketelitian
praktikan dalam membaca perubahan panjang yang terjadi setiap penambahan beban dan
pengurangan beban.

H. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa modulus young berbanding lurus dengan
gaya dan panjang mula-mula senar, namun berbanding terbalik dengan luas dan
pertambahan panjang senar. Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini
adalah :
1. Sifat elastis suatu bahan dapat diketahui dengan pertambahan panjang sekaligus
bertambahnya beban.
2. Nilai rata-rat modulus young dari senar gitar I pada penambahan beban adalah
9 2
48,36 × 10 N/m , dan untuk pengurangan beban nilai rata-rata modulus young nya
dalah 44,66 × 109N/m2. Sedangkan pada senar gitar II nilai rata-rata modulus young
untuk penambahan beban adalah 62,426 ×10 9N/m 2, dan untuk pengurangan beban
adalah 60,124 × 109N/m2.

I. SARAN
1. Praktikan harus mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan praktikum, agar
praktikum berjalan lancar sehingga pada saat praktikum berlangsung , praktikan tidak
mengalami kebingungan.

54
2. Dalam mengukur atau menghitung data , praktikan harus lebih teliti agar tidak
didapat nilai persen (%) error yang melebihi nilai maksimal.

55
ACARA III

VISKOSITAS ZAT CAIR

ACARA III

VISKOSITAS ZAT CAIR

ABSTRAK

Laporan ini membahas tentang viskositas zat cair, yang bertujuan untuk menentukan
koefisien viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum stokes. Zat cair yang digunakn
adalah minyak dan oli, dan zat padat yang digunakan adalah bola pejal. Percobaan dilakukan
dengan menghitung massa jenis bolapejal dan menghitung masa jenis fluida. Setelah dilakukan
percobaan didapatkan viskositas atau kekentalan minyak goreng sebesar (-1,526 ± 24,699)
poisedan viskositas atau kekentalan oli sebesar (0,338 ± 52,762) poise. Semakin besar viskositas
suatu fluida maka semakin sulit benda mengalir dan semakin sulit benda bergerak didalam fluida
tersebut.

56
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan : Menentukan koefisien viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum
stokes.
2. Waktu : Sabtu, 31 Mei 2014
3. Tempat : Laboratorium Fisika Dasar, Lantai II, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


 Alat-alat praktikum
1. Tabung gelas
2. Bola pejal
3. Jangka sorong
4. Stopwatch
5. Timbangan analitik
6. Gelas ukur
7. Penjepit
8. Penaring
9. Pipet tetes

 Bahan-bahan praktikum
1. Minyak goreng
2. Oli
3. Tisue

C. LANDASAN TEORI

Viskositassuatu fluida adalah sifat yang menentukan besar dan kecilnya tahan dalam fluida
terhadap gesekan fluida yang memepunyai viskositas rendah. Flida atau zat cair dibedakan dari
benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida zat cair lebih mudah mengalir karena

57
ikata molekul dalam fluida lebih kecil dari ikatan molekul dalam zat padat, akibatnya fluida
mempunyai hambatan yang relatif kecil pada perubahan bentuk karen gesekan. Kekuatan fluida
yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantitatifdengan koefisien kekentalan, yang didefinisakan
dengan cara sebagai berikut: fluida diletakkan diantara dua lempeng datar. Salah satu lempeng
diam dan yang lain dibuat bergerak. Fluida yang secara langsung bersinggungan dengan masing-
masing lempengan ditarik pada permukaannya oleh gayarekat dintara molekul-molekulcairan
dengan kedua lempeng tersebut, dengan demikian permukaan fluida sebelah atas bergerak
dengan laju yang seperti atas, sedangkan fluida yang bersinggungan dengan lempengan diam
(Martoharsono,2006).

Sifat dasar fluida cairan dan gas disebut fluid, sebab zat cair tersebut dapat mengalir. Untuk
mengerti aliran fluida maka harus mengetahuibeberapa sifat dasar fluida. Adapun sifat-sifat dasar
fluida yaitu : kerapatan (density), karet jenis ( spesifik gravity), tekanan (prresure), kekentalan
(viscosity). Kekentalan (viscosity) didefinisakan sebagai gesekan internal atau gesekan fluida
terhadap wadah dimana fluida itu mengalir. Ini ada dalam cairan atau gas, dan pada dasarnya
adalah gesekan antar lapisan fluida yang berdekata ketika bergerak melintasi satu sama lain atau
gesekan antara fluida dengan wadah tempat ia mengalir. Dalam cairan, kekentalan disebabkan
oleh gaya kohesif antara molekul-molekunya. Sedangkan gas, berasal dari tumbukan molekul-
molekul tersebut (Sorofo, 2009)

Dari eksperimen orang mendapatkan bahwa untuk zat cair kental dengan tegangan geser
berbanding lurus dengan laju perubahan tegangan geser. Jadi dapat dituliskan bahwa, tegangan
geser :

F V f V
α atau =n
A L λ L

akibatnya kita peroleh hubungan

A .V
F=n
L

dengan n adalah konstanta pembanding yang di sebut koefisien viskositas atau koefisien
kekentalan. Seseorang beranama George Stoke pada tahun 1845 menunjukkan bahwa gaya

58
hambatan F yang dialami oleh benda bentuk bola yang bergerak relatif terhadap fluida diberikan
hubungan

F = Gл . n . rv

Dengan n koefisien viskositas, r jari-jari bola, dan v kecepatan relatif benda terhadap fluida.
Persamaan tersebut disebut hukum stokes (Sustrisno, 1997).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Ditentukan massa jenis bola besi yang digunakan dengan menimbang pada neraca
dan mengukur diameternya sesuai petunjuk asisten. Diukur juga massa jenis fluida
(zat cair) menggunakan aerometer atau menggunakan prinsip penentuan massa jenis
bola besi.
2. Dijatuhkan bola ke dalam tabung yang berisi zat cair yang akan diselidiki setelah
mencapai kecepatan teminal(stationer). Dicatat waktu tempuh dari jarak yang
ditentukan oleh asisten yang bersangkutan.
3. Diulangi langkah-langkah tersebut beberapa kali menurut petunjuk asisten dan
dengan menggunakan persamaan viskositas sebelumnya, ditentukan viskositas zat
cair.
4. Dilakukan kembali prosedur (1 sampai 3) di atas untuk zat cair yang bereda.

E. HASIL PENGAMATAN

1. Penentuan Diameter Bola

Bola 1 = bola 2

Pengukuran Diameter (m)

1 25,6 × 10-3

25,7 × 10-3
2

59
25,65 × 10-3
3

2. Penentuan Diameter Tabung Gelas

a. Minyak Goreng

Pengukuran Diameter (m)

1 90 × 10-3

91,45 × 10-3
2

91,50 × 10-3
3

b. Oli

Pengukuran Diameter (m)

1 90 × 10-3

91,15 × 10-3
2

91,20 × 10-3
3

3. Penentuan massa jenis Bola dan zat cair

No Variabel Pengamatan Massa (kg) Volume ( m3 )

1 Bola 5,67 × 10-3 8,829 × 10-6


- Bola 1 5,67 × 10-3 8,829 × 10-6
- Bola 2

60
2 Zat cair ( fluida) 3,37 × 10-3 2 × 10-6
- Minyak goreng 0,95 × 10-3 2 × 10-6
- Oli

4. Penentuan Kecepatan Terminal (Vr)

No Variabel Pengamatan Jarak tempuh (m) Waktu ( s )

1 Bola 1 pada h1 = 0,239 T1 = 0,96


Minyak goreng T2 = 1,14
T3 = 1,03
2 Bola 2 pada Oli h2 = 0,238 T1 = 1,39
T2 = 1,55
T3 = 1,37

F. ANALISI DATA

Bola I = Bola II

Massa bola = 5,67 x 10-3 kg

 d1 = 25,6 x 10-3
d1
r1 =
2
25,6 ×10 −3
=
2
= 12,80 x 10-3 m
 d2 = 25,7 x10-3
d2
r2 =
2
25,7 ×10−3
=
2

61
= 12,85 × 10-3 m
 d3 = 25,65×10-3
d3
r2 =
2
−3
25,65× 10
=
2
= 12,825×10-3 m

No. ri (m)
1. 12,80×10-3
2. 12,85×10-3
3. 12,825×10-3
∑ri 38,475×10-3
∑ ri
r=
n

−3
38,475× 10
=
3

= 12,825×10-3 m

4 2
o volume bola = πr
3
4
= ×(3,14) (12,825×10-3)3
3
= 8,829×10-6 m2
Volume bola I = Volume bola II
a. Minyak
Misal :
Massa gelas kosong = a
Massa gelas kosong + 2 ml minyak = b
Berat/massa minyak = b – a
= 48,83×10-3 – 45,46×10-3
= 3,37×10-3 kg
Volume minyak = 2×10-6 m3
62
berat minyak
ρ. minyak =
volume minyak
−3
3,37 ×10
= −6
2× 10

= 1685 kg/m3

 Jari-jari tabung besar minyak


o d1 = 90×10-3 m
d1
r1 =
2

−3
90 ×10
=
2

= 45×10-3 m

o d2 = 91,45 ×10-3 m
d2
r2 =
2

91,45 ×10−3
=
2

= 45,725×10-3 m

o d3 = 90,50×10-3 m
d3
r3 =
2

−3
90,50 ×10
=
2

= 45,25×10-3 m

No. Ri (m)

1. 45×10-3

63
2. 45,725×10-3
3. 45,25×10-3
∑ri 135,975×10-3

∑ ri
r=
n

−3
135,975× 10
=
3

= 45,325×10-3 m

 waktu tempuh bola

No Ti (s)
.
1. 0,96
2. 1,14
3. 1,03
∑ti 3,13

∑ti
t=
n

3,13
=
3

= 1, 043 detik

 K =1+0,24 ( r bola
r tabung minyak )
= 1+0,24 ( 12,825× 10−3
45,325 ×10−3 )
64
= 1+ 0,24 (0,282)
= 1,06768

massa bola
 ρ. bola =
volume bola
5,67 ×10−3
=
8,829× 10−6
= 0,642×103
= 642 kg/m3

2r 2 × g × t (ρ b−ρm )
 Ƞ1 =
9 ×h 1 × K

2 ( 12,825 ×10−3 ) ❑2× 9,8 ×1,043 ×(642−1685)


=
9 × ( 23,9 ×10−2 ) × 1,06768
2 ( 1,644 × 10−4 ) ❑
❑× 10,2214 ×(−1043)
= −2
229,657 ×10
3,288× 10−4 × (−10660,920 )
=
229,657 ×10−2
−3,505310
=
−2,29657
= -1,526 poise

2
∆ Ƞ 2 r × g ×( ρb−ρ m )
 A = =
∆t 9 ×h1 × K

2 ( 12,825 ×10−3 ) ❑2× 9,8 ×(642−1685)


=
9 × ( 23,9 ×10−2 ) × 1,06768
−4
3,288× 10 × (−10221,4 )
= −2
229,657 ×10
−3,29946
=
−2,29657
= -1,436 poise

65
2
∆ Ƞ −2 r × g ×t ×(ρ b−ρm )
 B = =
∆t 9× h1 ❑2❑ × K

−2 ( 12,825× 10−3 ) ❑2× 9,8 ×1,043 ×(642−1685)


=
9× ( 23,9 ×10−2) ❑2❑ ×1,06768
−2(1,644 ×10¿ ¿−4) × ( 10221,4 ) ×(−1043)
= ¿
9 × 0,057 ×1,06768
3,505310
=
0,547719
= 6,399 poise

2
∆ Ƞ 4 r × g ×t ×( ρb −ρm )
 C = =
∆t 9 × h1 × K

4 ( 12,825 ×10 ) ❑× 9,8 ×1,043 ×(642−1685)


−3 2
=
9 × ( 23,9× 10 ) ×1,06768
−2

−3
51,3× 10 × ( 10,2214 ) ×(−1043)
= −2
229,657 × 10
−54,6905
=
−2,29657
= -23,813 poise

 ΔȠ = √ A 2 +B 2 +C 2
= √(−1,436)2 +(6,399)2 +(−23,813)2
= √ ( 2,062 )+ ( 40,947 ) +(567,058)
= √ 610,067
= 24,699 poise

 Ƞ = Ƞ1 ± ΔȠ
= (-1,526 ± 24,699) poise

b. Oli
Misal :

66
Massa gelas kosong = a
Massa gelas kosong + 2 ml oli = b
Berat/massa minyak = b – a
= 46,41×10-3 – 45,46×10-3
= 0,95×10-3 kg
Volume oli = 2×10-6 m3

berat oli
ρ. oli =
volume oli
−3
0,95× 10
=
2× 10−6

= 475 kg/m3

 Jari-jari tabung besar oli


o d1 = 90×10-3 m
d1
r1 =
2

−3
90 ×10
=
2

= 45×10-3 m

o d2 = 91,45 ×10-3 m
d2
r2 =
2

91,15 ×10−3
=
2

= 45,575×10-3 m

o d3 = 90,50×10-3 m
d3
r3 =
2

67
−3
90,20 ×10
=
2

= 45,1×10-3 m

No. Ri (m)

1. 45×10-3
2. 45,575×10-3
3. 45,1×10-3
∑ri 135,675×10-3

∑ ri
r=
n

−3
135,675× 10
=
3

= 45,225×10-3 m

 waktu tempuh bola

No Ti (s)
.
1. 1,39
2. 1,55
3. 1,37
∑ti 4,31

∑ti
t=
n

4,31
=
3

= 1, 437 detik

68
 K =1+0,24 ( r bola
r tabung minyak )
= 1+0,24 ( 12,825× 10−3
45,225 ×10−3 )
= 1+ 0,24 (0,283)
= 1,06792

massa bola
 ρ. bola =
volume bola
−3
5,67 ×10
=
8,829× 10−6
= 0,642×103
= 642 kg/m3

2
2r × g × t (ρ b−ρo )
 Ƞ1 =
9 ×h 1 × K

2 ( 12,825 ×10 ) ❑× 9,8 ×1,437 ×(642−475)


−3 2
=
9 × ( 23,8× 10 ) ×1,06792
−2

2 ( 1,644 × 10−4 ) ❑
❑× 14,0826× 167
= −2
228,748 ×10
0,77326
=
2,28748
= 0,338 poise

2
∆ Ƞ 2 r × g ×( ρb−ρ o)
 A = =
∆t 9 ×h 1 × K

2 ( 12,825 ×10−3 ) ❑2× 9,8 ×(642−475)


=
9 × ( 23,8× 10−2 ) ×1,06792
2(1,644 ×10¿¿−4) ×1636,6
= ¿
228,748× 10−2

69
0,538114
=
2,28748
= 0,235 poise

2
∆ Ƞ −2 r × g ×t ×(ρ b−ρo )
 B = =
∆t 9× h1 ❑2❑ × K

−2 ( 12,825× 10−3 ) ❑2× 9,8 ×1,437 ×(642−475)


=
9 × ( 23,8 × 10−2 ) ❑2❑ ×1,06792
−2(1,644 ×10¿ ¿−4) × ( 14,0826 ) ×167
= ¿
9 ×0,056 ×1,06792
−0,773269
=
0,53823
= -1,463 poise

2
∆ Ƞ 4 r × g ×t ×(ρb −ρo )
 C = =
∆t 9 × h1 × K

4 ( 12,825 ×10 ) ❑× 9,8 ×1,437 ×(642−475)


−3 2
=
9 × ( 23,8 ×10 ) × 1,06792
−2

−3
51,3× 10 ×2351,7942
=
228,748× 10−2
120,647
=
2,28748
= 52,742 poise

 ΔȠ = √ A 2 +B 2 +C 2
= √ (0,235)2 +(−1,463)2 +(52,742)2
= √ ( 0,055 ) + ( 2,062 ) +(2781,718)
= √ 2783,835
= 52,762 poise

 Ƞ = Ƞ1 ± ΔȠ
= (0,338 ± 52,762) poise

70
G. PEMBAHASAN

Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan
yang berbeda. Viskositas atau kekentalan sebenarnya merupakan gaya gesekan antara molekul-
molekul yang menyusun suatu fluida. Jadi, molekul-molekul yang membentuk suatu fluida
saling gesek menggesek ketika fluida-fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas
disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan
dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara molekul. Teori ini sesuai dengan
tujuan praktikum kali ini yaitu untuk menentukan koefisien viskositas atau kekentalan suatu zat
cair dalam hal ini adalah minyak goreng dan oli dalam hukum stokes.

Setelah melakukan percobaan dan menghitung analisis data, didapatkan bahwa koefisien
viskositas oli lebih besar, yaitu (0,338 ± 52,762) poise dan (-1,526 ± 24,699) poise. Hal ini
menunjukkan bahwa oli memiliki kekentalan zat yang lebih besar dibandingkan dengan minyak
goreng. Hal ini juga dibuktikan pada saat menjatuhkan bola. Rata-rata waktu yang dibutuhkan
bola sampai ke jarak yang telah ditentukan lebih besar ketika dicelupkan ke dalam oli daripada
saat dicelupkan ke dalam tabung yang berisi minyak goreng, yaitu 1,437 sekon berbanding 1,043
sekon. Hal ini disebabkan karena bola mendapatkan gaya gesek yang lebih besar pada saat
dicelupkan ke dalam oli, sehingga bola bergerak lebih lambat sesuai dengan hokum stokes.

Nilai kekentalan yang lebih besar daripada oli diasumsikan karena gaya kohesi antara oli
lebih besar dan kuat dibandingkan dengan minyak goreng, sehingga gaya kohesi antara lapisan
air atas dan bawah oli lebih solid dibandingakan pada minyak goreng. Tingkat kekentalan suatu
fluida juga bergantung pada suhu, semakin tinggi suhu zat cair semakin kurang kental zat cair
tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi suhu suatu zat gas, semakin kental zat gas tersebut. Selain
itu, tingkat ketelitian dalam praktikum dan keakuratan pada perhitungan analisis data juga
mempengaruhi koefisien viskositas yang kita dapatkan.

H. KESIMPULAN

71
Berdasarkan tujuan, hasil pengamatan dan analisis data pada praktikum kali ini, dapat
disimpulkan bahwa oli memiliki tingkat kekentalan zat yang lebih besar daripada minyak
goreng, yaitu dengan koefisisen viskositas (0,338 ± 52,762) poise berbanding (-1,526 ± 24,699)
poise.

I. SARAN

Untuk mendapatkan keakuratan nilai viskositas dapat dilakukan dengan meningkatkan


kedisiplinan dan ketelitian, baik dalam percobaan, pengukuran maupun perhitungan. Serta
dibutuhkan kerja sama yang baik antar anggota kelompok.

72
ACARA IV

PEMUAIAN ZAT PANJANG

ACARA IV

PEMUAIAN ZAT PADAT

ABSTRAK

Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu
atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Praktikum terhadap pemuaian zat
padat ini dilakukan agar praktikan memahami dengan bertambahnya suhu akan terjadi pemuaian
pada suatu benda, juga mampu menetukan besarnya pemuaian (pertambahan panjang) benda
tersebut. Selain itu, praktikan juga mengetahui adanya perbedaan besarnya pemuaian zat padat
yang belainan jenisnya, yaitu antara besi dengan tembaga. Menurut literature, koefisien muai

73
panjang tembaga adalah 0, 000017°/C dan besi adalah 0,000012°/C. sedangkan koefisien muai
panjang kedua logam yang didapatkan dalam percobaan untuk tembaga adalah 0,000058°/C dan
untuk besi adalah 0,000042°/C. hal ini menunjukkan bahwa koefisien muai panjang pada
percobaan berbeda dengan koefisien muai panjang pada literature yang ada.

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
 Memahami adanya pemuaian pada zat padat apabila tempratur di naikkan.
 Menentukan besarnya pemuaian pada zat padat yang berlaainan jenisnya dengan
ukuran sama jika tempratur dinaikkan.
2. Hari / tanggal : Sabtu, 10 Mei 2014.
3. Waktu : 16.00 – 18.00 WITA.
4. Tempat : Laboratorium Fisika, Lantai II, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
 Statif
 Thermocouple
 Klep
 Penjepit Logam
 Ketel Uap
 Karet penyambung
 Obeng
 Tang
 Skala penunjuk perubahan panjang

2. Bahan
 Tembaga

74
 Besi
 Air
 Tisu

C. LANDASAN TEORI
Pemuain disebabkan oleh adanya pergeseran partikel zat akibat pemanasan. Partikel-
partikel zat selalu bergetar selama memiliki energy panas. Getaran yang dialami setip partikel
dalam benda bergantung pada suhu benda tersebut. Sebaliknya, semakin rendah suhu benda,
semakin lemah getaran pertikelnya. Pada suhu yang sangat rendah yaitu nol Kelvin partikel tidak
mengalami getaran. Timbulnya getaran pada setiap partikel dapat menjelaskan mengapa zat yang
dipanaskan mengalami pemuaian ( Djoko dkk, 2006 : 86 ).
Pemuain zat berlangsung ke segala arah sehingga panjang, luas dan ukuran volume zat
akan bertambah. Utuk zat padat yang bentuknya memanjang dan diameter kecil, misalnya kawat,
pertambahan luas dan volume akibat pemuaian dapat diabaikan. Dengan demikian, hanya
pertambahan ukuran panjang yang kita perhatikan. Emuaian yang hanya berpengaruh secara
nyata pada pertambahan panjang zat disebut muai panjang ( Mikrajuddin, 2004 : 90 ).
Pertambahan panjang batang tiap satuan panjang setiap kenaikan satu satuan suhu
disebut koefisien muai panjang (α ) yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Budi
ΔL
Purwanto, 2004 : 34 ) : α =
Lo . ∆T

Pemuain panjang suatu benda dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu panjang awal
benda, koefisien muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu benda
sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan (Anonim, 2012).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam percobaan.
2. Diabil sebatang logam yaitu tembaga dan diletakkan pada alat penjepit ogam yang
dilengkapi dengan skala penunjuk.
3. Diatur skala sehingga menunjukkan angka nol.
4. Disambungkan tembaga dengan Thermocouple dengan bantuan statif dan klep.

75
5. Diletakkan ketel uap diatas kompor pemanas, diisikan air dan dismbungkan pada
tembaga dengan bantuan karet penyambung.
6. Sebelum dilakukan pemanasan, dicatat terlebih dahulu suhu awal dan panjang mula-mula
tembaga.
7. Dilakukan pemanasan dan dicatat perubahan yang terjadi yaitu pertambahan panjang dan
kenaikan suhu tembaga.
8. Dilakukan pengulangan langkah 1 sampai 7 untuk mengamati perubahan yang terjdi pada
pola besi.

E. HASIL PENGAMATAN

No Jenis Logam Lo L1 To T1
1 Tembaga 600 mm 600,7 mm 28°C 48°C
2 Besi 600 mm 600,5 mm 29°C 49°C

F. ANALISIS DATA
Diketahui rumus umum pemuaian : ∆L = α × Lo ×∆ T
1. Tembaga
Dik : Lo = 600 mm
L1 = 600,7 mm
To = 28°C
T1 = 29°C
Dit : a. ∆L = ?

b. ∆ T = ?

c. α =?

jawab :

a. ∆ L=L1−Lo
= 600,7 mm – 600 mm
= 0,7 mm

76
b. ∆ T =T 1−¿
= 48 ℃−28 ℃
= 20 ℃

∆L
c. α =¿
Lo−∆T

0.7 mm
=
600 mm× 20 ℃

0.7 mm
=
12000 mm℃

= 0.000058/℃

2. Besi
Dik : Lo=600 mm
L 1=600.5 mm
¿=29 ℃
T 1=49 ℃
Dit : a. ∆ L=?
b. ∆ L=?
c. α =?
Jawab
a. ∆ L=L1−Lo
¿ 600.5 mm−600 mm
¿ 0.5 mm
b. ∆ T =T 1−¿
¿ 49 ℃−29 ℃
= 20 ℃
∆L
c. α =
Lo ×∆ T
0.5 mm
=
600 mm× 20 ℃

77
0.5 mm
=
12000 mm℃
= 0.000042/℃

No. Jenis Lo L1 ∆L To T1 ∆T α
Logam (mm) (mm) (mm) (℃ ¿ (℃) (℃) (¿ ℃)
1. Tembaga 600 600.7 0.7 28 48 20 0.000058
2. Besi 600 600.5 0.5 29 49 20 0.000042

G. PEMBAHASAN
Pemuaian adalah berambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau
bertambahnya ukuran suatu benda kakrena menerima kalor. Pemuaian panjang adalah
bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang nilai
lebar dan tebal sangat kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut, sehingga lebar
dan tebal dianggap tidak ada. sesuai dengan teori diats, maka percobaan kali ini bertujuan untuk
mengukur besarnya pemuain panjang pada tembaga dan besi, serta untuk mengetahui adanya
perbedaan besar muai panjang antar kedua logam tersebut. Koefisien muai panjang suatu benda
adalah perbandingan antara pertambahan panjang terhadap panjang awal benda per satuan
kenaikan suhu. Perhitungan koefisien muai panjang didapat dari rumus umum untuk muai
∆L
panjang yaitu α = . Koefisien muai panjang tembaga dan besi menurut literature yang
Lo ×∆ T
ada adalah masing-masing 0, 000017/°C dan 0, 000012/°C. Sedangkan pada percobaan yang
kami lakukan, koefisien muai panjang tembaga yang kami dapatkan adalah 0,000058/°C dan
untuk besi adalah 0,000042/°C. hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan koefisien muai
panjang pada literature yang ada dengan koefisien muai panjang menurut percobaan. Perbedaan
ini mungkin dikarenakan suhu awal atau suhu ruang serta panjang awal logam sebelum
pemanasan pada percobaan berbeda dengan yang ada pada literature. Dari percobaan maupun
literature kita dapat mengetahui bahwa pertambahan panjang tembaga lebih besar dari besi. Hal
itu dikarenakan tembaga memiliki titik lebur yang lebih rendah dibandingkan dengan pipa
logam besi.

78
H. PENUTUP
1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan, hasil pengamatan dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Apabila zat padat dipanaskan maka akan mengalami pemuaian. Logam dapat memuai
karena adanya perubahan suhu yang tinggi. Bertambahnya ukuran panjang suatu
benda karena menerima kalor.
b. Koefisien muai panjang tembaga lebih besar daripada muai panjang besi yaitu
0,000058/°C untuk tembaga dan 0,000042/°C hal ini dikarenakan tembaga memiliki
titik lebur yang lebih rendah dibandingkan dengan pipa logam besi.

2. Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan hendaknya data yang diambil dalam pengukuran
haruslah diambil secara sempurna. Selain itu sebelum melakukan praktikum, praktikan
seharusnya sudah menguasai materi yang akan di praktikumkan, sehingga memudahkan
untuk pemahamannya. Bimbingan dari asisten juga sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2012. Http://Noviaanjani1593.wordpress.com/2012/06/07/laporan-praktikum-


fisika-ayunan-sederhana. Diunduh pada tanggal 11 Mei 2014.

Arisworo, Djoko. 2006. Fisika Dasar. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

79
Bueche, Frederick. 2006. Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

Djoko, dkk. 2006. Ilmu Pengetahun Alam (Fisika, Biolgi, Kimia). Bandung: Grafindo Media
Pratama.

Hikam, Muhammad. 2005. Eksperimen Fisika Dasar . Jakarta: Prenada Media.

Ishaq, Mohammad. 2007. Fisika Dasar. Jakarta : Erlangga.

Lutfy, Stokes. 2007.Fisika Dasar I. Jakarta: Erlangga.

Martoharsono. 2006. Biokimia I. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Mikrajuddin. 2004. IPA Fisika Jilid 1 untuk Kelas VII SMP dan MTS. Jakarta: Elangga.

Purwanto, Budi. 2004. Fisika Dasar Teori dan Implementasinya. Solo: Tiga Serangkai.

Saripudin, Aip dkk. 2009. Praktis Belajar Fisika 1. Jakarta: Visindo.

Sutrisno.1997. Fisika Dasar. Bandun: ITB.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan.2007.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan .Jakarta:PT


IMTIMA.
Tripler, Jhon. 1998. Fisika dan Sains Teknik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

80
LAMPIRAN

81

Anda mungkin juga menyukai