Anda di halaman 1dari 1

Memikir Ulang Kurikulum Pesantren Salaf (5)

Demikian juga dalam hal tafsir agama terhadap perilaku ekonomi.


Dalam kitab klasik, yang wajib dibayar zakatnya hanya hasil-hasil
pertanian tertentu saja karena basis ekonomi masyarakat saat itu
memang pertanian. Saat ini, ketika basis ekonomi sudah beralih ke
sektor industri atau jasa sementara sektor pertanian kontribusinya
sudah sangat berkurang maka perlu ada tafsir baru tentang
pembayaran zakat. Jika yang digunakan referensi adalah kitab klasik
untuk menentukan pembayaran zakat, maka profesi-profesi saat ini
dengan gaji besar tidak ada kewajiban membayar zakat, sedangkan
sektor pertanian yang kini merupakan profesi marginal, diwajibkan
membayar zakat. Ini tentu sebuah ketidakadilan. Jika Imam Syafii
semasa hidupnya saja memiliki kaul jadid dan kaul kadim karena ia
melihat adanya perubahan kondisi sosial, tentu menjadi sangat relevan
untuk memperbaharui kurikulum di pesantren karena pesantren juga
harus melayani masyarakat, maka pesantren harus benar-benar
memahami masyarakat, bukan hanya saat ini saja, tetapi
mengantisipasi perubahan masyarakat di masa mendatang dan
menyiapkan para santri sebagai pemandu masyarakat dalam bidang
keagamaan dalam perubahan tersebut. Di sini, Rabithal Ma’ahid
Islamiyah (RMI) lah yang paling pas mendampingi. Banyak pula para
intelektual NU yang sudah mengglobal dan mengetahui berbagai
praktik pengajaran Islam di berbagai negara Muslim. Kita dapat
mengambil praktik-praktik terbaik dari berbagai negara untuk
diaplikasikan di pesantren. Kita berharap pesantren bukan hanya
mampu bertahan dalam kehidupan, tetapi mampu mewarnai
peradaban Muslim di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai