Anda di halaman 1dari 2

Sejarah dan Asal Muasal Shalawat Nabi

Senin 27 Mei 2019 15:00 WIB

Membaca shalawat adalah salah satu amalan dan penghargaan kita kepada Rasulullah SAW.
Sebagai umat Rasul SAW tentu kita tak asing lagi dengan amalan membaca shalawat, bahkan di
masa sekarang membaca shalawat tidak hanya amalan yang bernilai pahala, tapi juga sudah
mulai menjadi budaya dan perlombaan. Bagaimana sejarah dan asal muasal shalawat.
Mengapa shalawat bisa menjadi seterkenal dan membudaya seperti sekarang? Membahas
َ َ ُّ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ
sejarah shalawat tentu tidak bisa terlepas dari Surat Al-Ahzab ayat 56: ‫ل‬ ‫ون َع ى‬ ‫اّلل ومَل ِئكت ىه يصل ى‬
‫ِإنى ى‬
ً‫آم ُنوا َص ُّلوا َع َل ْي ىه َو َس ِّل ُموا َت ْسليما‬ َ ‫ين‬ َ
َ‫بىىى َيا أ ُّي َها َالذ ى‬
‫ي‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ الن‬Artinya,‫“ى‬Sesungguhnya‫ى‬Allah‫ى‬dan‫ى‬malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
dan‫ى‬ucapkanlah‫ى‬salam‫ى‬penghormatan‫ى‬kepadanya.”‫ ى‬Sebab turunnya ayat ini bisa dibilang
menjadi sejarah shalawat kepada Rasul SAW. Sebab, At-Thabari menyebutkan bahwa setelah
ayat ini turun, ada seorang sahabat yang bertanya terkait bunyi shalawat kepada Rasulullah
SAW. Kemudian Rasul SAW menyebutkan shalawat Ibrahimiyah, sebagaimana yang biasa kita
baca pada tasyahud akhir saat shalat. Ayat tersebut oleh At-Thabari memerintahkan orang-
orang yang beriman untuk mendoakan Rasul SAW dan keselamatannya, (Lihat Ibnu Jarir At-
Thabari,‫ى‬Jāmiʽul‫ى‬Bayān‫ى‬fi‫ى‬Ta’wīlil‫ى‬Qur’ān,‫[ى‬Beirut,‫ى‬Muassasatur‫ى‬Risālah:‫ى‬2000],‫ى‬juz‫ى‬XX,‫ى‬halaman‫ى‬
320). Terkait kapan shalawat itu diwajibkan kepada Rasul SAW, merujuk pada turunnya ayat
tersebut kepada Rasul SAW, perintah shalawat tersebut diturunkan pada bulan Syaban pada
tahun kedua Hijriyah. Oleh Abu Dzar Al-Harawī,‫ى‬inilah‫ى‬yang‫ى‬disebut‫ى‬bulan‫ى‬Syaban‫ى‬sebagai‫ى‬bulan‫ى‬
shalawat, (Lihat Muḥammad‫ى‬ibn‫ى‬ʽAbdur‫ى‬Rahmān As-Sakhawi, Al-Qaulul‫ى‬Bādiʽ‫ى‬fis‫ى‬Ṣhalāh‫ى‬ʽalal‫ى‬
Ḥabībis‫ى‬Syāfiʽ,‫[ى‬Madinah,‫ى‬Muassasatur‫ى‬Rayyān:‫ى‬2002‫ى‬M],‫ى‬halaman‫ى‬92).‫ ى‬Secara lebih lanjut As-
Suyuṭī‫ى‬menjelaskan‫ى‬bahwa‫ى‬shalawat‫ى‬sebenarnya‫ى‬sudah‫ى‬ada‫ى‬sejak‫ى‬masa‫ى‬Nabi‫ى‬Musa‫ى‬AS‫ى‬dan‫ى‬
kaumnya,‫ى‬Bani‫ى‬Isra’il.‫ى‬Saat‫ى‬itu‫ى‬Bani‫ى‬Isra’il‫ى‬bertanya‫ى‬kepada‫ى‬Nabi‫ى‬Musa‫ى‬AS,‫ى‬terkait‫ى‬apakah‫ى‬Allah‫ى‬
SWT bershalawat kepada makhluk-Nya. Mendengar pertanyaan dari kaumnya tersebut, Nabi
Musa AS kemudian berdoa dan meminta jawaban kepada Allah SWT. Allah SWT pun menjawab
ِّ َ َ ْ َُ َ ْ
pertanyaan Nabi Musa AS. Allah SWT berfirman kepada Nabi Musa AS. ‫ل‬ ‫ل ُي َص ِ ى‬‫ك ه ْى‬
‫ن سألو ى‬ ‫َيىاى َ ى‬
‫ُموس ِإ ى‬
َ َ ُ
ْ َ َ َ َ َ ِّ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ ُّ ََ
‫ائ َو ُر ُس ِ ِ ى‬
‫ل‬ ‫ل أن ِب َي ِ ِ ى‬‫بع ى‬ ‫ل ومَل ِئك ِ ِ ى‬
‫أنا أص ِ ى‬. ‫م‬ ‫نع ى‬: ‫ل‬ ‫ ربك ى؟ فق ى‬Artinya,‫“ى‬Wahai‫ى‬Musa‫ى‬AS,‫ى‬sungguh‫ى‬kaum‫ى‬Bani‫ى‬Israil‫ى‬
bertanya kepadamu, apakah Tuhanmu bershalawat kepada makhluk-Nya?‫ى‬Jawablah,‫‘ى‬Iya.‫ى‬Aku‫ى‬
dan juga para malaikatku bershalawat kepada para nabi dan rasul-Ku,’”‫(ى‬Lihat‫ى‬Jalaludin‫ى‬As-
Suyuthi, Ad-Durārul‫ى‬Mantsūr,‫[ى‬Beirut,‫ى‬Darul‫ى‬Fikr:‫ى‬tanpa‫ى‬catatan‫ى‬tahun],‫ى‬juz‫ى‬VIII,‫ى‬halaman‫ى‬
197). Kemudian turunlah Surat Al-Ahzab di atas. As-Suyūṭī‫ى‬menambahkan‫ى‬bahwa‫ى‬setelah‫ى‬turun‫ى‬
ayat tersebut, kaum Bani Israil tersebut kemudian bahagia dan memujinya. Dari hal ini bisa
diambil kesimpulan bahwa anjuran bershalawat turun untuk menghargai dan memuji utusan
Rasul SAW atas tanggungannya berdakwah kepada para kaumnya. Shalawat itu awalnya
sebagai kabar baik kepada kaum Bani Israil, namun Allah SWT juga memberikan keutamaan
kepada para nabi melalui shalawat kepadanya terlebih dahulu karena semuanya disampaikan
melalaui perantaranya. Ini juga bisa termasuk sebagai penghargaan kepada Nabi dan Rasul
tersebut.‫ى‬Dalam‫ى‬hal‫ى‬ini‫ى‬Ubay‫ى‬ibn‫ى‬Ka’ab‫ى‬menyebutkan‫ى‬bahwa‫ى‬tidak‫ى‬ada‫ى‬hal‫ى‬baik‫ى‬yang‫ى‬diturunkan‫ى‬
kepada seorang Rasul kecuali Rasul tersebut menjadi bagian dari hal baik tersebut. Turunlah
َ ُ ْ َ ُ ْ َ ُ َ َ َ ُ ْ َ ُ َْ َ ُ
Surat At-Taubah ayat 112. ‫ون‬ ‫وف َوالناه ى‬ ‫ون ِبال َم ْع ُر ِ ى‬
‫ون اْل ِمر ى‬
‫اجد ى‬
ِ ‫ون الس‬ ‫ون الس ِائ ُح ى‬
‫ون الر ِاك ُع ى‬ ‫ون ال َح ِامد ى‬
‫ون الع ِابد ى‬
‫الت ِائب ى‬
َ‫ي‬ ْ ُ ْ ‫َ َ َ ّي‬ ُ ُ َ ُ َ ْ َ َ ُْْ َ
‫ش المؤ ِم ِن ى‬ ‫اّللىۗ وب رى‬ ‫ود ِى‬ ‫ون ِلحد ِى‬ ‫ن المنك رىر والح ِافظ ى‬ ‫ ع ر ى‬Artinya,‫“ى‬Mereka itu adalah orang-orang yang
bertobat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh
berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah.
Gembirakanlah orang-orang‫ى‬mukmin‫ى‬itu,”‫(ى‬Lihat‫ى‬Jalaludin As-Suyuthi, Ad-Durārul‫ى‬Mantsūr,‫ى‬
[Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz VIII, halaman 197). Oleh karena itu pada masa
Rasulullah SAW, shalawat ini juga bisa menjadi sebuah penghargaan kepada Rasul SAW. Itulah
mengapa ketika nama Rasul SAW disebut, Rasul SAW menganjurkan kita untuk membaca
shalawat kepadanya, bahkan dengan memberikan janji keutamaan-keutamaan yang
banyak. Hal ini diperkuat oleh pendapat Al-Ghazali dan beberapa ulama lain yang dikutip oleh
As-Sakhawi yang menyebutkan bahwasanya shalawat kepada Nabi SAW tidak terbatas sebagai
doa,‫ى‬tapi‫ى‬juga‫ى‬sebagai‫ى‬pujian‫ى‬dan‫ى‬sebagai‫ى‬ibadah.‫ى‬Wallahu‫ى‬a‘lam.‫ى‬

Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi, Pegiat Kajian Tafsir dan Hadits.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/106922/sejarah-dan-asal-muasal-shalawat-nabi

Anda mungkin juga menyukai