Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEBAIK-BAIK DAN SEBURUK-BURUKNYA PEMIMPIN

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hadis-Hadis Siyasah


Dosen Pengampu: Dr. Octoberrinsyah, M.Ag

Disusun Oleh:
1. Aida Nurhikmah (20103070116)
2. Jihan Aribahanun (20103070117)
3. Yusuf Fuad Fahru Rozi (20103070108)
4. Mutasobirin (20103070109)
5. Aldoalim Ahnaf Napitupulu (20103070111)
6. M. Syarifudin (20103070114)
Kelas C

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya pemimpin.
Dalam kehidupan rumah tangga, diperlukan adanya pemimpin atau kepala keluarga, begitu
pula halnya di masjid sehingga shalat berjamaah bisa dilaksanakan dengan adanya orang
yang bertindak sebagai imam, bahkan perjalanan yang dilakukan oleh tiga orang muslim,
harus mengangkat salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin perjalanan. Ini semua
menunjukkan betapa penting kedudukan pemimpin dalam suatu masyarakat, baik dalam skala
kecil apalagi dalam skala besar seperti wilayah provinsi dan negara.
Al-Qur’an merupakan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan manusia, baik itu
ayat-ayat yang tersurat maupun yang tersirat. Al-Qur’an juga sebagai Kitab Suci umat Islam,
banyak memberikan petunjuk tentang masalah pemimpin, berupa ketentuan-ketentuan, nilai
etis yang sangat diperlukan dalam kepemimpinan tersebut. Masalah Pemimpin merupakan
persoalan keseharian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemajuan
dan kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan Negara antara lain dipengaruhi
oleh pemimpinnya. Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan
pemimpin sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya. Beberapa pedoman atau
panduan telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridhai Allah Swt, yang
membawa kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat.1
Seorang pemimpin adalah abdi atau pelayan bagi anggota kelompoknya (rakyatnya),
baik pemimpin perusahaan, masyarakat, keluarga, maupun negara. Dalam sebuah ungkapan,
dikatakan, ”Sayyid al-Qawm khaadimuhu.” (Pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi
kaumnya).2 Oleh karena itu, pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman pada orang-orang
yang dipimpinnya. Semua kebijakan yang dibuat harus mengacu pada kepentingan yang
dipimpinnya (rakyat).
Seorang pemimpin dapat dikatakan baik jika mampu menciptakan suasana saling
mendukung antara kedua belah pihak yaitu antara pemimpin dan yang dipimpin yang didasari
oleh perasaan saling mencintai dan menyayangi. Suasana seperti ini dapat menjadi modal
awal yang sangat berpengaruh positif dalam mewujudkan tujuan bersama. Sebaliknya,
seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang buruk, jika suasana yang
terbangun di masa kepemimpinannya bernuansa negatif, yaitu rasa saling membenci bahkan

1
Muhammad Khidri Alwi, “Kepemimpinan Dalam Perspektif Hadis”, Jurnal Rihlah, Vol. 5 No.2 (2017), hal. 32-
33.
2
https://bpkh.go.id/jangan-jadi-pemimpin-zalim-ini-ancaman-allah-swt/
melaknat. Kondisi demikian tentunya dapat menimbulkan efek negatif dalam proses
perjalanan roda kepemimpinannya yang dapat merugikan salah satu bahkan kedua belah
pihak, yaitu ketertindasan yang biasanya terjadi pada kalangan rakyat yang dipimpin. 3
Pemimpin yang baik akan membawa kehidupan masyarakat menjadi lebih baik,
sedangkan pemimpin yang buruk akan membawa kehidupan masyarakat yang dipimpinnya
menjadi lebih buruk. Para pemimpin dan calon-calon pemimpin harus mengetahui dan
memahami seperti apa pemimpin yang baik dan pemimpin yang buruk agar ia bisa menjadi
pemimpin yang baik bukan malah menjadi pemimpin yang buruk. Sebagaimana Rasulullah
saw memberikan gambaran tentang pemimpin yang baik dan pemimpin yang buruk dalam
satu hadits, yang artinya: Sebaik-baik pemimpin adalah orang yang kalian cintai dan mereka
mencintai kalian. Mereka mendo’akan kalian dan kalian juga mendo’akan mereka (HR.
Muslim).

B. TEKS HADITS
1. Shohih Muslim, Hadits No. 3447

‫ع ْن‬
َ ‫ع ْن يَ ِزيدَ ب ِْن يَ ِزيدَ بْن َجابِ ٍر‬ ُّ ‫س َحدَّثَنَا ْاْل َ ْوزَ ا ِع‬
َ ‫ي‬ َ ‫ي أ َ ْخ َب َرنَا ِعي‬
َ ُ‫سى بْنُ يُون‬ َ ‫يم ْال َح ْن‬
ُّ ‫ظ ِل‬ َ ‫َحدَّثَنَا إِ ْس َح ُق بْنُ إِب َْرا ِه‬
‫ار‬ُ َ‫سلَّ َم َقا َل ِخي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ع ْن َرسُو ِل‬
َ ‫َّللا‬ َ ٍ‫ف ب ِْن َمالِك‬ ِ ‫ع ْو‬ َ َ‫ظة‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن ُم ْس ِل ِم ب ِْن قَ َر‬ َ َ‫ق ب ِْن َحيَّان‬ ِ ‫ُرزَ ْي‬
‫ضونَ ُه ْم‬ ُ ‫ار أَئِ َّمتِكُ ْم الَّذِينَ ت ُ ْب ِغ‬ َ َ‫صلُّون‬
ُ ‫علَ ْي ِه ْم َو ِش َر‬ َ ُ ‫علَ ْيكُ ْم َوت‬ َ َ‫ص ُّلون‬َ ُ‫أ َ ِئ َّم ِتكُ ْم الَّذِينَ ت ُ ِحبُّونَ ُه ْم َوي ُِحبُّونَكُ ْم َوي‬
َّ ‫ْف فَقَا َل َل َما أَقَا ُموا فِيكُ ْم ال‬
‫ص ََلة َ َو ِإذَا‬ ِ ‫سي‬ َّ ‫َّللا أَفَ ََل نُنَا ِبذُهُ ْم ِبال‬
ِ َّ ‫ضونَكُ ْم َوت َْل َعنُونَ ُه ْم َويَ ْل َعنُونَكُ ْم قِي َل يَا َرسُو َل‬
ُ ‫َويُ ْب ِغ‬
‫ع ٍة‬ َ ‫ع َملَهُ َو َل ت َ ْن ِزعُوا يَدًا ِم ْن‬
َ ‫طا‬ َ ‫َرأ َ ْيت ُ ْم ِم ْن ُو َلتِكُ ْم‬
َ ‫ش ْيئًا ت َ ْك َرهُونَهُ فَا ْك َرهُوا‬
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Handlali, telah
mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Al Auza'i dari
Yazid bin Yazid bin Jabir dari Ruzaiq bin Hayyan dari Muslim bin Qaradlah dari 'Auf
bin Malik dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda, "Sebaik-baik
pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka
mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah
mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan
kalian mengutuk mereka." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi
mereka?" maka beliau bersabda, "Tidak, selagi mereka mendirikan salat bersama kalian. Jika
kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan
janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka.

3
Khoirul Rasyid, “Kepemimpinan Menurut Hadits Nabi Saw”, Diss. UIN Raden Intan Lampung, (2017), hal. 23
2. Shohih Muslim, Hadits No. 3448

‫لرحْ َم ِن ْب ُن يَ ِزيدَ ب ِْن َجابِ ٍر أ َ ْخبَ َرنِي‬ َ ‫ش ْي ٍد َحدَّثَنَا ْال َو ِليد ُ يَ ْعنِي ابْنَ ُم ْس ِل ٍم َحدَّثَنَا‬
َّ ُ ‫ع ْبد‬ َ ‫َحدَّثَنَا دَ ُاود ُ بْنُ ُر‬
‫ف ب ِْن َمالِكٍ ا ْْل َ ْش َج ِعي ِ يَقُو ُل‬ِ ‫ع ْو‬
َ ‫ع ِم‬ َ َ‫ظةَ ابْن‬ َ ُ‫ْق بْنُ َحيَّانَ أَنَّه‬
َ ‫س ِم َع ُم ْس ِل َم بْنَ قَ َر‬ ُ ‫ارة َ َوه َُو ُرزَ ي‬ َ َ‫َم ْولَى بَنِي فَز‬
َ‫ار أَئِ َّمتِكُ ْم الَّذِين‬
ُ َ‫سلَّ َم يَقُو ُل ِخي‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫س ِم ْعتُ َرسُو َل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫ول‬ َّ ‫ف بْنَ َمالِكٍ ْاْل َ ْش َج ِع‬
ُ ُ‫ي يَق‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬
َ ‫ع ْو‬ َ
‫ضونَكُ ْم َوت َْلعَنُونَ ُه ْم‬
ُ ‫ضونَ ُه ْم َويُ ْب ِغ‬ ُ ‫ار أَئِ َّمتِكُ ْم الَّذِينَ ت ُ ْب ِغ‬ َ َ‫صلُّون‬
ُ ‫علَ ْيكُ ْم َو ِش َر‬ َ َ‫صلُّون‬
َ ُ‫علَ ْي ِه ْم َوي‬ َ ُ ‫ت ُ ِحبُّونَ ُه ْم َوي ُِحبُّونَكُ ْم َوت‬
‫ص ََلة َ َل َما أَقَا ُموا فِي ُك ْم‬ َّ ‫َّللا أَفَ ََل نُنَابِذُهُ ْم ِع ْندَ ذَلِكَ قَا َل َل َما أَقَا ُموا فِي ُك ْم ال‬
ِ َّ ‫َويَ ْلعَنُونَكُ ْم قَالُوا قُ ْلنَا يَا َرسُو َل‬
َ ‫َّللا َو َل يَ ْن ِز‬
‫ع َّن يَدًا‬ ِ ‫َّللا فَ ْليَ ْك َر ْه َما يَأْتِي ِم ْن َم ْع‬
ِ َّ ‫صيَ ِة‬ ِ َّ ‫صيَ ِة‬ َ ‫علَ ْي ِه َوا ٍل فَ َرآهُ يَأْتِي‬
ِ ‫ش ْيئًا ِم ْن َم ْع‬ َ ‫ص ََلة َ أ َ َل َم ْن َو ِل‬
َ ‫ي‬ َّ ‫ال‬
َ ‫آَّلل يَا أَبَا ْال ِم ْقدَا ِم لَ َحدَّثَكَ ِب َهذَا أ َ ْو‬
َ‫س ِم ْعت‬ ِ َّ ‫ث‬ِ ‫ق ِحينَ َحدَّثَنِي ِب َهذَا ْال َحدِي‬ ٍ ‫ع ٍة قَا َل ابْنُ َجا ِب ٍر فَقُ ْلتُ يَ ْعنِي ِل ُرزَ ْي‬ َ ‫طا‬َ ‫ِم ْن‬
َ ‫سلَّ َم قَا َل فَ َجثَا‬
‫علَى‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫س ِم ْعتُ َرسُو َل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫ع ْوفًا يَقُو ُل‬
َ ُ‫س ِم ْعت‬ َ ‫ظةَ يَقُو ُل‬ َ ‫َهذَا ِم ْن ُم ْس ِل ِم ب ِْن قَ َر‬
َ‫ف بْن‬ َ ‫ظةَ يَقُو ُل‬
َ ُ‫س ِم ْعت‬
َ ‫ع ْو‬ َ ‫س ِم ْعتُهُ ِم ْن ُم ْس ِل ِم ب ِْن قَ َر‬ ِ َّ ‫ُر ْكبَت َ ْي ِه َوا ْست َ ْقبَ َل ْال ِق ْبلَةَ فَقَا َل ِإي َو‬
َ َ‫َّللا الَّذِي َل ِإلَهَ ِإ َّل ه َُو ل‬
ُ‫ي َحدَّثَنَا ْال َو ِليد ُ بْن‬
ُّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫سى ْاْل َ ْن‬ َ ‫سلَّ َم و َحدَّثَنَا ِإ ْس َح ُق بْنُ ُمو‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ ِ َّ ‫س ِم ْعتُ َرسُو َل‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫َمالِكٍ يَقُو ُل‬
‫ع ْن‬
َ ‫ح‬ ٍ ‫صا ِل‬ َ ُ‫ارة َ قَا َل ُم ْس ِلم َو َر َواهُ ُم َعا ِويَةُ بْن‬
َ َ‫ْق َم ْو َلى بَنِي فَز‬ ِ ْ ‫ُم ْس ِل ٍم َحدَّثَنَا ابْنُ َجا ِب ٍر ِب َهذَا‬
ٌ ‫اْل ْسنَا ِد َوقَا َل ُرزَ ي‬
‫سلَّ َم ِب ِمثْ ِل ِه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ْن النَّ ِبي‬
َ ٍ‫ف ب ِْن َمالِك‬ َ َ‫ظة‬
َ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع ْو‬ َ ‫ع ْن ُم ْس ِل ِم ب ِْن قَ َر‬
َ َ‫َر ِبي َعةَ ب ِْن يَ ِزيد‬
Telah menceritakan kepada kami Daud bin Rusyaid telah menceritakan kepada kami
Al Walid -yaitu Ibnu Muslim- telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Yazid
bin jabir telah mengabarkan kepadaku bekas budak Bani Fazarah Ruzaiq bin Hayyan
bahwa dia mendengar Muslim bin Qardzah bin 'Ammi 'Auf bin Malik Al Asyja'i dia
berkata; saya mendengar 'Auf bin Malik Al Asyja'i berkata, "Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai
mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendo'akan mereka dan mereka mendo'akan
kalian. Sedangkan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan
mereka membenci kalian, kalian mengutuk mereka dan mereka pun mengutuk kalian."
Mereka berkata, "Kemudian kami bertanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kami memerangi
mereka ketika itu?" beliau menjawab: "Tidak, selagi mereka mendirikan shalat bersama
kalian, tidak selagi mereka masih mendirikan shalat bersama kalian. Dan barangsiapa
dipimpin oleh seorang pemimpin, kemudian dia melihat pemimpinnya bermaksiat kepada
Allah, hendaknya ia membenci dari perbuatannya dan janganlah ia melepas dari ketaatan
kepadanya." Ibnu Jabir berkata, "Lalu aku bertanya kepada Ruzaiq, yaitu ketika dia
menceritakan kepadaku hadits ini, 'Demi Allah wahai Abu Miqdam, apakah dia menceritakan
ini kepadamu? ', Atau, Apakah kamu mendengar ini dari Muslim bin Qardlah, bahwa dia
berkata, 'Saya mendengar 'Auf berkata, 'Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam? ' dia menjawab, "kemudian dia duduk bertumpu di atas kedua lututnya dan
menghadapkan ke kiblat sambil berkata, "Demi Allah yang tidak ada tuhan yang berhak
disembah selain Dia, sungguh saya pernah mendengarnya dari Muslim bin Qardlah berkata,
'Saya mendengar 'Auf bin Malik berkata, 'Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam." Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Musa Al Anshari telah
menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Ibnu
Jabir dengan isnad ini, Ruzaiq bekas budak Bani Fazarah. Muslim berkata; dan telah
meriwayatkannya Mu'awiyah bin Shalih dari Rabi'ah bin Yazid dari Muslim bin Qardlah
dari 'Auf bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

3. Kitab Musnad Ahmad, Hadits No. 22856

‫الرحْ َم ِن بْنُ َي ِزي َد ب ِْن َجا ِب ٍر قَا َل َح َّدثَ ِني‬ َّ ‫ع ْب ُد‬ َ ‫َّللا قَا َل أ َ ْخ َب َر ِني‬ َ ‫ي بْنُ ِإ ْس َحاقَ قَا َل أَ ْن َبأَنَا‬
ِ َّ ‫ع ْب ُد‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
ُّ ‫ع ِل‬
ٍ‫ف ْبنَ َمالِك‬ َ ُ‫س ِم ْعت‬
َ ‫ع ْو‬ َ ‫ف ب ِْن َمالِكٍ َقا َل‬ ِ ‫ع ْو‬ َ ‫ع ِم‬ َ َ‫ظةَ َو َكانَ ابْن‬ َ ‫ع ْن ُم ْس ِل ِم ب ِْن قَ َر‬ َ َ‫ارة‬ َ َ‫ْق َم ْولَى َب ِني فَز‬ٌ ‫ُز َري‬
َ َ‫صلُّون‬
‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ُ ‫ار أَئِ َّمتِكُ ْم َم ْن ت ُ ِحبُّونَ ُه ْم َوي ُِحبُّونَكُ ْم َوت‬
ُ ‫سلَّ َم يَقُو ُل ِخ َي‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬
َّ َ‫س ِم ْعتُ َرسُول‬ َ ‫يَقو ُل‬
‫َّللاِ أَفَ ََل‬
َّ ‫ضو َنكُ ْم َوت َْلعَنُونَ ُه ْم َويَ ْل َعنُونَكُ ْم قُ ْلنَا يَا َرسُو َل‬ ُ ‫ضونَ ُه ْم َويُب ِْغ‬ ُ ‫ار أَئِ َّمتِكُ ْم الَّذِينَ ت ُ ْب ِغ‬ َ َ‫صلُّون‬
ُ ‫علَ ْيكُ ْم َو ِش َر‬ َ ُ‫َوي‬
ِ َّ ‫صيَ ِة‬
‫َّللا‬ َ ‫ال فَ َرآهُ يَأ ْ ِتي‬
ِ ‫ش ْيئًا ِم ْن َم ْع‬ ٍ ‫ير َو‬ ٌ ‫علَ ْي ِه أ َ ِم‬
َ ‫ي‬َ ‫ص ََلةَ أ َ ََل َو َم ْن ُو ِل‬
َّ ‫نُنَابِذُهُ ْم ِع ْن َد ذَلِكَ قَا َل ََل َما أَقَا ُموا لَكُ ْم ال‬
‫ع ٍة‬ َ ‫ع َّن يَدًا ِم ْن‬
َ ‫طا‬ َ ‫َّللا َو ََل يَ ْن ِز‬
ِ َّ ‫صيَ ِة‬ ِ ‫فَ ْليُ ْن ِك ْر َما يَأ ْ ِتي ِم ْن َم ْع‬
Telah bercerita kepada kami 'Ali bin Ishaq berkata: Telah memberitakan kepada
kami 'Abdullah berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku 'Abdur Rahman bin Yazid bin
Jabir berkata: Telah bercerita kepadaku Ruzaiq, budak Bani Fazarah dari Muslim bin
Qarazhah, keponakan 'Auf bin Malik berkata: Aku mendengar 'Auf bin Malik berkata:
Aku mendengar Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pemimpin-pemimpin
kalian yang terbaik adalah pemimpin yang kalian sukai dan mereka menyukai kalian, kalian
mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian dan pemimpin-pemimpin kalian yang
terburuk adalah mereka yang kau benci dan mereka membenci kalian, kalian melaknat
mereka dan mereka melaknat kalian." Kami bertanya: Bolehkan kami menentang mereka saat
itu? Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak, selama mereka menegakkan
shalat. Ingatlah, siapa pun yang dipimpin oleh seorang pemimpin lalu ia melihatnya
melakukan suatu kemaksiatan terhadap Allah, hendaklah ia memungkiri kemaksiatan yang
dilakukannya dan jangan sekali-kali menarik tangan untuk tidak taat."
 Kualitas Hadis : Shahih Menurut Ijma’ Ulama
 Takhrij Hadits : Hadits ini versi Al Alamiyah No. 3447 dan No.3448 sedangkan versi
Syarh Shahih Muslim nomor 1855, kitab kepemimpinan, bab sebaik baik dan seburuk
buruknya pemimpin. Disebutkan pada hadits lainnya No. 22856 dan No. 22874 pada
kitab Musnad Ahmad bab Hadits ‘Auf bin Malik Al Asyja’l Al Anshari R.A. 4
 Skema Sanad
Hadits I : Jalur pertama
Hadits II : Jalur pertama
Jalur kedua
Jalur ketiga

C. PENJELASAN HADITS
Al-Mawardi berkata, “Ini benar. Sungguh, seorang imam, jika memiliki kebaikan, ia
mencintai dan dicintai oleh rakyat. Sebaliknya, jika buruk (jahat), ia membenci dan dibenci
oleh rakyat. Pokok hal itu bahwa rasa takut kepada Allah akan mendorong untuk taat kepada-
Nya dalam memperlakukan makhluk-Nya. Ketaatan kepada Allah akan mendorong untuk
mencintai makhluk-Nya. Oleh karena itu, kecintaan itu merupakan bukti atas kebaikan imam.
Sebaliknya, kebencian rakyat kepada imam adalah bukti keburukannya serta minimnya
perhatian imam kepada rakyat.”

4
Anisatun Muthi’ah, “Pemimpin Ideal Dalam Perspektif Hadis”, Diy𝑎 al-Afkar, Vol. 5, No. 1, Juni 2017, hal. 77.
Asy-Syaukani di dalam Nayl al-Awthâr menjelaskan, hadis ini merupakan dalil
disyariatkannya mencintai imam dan mendoakan mereka. Imam yang mencintai dan dicintai
rakyat, mendoakan dan didoakan oleh rakyat merupakan imam yang paling baik. Sebaliknya,
imam yang membenci dan dibenci rakyat, mencaci dan dicaci oleh rakyat, termasuk imam
yang paling buruk. Hal itu karena jika imam berlaku adil di tengah rakyat, berkata baik
kepada rakyat, maka rakyat akan menaati, mematuhi dan memujinya. Ketika seorang imam,
keadilan dan kebaikan perkataannya menyebabkan kecintaan, ketaatan dan pujian rakyat
kepadanya, ia termasuk imam yang paling baik. Sebaliknya, tatkala kezaliman dan caciannya
kepada rakyat menyebabkan rakyat menyalahinya dan berkata buruk tentang dia, maka dia
termasuk seburuk-buruk imam.
Hadis ini menegaskan wajibnya menaati imam. Ketaatan itu selama bukan dalam
rangka bermaksiat kepada Allah, sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 59 :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga
setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang
dengan lafazh perintah "taatilah" karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (tâbi')
dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu,
apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak
ada lagi kewajiban mendengar dan taat kepada mereka.5 Dalam kondisi imam melakukan
kemaksiatan itu, Rasul memerintahkan agar kita membenci kemaksiatannya itu. Beliau tetap
melarang kita melepaskan tangan dari ketaatan, tentu diiringi dengan aktivitas amar makruf
nahi mungkar kepada imam, yang disyariatkan dalam nas yang lain.
Manthûq hadis ini juga menjelaskan tidak bolehnya memerangi imam dan mencabut
kekuasaannya selama ia masih menegakkan shalat di tengah kaum Muslim. Adapun mafhûm-
nya menyatakan bolehnya memerangi imam jika sudah tidak menegakkan shalat di tengah

5
https://islam.nu.or.id/syariah/sikap-terhadap-pemimpin-menurut-ajaran-islam-rGxC6
kaum muslim. Frasa mâ aqâmû fîkum ash-shalâh (selama dia masih menegakkan shalat di
tengah kalian) maksudnya adalah, selama masih menegakkan Islam, yakni selama masih
menerapkan hukum-hukum Islam. Makna ini sejalan dengan hadis Ubadah bin Shamit yang
menjelaskan wajibnya memerangi imam dan mencabut kekuasaannya jika sudah tampak
kekufuran yang nyata; misalnya jika imam menerapkan hukum kufur seraya meyakini
kelayakannya dan ketidaklayakan hukum Islam. Itu sama artinya dengan tidak lagi
menegakkan shalat di tengah-tengah kaum Muslim.6
Dari hadits di atas juga, Rasulullah saw memberikan gambaran tentang pemimpin
yang baik bahkan yang terbaik dengan memiliki dua keriteria. Pertama, Mencintai Rakyat
Dan Dicintai Rakyat. Manakala pemimpin mencintai rakyatnya, maka segala usaha yang
dilakukan oleh pemimpin adalah untuk kebaikan rakyat dengan cara-cara yang baik.
Pemimpin yang mencintai rakyatnya tidak akan membiarkan rakyat terjerat dalam berbagai
persoalan hidup tanpa usaha untuk memecahkan dan mengatasi masalah itu. Pemimpin yang
mencintai rakyat akan melindungi rakyatnya dari berbagai macam gangguan sehingga
rakyatnya berada dalam keamanan dan ketenangan dimanapun mereka berada. Pemimpin
yang mencintai rakyat akan selalu berusaha memenuhi hak-hak rakyatnya serta memberikan
fasilitas yang memadai, hak untuk hidup, hak beribadah, hak mendapatkan rizki, hak
menuntut ilmu dan sebagainya. Manakala pemimpin telah menunjukkan kecintaan kepada
rakyatnya, tidak ada alasan bagi rakyat untuk tidak bisa mencintai pemimpinnya. 7
Kedua, Mendo’akan Rakyat Dan Dido’akan Rakyat. Bila pemimpin sudah
memberikan perhatian kepada rakyat karena cintanya yang begitu besar dan dalam, maka ia
pun pasti menginginkan segala kebaikan bagi rakyatnya. Untuk itu, sebagai seorang muslim
ia selalu berdo’a dan salah satu muatan dalam do’anya adalah mengharapkan kebaikan bagi
rakyatnya, bahkan Allah swt mengingatkan Nabi Ibrahim bahwa berdo’a itu bukan hanya
untuk kebaikan rakyatnya yang muslim, rakyat yang kafirpun akan diberikan oleh Allah swt
kesenangan di dunia ini. Sebagai seorang pemimpin, Nabi Ibrahim as selalu berdo’a: Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dan buah-
buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari
kemudian”. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan
sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat
kembali” (QS Al Baqarah [2]:126).

6
https://tsaqofah.id/penguasa-yang-baik-dan-yang-buruk/
7
https://alhikmah.ac.id/kewajiban-memilih-pemimpin/
Setelah menggambarkan ciri pemimpin yang baik, Rasulullah saw mengemukakan
dua gambaran tentang pemimpin yang buruk, bahkan seburuk-buruk pemimpin. Pertama,
Dibenci rakyat dan membenci rakyat. Pemimpin yang membenci rakyatnya juga tidak suka
bila rakyatnya memiliki ilmu yang banyak dan kecerdasan berpikir, karena dengan begitu
pemimpin yang buruk itu tidak bisa lagi membodohi rakyatnya, bahkan pemimpin seperti ini
tidak ragu-ragu untuk membunuh rakyatnya sendiri, itulah yang pernah dilakukan oleh
Fir’aun yang mengeluarkan kebijakan membunuh setiap bayi laki-laki, karena anak laki-
lakilah yang kelak berpotensi menjadi pemimpin yang bisa jadi akan menggeser posisi
kepemimpinannya. Kedua, Mengutuk rakyat dan dikutuk rakyat. Di dunia ini, kita dapati
pemimpin seperti ini, pemimpin yang mengutuk dan mencaci maki rakyat yang sebenarnya
menjadi tanggungjawabnya. Manakala pemimpin suka mengutuk rakyatnya, maka rakyatpun
akhirnya mengutuk para pemimpinnya.

D. RELEVANSI DENGAN KONTEKS KEKINIAN


Kalau kita menggunakan pendekatan struktural itu ada istilah atasan dan bawahan,
memerintah dan diperintah. Tapi kalau pendekatan fungsional, itu adalah kebersamaan dalam
kebaikan. Sebagaimana yang tergambar dalam hadis Rasul Saw: “Khiyaru Aimmatikum
Alladzina Tuhibbunahum Wa YuhibbuNakum Wa TushollunaAlaihim Wa Yusholluna
Alaikum, Syiroru Aimmatikum Allazina Tubghidunahum Wa Yubghidunakum Wa Tal,
Anunahum Wa Yal, Annakum”
Pemimpin yang paling baik adalah pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya dan
mencintai pada rakyatnya, didoakan oleh rakyatnya dan mendoakan pada rakyatnya,
sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang dibenci oleh rakyatnya dan benci
pada rakyatnya, dilaknat oleh rakyatnya dan melaknat pada rakyatnya. Artinya bahwa sebaik-
baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintaimu.
Kalian mendoakan mereka, dan mereka pun mendoakan kalian. Kalau kita merenungkan atau
menggambarkan suasana kebatinan dari Rasul Saw., ini, bisa tergambar dalam diri kita. Jadi
kapan antara pemimpin dan yang dipimpin itu saling mencintai?. Ketika hatinya itu satu
gelombang. Kapan pemimpin dan yang dipimpin itu saling mendoakan?. Ketika mereka
peduli satu sama lain, ketika mereka juga merasa senasib dan sepenanggungan. Ketika
mereka merasa dan meyakini, dia berada pada satu perahu perjuangan. Itulah sesungguhnya
kepemimpinan dalam Islam.
Jadi, dimana pun kita berada, di suatu tempat, apapun atribut kita, kalau kita dalam
konteks kehidupan di dalam kampus. Ada organisasi intra kampus seperti BEM dan ada
organisasi di sekitar kampus. Ketika misalnya di amanahkan dalam satu posisi, jangan
memaknakan itu sebagai satu posisi yang sifatnya structural, tetapi yakinlah itu adalah
sifatnya fungsional. Artinya semua yang ada disekitar kita, baik yang memiliki jabatan resmi
dalam organisasi atau yang hanya menjadi anggota biasa, itu sama pentingnya dengan kita.
Untuk bersama-sama mewujudkan tujuan berorganisasi, itulah yang dicontohkan oleh Rasul
Saw., karena itu pula, inilah satu hal yang bisa kita lihat, kepemimpinan Rasul Saw., karena
itu pula Rasul Saw., memanggil orang-orang yang ada di sekitar beliau dengan sebutan
ashhâbi (para sahabatku). Nabi tidak menyebut dengan istilah atabi’i (pengikutku, anak
buahku), itu semua tidak ada. Rasul Saw., menyebut sahabatnya dengan sebutan yang
mencerminkan satu nilai yang sangat egaliter, disitu ada nilai kemanusiaan, penghargaan,
kebersamaan, dan ada nilai kolaborasi, yaitu nilai membangun jejaring kebaikan. Ini satu hal
yang Rasul Saw., sengaja disampaikan berulang-ulang dan menekankan. Betapa bagaimana
membangun sesuatu perjalanan bersama, di dalam mencapai tujuan yang baik dan ide yang
baik.
Dalam konteks yang lebih luas, tentang bagaimana Allah menempatkan kita dalam
kehidupan. Maka kepemimpinan itu, sesungguhnya implementasi dari “khilafah al-insan fi al-
ardhi”, yaitu amanah mengelola sebaik-baiknya bumi dan segala isinya. Khilafah al-insan itu
sesungguhnya sebagai amanah mengelola, karena tidak cukup kalau kita mengatakan
manusia amanah. Manusia untuk menggunakan bumi dengan segala isinya. Menggunakan
belum tentu mengandung nilai mengelola yang baik. Kadang ketika kita memaknakan
khilafah al-insan itu sebagai satu otoritas, Allah kasih kita kekuasaan, sebagai makhluk yang
terbaik di muka bumi. Maka yang sering terjadi adalah, menggunakan sumber daya yang ada
itu dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Karena itu kita artikan sebagai amanah
mengelola, sebaik-baiknya bumi dan segala isinya.
Kalau merujuk pada QS. Al-Baqarah/2:30-38; kita temukan banyak nilai-nilai utama
dalam rangkaian ayat itu. Di antaranya dapat kita ambil 4 hal penting:Dalam konsep khilafah
al-insan/kepemimpinan kita, dalam kehidupan dalam semua konteks, nilai yang utama adalah
tauhid, karena dalam ayat 30 itu, Allah Swt., menyampaikan; “ َ‫”وإِذْ َقالَ َربُّك‬
َ jadi kata “Rabb”
menunjukan dia. Dan dia pula yang memelihara, menyiapkan kehidupan untuk kita. Jadi,
Allah Swt., adalah sumber dari semua nilai-nilai yang baik. Dan kepada Allah Swt., pula kita
kembalikan seluruh kerja-kerja kita, dalam kehidupan itulah yang dinamakan tauhid.
Ilmu, dimana kalau kita melihat dalam dialog. Bagaimana Allah Swt., memuliakan
Nabi Adam as., Allah Swt., menggunakan lebih dari satu kali yang berasal dari kata ilmu.
“‫علَّ َمآدَ َم ْاْل َ ْس َما َءكُلَّ َها‬
َ ‫ ” َو‬dan Allah Swt. Mengajarkan kepada Nabi Adam as., “Al-Asma”. Dimana
banyak ulama menguraikan maknanya. Tetapi, intinya secara sederhana adalah segala hal
yang diperlukan dalam hidup. Bahagia sejahtera dunia dan akhirat. Tauhid bersama ilmu.
Itulah “khilafah al-insan”. Tanpa ilmu lumpuh tahuid kita. Tanpa tauhid ilmu kita menjadi
buta.
Kedamaian. “ َ‫”فَ ََلخ َۡوفٌعَلَ ۡي ِهمۡ َو َله ُۡميَ ۡحزَ نُون‬. Sebagaimana ungkapan bahwa kekhalifahan
manusia itu juga mengandung nilai-nilai kedamaian. Artinya bahwa kedamaian itu adalah
sesuatu yang harus dituju. Di dalam kita melaksanakan amanah khilafah al-insan fi al-ardhi.
Kesejahteraan, jadi kalau kita lihat dalam rangkaian ayat yaitu kata “‫غدًا َح ْيث ُ ِشئْت ُ َما‬
َ ‫”ر‬
َ jadi
kelapangan dan keluasan, kesejahteraan, keberlimpahan dalam kebaikan dalam konteks yang
baik. Walaupun dalam ayat ini terkait dengan surga, tetapi kita juga diajarkan membawa
idealisasi surga. Itu kita perjuangkan atau kita ikhtiarkan terwujud di tengah kehidupan dunia.
Nah, inilah empat hal yang penting kita ingat ketika kita berbicara tentang kepemimpinan.
Dalam konteks apapun, ketika kepemimpinan itu tidak berlandaskan tauhid, dia akan menjadi
kepemimpinan yang eksploitasi, ketika kepemimpinan tidak dilandasi ilmu, maka akan
menjadi kepemimpinan yang dogmatik. Orang disuruh ikut saja, tidak boleh tahu, kenapa dan
bagaimana. Ketika kepemimpinan itu tidak diarahkan kedamaian., maka akan melahirkan
orientasi kepada konflik-konflik dan kemenangan-kemenangan untuk sekelompok orang saja.
Ketika kepemimpinan itu tidak dihadirkan untuk kesejahteraan, maka tentu kepemimpinan itu
tidak akan bisa membawa kepada kemaslahatan yang diharapkan oleh semua. Inilah
sesungguhnya kepemimpinan untuk menjurus kepada nilai-nilai profetik, yang diwariskan
oleh Nabi Muhammad Saw., mudah-mudahan kita bisa mengamalkan dalam aktivitas kita
sehari-hari. 8

E. PENUTUP
Seorang pemimpin dapat dikatakan baik jika mampu menciptakan suasana saling
mendukung antara kedua belah pihak yaitu antara pemimpin dan yang dipimpin yang didasari
oleh perasaan saling mencintai dan menyayangi. Sebaliknya, seorang pemimpin dapat
dikatakan sebagai pemimpin yang buruk, jika suasana yang terbangun di masa
kepemimpinannya bernuansa negatif, yaitu rasa saling membenci bahkan melaknat. Kondisi
demikian tentunya dapat menimbulkan efek negatif dalam proses perjalanan roda
kepemimpinannya yang dapat merugikan salah satu bahkan kedua belah pihak, yaitu
ketertindasan yang biasanya terjadi pada kalangan rakyat yang dipimpin.

8
https://nwdionline.com/berita-kepemimpinan-islam-di-era-milenial-dalam-perspektif-tgb.html
Pemimpin yang baik akan membawa kehidupan masyarakat menjadi lebih baik,
sedangkan pemimpin yang buruk akan membawa kehidupan masyarakat yang dipimpinnya
menjadi lebih buruk. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu berlaku adil dan
berusaha mengupayakan kesejahteraan seluruh rakyatnya, tidak memandang suku, ras,
budaya, maupun strata ekonominya. Seorang pemimpin yang dapat memimpin suatu kaum
dengan cara yang bijaksana entah dalam mengambil atau membuat keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Khidri Alwi, Muhammad. “Kepemimpinan Dalam Perspektif Hadis”. Jurnal Rihlah.
Vol. 5 No.2 (2017).
https://bpkh.go.id/jangan-jadi-pemimpin-zalim-ini-ancaman-allah-swt/
Rasyid, Khoirul. Kepemimpinan Menurut Hadits Nabi Saw. Diss. UIN Raden Intan
Lampung, (2017).
https://www.hadits.id/hadits/muslim/3447
https://www.hadits.id/hadits/muslim/3448
https://shareoneayat.com/hadits-ahmad-22856
Muthi’ah, Anisatun. “Pemimpin Ideal Dalam Perspektif Hadis”. Diy𝑎 al-Afkar. Vol. 5
No. 1. Juni (2017).
https://islam.nu.or.id/syariah/sikap-terhadap-pemimpin-menurut-ajaran-islam-rGxC6
https://tsaqofah.id/penguasa-yang-baik-dan-yang-buruk/
https://alhikmah.ac.id/kewajiban-memilih-pemimpin/
https://nwdionline.com/berita-kepemimpinan-islam-di-era-milenial-dalam-perspektif-
tgb.html

Anda mungkin juga menyukai