Anda di halaman 1dari 6

PRINSIP DASAR AKUNTANSI PERPAJAKAN

Disusun Kelompok 3 :

1. Mariana Esi
2. Vonisia jelina
3. Rose Vererial Gesela Rezi

POLITEKNIK eLBAJO COMMODUS


TAHUN AJARAN 2021 / 2022
SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI
DI INDONESIA
Sejarah akuntansi di Indonesia dinyatakan muncul pertama kali di abad 1642, yang mana
di kala itu, masyarakat tradisional sudah mengenal pencatatan keuangan termasuk kalkulasi
laba rugi. Kemampuan ini dibawa oleh pedagang-pedagang dari luar negeri yang memang
menjajakan barang dagangannya di Indonesia. Negara  yang dianggap pertama kali
mengenalkan konsep akuntasi di Indonesia adalah Belanda, Portugis dan Spanyol. Menurut
kabarnya negara-negara ini mendapatkan pengetahuan tersebut dari Romawi di abad
sebelumnya.Namun teori ini masih dilaksanakan secara parsial saja. Bahkan dianggap teori
akuntansi yang dipakai tidak terlalu utuh dan jelas. Baru pada tahun 1870 akuntansi mulai
dijalankan dengan lebih serius pasca dihapuskannya PP Tanam Paksa.

Bahkan pada tahun 1952, perguruan tinggi mulai mengajarkannya kepada mahasiswa.
Yang mana di kala itu masih satu universitas yang mengampu yaitu Universitas Indonesia.
Pada tanggal 17 Oktober 1957 Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI resmi didirikan di aula
Universitas Indonesia untuk mewadahi dan membimbing perkembangan akuntansi serta
mempertinggi mutu pendidikan akuntan.

TEORI AKUNTANSI SEJARAH PERKEMBANGAN PERPAJAKAN

DI INDONESIA

PRINSIP DASAR AKUNTANSI PAJAK


Prinsip-prinsip dasar akuntansi dapat digunakan bagi akuntansi pajak, hanya memang
terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan keuangan fiskal yang berbeda, tetapi harus
diselenggarakan dengan cara/sistem yang lazim dipakai di Ind yaitu Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), kecuali perundangundangan perpajakan menentukan lain.
4. HUBUNGAN AKUNTANSI PAJAK DENGAN AKUNTANSI KOMERSIAL

Akuntansi Komersial Akuntansi Pajak


Digunakan untuk menyusun SPT
Menyediakan informasi yang menyangkut :
Syarat SPT :
a. Posisi keuangan  Pembukuan/pencatatan –
b. Kinerja  Lampiran LK : BS,IS/Cash Flow

c. Perubahan posisi keuangan Disusun


berdasarkan SAK Laporan Keuangan : BS,
IS, Cash Flow dll

Akuntansi komersial menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode
tertentu. Dari informasi tersebut, manajemen atau pihak lain yang berkepentingan dapat
mengambil suatu penilaian dan keputusan apa yang akan diambil terkait mengenai kondisi
dan kinerja perusahaan. Akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi komersial. Dengan
adanya akuntansi pajak, wajib pajak dapat dengan mudah menyusun Surat Pemberitahuan
pajak. Secara umum, akuntansi komersial disusun dan disajikan berdasarkan Standar yang
berlaku, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, untuk kepentingan perpajakan,
akuntansi komersial harus disesuaikan dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

HUBUNGAN ISTIMEWA

Pasal 18 ayat (3) UU PPh memberikan wewenang kepada Dirjen Pajak untuk menguji
penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) terhadap transaksi
antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Pasal 18 ayat (4) UU PPh beserta
penjelasannya berbicara mengenai pengertian ‘hubungan istimewa’ dapat terjadi
karena kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan melalui manajemen atau
penggunaan teknologi walaupun tidak ada hubungan kepemilikan, dan hubungan
keluarga sedarah atau semenda.

Pasal 4 PMK-22/2020 menegaskan lebih lanjut bahwa ‘hubungan istimewa’ dianggap ada
apabila terdapat salah satu dari ketiga kondisi yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU
PPh yang mengakibatkan adanya kondisi ketergantungan atau keterikatan satu pihak
dengan pihak lainnya. Kondisi ketergantungan atau keterikatan tersebut dapat dilihat dari
adanya salah satu pihak mengendalikan pihak lain atau salah satu pihak tidak dapat berdiri
bebas dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

PENILAIAN KEWAJRAN

Pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan


meliputi:
1.      Kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan untuk memberi keputusan tentang
besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk
keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu
yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity
ratio). Bila perbandingan antara utang sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, maka
pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk
penghitungan Penghasilan Kena Pajak, undang-undang Pajak Penghasilan menentukan
adanya modal terselubung.
Istilah modal menunjuk pada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar akuntansi,
sedangkan yang dimaksud dengan "kewajaran atau kelaziman usaha” adalah adat kebiasaan
atau praktik menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.
2.      Kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib
Pajak dalam negeri atas penyertaan modalnya pada badan usaha di luar negeri selain badan
usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan:

a. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50%
(lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
b. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan
modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.

Hal tersebut mempertimbangkan dengan semakin berkembangnya ekonomi dan


perdagangan internasional sejalan dengan era globalisasi, dapat terjadi bahwa Wajib Pajak
dalam negeri menanamkan modalnya di luar negeri.'Untuk mengurangi kemungkinan
penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal di luar negeri selain pada badan usaha
yang menjual sahamnya di bursa efek, Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan saat
diperolehnya dividen. Sebagai contoh PT A dan PT B masing-masing memiliki saham
sebesar 40% dan 20% pada X Ltd., yang bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd.,
tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dalam tahun 2009 X Ltd., memperoleh laba
setelah pajak sejumlah Rp 1.000.000.000,00.
3.      Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan
menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai
modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa. Tujuan pengaturan ini yaitu untuk mencegah terjadinya penghindaran
pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan
istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun
pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.
4.      Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan
bekerja sama dengan Pihak Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi
antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode
tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu
tersebut berakhir.

Pengertian kesepakatan harga transfer {advancepricing agreement) yang dikenal


dengan APA yaitu kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai
harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa (related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA yaitu untuk mengurangi
terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional.
Persetujuan antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak dapat mencakup beberapa hal,
antara lain, harga jual produk yang dihasilkan, dan jumlah royalti, tergantung pada
kesepakatan. Keuntungan dari
APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, Fiskus tidak
perlu melakukan koreksi dengan harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak
kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan
kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu
kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dan otoritas perpajakan negara lain yang
menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya.
5.      Pencegahan penghindaran paj ak yang dilakukan oleh Wajib Paj ak saat melakukan
pembelian saham atau penyertaan pada suatu perusahaan Wajib Pajak dalam negeri melalui
perusahaan luar negeri yang didirikan khusus untuk tujuan tersebut. Dengan demikian bila
Wajib Pajak melakukan pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan
yang dibentuk untuk maksud tertentu I special purpose company dapat ditetapkan sebagai
pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang
bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan
terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
6.      Bila terjadi penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit atau special
purpose company) yang didirikannya atau berkedudukan di tax heaven country yang
mempunyai hubungan istimewa dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham
badan di Indonesia atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Sebagai contoh X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A, sebuah negara
bebas pajak (Tax Haven Country), memiliki 100% saham PT X yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, X Ltd. ini adalah suatu perusahaan antara (conduit company) yang
didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh Y Co, sebuah perusahaan negara B, dengan tujuan
sebagai perusahaan antara dalam kepemilikannya atas seluruh saham PT X. Tetapi bila Y
Co., menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd. Kepada PT Z yang merupakan Wajib
Pajak dalam negeri, secara legal formal,transaksi di atas merupakan pengalihan saham
perusahaan luar negeri oleh Wajib Pajak luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi ini
merupakan pengalihan kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh Wajib
Pajak luar negeri, sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak Penghasilan.
Penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dari
pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan
atau tidak berkedudukan di Indonesia hal tersebut terjadi bila pemberi kerja mengalihkan
seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi ke bentuk biaya atau
pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai