Anda di halaman 1dari 16

Kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam

Kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam


Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Pada kesempatan kali ini kita akan bercerita tentang kisah seorang Nabi
yang sangat mulia, yang merupakan contoh dalam hal kesabaran yang
sangat luar bisa. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

ٌ ‫م ا ْل َع ْب ُد ِإنَّ ُه َأ َّو‬
‫اب‬ َ ‫صابِ ًرا نِ ْع‬
َ ‫ج ْدنَا ُه‬
َ ‫ِإنَّا َو‬
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-
baik hamba. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shad: 44)

Tentunya kehidupan kita tidak lepas dari ujian, bahkan sebagian kita diuji
dengan ujian yang berat. Maka ketika kita mendengar kisah-kisah orang-
orang terdahulu tentang bagaimana sabarnya mereka, paling tidak hal itu
akan menghibur diri kita dan mengurangi kepedihan atau kesulitan yang
sebagian orang di antara kita yang diuji dengan ujian dan penderitaan.

Allah Subhanahu wa ta’ala menceritakan kisah-kisah para Nabi tidak lain


agar kita mengambil ibrah untuk meneladani mereka. Sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa ta’ala,

‫م ا ْق َت ِد ْه‬ ُ ‫ه َدى اللَّ ُه َف ِب ُه َدا‬


ُ ‫ه‬ َ ‫ين‬ َ ‫ُأولَِئ‬
َ ‫ك الَّ ِذ‬
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka
ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90)

Ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala turunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam agar beliau mengikuti petunjuk para Nabi terdahulu, maka tentu
bagi kita umatnya sangat perlu untuk mengikuti petunjuk-petunjuk mereka.
Dan sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

‫ح ِدي ًثا ُي ْف َت َرى‬ ِ ‫ع ْب َر ٌة ُأِلولِي اَأْل ْلبَا‬


َ َ‫ب َما َكان‬ ِ ‫م‬ ْ ‫ص ِه‬ َ ‫لَق َْد َكانَ فِي َق‬
ِ ‫ص‬
‫م ًة‬
َ ‫ح‬ْ ‫ه ًدى َو َر‬ ُ ‫ي ٍء َو‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ل‬ ّ ِ ‫ل ُك‬
َ ‫صي‬ ِ ‫ه َوتَ ْف‬
ِ ‫ن يَ َد ْي‬َ ‫يق الَّ ِذي بَ ْي‬
َ ‫ص ِد‬ ْ َ‫ن ت‬ْ ِ‫َولَك‬
َ‫لِ َق ْو ٍم ُيْؤ ِم ُنون‬
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang yang
mempunyai akal. (Alquran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.” (QS.
Yusuf: 176)

Nabi Ayub ‘alaihissalam adalah salah satu dari para Nabi yang Allah
Subhanahu wa ta’ala kisahkan di dalam Al-Quran, yang dengan tegas Allah
Subhanahu wa ta’ala memberi wahyu kepada beliau. Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,

‫ح ْي َنا‬َ ‫ن بَ ْع ِد ِه َوَأ ْو‬


ْ ‫ين ِم‬ َ ّ ‫ح ْي َنا ِإلَى ُنوحٍ َوال َّنبِ ِي‬ َ ‫ما َأ ْو‬َ ‫ك َك‬ َ ‫ِإنَّا َأ ْو‬
َ ‫ح ْي َنا ِإلَ ْي‬
‫يسى‬ َ ‫ع‬ ِ ‫ط َو‬ ِ ‫سبَا‬ ْ ‫وب َواَأْل‬ َ ‫اق َويَ ْع ُق‬ َ ‫ح‬ َ ‫س‬ ْ ‫ل َوِإ‬ َ ‫عي‬ ِ ‫ما‬ َ ‫س‬ ْ ‫م َوِإ‬ َ ‫هي‬ ِ ‫ِإلَى ِإ ْب َرا‬
‫ساًل َق ْد‬ ُ ‫ َو ُر‬،‫اوو َد َز ُبو ًرا‬ ُ ‫مانَ َوآتَ ْي َنا َد‬ َ ‫سلَ ْي‬ُ ‫ارونَ َو‬ ُ ‫ه‬َ ‫س َو‬ َ ‫وب َو ُيو ُن‬ َ ُّ‫َوَأي‬
‫م اللَّ ُه‬ َ َّ‫ك َو َكل‬ َ ‫م َعلَ ْي‬ ْ ‫ص ُه‬ْ ‫ص‬ ُ ‫م نَ ْق‬ ْ َ‫ساًل ل‬ ُ ‫ل َو ُر‬ ُ ‫ن َق ْب‬ ْ ‫ك ِم‬ َ ‫م َعلَ ْي‬ ْ ‫اه‬
ُ ‫ص َن‬ ْ ‫ص‬ َ ‫َق‬
‫ما‬ ً ‫وسى تَ ْكلِي‬ َ ‫ُم‬
“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad)
sebagaimana  Kami telah mewahyukan  kepada Nuh dan nabi-nabi
setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa,  Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman.
Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Daud. Dan ada beberapa
rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada
beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan mereka kepadamu. Dan
kepada Musa, Allah berfirman secara langsung.” (QS. An-Nisa: 163-164)

Terdapat banyak para nabi dan rasul, akan tetapi tidak semua Allah
Subhanahu wa ta’ala kisahkan kepada kita. Namun Nabi Ayub ‘alaihissalam
adalah salah satu dari para nabi-nabi yang Allah Subhanahu wa ta’ala
ceritakan kisahnya.

Adapun Nabi Ayub ‘alaihissalam, maka beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim
‘alaihissalam([1]), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

ُ ‫ن َق ْب‬
‫ل‬ ْ ‫ه َد ْي َنا ِم‬
َ Q‫حا‬
ً ‫ه َد ْي َنا َو ُنو‬َ ‫وب ُكاًّل‬ َ ‫ح‬
َ ‫اق َويَ ْع ُق‬ َ ‫س‬ ْ ‫ه ْب َنا لَ ُه ِإ‬ َ ‫َو َو‬
َ‫ارون‬
ُ ‫ه‬ َ ‫وسى َو‬ َ ‫ف َو ُم‬ َ ‫وس‬ ُ ‫وب َو ُي‬ َ ُّ‫مانَ َوَأي‬
َ ‫سلَ ْي‬ُ ‫اوو َد َو‬ُ ‫ه َد‬ِ ِ‫ن ُذ ِرّيَّت‬ْ ‫َو ِم‬
‫ين‬
َ ‫س ِن‬ ِ ‫ح‬ ُ ‫ج ِزي ا ْل‬
ْ ‫م‬ ْ َ‫ك ن‬ َ ِ‫َو َك َذل‬
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yakub kepadanya. Kepada
masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan sebelum itu Kami telah
memberi petunjuk kepada Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya
(Ibrahim) yaitu Daud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, dan Harun. Dan
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-An’am: 84)

Mengenai nasab Nabi Ayub ‘alaihissalam maka terdapat khilaf yang panjang
di kalangan para ulama. Bahkan Ibnu Hajar rahimahullah juga menyebutkan
beberapa pendapat di kalangan ahli sejarah dalam Fathul Bari, di antaranya
beliau menyebutkan :

‫م‬
َ ‫هي‬
ِ ‫ن ِإ ْب َرا‬ َ ‫ح‬
ِ ‫اق ْب‬ َ ‫س‬
ْ ‫ن ِإ‬
ِ ‫يصو ْب‬
ُ ‫ع‬ِ ‫ن‬
ِ ‫ل ْب‬
َ ‫ن ِر ْغ َوا‬
ِ ‫اري ْب‬
ِ ‫س‬َ ‫ن‬ ُ ُّ‫َأي‬
ُ ‫وب ْب‬
Ayub bin Sari bin Righwaal bin ‘Ishu bin Ishak bin Ibrahim. Ini adalah salah
satu pendapat, terdapat pendapat yang lain, akan tetapi semua pendapat
tersebut kembali kepada Ishak bin Ibrahim, karena nabi Bani Israil pasti
keturunan Ishak bin Ibrahim. Akan tetapi tidak ada dalil yang tegas tentang
siapa nama ayah dan kakek dari Nabi Ayub ‘alaihissalam. Sebagian ulama
berpendapat bahwa Íshu bin Ishaq menikah dengan putri Ismaíl álaihis salam
(yang Ismaíl álaihis salam adalah pamannya Íshu) maka lahirlah Righwaal.
([2])

Namun sebagian ulama berpendapat yang lain, Muhammad bin Saib Al-
Kalbiy mengatakan,

‫م‬َّ ‫ ث‬،‫عيل‬ ِ ‫ما‬ َ ‫س‬ ْ ‫م ِإ‬


َّ ‫ ث‬،‫هيم‬ ِ ‫م ِإ ْب َرا‬ َّ ‫ ث‬،‫ح‬ٌ ‫م ُنو‬ َّ ‫ ُث‬،‫يس‬ ُ ‫ي ُبعِثَ ِإ ْد ِر‬ ُ ‫َأ َّو‬
ٍ ّ ‫ل نَ ِب‬
‫ ُث َّم‬،‫ح‬ٌ ِ‫صال‬
َ ‫م‬ َّ ‫ ُث‬،‫هو ٌد‬ ُ ‫م‬َّ ‫ ُث‬،ٌ ‫م لُوط‬ َّ ‫ ُث‬،‫ف‬ ُ ‫وس‬ ُ ‫م ُي‬ َّ ‫ ُث‬،‫وب‬
ُ ‫م يَ ْع ُق‬
َّ ‫ ُث‬،‫حق‬ َ ‫س‬ْ ‫ِإ‬
‫ ث َّم أيوب‬، ُ‫ ثُ َّم يُونُس‬،ُ‫ ثُ َّم ْاليَ َسع‬، ُ‫ ثُ َّم ِإ ْليَاس‬،‫ ثُ َّم ُمو َسى وهرون‬، ٌ‫ُش َعيْب‬
“Nabi yang pertama diutus adalah Idris, kemudian Nuh, kemudian Ibrahim,
kemudian Ismail, kemudian Ishak, kemudian Ya`qub, kemudian Yusuf,
Kemudian Luth, Kemudian Hud, kemudian Shalih, Kemudian Syu`aib,
kemudian Musa dan Harun, kemudian Ilyas, kemudian Ilyasa`, kemudian
Yunus, Kemudian Ayub.”([3])

Berdasarkan pendapat ini maka Nabi Ayub ‘alaihissalam adalah termasuk


nabi-nabi yang diutus belakangan, dan dekat dengan Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun sebagian telah lalu, para ulama berbeda
berpendapat lain dalam hal ini, ada yang berpendapat bahwa Ayub álaihis
salam setelah nabi Syuáib álaihis salam, ada yang mengatakan sebelum nabi
Musa álaihis salam, dan ada yang mengatakan nabi Ayub setelah nabi
Sulaiman álaihis salam([4]).

Kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam disebutkan dalam Alquran pada dua surah,
pertama dalam surah Al-Anbiya`, Allah berfirman :
ُ‫ فَا ْستَ َج ْبنَا لَه‬،‫ين‬ ِ ‫ت َأرْ َح ُم الر‬
َ ‫َّاح ِم‬ َ ‫ُّوب ِإ ْذ نَا َدى َربَّهُ َأنِّي َم َّسنِ َي الضُّ رُّ َوَأ ْن‬
َ ‫َوَأي‬
‫ض ٍّر َوآتَ ْينَاهُ َأ ْهلَهُ َو ِم ْثلَهُ ْم َم َعهُ ْم َرحْ َمةً ِم ْن ِع ْن ِدنَا َو ِذ ْك َرى‬
ُ ‫فَ َك َش ْفنَا َما بِ ِه ِم ْن‬
َ ‫لِ ْل َعابِ ِد‬
‫ين‬
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, ‘(Ya
Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang
Maha Penyayang dari semua yang penyayang’. Maka Kami kabulkan
(doa)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah
mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi
semua yang menyembah Kami.” (QS. Al-Anbiya`: 83-83)

Kemudian yang kedua Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam surah


Shad,

ْ‫ ارْ ُكض‬،‫ب‬ ٍ ‫ب َو َع َذا‬ ٍ ْ‫ان بِنُص‬ ُ َ‫ُّوب ِإ ْذ نَا َدى َربَّهُ َأنِّي َم َّسنِ َي ال َّش ْيط‬ َ ‫َو ْاذ ُكرْ َع ْب َدنَا َأي‬
‫ َو َوهَ ْبنَا لَهُ َأ ْهلَهُ َو ِم ْثلَهُ ْم َم َعهُ ْم َرحْ َمةً ِمنَّا‬، ٌ‫ار ٌد َو َش َراب‬ ِ َ‫ك هَ َذا ُم ْغتَ َس ٌل ب‬ َ ِ‫بِ ِرجْ ل‬
ْ َ‫ض ْغثًا فَاضْ ِربْ بِ ِه َواَل تَحْ ن‬
ُ‫ث ِإنَّا َو َج ْدنَاه‬ ِ ‫ك‬ Rَ ‫ َو ُخ ْذ بِيَ ِد‬،‫ب‬ ِ ‫َو ِذ ْك َرى ُأِلولِي اَأْل ْلبَا‬
ٌ‫صابِرًا نِ ْع َم ْال َع ْب ُد ِإنَّهُ َأ َّواب‬َ
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayub ketika dia menyeru Tuhannya,
‘Sesungguhnya aku diganggu syaithan dengan penderitaan dan bencana’.
(Allah berfirman), ‘Hentakkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi
dan untuk minum’. Dan Kami menganugerahkan dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan Kami melipatgandakan jumlah mereka, sebagai
rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Dan
ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan
janganlah engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat taat
(kepada Allah).” (QS. Shad: 41-44)

Berbeda dengan kisah Nabi Musa, Nabi Yusuf, Syu`aib, atau Nabi Shalih
‘alaihimassalam, maka kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam sangat pendek. Oleh
karenanya jika kita ingin mengetahui kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam dengan
lebih dalam dan detail, maka kita kembali kepada hadits dan atsar. Terdapat
hadits yang sahih yang menceritakan tentang Nabi Ayub ‘alaihissalam dalam
Shahih Al-Bukhari. Imam Al-Bukhari mengatakan,

َ َ‫ ق‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫ بَ ْينَ َما‬:‫ال‬ ِ ‫َع ْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
،‫ فَ َج َع َل يَحْ ثِي فِي ثَ ْوبِ ِه‬،‫ب‬ ٍ َ‫ َخ َّر َعلَ ْي ِه ِرجْ ُل َج َرا ٍد ِم ْن َذه‬،‫َأيُّوبُ يَ ْغتَ ِس ُل عُرْ يَانًا‬
‫ َولَ ِك ْن الَ ِغنَى‬، ِّ‫ال بَلَى يَا َرب‬ َ ُ‫فَنَا َداهُ َربُّهُ يَا َأيُّوبُ َألَ ْم َأ ُك ْن َأ ْغنَ ْيت‬
َ َ‫ ق‬،‫ك َع َّما تَ َرى‬
‫ك‬َ ِ‫لِي َع ْن بَ َر َكت‬
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda: ‘Ketika Nabi Ayub sedang mandi dalam keadaan telanjang,
tiba-tiba jatuh (dari langit) belalang yang terbuat dari emas. Lalu Ayub
mengambil pakaiannya untuk mengumpulkannya. Kemudian Rabbnya
memanggilnya, ‘Wahai Ayub, bukankah aku telah mencukupkan kamu
dengan apa yang baru saja kamu lihat?’. Ayub menjawab. ‘Benar, wahai
Rabb. Namun aku tidak akan pernah merasa cukup dari barakah-Mu’.”([5])

Ini adalah satu-satunya hadits sahih yang menyebutkan tentang Nabi Ayub
‘alaihissalam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari.

Lantas bagaimana kisah tentang kesabaran Nabi Ayub ‘alaihissalam? Al-


Hafidzh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari,

‫صححهُ بن‬ َ ‫صحُّ َما َو َر َد فِي قصَّته َما أخرجه بن أبي َحاتِم وبن جريج َو‬ َ ‫َوَأ‬
‫س َأ َّن‬
ٍ َ‫الز ْه ِريِّ َع ْن َأن‬ُّ ‫يق نَافِ ِع ْب ِن يَ ِزي َد َع ْن ُعقَي ٍْل َع ِن‬ ِ ‫َّان َو ْال َحا ِك ُم ِم ْن طَ ِر‬ َ ‫ِحب‬
ُ‫ضهُ ْالقَ ِريب‬َ َ‫ث َع ْش َرةَ َسنَةً فَ َرف‬ َ ‫ث فِي بَاَل ِئ ِه ثَاَل‬ َ ‫َأي‬
َ ِ‫ي فَلَب‬Rَ ِ‫ُّوب َعلَ ْي ِه ال َّساَل ُم ا ْبتُل‬
‫ان فَقَا َل َأ َح ُدهُ َما لِآْل َخ ِر‬ َ ‫َو ْالبَ ِعي ُد ِإاَّل َر ُجلَ ْي ِن ِم ْن ِإ ْخ َوانِ ِه فَ َكانَا يَ ْغ ُد َوا ِن ِإلَ ْي ِه َويَر‬
ِ ‫ُوح‬
َ ‫ء فَ َذ َك َرهُ اآْل َخ ُر َأِلي‬Rُ ‫ف َع ْنهُ هَ َذا ْالبَاَل‬
‫ُّوب‬ َ ‫ب َأيُّوبُ َذ ْنبًا َع ِظي ًما َوِإاَّل لَ ُك ِش‬ َ َ‫لَقَ ْد َأ ْذن‬
‫يَ ْعنِي فَ َح ِز َن َو َد َعا هَّللا َ ِحينَِئ ٍذ‬
“Dan riwayat yang paling sahih yang bercerita tentang Nabi Ayub
‘alaihissalam adalah riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu
Jarir([6]), dan disahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim, dari jalur Nafi`
bin Yazid, dari ‘Uqail, dari Az-Zuhri, Dari Anas, (dia bercerita),
“Sesungguhnya Nabi Ayub ‘alaihissalam diuji dalam ujiannya selama tiga
belas tahun, sehingga dia dijauhi oleh semua orang (kerabat) dekat maupun
yang jauh, kecuali dua orang dari saudaranya yang biasa mengunjunginya
setiap pagi dan petang hari. (Suatu ketika) salah seorang dari mereka
berkata kepada yang lainnya. ‘Sesungguhnya Ayub telah melakukan suatu
dosa yang  amat besar. Kalau tidak, tentu cobaan (penyakit) tersebut telah
diangkat (dihilangkan)’. Maka yang lainnya datang menceritakan hal tersebut
kepada Nabi Ayub, maka beliau pun sedih dan berdoa kepada Allah ketika
itu.”([7])

Nabi Ayub ‘alaihissalam merasa berat ketika dituduh telah melakukan dosa
yang amat besar. Bahkan tuduhan tersebut terasa lebih berat daripada ujian
yang sedang beliau hadapi. Kalau sakit selama tiga belas tahun masih
mampu dia hadapi, akan tetapi ketika dituduh telah melakukan dosa besar
sehingga diberi ujian yang begitu lama, dia bersedih dan berdoa kepada
Allah Subhanahu wa ta’ala. Doa itulah yang tercantum dalam firman Allah
Subhanahu wa ta’ala,

‫ين‬ ِ ‫ت َأرْ َح ُم الر‬


َ ‫َّاح ِم‬ َ ‫ُّوب ِإ ْذ نَا َدى َربَّهُ َأنِّي َم َّسنِ َي الضُّ رُّ َوَأ ْن‬
َ ‫َوَأي‬
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, ‘(Ya
Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang
Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS. Al-Anbiya`: 83)

Orang yang mulia seperti orang-orang shalih lebih berat bagi mereka
merasakan ujian dicemooh orang-orang dari pada ujian fisik.

Kemudian Anas melanjutkan haditsnya,

‫ت َعلَ ْي ِه فََأ ْو َحى هَّللا ُ ِإلَ ْي ِه َأ ِن‬ ْ ‫ت ا ْم َرَأتُهُ بِيَ ِد ِه فَلَ َّما فَ َر َغ َأ ْبطََأ‬ِ ‫اجتِ ِه َوَأ ْم َس َك‬ َ ‫َخ َر َج لِ َح‬
‫ت َعي ٌْن فَا ْغتَ َس َل ِم ْنهَا فَ َر َج َع‬ ْ ‫ض فَنَبَ َع‬َ ْ‫ب بِ ِرجْ لِ ِه اَأْلر‬ َ ‫ض َر‬ َ َ‫ك ف‬ َ ِ‫ارْ ُكضْ بِ ِرجْ ل‬
ُ‫ان لَه‬َ ‫ُّوب فَقَا َل ِإنِّي َأنَا هُ َو َو َك‬ َ ‫ْر ْفهُ فَ َسَألَ ْتهُ َع ْن َأي‬ ِ ‫ت ا ْم َرَأتُهُ فَلَ ْم تَع‬ ِ ‫ص ِحيحًا فَ َجا َء‬ َ
‫ت فِي َأ ْن َد ِر‬ ْ ‫ث هَّللا ُ لَهُ َس َحابَةً فََأ ْف َر َغ‬َ ‫ير فَبَ َع‬ِ ‫ح َواآْل َخ ُر لِل َّش ِع‬ ِ ‫َأ ْن َد َرا ِن َأ َح ُدهُ َما لِ ْلقَ ْم‬
‫ير ْالفضة َحتَّى فاض‬ ِ ‫اض َوفِي َأ ْن َد ِر ال َّش ِع‬ َ َ‫ب َحتَّى ف‬ َّ ‫ح‬
َ َ‫الذه‬ ِ ‫ْالقَ ْم‬
“(Suatu hari) Nabi Ayub keluar untuk suatu hajat dan istrinya memegang
tangannya (kemudian pergi). Ketika Nabi Ayub telah selesai dari hajatnya,
istrinya terlambat. Maka Allah mewahyukan kepadanya ‘Hentakkan kakimu’.
Nabi Ayub kemudian mengentakkan kakinya di tanah, maka muncullah mata
air dan dia mandi dengan air tersebut. Seketika itu pula dia langsung sehat.
Ketika istrinya datang, dia tidak mengenalinya. Maka istrinya bertanya
kepada tentang (dimana) Nabi Ayub. Maka Nabi Ayub berkata, ‘Aku adalah
Ayub’. Dan disebutkan Nabi Ayub memiliki dua tempat gandum, satunya
untuk gandum cokelat dan satunya untuk gandum putih. Kemudian Allah
mengirim awan dan menurunkan darinya emas pada tempat gandum cokelat
hingga meluber, dan menurunkan perak pada tempat gandum putih hingga
meluber.”([8])

Al-Hafidzh Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan bahwa secara dzahir


seluruh kisah-kisah yang datang mengenai Nabi Ayub ‘alaihissalam adalah
kisah-kisah yang tidak kuat menurut Imam Al-Bukhari. Oleh karenanya
Imam Al-Bukhari hanya menyebutkan satu hadits tentang Nabi Ayub
‘alaihissalam([9]).

Adapun kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam lainnya yang lebih detail maka datang
dalam kisah-kisah israiliyat.
Apakah yang dimaksud dengan kisah israiliyat? Kisah israiliyat adalah kisah-
kisah yang berkaitan dengan nabi-nabi Bani Israil dan kaumnya, namun
kisah tersebut bukan diceritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam (karena kalau Nabi shallallahu álaihi wasallam yang menceritakan
tentu menjadi hadits Nabi shallallahu álaihi wasallam), melainkan kisah-kisah
tersebut disampaikan oleh para sahabat atau tabi`in. Sehingga kisah-kisah
israiliyat ini bukanlah hadits, melainkan para sahabat yang mendengar dari
orang-orang Yahudi. Kisah israiliyat juga ada dua model, ada yang sanadnya
sahih dan ada yang sanadnya lemah. Adapun sikap kita terhadap kisah
israiliyat yang datang dengan sanad sahih tergantung tiga model,

Pertama, jika matan (kontennya) sesuai dengan syariat Islam maka tidak
mengapa untuk disampaikan.

Kedua, jika matannya bertentangan syariat Islam maka kita tolak karena
riwayat tersebut palsu. Karena memang ada dalam sebagian riwayat kisah
Nabi Ayub ‘alaihissalam yang bertentangan dengan syariat.

Ketiga, jika matannya tidak dibenarkan dan tidak pula ditolak oleh syariat
Islam maka boleh untuk disampaikan([10]). Sebagaimana kata Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫ل َواَل َح َر َج‬Rَ ‫َح ِّدثُوا َع ْن بَنِي ِإس َْراِئي‬


“Ceritakanlah riwayat dari Bani Israil, dan itu tidak mengapa.”([11])

Maka sikap kita terhadap kisah israiliyat adalah kisah yang dibenarkan
syariat kita benarkan, yang didustakan oleh syariat kita dustakan, dan yang
tidak dibenarkan dan tidak didustakan maka boleh diriwayatkan.

Namun perlu untuk kita ketahui bahwa kita tidak bisa memahami apa yang
dialami oleh Nabi Ayub ‘alaihissalam kecuali dengan riwayat-riwayat dari
kisah israiliyat. Oleh karenanya jika kita melihat buku tafsir, maka para Ahli
Tafsir dalam menyampaikan kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam, mereka
membawakan kisah-kisah israiliyat. Diantara Ahli Tafsir yang sangat kritis
dalam menghadapi kisah-kisah israiliyat adalah Ibnu Katsir rahimahullah.
Ketika Ibnu Katsir telah bercerita tentang kisah-kisah tentang nabi-nabi Bani
Israil, maka beliau terkadang membawakan riwayat israiliyat, namun beliau
mengkritiki jika riwayat tersebut tidak benar. Demikianlah metode Ibnu
Katsir rahimahullah dalam menyikapi kisah-kisah israiliyat.

Al-Hafidzh Ibnu Hajar juga menyebutkan beberapa kisah lain dari para salaf
seperti dari Wahab bin Munabbih, Muhammad bin Ishaq, Ibnu ‘Abbas, dan
dari yang lainnya. Namun ada kisah israiliyat yang sangat panjang, yang
sering disebutkan oleh para ahli tafsir. Kisah tersebut menggambarkan
tentang bagaimana ujian yang dialami oleh Nabi Ayub ‘alaihissalam. Akan
‫‪tetapi riwayat tersebut sulit untuk dikatakan sebagai riwayat yang sahih,‬‬
‫‪hanya saja riwayat tersebut disebutkan oleh para ulama. Kita akan sebutkan‬‬
‫‪kisah tersebut sebagai tambahan pengetahuan tentang adanya riwayat-‬‬
‫‪riwayat tersebut. Dan cukuplah bagi kita riwayat-riwayat yang sahih. Kisah‬‬
‫‪tersebut datang dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, yang diriwayatkan oleh‬‬
‫‪Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya. Hasan Al-Bashri mengatakan,‬‬

‫ُّوب آتَاهُ هَّللا ُ َمااًل َوَأ ْو َس َع َعلَ ْي ِه‪َ ،‬ولَهُ ِم َن النِّ َسا ِء َو ْالبَقَ ِر َو ْال َغنَ ِم َواِإْل بِ ِل‪َ .‬وِإ َّن‬ ‫ِإ َّن َأي َ‬
‫ُّوب َأصْ بَ َح فِي‬ ‫ال‪َ :‬ربِّ ِإ َّن َأي َ‬ ‫ُّوب؟ قَ َ‬ ‫يس قِي َل لَهُ‪ :‬هَلْ تَ ْق ِد ُر َأ ْن تَ ْفتِ َن َأي َ‬ ‫َع ُد َّو هَّللا ِ ِإ ْبلِ َ‬
‫طنِي َعلَى َمالِ ِه‪،‬‬ ‫ك‪َ ،‬ولَ ِك ْن َسلِّ ْ‬ ‫ُد ْنيَا ِم ْن َما ٍل َو َولَ ٍد‪َ ،‬واَل يَ ْستَ ِطي ُع َأ ْن اَل يَ ْش ُك َر َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫يك قَا َل‪ :‬فَ َسلَّطَهُ َعلَى َمالِ ِه َو َولَ ِد ِه‪ .‬قَ َ‬ ‫ْص َ‬ ‫ْف يُ ِطي ُعنِي‪َ R‬ويَع ِ‬ ‫َو َولَ ِد ِه‪ ،‬فَ َستَ َرى َكي َ‬
‫ُّوب َوهُ َو‬ ‫ان‪ ،‬ثُ َّم يَْأتِي َأي َ‬ ‫ير ِ‬‫ان يَْأتِي بِ ْال َما ِشيَ ِة ِم ْن َمالِ ِه ِم َن ْال َغنَ ِم فَيَحْ ِرقُهَا بِالنِّ َ‬ ‫فَ َك َ‬
‫ك ِم ْن‬ ‫ك هَّللا ُ لَ َ‬ ‫صلِّي لِ َرب َِّك َما تَ َر َ‬ ‫ُصلِّي ُمتَ َشبِّهًا بِ َرا ِعي ْال َغنَ ِم‪ ،‬فَيَقُولُ‪ :‬يَا َأيُّوبُ تُ َ‬ ‫ي َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫ك‪ .‬ق َ َ‬ ‫ت ُأِل ْخبِ َر َ‬ ‫ت نَا ِحيَةً‪ ،‬فَ ِجْئ ُ‬ ‫ان‪َ ،‬و ُك ْن ُ‬ ‫ك َش ْيًئا ِم َن ْال َغنَ ِم ِإاَّل َأحْ َرقَهَا بِالنِّي َر ِ‬ ‫َما ِشيَتِ َ‬
‫ك َعلَى‬ ‫ت‪َ ،‬م ْه َما تُ ْبقِي نَ ْف ِسي َأحْ َم ْد َ‬ ‫ت َأ َخ ْذ َ‬ ‫ْت َوَأ ْن َ‬ ‫ت َأ ْعطَي َ‬ ‫فَيَقُو ُل َأيُّوبُ ‪ :‬اللَّهُ َّم َأ ْن َ‬
‫اشيَتَهُ ِم َن ْالبَقَ ِر‬ ‫ك‪ ،‬فَاَل يَ ْق ِد ُر ِم ْنهُ َعلَى َش ْي ٍء ِم َّما ي ُِري ُد ثُ َّم يَْأتِي َم ِ‬ ‫ُح ْس ِن بَاَل ِئ َ‬
‫ك‪.‬‬ ‫ك‪َ ،‬ويَ ُر ُّد َعلَ ْي ِه َأيُّوبُ ِم ْث َل َذلِ َ‬ ‫ُّوب فَيَقُو ُل لَهُ َذلِ َ‬ ‫ان‪ ،‬ثُ َّم يَْأتِي َأي َ‬ ‫فَيَحْ ِرقُهَا بِالنِّي َر ِ‬
‫ْت َعلَى َولَ ِد ِه‪،‬‬ ‫اشيَ ٍة‪َ ،‬حتَّى هَ َد َم ْالبَي َ‬ ‫ك لَهُ ِم ْن َم ِ‬ ‫ك فَ َع َل بِاِإْل بِ ِل َحتَّى َما تَ َر َ‬ ‫ال‪َ :‬و َك َذلِ َ‬ ‫قَ َ‬
‫ُوت َحتَّى هَلَ ُكوا فَيَقُو ُل‬ ‫ك َم ْن هَ َد َم َعلَ ْي ِه ُم ْالبُي َ‬ ‫ال‪ :‬يَا َأيُّوبُ َأرْ َس َل هَّللا ُ َعلَى َولَ ِد َ‬ ‫فَقَ َ‬
‫ت قَ ْب َل‬ ‫ان ُكلَّهُ‪ ،‬قَ ْد ُك ْن ُ‬ ‫ي اِإْل حْ َس َ‬ ‫ت ِإلَ َّ‬ ‫ين َأحْ َس ْن َ‬ ‫ك‪ .‬قَا َل‪َ :‬ربِّ هَ َذا ِح َ‬ ‫َأيُّوبُ ِم ْث َل َذلِ َ‬
‫ار‪َ ،‬ويَ ْش َغلُنِي حُبُّ ْال َولَ ِد بِاللَّي ِْل َشفَقَةً َعلَ ْي ِه ْم‪ ،‬فَاآْل َن‬ ‫ْاليَ ْو ِم يَ ْش َغلُنِي حُبُّ ْال َما ِل بِالنَّهَ ِ‬
‫س َوالتَّ ْهلِي ِل‬ ‫اري بِال ِّذ ْك ِر َو ْال َح ْم ِد َوالتَّ ْق ِدي ِ‬ ‫ص ِري‪َ ،‬ولَ ْيلِي َونَهَ ِ‬ ‫غ َس ْم ِعي َوبَ َ‬ ‫ُأفَ ِّر ُ‬
‫ال‪ :‬ثُ َّم ِإ َّن هَّللا َ تَبَا َر َ‬
‫ك‬ ‫صبْ ِم ْنهُ َش ْيًئا ِم َّما ي ُِري ُد‪ .‬قَ َ‬ ‫ف َع ُد ُّو هَّللا ِ ِم ْن ِع ْن ِد ِه‪ ،‬لَ ْم يُ ِ‬ ‫ص ِر ُ‬ ‫فَيَ ْن َ‬
‫ك َستَ ُر ُّد َعلَ ْي ِه َمالَهُ‬ ‫ُّوب قَا َل ِإ ْبلِيسُ ‪ :‬يَا َأيُّوبُ قَ ْد َعلِ َم َأنَّ َ‬ ‫ْت َأي َ‬ ‫ْف َرَأي َ‬ ‫َوتَ َعالَى قَا َل‪َ :‬كي َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫اك قَ َ‬ ‫ص َ‬ ‫صابَهُ الضُّ رُّ فِي ِه َأطَا َعنِي َو َع َ‬ ‫طنِي َعلَى َج َس ِد ِه‪ ،‬فَِإ ْن َأ َ‬ ‫َو َولَ َدهُ‪َ ،‬ولَ ِك ْن َسلِّ ْ‬
‫فَ ُسلِّطَ َعلَى َج َس ِد ِه‪ ،‬فََأتَاهُ فَنَفَ َخ فِي ِه نَ ْف َخةً‪ ،‬قَ ِر َح ِم ْن لَ ُد ْن قَرْ نِ ِه ِإلَى قَ َد ِم ِه‪ .‬قَا َل‪:‬‬
‫يل‪.‬‬ ‫ض َع َعلَى َم ْزبَلَ ِة ُكنَا َس ٍة لِبَنِي ِإس َْراِئ َ‬ ‫صابَهُ ْالبَاَل ُء بَ ْع َد ْالبَاَل ِء‪َ ،‬حتَّى ُح ِم َل فَ ُو ِ‬ ‫فََأ َ‬
‫ت َم َعهُ‬ ‫صبَ َر ْ‬ ‫ق َواَل َأ َح ٌد يَ ْق َربُهُ َغ ْي ُر َز ْو َجتِ ِه‪َ ،‬‬ ‫ص ِدي ٌ‬ ‫ق لَهُ َما ٌل َواَل َولَ ٌد َواَل َ‬ ‫فَلَ ْم يَ ْب َ‬
‫ك اَل يَ ْفتُ ُر‬ ‫ت تَْأتِي ِه بِطَ َع ٍام‪َ ،‬وتَحْ َم ُد هَّللا َ َم َعهُ ِإ َذا َح ِم َد‪َ ،‬وَأيُّوبُ َعلَى َذلِ َ‬ ‫ق‪َ ،‬و َكانَ ْ‬ ‫ص ْد ٍ‬ ‫بِ ِ‬
‫صب ِْر َعلَى َما ا ْبتَاَل هُ هَّللا ُ‪ .‬قَا َل‬ ‫ِم ْن ِذ ْك ِر هَّللا ِ‪َ ،‬والتَّحْ ِمي ِد َوالثَّنَا ِء َعلَى هَّللا ِ‪َ ،‬وال َّ‬
‫ار اَأْلرْ ِ‬
‫ض‬ ‫صرْ َخةً َج َم َع فِيهَا ُجنُو َدهُ ِم ْن َأ ْقطَ ِ‬ ‫يس َع ُد ُّو هَّللا ِ َ‬‫ص َر َخ ِإ ْبلِ ُ‪R‬‬ ‫ْال َح َس ُن‪ :‬فَ َ‬
‫اك؟‬ ‫ُك؟ َما َأ ْعيَ َ‬ ‫ُّوب‪ ،‬فَاجْ تَ َمعُوا ِإلَ ْي ِه َوقَالُوا لَهُ‪َ :‬ج َم ْعتَنَا‪َ ،‬ما َخبَر َ‬ ‫صب ِْر َأي َ‬ ‫َج َز ًعا ِم ْن َ‬
‫ت َربِّ َي َأ ْن يُ َسلِّطَنِي‪َ R‬علَى َمالِ ِه َو َولَ ِد ِه‪ ،‬فَلَ ْم َأ َد ْع لَهُ‬ ‫ال‪َ :‬أ ْعيَانِي هَ َذا ْال َع ْب ُد الَّ ِذي َسَأ ْل ُ‬ ‫قَ َ‬
‫ت‬ ‫ط ُ‬ ‫ص ْبرًا َوثَنَا ًء َعلَى هَّللا ِ َوتَحْ ِمي ًدا لَهُ‪ ،‬ثُ َّم ُسلِّ ْ‬ ‫ك ِإاَّل َ‬ ‫َمااًل َواَل َولَ ًدا‪ ،‬فَلَ ْم يَ ْز َد ْد بِ َذلِ َ‬
‫يل‪ ،‬اَل يَ ْق َربُهُ ِإاَّل ا ْم َرَأتُهُ‪،‬‬ ‫َعلَى َج َس ِد ِه فَتَ َر ْكتُهُ قُرْ َحةً ُم ْلقَاةً َعلَى ُكنَا َس ِة بَنِي ِإس َْراِئ َ‬
‫ك؟‬ ‫ال‪ :‬فَقَالُوا لَهُ‪َ :‬أي َْن َم ْك ُر َ‬ ‫ت بِ ُك ْم‪ ،‬فََأ ِعينُونِي َعلَ ْي ِه قَ َ‬ ‫ت بِ َربِّي‪ ،‬فَا ْستَ َع ْن ُ‬ ‫ضحْ ُ‬ ‫فَقَ ِد ا ْفتُ ِ‬
‫ُّوب‪ ،‬فََأ ِشيرُوا‬ ‫ك ُكلُّهُ فِي َأي َ‬ ‫ضى؟ قَا َل‪ :‬بَطُ َل َذلِ َ‬ ‫ت بِ ِه َم ْن َم َ‬ ‫ك الَّ ِذي َأ ْهلَ ْك َ‬ ‫َأي َْن ِع ْل ُم َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫ين َأ ْخ َرجْ تَهُ ِم َن ْال َجنَّ ِة‪ِ ،‬م ْن َأي َْن َأتَ ْيتَهُ؟ قَ َ‬ ‫ْت آ َد َم ِح َ‬ ‫ْك‪َ ،‬أ َرَأي َ‬ ‫ي قَالُوا‪ :‬نُ ِشي ُر َعلَي َ‬ ‫َعلَ َّ‬
‫ُّوب ِم ْن ِقبَ ِل ا ْم َرَأتِ ِه‪ ،‬فَِإنَّهُ اَل يَ ْستَ ِطي ُع َأ ْن‬ ‫ك بَِأي َ‬ ‫ِم ْن قِبَ ِل ا ْم َرَأتِ ِه‪ ،‬قَالُوا‪ :‬فَ َشْأنَ َ‬
‫ق َحتَّى َأتَى ا ْم َرَأتَهُ َو ِه َي‬ ‫ص ْبتُ ْم‪ .‬فَا ْنطَلَ َ‬ ‫ْس َأ َح ٌد يَ ْق َربُهُ َغ ْي ُرهَا‪ .‬قَا َل‪َ :‬أ َ‬ ‫ْصيَهَا‪َ ،‬ولَي َ‬ ‫يَع ِ‬
‫ت‪ :‬هُ َو َذ َ‬
‫اك‬ ‫ك يَا َأ َمةَ هَّللا ِ؟ قَالَ ْ‬ ‫ال‪َ :‬أي َْن بَ ْعلُ ِ‬ ‫ق‪ ،‬فَتَ َمثَّ َل لَهَا فِي صُو َر ِة َر ُج ٍل‪ ،‬فَقَ َ‬ ‫ص َّد ُ‬ ‫تَ َ‬
‫ون َكلِ َمةَ‬ ‫ُوحهُ‪َ ،‬ويَتَ َر َّد ُد ال َّد َوابُّ فِي َج َس ِد ِه‪ .‬فَلَ َّما َس ِم َعهَا طَ ِم َع َأ ْن تَ ُك َ‬ ‫ُك قُر َ‬ ‫يَح ُّ‬
‫ت فِي ِه ِم َن النِّ َع ِم‪َ ،‬و ْال َما ِل‬ ‫س ِإلَ ْيهَا ‪ ,‬فَ َذ َّك َرهَا َما َكانَ ْ‬ ‫ص ْد ِرهَا فَ َوس َْو َ‬ ‫ع‪ ،‬فَ َوقَ َع فِي َ‬ ‫َج َز ٍ‬
‫ك اَل‬ ‫ُّوب َو َشبَابَهُ‪َ ،‬و َما هُ َو ِفي ِه ِم َن الضُّ ِّر‪َ ،‬وَأ َّن َذلِ َ‬ ‫ال َأي َ‬ ‫َوال َّد َوابِّ ‪َ ،‬و َذ َّك َرهَا َج َم َ‬
‫ت‪َ ،‬علِ َم َأ ْن قَ ْد‬ ‫ص َر َخ ْ‬ ‫ت‪ ،‬فَلَ َّما َ‬ ‫ص َر َخ ْ‬ ‫يَ ْنقَ ِط ُع َع ْنهُ ْم َأبَ ًدا ” قَا َل ْال َح َس ُن‪ ” :‬فَ َ‬
‫ال‪:‬‬ ‫ُّوب َويَ ْب َرُأ‪ ،‬قَ َ‬ ‫ي َأي َ‬ ‫ت‪َ ،‬أتَاهَا بِ َس ْخلَ ٍة‪ ،‬فَقَا َل‪ :‬لِي ُْذبَحْ هَ َذا ِإلَ َّ‬ ‫ت َو َج ِز َع ْ‬ ‫ص َر َخ ْ‬ ‫َ‬
‫ك؟ َأي َْن‬ ‫ت تَصْ ُر ُخ‪ :‬يَا َأيُّوبُ ‪ ،‬يَا َأيُّوبُ ‪َ ،‬حتَّى َمتَى يُ َع ِّذب َُك َرب َُّك‪َ ،‬أاَل يَرْ َح ُم َ‬ ‫فَ َجا َء ْ‬
‫ك ْال َح َس ُن ‪ ,‬قَ ْد تَ َغي ََّر‪،‬‬ ‫ق؟ َأي َْن لَ ْونُ َ‬ ‫ص ِدي ُ‬ ‫ْال َما ِشيَةُ؟ َأي َْن ْال َمالُ؟ َأي َْن ْال َولَ ُد؟ َأي َْن ال َّ‬
‫ك ْال َح َس ُن الَّ ِذي قَ ْد بَلِ َي َوتَ َر َّد َد فِي ِه ال َّد َوابُّ ؟ ْاذبَحْ‬ ‫صا َر ِم ْث َل ال َّر َما ِد؟ َأي َْن ِج ْس ُم َ‬ ‫َو َ‬
‫يك ِر ْفقًا‬ ‫يك‪ ،‬فَ َو َج َد فِ ِ‬ ‫ك َع ُد ُّو هَّللا ِ فَنَفَ َخ فِ ِ‬ ‫ال َأيُّوبُ ‪َ :‬أتَا ِ‬ ‫هَ ِذ ِه الس َّْخلَةَ َوا ْستَ ِرحْ قَ َ‬
‫ال َو ْال َولَ ِد‬ ‫ين َما ُكنَّا فِي ِه ِم َن ْال َم ِ‬ ‫ين َعلَ ْي ِه ِم َّما تَ ْذ ُك ِر َ‬ ‫ت َما تَ ْب ِك َ‬ ‫ك َأ َرَأ ْي ِ‬ ‫َوَأ َج ْبتِ ِه‪َ ،‬و ْيلَ َ‬
‫ين‬ ‫ت‪ :‬ثَ َمانِ َ‬ ‫ال‪ :‬فَ َك ْم ُمتِّ ْعنَا بِ ِه؟ قَالَ ْ‬ ‫ت‪ :‬هَّللا ُ‪ .‬قَ َ‬ ‫ب؟ َم ْن َأ ْعطَانِي ِه؟‪ R‬قَالَ ِ‬ ‫ص َّح ِة َوال َّشبَا ِ‬ ‫َوال ِّ‬
‫ين‬ ‫ت‪ُ :‬م ْن ُذ َسب ِْع ِسنِ َ‬ ‫َسنَةً‪ .‬قَا َل‪ :‬فَ ُم ْذ َك ِم ا ْبتَاَل نَا هَّللا ُ بِهَ َذا ْالبَاَل ِء الَّ ِذي ا ْبتَاَل نا بِ ِه؟ قَالَ ْ‬
‫ون فِي‬ ‫ت َحتَّى نَ ُك َ‬ ‫صبَرْ ِ‬ ‫ت َرب َِّك َأاَل َ‬ ‫ص ْف ِ‬ ‫ت َواَل َأ ْن َ‬ ‫ك َوهَّللا ِ َما َع َد ْل ِ‬ ‫ال‪َ :‬و ْيلَ َ‬ ‫َوَأ ْشه ٍُر‪ .‬قَ َ‬
‫ين َسنَةً؟ َوهَّللا ِ‬ ‫ين َسنَةً َك َما ُكنَّا ِفي الر َ‬
‫َّخا ِء ثَ َمانِ َ‬ ‫هَ َذا ْالبَاَل ِء الَّ ِذي ا ْبتَاَل نَا َربُّنَا بِ ِه ثَ َمانِ َ‬
‫ك ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ِهي ِه َأ َمرْ تِينِي َأ ْن َأ ْذبَ َح لِ َغي ِْر هَّللا ِ‪ ،‬طَ َعا ُم ِ‬
‫ك‬ ‫لَِئ ْن َشفَانِي هَّللا ُ َأَلجْ لِ َدنَّ ِ‬
‫ت لِي‬ ‫ق َما تَْأتِيَنِي بِ ِه بَ ْع ُد‪ِ ،‬إ ْذ قُ ْل ِ‬ ‫ي َح َرا ٌم‪َ ،‬وَأ ْن َأ ُذو َ‬ ‫َو َش َراب ُِك الَّ ِذي تَْأتِيَنِي‪ R‬بِ ِه َعلَ َّ‬
‫ان‪ :‬هَ َذا قَ ْد َوطَّ َن‬ ‫ال ال َّش ْيطَ ُ‬ ‫ت‪ ،‬فَقَ َ‬ ‫ك فَطَ َر َدهَا‪ ،‬فَ َذهَبَ ْ‬ ‫هَ َذا‪ ،‬فَا ْغ ُربِي َعنِّي فَاَل َأ َرا ِ‬
‫ضهُ‪َ .‬ونَظَ َر‬ ‫ين َسنَةً َعلَى هَ َذا ْالبَاَل ِء الَّ ِذي هُ َو فِي ِه فَبَا َء بِ ْال َغلَبَ ِة َو َرفَ َ‬ ‫نَ ْف َسهُ ثَ َمانِ َ‬
‫ق “‪ ،‬قَا َل‬ ‫ص ِدي ٌ‬ ‫ْس ِع ْن َدهُ طَ َعا ٌم َواَل َش َرابٌ َواَل َ‬ ‫َأيُّوبُ ِإلَى ا ْم َرَأتِ ِه َوقَ ْد طَ َر َدهَا‪َ ،‬ولَي َ‬
‫ك ْال َحا ِل‪َ ،‬واَل َوهَّللا ِ َما َعلَى ظَه ِْر‬ ‫ْال َح َس ُن‪َ ” :‬و َم َّر بِ ِه َر ُجاَل ِن َوهُ َو َعلَى تِ ْل َ‬
‫ان هَّلِل ِ‬ ‫صا ِحبِ ِه‪ :‬لَ ْو َك َ‬ ‫ال َأ َح ُد ال َّر ُجلَي ِْن لِ َ‬ ‫ُّوب‪ ،‬فَقَ َ‬ ‫ض يَ ْو َمِئ ٍذ َأ ْك َر ُم َعلَى هَّللا ِ ِم ْن َأي َ‬ ‫اَأْلرْ ِ‬
‫ان َأ َش َّد َعلَ ْي ِه ِم ْن هَ ِذ ِه‬ ‫فِي هَ َذا َحا َجةٌ‪َ ،‬ما بَلَ َغ بِ ِه هَ َذا فَلَ ْم يَ ْس َم ْع َأيُّوبُ َش ْيًئا َك َ‬
‫ْال َكلِ َم ِة‪،‬‬
“Sesungguhnya Nabi Ayub telah diberi oleh Allah keluasan harta, dan
baginya para wanita, sapi, domba, dan  unta. Dan kepada musuh Allah
(yaitu) Iblis, dikatakan kepadanya, ‘Bisakah kamu menggoda Ayub?’ Iblis
berkata, ‘Ya Rabb, sesungguhnya Ayub di dunia telah memiliki harta dan
anak-anak, tidak mungkin dia tidak bersyukur kepadamu, akan tetapi izinkan
aku mengganggunya pada harta dan anak-anaknya, niscaya Engkau melihat
bagaimana dia menaatiku dan bermaksiat kepada-Mu’. Maka Iblis pun
menggoda Ayub dari sisi harta dan anak-anaknya. Kemudian Iblis
mendatangi hewan-hewan ternak dari hartanya berupa domba, kemudian
membakarnya. Kemudian Iblis  dalam bentuk menyerupai penggembala
domba  mendatangi Ayub yang sedang shalat, dia berkata, ‘Wahai Ayub,
engkau sedang shalat kepada Rabbmu, sementara Allah tidak meninggalkan
bagimu hewan ternak berupa domba kecuali Dia telah membakarnya  dengan
api, dan aku  saat itu berada di suatu sudut tempat dan sekarang aku datang
untuk mengabarkanmu’. Maka Nabi Ayub ‘alaihissalam berkata, ‘Ya Allah,
Engkau yang telah memberi dan Engkau pula yang mengambil.  Selama
jiwaku masih ada, aku tetap akan memuji-Mu atas baiknya ujian-Mu’.
Ternyata Iblis tidak berhasil menggoda Nabi Ayub sebagaimana yang dia
inginkan. Maka kemudian Iblis mendatangi ternaknya berupa sapi, kemudian
membakarnya  dengan api. Kemudian Iblis kembali mendatangi Nabi Ayub
dan mengatakan hal yang serupa, akan tetapi Nabi Ayub menanggapinya
dengan hal yang sama pula. Dan akhirnya Iblis melakukan hal yang sama
terhadap unta-untanya sehingga tidak ada lagi yang tersisa dari hewan
ternaknya, sampai-sampai Iblis menghancurkan rumahnya sementara anak-
anaknya berada di rumah. Maka Iblis berkata, ‘Wahai Ayub, sesungguhnya
Allah telah mengutus seseorang untuk menghancurkan rumahmu sehingga
anak-anakmu meninggal di dalamnya’. Maka kemudian Nabi Ayub berkata
seperti sebelumnya, ‘Ya Rabb, ini semua adalah kebaikan yang Engkau
berikan kepadaku. Sebelum musibah hari ini, aku disibukkan dengan cinta
harta pada siang hari, dan aku disibukkan cinta kepada anak-anak di malam
hari karena rasa cinta kepada mereka. Maka saat ini aku bisa fokuskan
pendengaranku dan mataku, malamku dan siangku untuk berdzikir,
bertahmid, bertasbih dan bertahlil’. Maka musuh Allah (Iblis) pergi darinya,
dia tidak berhasil mencapai tujuannya. Kemudian Allah bertanya kepada
Iblis, ‘Bagaimana engkau melihat Ayub?’ Iblis berkata, ‘Sesungguhnya Ayub
tahu bahwa Engkau akan kembalikan harta dan anak-anaknya. Akan tetapi
izinkan aku menguasainya dari sisi jasadnya, karena jika dia ditimpa
kemudharatan (pada tubuhnya) maka dia akan taat kepadaku dan
bermaksiat kepada-Mu’. Maka Iblis pun dizinkan menguji Nabi Ayub dengan
jasadnya. Maka Iblis mendatangi Nabi Ayub, kemudian meniupkan padanya
tiupan yang membuat luka di sekujur tubuhnya dari kepala hingga kaki.
Maka Nabi Ayub ‘alaihissalam diuji dengan ujian yang sangat berat, sampai
dia dibawa ke tempat  pembuangan sampah  dimana Bani Israil biasa
membuang sampah. Maka tidak ada yang tersisa dari Nabi Ayub, tidak pada
hartanya, tidak pada anak-anaknya, dan tidak pula pada teman-temannya.
Dan tidak satu pun mendekatinya kecuali istrinya([12]), dia bersabar
terhadap Nabi Ayub dengan tulus. Dan dia yang membawakan makanan
kepadanya, dan dia memuji Allah  bersamanya  jika Nabi Ayub memuji-Nya,
dan Nabi Ayub ‘alaihissalam dalam kondisinya tidak berhenti berdzikir
kepada Allah, tetap memuji dan menyanjung Allah, dan tetap bersabar atas
apa yang Allah timpakan kepadanya.  (Al-Hasan berkata):  Maka Iblis pun
berteriak, dia kumpulkan seluruh anak buahnya yang ada di  seluruh  bumi
karena  putus asa  dengan kesabaran Nabi Ayub ‘alaihissalam. Maka anak
buahnya pun berkumpul dan berkata, ‘Kau telah mengumpulkan kami, ada
apa? Apa yang membuatmu tidak mampu?’ Iblis berkata, ‘Hamba ini telah
membuatku putus asa. Aku telah memohon kepada Rabbku untuk
mengujinya dari sisi harta dan anak-anaknya  dan aku tidak menyisakan
baginya harta juga anak. Dan hal itu tidak menambah padanya kecuali
kesabaran, sanjungan dan pujiannya kepada Allah. Dan aku juga telah
mengganggunya pada jasadnya, kutinggalkan luka pada tubuhnya sehingga
dia ditempatkan di sekitar tempat pembuangan sampah Bani Israil. Tidak
ada yang mendekatinya kecuali istrinya. Sungguh aku malu terhadap
Tuhanku, maka aku meminta kepada kalian untuk membantuku
menggodanya’. Anak buahnya berkata, ‘Dimana tipu dayamu? Dimana
ilmumu yang telah membinasakan orang-orang sebelumnya?’ Iblis
menjawab, ‘Semua sirna di hadapan Ayub. Maka beri masukan kepadaku’.
Anak buahnya berkata, ‘Tidakkah kamu lihat bagaimana Adam dikeluarkan
dari surga, bagaimana kamu menggodanya?’ Iblis berkata, ‘Melalui istrinya’.
Anak buahnya berkata, ‘Maka godalah Ayub melalui istrinya, karena
sesungguhnya dia pasti mengalah terhadapnya, dan tidak ada seorang pun
yang mendekatinya kecuali istrinya’. Iblis berkata, ‘Kalian benar’. Maka
pergilah Iblis mendatangi istri Nabi Ayub  yang sedang bersedekah  (untuk
menggodanya), kemudian dia menjelma menjadi seorang laki-laki. Iblis
kemudian berkata kepada istri Nabi Ayub, ‘Dimana suamimu wahai hamba
Allah?’ Istrinya menjawab, ‘Itu dia yang sedang menggaruk-garuk lukanya,
dan ada ulat-ulat pada tubuhnya’. Ketika mendengar perkataan istri Nabi
Ayub, Iblis ingin agar istrinya mengeluh. Maka mulailah Iblis membisiki
hatinya dan memberinya was-was. Istrinya diingatkan tentang nikmat yang
pernah dia miliki dari harta dan hewan-hewan ternak, dan dia diingatkan
tentang ketampanan Nabi Ayub di masa mudanya ketika dia belum tertimpa
penyakit, seakan-akan kenikmatan itu tidak akan hilang dari mereka
selamanya. Mendengar hal tersebut, maka istri Nabi Ayub berteriak. Ketika
istri Nabi Ayub berteriak dan kecewa, maka Iblis mendatangkan kepadanya
anak kambing dan berkata, ‘Bawalah anak kambing ini kepada
Ayub  agar  disembelih  untukku, maka dia akan sembuh’. Kemudian istrinya
mendatangi Nabi Ayub sambil berteriak, ‘Wahai Ayub, wahai Ayub, sampai
kapan Tuhanmu akan menyiksamu? Tidakkah Dia mengasihanimu? Dimana
hewan-hewan ternakmu? Dimana hartamu? Dimana anak-anakmu? Dimana
teman-temanmu? Dimana warna kulitmu yang indah? Semua telah berubah
seperti debu. Mana jasad indahmu sebelum adanya ulat-ulat ditubuhmu?
Potonglah anak kambing ini, maka engkau akan sembuh’. Maka Nabi Ayub
berkata, ‘Engkau telah didatangi oleh Iblis, dia telah menggodamu. Dia
melihatmu seorang yang lembut, sehingga engkau memenuhi bisikannya.
Celaka engkau, apakah engkau menangis karena mengingat apa yang
pernah kita miliki berupa harta, anak-anak, kesehatan di masa muda? Siapa
yang memberi itu semua?’ Istrinya menjawab, ‘Allah’. Nabi Ayub kembali
bertanya, ‘Berapa lama kita menikmatinya?’ Istrinya menjawab, ‘Delapan
puluh tahun’. Nabi Ayub kembali bertanya, ‘Berapa lama Allah memberikan
ujian yang menimpa kita ini?’ Istrinya menjawab, ‘Sudah tujuh tahun lebih’.
Maka Nabi Ayub berkata, ‘Celaka engkau, Demi Allah engkau tidak bersikap
adil di hadapan Rabbmu. Tidakkah kita harus bersabar dalam ujian ini
selama delapan puluh tahun sebagaimana kita berada dalam kesejahteraan
selama delapan puluh tahun? Demi Allah, jika aku sembuh nanti niscaya
akan aku cambuk engkau dengan seratus kali cambukan karena engkau
telah memerintahkanku untuk menyembelih kepada selain Allah Subhanahu
wa ta’ala. Mulai saat ini makanan dan minuman yang engkau bawa menjadi
haram bagiku, dan aku tidak ingin merasakan apa yang engkau bawa untuk
setelah ini. Karena engkau mengatakan demikian, maka menyingkirlah
dariku (pergi), aku tidak ingin melihatmu lagi’.  Maka Nabi Ayub ‘alaihissalam
mengusirnya, dan istrinya pun pergi. Syaithan berkata, ‘Sesungguhnya dia
(Nabi Ayub) telah menyiapkan dirinya selama delapan puluh tahun terhadap
ujian ini’.  Akhirnya Iblis pulang dengan kekalahan. Ayub melihat istrinya dan
dia telah mengusirnya, dan dia tidak memiliki makanan, minuman, juga
teman. Lalu ada dua orang yang melewatinya sedangkan Ayub dalam
keadaan seperti itu, dan demi Allah tidak ada di muka bumi yang lebih mulia
daripada Ayub. Lalu berkata salah satu dari kedua lelaki tersebut,
‘Seandainya Allah membutuhkan Ayub, maka tidak mungkin Ayub sampai
kondisinya seperti ini’. Dan Ayub tidak mendengar sesuatu yang lebih
menyakitkan dari kalimat ini.” ([13])

‫ت َأرْ َح ُم‬ َ ‫«وَأ ْن‬


َ { :‫ال‬ َ َ‫ك ِإلَى َربِّ ِه فَق‬ َ ِ‫ َربِّ ِإنِّي { « َم َّسنِ َي الضُّ رُّ » } ثُ َّم َر َّد َذل‬:‫ال‬ َ َ‫فَق‬
‫ك‬ َ ِ‫ {ارْ ُكضْ بِ ِرجْ ل‬:ُ‫ فَقِي َل لَه‬،‫ك‬ َ َ‫يب ل‬ َ ‫ فَقَ ِد ا ْستُ ِج‬, ‫ك‬ َ ‫ ارْ فَ ْع َرْأ َس‬:ُ‫ فَقِي َل لَه‬،»‫ين‬ َ ‫الرَّا ِح ِم‬
‫ فَا ْغتَ َس َل‬،‫ت َعي ٌْن‬ ْ ‫ فَنَبَ َع‬, ‫ض بِ ِرجْ لِ ِه‬ َ ‫ فَ َر َك‬, ]42 :‫ار ٌد َو َش َرابٌ } [ص‬ ِ َ‫هَ َذا ُم ْغتَ َس ٌل ب‬
،‫ب هَّللا ُ ُك َّل َألَ ٍم َو ُك َّل َسقَ ٍم‬ َ َ‫ فََأ ْذه‬،َ‫ق َعلَ ْي ِه ِم ْن َداِئ ِه َش ْي ٌء ظَا ِه ٌر ِإاَّل َسقَط‬ Rَ ‫ فَلَ ْم يَ ْب‬،‫ِم ْنهَا‬
،‫ب بِ ِرجْ لِ ِه‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫ ثُ َّم‬.‫ان‬ َ ‫ض َل َما َك‬ َ ‫ َوَأ ْف‬, ‫ان‬ َ ‫َو َعا َد ِإلَ ْي ِه َشبَابُهُ َو َج َمالُهُ َأحْ َس َن َما َك‬
،‫ص ِحيحًا‬ َ ‫ فَقَا َم‬،‫ق فِي َج ْوفِ ِه َدا ٌء ِإاَّل َخ َر َج‬ َ ‫ فَلَ ْم يَ ْب‬،‫ب ِم ْنهَا‬ َ ‫ت َعي ٌْن ُأ ْخ َرى فَ َش ِر‬ ْ ‫فَنَبَ َع‬
‫ان لَهُ ِم ْن َأ ْه ٍل َو َما ٍل ِإاَّل َوقَ ْد‬ َ ‫ت َواَل يَ َرى َش ْيًئا ِم َّما َك‬ ُ َّ‫ فَ َج َع َل يَتَلَف‬:‫ قَا َل‬.ً‫َو ُك ِس َي ُحلَّة‬
‫ص ْد ِر ِه‬ َ ‫ َحتَّى َوهَّللا ِ ُذ ِك َر لَنَا َأ َّن ْال َما َء الَّ ِذي ا ْغتَ َس َل بِ ِه تَطَايَ َر َعلَى‬،ُ‫َأضْ َعفَهُ هَّللا ُ لَه‬
‫ك؟‬ َ ِ‫ َألَ ْم ُأ ْغن‬، ُ‫ يَا َأيُّوب‬:‫ فََأ ْو َحى هَّللا ُ ِإلَ ْي ِه‬،‫ض ُّمهُ بِيَ ِد ِه‬ ُ َ‫ فَ َج َع َل ي‬:‫ قَا َل‬.‫ب‬ ٍ َ‫َج َرا ًدا ِم ْن َذه‬
ٍ ‫س َعلَى َم َك‬
‫ان‬ َ َ‫ فَ َخ َر َج َحتَّى َجل‬:‫ فَ َم ْن يَ ْشبَ ُع ِم ْنهَا؟ قَا َل‬،‫ك‬ َ ُ‫ َولَ ِكنَّهَا بَ َر َكت‬،‫ بَلَى‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
ُ‫ ِإلَى َم ْن َأ ِكلُهُ؟ َأ َد ُعه‬, ‫ان طَ َر َدنِي‬ َ ‫ْت ِإ ْن َك‬ ُ ‫ َأ َرَأي‬:‫ت‬ ْ َ‫ ثُ َّم ِإ َّن ا ْم َرَأتَهُ قَال‬.‫ف‬ ٍ ‫ُم ْش ِر‬
،‫ فَاَل ُكنَا َسةَ تَ َرى‬،‫ت‬ ْ ‫ع؟ َأَلرْ ِج َع َّن ِإلَ ْي ِه فَ َر َج َع‬ ُ ‫ضي ُع فَتَْأ ُكلَهُ ال ِّسبَا‬ ِ َ‫ َأ ْو ي‬،‫وت جُو ًعا‬ ُ ‫يَ ُم‬
ُ ‫وف َحي‬
‫ْث‬ ُ ُ‫ت تَط‬ ْ َ‫ فَ َج َعل‬،‫ت‬ ْ ‫ َوِإ َذا اُأْل ُمو ُر قَ ْد تَ َغي ََّر‬،‫ت‬ ْ َ‫ك ْال َحا ِل الَّتِي َكان‬ ِ ‫َواَل ِم ْن تِ ْل‬
َ‫ب ْال ُحلَّ ِة َأ ْن تَْأتِيَه‬ َ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫ َوهَاب‬:‫ت‬ َ ‫ك بِ َعي ِْن َأي‬
ْ َ‫ قَال‬،‫ُّوب‬ َ ِ‫ َو َذل‬،‫ت ْال ُكنَا َسةُ َوتَ ْب ِكي‬ ِ َ‫َكان‬
‫ت‬ْ ‫ين يَا َأ َمةَ هَّللا ِ؟ فَبَ َك‬ َ ‫ َما تُ ِري ِد‬:‫ال‬ َ َ‫ فَق‬،‫ فََأرْ َس َل ِإلَ ْيهَا َأيُّوبُ فَ َد َعاهَا‬،ُ‫فَتَ ْسَأ َل َع ْنه‬
‫ضا َع َأ ْم‬ َ ‫ اَل َأ ْد ِري َأ‬،‫ان َم ْنبُو ًذا َعلَى ْال ُكنَا َس ِة‬ َ ‫ك ْال ُم ْبتَلَى الَّ ِذي َك‬ َ ِ‫ت َذل‬ ُ ‫ َأ َر ْد‬:‫ت‬ ْ َ‫َوقَال‬
‫ فَهَلْ َرَأ ْيتَهُ َو ِه َي تَ ْب ِكي‬،‫ بِ ْعلِي‬:‫ت‬ ْ َ‫ت َوقَال‬ ْ ‫ك؟ فَبَ َك‬ َ ‫ قَا َل لَهَا َأيُّوبُ َما َك‬.‫َما فَ َع َل‬
ِ ‫ان ِم ْن‬
‫ َوهَلْ يَ ْخفَى َعلَى َأ َح ٍد‬:‫ت‬ ْ َ‫ْرفِينَهُ ِإ َذا َرَأ ْيتِي ِه؟ قَال‬ ِ ‫ َوهَلْ تَع‬:‫ال‬ َ َ‫ان هَا هُنَا؟ ق‬ َ ‫ِإنَّهُ قَ ْد َك‬
‫ك ِإ ْذ‬ ِ ‫ان َأ ْشبَهَ َخ ْل‬
َ ِ‫ق هَّللا ِ ب‬ َ ‫ َأ َما ِإنَّهُ َك‬:‫ت‬ ْ َ‫ ثُ َّم قَال‬،ُ‫ت تَ ْنظُ ُر ِإلَ ْي ِه َو ِه َي تَهَابُه‬
ْ َ‫َرآهُ؟ ثُ َّم َج َعل‬
ُ ‫ َوِإنِّي َأطَع‬،‫ان‬
‫ْت‬ ِ َ‫ فَِإنِّي َأنَا َأيُّوبُ الَّ ِذي َأ َمرْ تِينِي َأ ْن َأ ْذبَ َح لِل َّش ْيط‬:‫ قَا َل‬.‫ص ِحيحًا‬ َ ‫ان‬ َ ‫َك‬
‫ ثُ َّم ِإ َّن هَّللا َ َر ِح َمهَا‬.‫ي َما تَ َري َْن‬َّ َ‫ت هَّللا َ فَ َر َّد َعل‬ َ َ‫ْت ال َّش ْيط‬
ُ ‫ فَ َد َع ْو‬،‫ان‬ ُ ‫صي‬ َ ‫ َو َع‬،َ ‫هَّللا‬
،‫صب ِْرهَا َم َعهُ َعلَى ْالبَاَل ِء َأ ْن َأ َم َرهُ تَ ْخفِيفًا َع ْنهَا َأ ْن يَْأ ُخ َذ َج َما َعةً ِم َن ال َّش َج ِر‬ َ ِ‫ب‬
“ ُ‫صب ِْرهَا َم َعه‬ َ ِ‫ضرْ بَةً َوا ِح َدةً تَ ْخفِيفًا َع ْنهَا ب‬ َ ‫فَيَضْ ِربَهَا‬
“(Al-Hasan berkata) Maka kemudian Ayub berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh,
aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang
dari semua yang penyayang’. Maka Allah berfirman kepada Ayub, ‘Angkat
kepalamu, sesungguhnya telah dikabulkan permohonanmu’. Kemudian
dikatakan kepada Ayub, ‘Hentakkanlah kakimu, ada air yang sejuk untuk
mandi dan untuk minum’.  Maka Ayub mengentakkan kakinya lalu keluarlah
mata air. Kemudian dia mandi dengan air tersebut, maka tidak ada yang
tersisa dari segala luka-luka ditubuhnya. Allah menjadikan seluruh penyakit
pergi dari tubuhnya, dan mengembalikan ketampanannya seperti saat dia
muda. Kemudian dia mengentakkan kakinya kembali, keluarlah mata air
kemudian dia minum dengannya, maka tidak ada penyakit dalam tubuhnya
kecuali keluar. Maka dia bangun dalam kondisi sehat, dan Allah memberinya
pakaian. Kemudian dia berbalik, dan dia tidak melihat sesuatu dari anak-
anaknya dan hartanya kecuali Allah kembalikan kepadanya. Bahkan Allah
menjadikan air yang digunakan untuk mandi sebelumnya beterbangan
menjadi belalang emas. Maka Ayub menangkapnya dengan tangannya. Maka
Allah berkata kepadanya, ‘Wahai Ayub, bukankah Aku telah
mencukupkanmu?’ Ayub berkata, ‘Tentu, akan tetapi inilah keberkahan-Mu,
siapa yang merasa cukup dari keberkahanmu?’ Maka Ayub pergi dan duduk
pada sebuah tempat yang agak tinggi. Kemudian istri Ayub ketika telah pergi
berkata (dalam hatinya), ‘Bagaimana jika dia mengusirku, siapa yang
memberinya makan? Jika aku meninggalkannya maka dia akan mati
kelaparan atau hilang lalu kemudian dimakan binatang buas? Sungguh aku
akan kembali kepadanya’. Maka istrinya pun kembali, namun dia tidak
menemukan apa-apa ditempat pembuangan itu, dia mencari di sekitar
tempat itu, namun dia melihat semua sudah berubah. Maka dia pun
berkeliling di sekitar tempat pembuangan itu dan menangis, dan itu dilihat
oleh Ayub. (Istrinya melihat Ayub dari kejauhan namun tidak mengenalinya)
Dan dia tidak berani mendatangi orang berpakaian indah (Ayub) dan
bertanya tentang Ayub. Maka Ayub memanggilnya dan bertanya, ‘Apa yang
engkau cari wahai hamba Allah?’ Istrinya sambil menangis menjawab, ‘Aku
mencari seorang laki-laki yang sedang diuji yang berada di tempat sampah
itu, aku tidak tahu dimana dia dan apa yang terjadi kepadanya’. Ayub
berkata kepadanya, ‘Apa hubunganmu dengannya?’ Istrinya menjawab, ‘Dia
suamiku, apakah engkau melihatnya?’ Istrinya menangis sementara dia tidak
sadar bahwa Ayub ada di hadapannya. Ayub berkata, ‘Apakah engkau
mengenalnya jika melihatnya?’ Istrinya menjawab, ‘Apakah ada seorang istri
yang tidak mengenali suaminya jika melihatnya?’  Kemudian istrinya melihat
Ayub namun dia ragu-ragu. Kemudian dia berkata, ‘Adapun suamiku itu
mirip engkau jika dia dalam keadaan sehat’. Ayub berkata, ‘Ketahuilah
bahwa aku adalah Ayub yang engkau pernah memerintahkanku untuk
menyembelih kepada syaithan. Sesungguhnya aku taat kepada Allah dan
aku bermaksiat kepada syaithan. Dan aku berdoa kepada Allah maka Dia
mengembalikan seperti yang engkau lihat sekarang ini’.” Kemudian Allah
merahmati istrinya karena kesabarannya bersama Ayub atas ujian, maka
untuk meringankan istrinya, Allah memerintahkan Ayub untuk mengambil
sekelompok ranting pohon lalu memukulkannya kepada istrinya dengan
sekali pulu, sebagai bentuk keringanan baginya karena kesabarannya
bersama Ayub.” ([14])

Di antara faedah dari kisah israiliyat ini, kita jadi tahu bahwa diantara sifat
bawaan manusia adalah suka mengeluh. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,

َ ‫ِإ َّن اِإْل ْن َس‬


‫ان لِ َربِّ ِه لَ َكنُو ٌد‬
“Sesungguhnya manusia suka berkeluh kesah  (ingkar) terhadap Tuhannya.”
(QS. Al-‘Adiyat : 6)

Hasan Al-Bashri juga mengatakan,

‫ب‬ َ ‫يَ ْن َسى النِّ َع َم َويَ ْذ ُك ُر ْال َم‬


َ ‫صاِئ‬
“(Manusia itu) lupa dengan nikmat-nikmat dan mengingat musibah-
musibah.” ([15])

Demikianlah manusia, bisa jadi baru diberi sakit satu hari oleh Allah akan
tetapi dia hanya mengeluh saja sepanjang hari, padahal bisa jadi selama
satu tahun sebelumnya dia tidak pernah sakit sama sekali. Demikianlah
manusia yang seringnya lupa akan nikmat-nikmat yang diberikan, sehingga
terkadang sering mengeluh kepada manusia dan seakan-akan menolak
takdir Allah. Oleh karenanya dalam kisah ini Nabi Ayub ‘alaihissalam
berusaha untuk mengingatkan istrinya akan hal tersebut.

Disamping itu, tidaklah orang yang dicintai oleh Allah itu tidak diuji, justru
terkadang orang yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala lebih
sering ujian diberikan kepadanya. Lihatlah Nabi Ayub ‘alaihissalam, beliau
adalah orang yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala namun beliau diuji
oleh Allah dengan penderitaan sampai tujuh bahkan mungkin belasan tahun.
Nabi Ya’qub ‘alaihissalam adalah orang yang juga dicintai oleh Allah
Subhanahu wa ta’ala, namun beliau juga diuji dengan perpisahan dengan
putranya. Bahkan sebab perpisahan itu setiap hari beliau menangis sampai
matanya buta karena saking sedihnya. Maka jika Allah Subhanahu wa ta’ala
memberikan musibah kepada kita bukan berarti Allah Subhanahu wa ta’ala
tidak cinta kepada kita. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
bersabda,

‫ِإ َّن هَّللا َ ِإ َذا َأ َحبَّ قَ ْو ًما ا ْبتَاَل هُ ْم‬


“Sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji
mereka.” ([16])

Akan tetapi jangan kemudian di antara kita ada yang meminta kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala untuk diuji, karena bisa jadi kita belum tentu kuat
menerima ujian Allah tersebut.

Inilah kira-kira di antara kisah tentang Nabi Ayub ‘alaihissalam yang datang
dalam kisah israiliyat. Semua riwayat israiliyat ini datang dari para salaf
seperti Ibnu ‘Abbas, Hasan Al-Bashri, Wahab bin Munabbih, atau Ibnu Ishaq.

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa istri Nabi Ayub ‘alaihissalam


merawat Nabi Ayub selamat bertahun-tahun dan dia sabar dalam
merawatnya. Akhirnya dia kerja agar bisa membawakan makanan buat
suaminya. Akan tetapi suatu hari dia tidak lagi diterima bekerja karena
orang-orang takut bahwa ketularan penyakit Nabi Ayub ‘alaihissalam melalui
istrinya. Akhirnya dia tidak kerja lagi dan dia bingung dan kasihan terhadap
suaminya jika kelaparan. Disebutkan bahwa istri Nabi Ayub ‘alaihissalam
punya kepang di rambutnya, maka kemudian dia gunting kepangnya
tersebut dan dijual, karena waktu itu orang-orang suka mengepang rambut.
Akhirnya dia menjual potongan rambutnya kepada salah seorang putri raja
atau orang kaya di negeri tersebut, dan kemudian dari uang tersebut dia bisa
mendapat makanan. Nabi Ayub ‘alaihissalam kemudian bertanya dari mana
asalnya makanan tersebut sementara dia tahu bahwa istrinya tidak lagi
bekerja. Akan tetapi istrinya tidak mau menceritakan hal tersebut. Namun
kemudian Nabi Ayub tahu bahwa istrinya menjual salah satu kepang di
rambutnya, maka Nabi Ayub mengancam agar istrinya tidak menjual
rambutnya lagi, dan bersumpah akan mencambuknya seratus kali jika
istrinya kembali menjual rambutnya. Ketika uang yang dimiliki istrinya telah
habis, istrinya kemudian kembali menjual kepang yang satunya hingga dia
menjadi gundul. Maka ketika dia membawa makanan kepada Nabi Ayub
‘alaihissalam, Nabi Ayub bertanya dari mana makanan itu dia dapatkan,
maka istrinya pun bercerita bahwa dia mendapatkan uang dari hasil menjual
rambutnya([17]). Karena tidak tega, Nabi Ayub ‘alaihisalam pun berdoa
kepada Allah agar menghilangkan penyakitnya. Kisah ini pun juga
merupakan kisah israiliyat. Intinya, setelah Nabi Ayub ‘alaihissalam sembuh,
dia berusaha memukul istrinya, sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala
sebutkan dalam firman-Nya,

ْ َ‫ض ْغثًا فَاضْ ِربْ بِ ِه َواَل تَحْ ن‬


‫ث‬ َ ‫َو ُخ ْذ بِيَ ِد‬
ِ ‫ك‬
“Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu
dan janganlah engkau melanggar sumpah.” (QS. Shad : 44)

Artinya, Nabi Ayub ‘alaihissalam diperintahkan untuk tidak memukul istrinya


sampai seratus kali cambukan, akan tetapi hendaknya Nabi Ayub
‘alaihissalam mengumpulkan seikat rumput dengan jumlah seratus, lalu
pukullah sekali saja.

Inilah beberapa kisah tentang Nabi Ayub ‘alaihissalam yang sebagaimana


telah kita sebutkan sebelumnya bahwa kisah-kisah tersebut kebanyakan
datang dalam riwayat israiliyat. Intinya, kita tidak tahu penyakit apa yang
dialami oleh Nabi Ayub ‘alaihissalam, akan tetapi kita tahu bahwa ujiannya
sangatlah berat, sampai-sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan
kisahnya secara khusus dalam Al-Quran sebagai contoh tentang hamba yang
sangat penyabar. Kalau kita melihat kisah Nabi Ayub ‘alaihissalam ini, beliau
sangat sabar dalam menghadapi ujian, sabar tidak bermaksiat, tidak
mengeluh kepada manusia sama sekali, dan dia sabar dalam ketaatan
meskipun dalam kondisi sakit dia tetap beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala. Sampai sebagian para salaf mengatakan bahwa Allah telah
menegakkan hujjah bagi orang yang sakit dan bagi orang yang kaya dari
hamba-hamba-Nya. Yaitu sebagai seorang hamba, hendaknya sakit tidak
menghalangi dia untuk beribadah kepada Allah, dan bahkan jika dia seorang
raja pun tidak seharusnya menghalangi dia dari beribadah kepada Allah.
Seorang dalam kondisi sakit harusnya tidak berhenti dari beribadah kepada
Allah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ayub ‘alaihissalam, meskipun
sakit dia tetap beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Demikian pula
jika dirinya seorang raja, hendaknya tidak berhenti beribadah kepada Allah,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Maka
janganlah seseorang mengatakan bahwa dirinya tidak bisa beribadah karena
sibuk dan banyak urusan, sesungguhnya tidak ada alasan bagi siapa pun,
karena Nabi Sulaiman ‘alaihissalam seorang raja pun tetap bisa beribadah
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Demikian pula bagi seorang budak,
jangan dia karena merasa sibuk mengurusi majikannya sehingga tidak bisa
beribadah kepada Allah, ketahuilah bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang
pernah menjadi budak tetap bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala. Oleh karena itu, seseorang tetap harus terus beribadah kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala.

Anda mungkin juga menyukai