Anda di halaman 1dari 18

Definisi Rasul,

Sifat Rasul dan Kedudukan


Rasul

FITRIA TIARANI (DARMAJAYA)


Dari segi bahasa, rasul berasal dari kata ‘rasala’ yang berarti
mengutus. Sedangkan kata ‘rasul’, adalah bentuk infinitif (baca;
masdar) dari kata ‘rasala’ yang berarti utusan, atau seseorang yang
diutus.

Adapun secara istilah kata ‘rasul’ artinya adalah:

‫الر َسال َِة ِإل َى الن ّ َِاس‬ ِ ‫الر ُج ُلال ُْم ْص َط َفي ال ُْم ْر َس ُل ِم َن‬
ّ ِ ‫الله ِب‬ َّ
“Seorang laki-laki yang dipilih dan diutus oleh Allah dengan membawa
risalah kepada umat manusia.”
Ada lima kata kunci untuk memahami definisi ‘Ar-Rasul’, yaitu:

Pertama, hamilur risalah (membawa dan menyampaikan risalah). Mengenai


hal ini Allah Ta’ala berfirman,
‫َاسإ َّن الل َّ َهال َ يَ ْه ِدي‬ َ ‫ول بَلِ ّغْ َما أُن ْ ِز َل ِإل َيْ َك ِم ْن َر ِبّ َك َو ِإ ْن ل َْم تَفْ َع ْل َف َما بَل َّ ْغ‬
ِ ِ ّ ‫ت ِر َسالَتَ ُه َوالل َّ ُه يَ ْع ِص ُم َك ِم َن الن‬ َّ ‫يَاأَيُّ َها‬
ُ ‫الر ُس‬
َ ‫ال ْ َق ْو َم الْك َا ِف ِر‬
‫ين‬
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah, 5: 67)

Kedua, qudwatu fi tathbiqir risalah (menjadi qudwah [contoh] bagi umat


manusia dalam melaksanakan ajaran yang dibawanya).
Allah Ta’ala berfirman,
‫اآلخ َر َو َذك ََر الل َّ َه ك َ ِث ًيرا‬ َ ‫ول الل َّ ِه أ ُ ْس َو ٌة َح َسن َ ٌة لِ َم ْن ك‬
ِ ‫َان يَ ْر ُجو الل َّ َه َوال ْيَ ْو َم‬ ِ ‫َان لَك ُْم ِفي َر ُس‬
َ ‫ل َ َق ْد ك‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab,
33: 21)
*****
Ketiga, adanya al-bisyarat (berita gembira kedatangannya). Kabar
gembira kedatangan seorang rasul adakalanya telah diberitakan oleh
rasul-rasul sebelumnya.

Dalam al-Qur’an Allah Ta’ala berfirman,


‫ول الل َّ ِه ِإل َيْك ُْم ُم َص ِ ّدقًا لِ َما بَيْ َن يَ َد َّي ِم َن التّ َ ْو َرا ِة َو ُمبَ ِ ّش ًرا‬
ُ ‫يل ِإ ِن ّي َر ُس‬
َ ‫يسى ابْ ُن َم ْريَ َم يَابَ ِني ِإ ْس َرا ِئ‬
َ ‫ال ِع‬
َ ‫َو ِإ ْذ َق‬
ِ َ ‫اء ُه ْم ِبال ْبَ ِيّن‬ َ ْ ٍ ‫ِبرس‬
‫ين‬
ٌ ‫ح ٌر ُم ِب‬ ْ ‫ات َقال ُوا َه َذا ِس‬ َ ‫اس ُم ُه أ ْح َم ُد َفل ََّما َج‬ ْ ‫ول يَأ ِتي ِم ْن بَ ْع ِدي‬ ُ َ

“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan
kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)’ Maka tatkala rasul
itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata’”. (QS. As-Shaf, 61 : 6)
Keempat, adanya an-nubuwwat (berita-berita kenabian) yang
disampaikannya.

Setiap rasul senantiasa membawa berita dari Tuhannya melalui wahyu


berisi ajaran, perintah dan larangan, atau peristiwa-peristiwa masa lalu
dan masa yang akan datang,

ِ َ‫وب َوال ْأ َ ْسب‬


‫اط‬ َ ُ‫اق َويَ ْعق‬ َ ‫ح‬ َ ‫يل َو ِإ ْس‬
َ ‫اع‬ ِ ‫َو ِإ ْس َم‬ ‫يم‬ ِ ‫ِين ِم ْن بَ ْع ِد ِه َوأ َ ْو َحيْنَا ِإل َى ِإبْ َر‬
َ ‫اه‬ ٍ ُ ‫ِإن َّا أ َ ْو َحيْنَا ِإل َيْ َكك ََما أ َ ْو َحيْنَا ِإل َى ن‬
َ ّ‫وح َوالن َّ ِبي‬
َ
‫ان َوآتَيْنَا َد ُاو َد َزبُ ًورا‬
َ ‫ون َو ُسل َيْ َم‬ َ ‫َويُون ُ َس َو َه ُار‬ ‫وب‬
َ ُّ‫يسى َوأي‬ َ ‫َو ِع‬

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana


Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim,
Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisa, 4: 163)
.[2]
Diantara contoh peristiwa masa datang yang diberitakan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melalui wahyu-Nya adalah berita
penaklukan Makkah,
َ ‫وسك ُْم َو ُمقَ ِّص ِر‬
‫ين ل َا‬ َ ‫ين ُر ُء‬ َ ‫ح ِل ّ ِق‬
َ ‫ين ُم‬ ِ ‫اء الل َّ ُه‬
َ ‫آم ِن‬ ُّ ‫ل َ َق ْد َص َد َقالل َّ ُه َر ُسول َُه‬
َ ‫الرؤْيَا ِبال َْح ِ ّقلَتَ ْد ُخل َُّن ال َْم ْسجِ َد ال َْح َرا َم ِإ ْن َش‬
‫حا َق ِريبًا‬ ً ْ‫ون َذلِ َك َفت‬ِ ‫ج َع َل ِم ْن ُد‬ َ ‫ُون َف َعلِ َم َما ل َْم َت ْعل َُموا َف‬
َ ‫خاف‬ َ َ‫ت‬
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya
kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu
ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang
dekat.” (QS. Al-Fath, 48: 27), juga  berita kemenangan Bizantium atas
Persia,
‫األم ُر ِم ْن َقبْ ُل َو ِم ْن بَ ْع ُد‬ ْ ‫ين لِل َّ ِه‬ َ ‫ ِفي ِب ْض ِعـ ِس ِن‬ ‫ون‬ َ ُ‫غل َ ِب ِه ْم َسيَ ْغلِب‬
َ ‫ض ُه ْم ِم ْن بَ ْع ِد‬ ‫األر ِ َو‬
ْ ‫ ِفي أ َ ْدنَى‬ ‫الرو ُم‬
ُّ ‫ت‬ ِ َ‫غلِب‬ُ  ‫الم‬
‫ون‬َ ُ ‫َويَ ْو َم ِئذٍ يَ ْف َر ُح ال ُْم ْؤ ِمن‬
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam
beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah
(mereka menang). (QS. Ar-Rum, 1-4)
Kelima, adanya at-tsamarat (hasil dakwah yang dilakukannya).

Diantara hasil dakwah yang diwujudkan Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam adalah munculnya generasi unggul dari sisi
keimanan, ilmu dan amal, sehingga mampu berkuasa di muka
bumi ini dan menebarkan ajaran Islam ke seluruh penjurunya.

ِ َ‫آم َن أ َ ْه ُل ال ْ ِكت‬
‫اب‬ َ ‫ون ِبالل َّ ِه َول َْو‬
َ ُ ‫ع ِن ال ُْمنْك َِر َوتُ ْؤ ِمن‬ َ ‫ت لِلن ّ َِاستَأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ون ِبال َْم ْع ُر‬
َ ‫وف َوتَن ْ َه ْو َن‬ ْ ‫كُنْتُ ْم َخيْ َر أ ُ ّ َمةٍ أ ُ ْخ ِر َج‬
‫ون‬
َ ُ‫اسق‬ِ ‫ون َوأَكْثَ ُر ُه ُم ال ْ َف‬
َ ُ ‫َان َخيْ ًرا ل َُه ْم ِمن ْ ُه ُم ال ُْم ْؤ ِمن‬
َ ‫لَك‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah…” (QS. Ali Imran, 3: 110)
(Sifat-sifat Rasul)

Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat-sifat


kerasulan, diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, al-basyariyyatul kamilah (kemanusiaan seutuhnya).

Sebagaimana telah disebutkan di pembahasan sebelumnya,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa seperti
manusia yang lainnya; ia bukan bangsa malaikat atau jin, bukan
manusia setengah malaikat, dan bukan manusia setengah jin. Akan
tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bangsa manusia
seutuhnya; memiliki jasad seperti manusia pada umumnya, dan
memiliki perasaan seperti manusia yang lainnya. Beliau makan, minum,
pergi ke pasar, beristeri, berniaga dan lain sebagainya sebagaimana
layaknya manusia.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para rasul
lainnya sama sekali tidak berkuasa mendatangkan ayat, petunjuk,
mukjizat, keajaiban-keajaiban, atau apa pun namanya—kecuali dengan
izin Allah Ta’ala.
‫َان لَنَا أ َ ْن نَأ ْ ِتيَك ُْم‬
َ ‫اء ِم ْن ِعبَا ِد ِه َو َما ك‬ َ ‫ح ُن ِإلَّا بَ َش ٌر ِمثْلُك ُْم َول َ ِك َّن الل َّ َه يَ ُم ُّن‬
ُ ‫عل َى َم ْن يَ َش‬ ْ َ ‫َتل َُه ْم ُر ُسل ُُه ْم ِإ ْن ن‬
ْ ‫قَال‬
‫ان ِإلَّا ِبإِذ ِْن الل َّ ِه‬ٍ ‫ِب ُسل َْط‬
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: ‘Kami tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa
yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi
kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin
Allah.’” (QS. Ibrahim, 14: 11)

Kedua, al-‘ishmah (terpelihara dari kesalahan dan dosa)


Karena memiliki sifat basyariyyah (kemanusiaan), maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam mungkin saja pernah berbuat salah atau keliru, tetapi kesalahannya itu akan segera
diluruskan oleh Allah Ta’ala sehingga beliau terpelihara dari berlarut-larut dalam kesalahan dan
dosa. Inilah yang disebut sifat ishmah (dijaga, dilindungi, dicegah, dan dikendalikan oleh
Allah Ta’ala sehingga terhindar dari kesalahan dan dosa).
Ketiga, as-shidqu (jujur).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersifat jujur. Beliau tidak
berdusta tentang apa yang diwahyukan kepadanya dari Allah Ta’ala,
َ ُ‫ع ِن ال َْه َو ٰى– ِإ ْن ُه َو ِإلَّا َو ْح ٌي ي‬
‫وح ٰى‬ َ ‫َو َما يَن ْ ِط ُق‬
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm, 53: 3-4)

Keempat, al-fathanah (cerdas)
Dalam menjalankan tugasnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dibekali oleh Allah Ta’ala sifat fathanah (cerdas), sehingga dapat
menjelaskan wahyu Allah Ta’ala kepada seluruh umat manusia dengan
sebaik-baiknya,
َ َ‫يه ْم َويُ َع ِل ّ ُم ُه ُم ال ْ ِكت‬
‫اب َوال ِْحك َْم َة َو ِإ ْن ك َانُوا ِم ْن َقبْ ُل‬ ِ ّ ‫عل َيْ ِه ْم آيَا ِت ِه َوي ُ َز ِك‬ َ ّ‫ث ِفي ال ْأ ُ ِ ّم ِي‬
َ ‫ين َر ُسول ًا ِمن ْ ُه ْم يَتْل ُو‬ َ ‫ُه َو ال َّ ِذي بَ َع‬
‫ين‬ ٍ ‫ل َ ِفي َضل‬
ٍ ‫َال ُم ِب‬
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As
Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah, 62: 2)
Kelima, al-amanah (terpercaya), dan keenam, at-
tabligh (menyampaikan risalah).
Dalam pembahasan madah sebelumnya sudah disampaikan bahwa
sebagai rasuulun minal mursalin, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki tugas untuk ballaghar risalah (menyampaikan
risalah) sebagai bentuk adaul amanah (penunaian amanah).
‫َاسإ َّن الل َّ َه‬ َ ‫ول بَ ِل ّغْ َما أُن ْ ِز َل ِإل َيْ َك ِم ْن َر ِبّ َك َو ِإ ْن ل َْم َت ْف َع ْلف ََما بَل َّ ْغ‬
ِ ِ ّ ‫ت ِر َسالَتَ ُه َوالل َّ ُه ي َ ْع ِص ُم َك ِم َن الن‬ َّ ‫يَا أَي ُّ َها‬
ُ ‫الر ُس‬
‫ين‬َ ‫ل َا يَ ْه ِدي الْقَ ْو َم الْك َا ِف ِر‬
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah, 5: 67)
Sifat amanah adalah sifat kerasulan. Tidak ada seorang Rasul pun
yang tidak memiliki sifat mulia ini. Misalnya
Allah Ta’ala menceritakan  di dalam Al-Qur’an tentang Nabi Shalih
yang berkata kepada kaumnya,
‫ين‬ ٌ ‫ول أ َ ِم‬ٌ ‫ِإ ِن ّي لَك ُْم َر ُس‬
“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul terpercaya (yang diutus)
kepadamu,” (QS. Asy-syuara’, 26: 143)
Keenam, al-iltizamul kamil (komitmen yang sempurna terhadap
kebenaran).
Beliau tidak pernah bergeser sedikitpun dari kebenaran. Beliau
senantiasa berkomitmen kepadanya dari segala sisinya. Salah satu
contohnya adalah beliau tidak bergeming sedikitpun menghadapi tipu
daya muyrikin Quraisy yang berusaha menodai dakwahnya. Ibnu Ishak,
Ibnu Mardawaih dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal serta beberapa orang pemuka suku
Quraisy berkata: “Mintalah berkah kepada tuhan-tuhan kami, dan
kamipun akan bersama-sama kamu memasuki agamamu”. Maka
turunlah firman Allah Ta’ala menguatkan komitmen beliau,
َ ‫ َول َْوال أ َ ْن ثَبّ َ ْتنَا َك ل َ َق ْد ِك ْد‬ ‫خذُو َك َخلِيال‬
‫ت‬ َ َ ّ‫غيْ َر ُه َو ِإذًا الت‬ َ ‫ع ِنال َّ ِذي أ َ ْو َحيْنَا ِإل َيْ َك لِتَ ْفتَ ِر َي‬
َ ‫عل َيْنَا‬ َ ‫َادوا ل َيَ ْف ِتنُون َ َك‬
ُ ‫َو ِإ ْن ك‬
‫عل َيْنَا ن َ ِص ًيرا‬
َ ‫اتث ُّمَ ال تَجِ ُد ل ََك‬ ِ ‫فل َْحيَا ِة َو ِض ْع َف ال َْم َم‬ ‫تَ ْرك َُن ِإل َيْ ِه ْم َشيْئًا َقلِيال ِإذًا أل َذ ْقنَا َك ِض ْع َ ا‬
“Dan mereka hampir memalingkan engkau (Muhammad) dari apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengada-ada yang lain
terhadap kami; dan jika demikian tentu mereka menjadikan engkau
sahabat yang setia. Dan sekiranya Kami tidak memperteguh(hati)mu,
niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka,  Jika
demikian, tentu akan Kami rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda
di dunia ini dan berlipat ganda setelah mati, dan engkau (Muhammad)
tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap kami.” (QS. Al-
Israa, 17: 73-75)
MAKANATUR RASUL (KEDUDUKAN RASUL)

Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan yang istimewa bagi


umat Islam. Namun, kedudukan beliau yang istimewa itu tidak disikapi oleh umat
Islam dengan sikap ghuluw (berlebihan), sebagaimana sikap kaum nasrani yang
mempertuhankan Nabi Isa ‘alaihissalam.

Umat Islam memposisikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara


proporsional sebagaimana diajarkan sendiri oleh beliau.
Dari ‘Ubaidillah bin Abdillah dari Ibnu ‘Abbas, ia mendengar ‘Umar  radhiyallahu
‘anhu berkata di atas mimbar:

ِ ‫عبْ ُد‬
‫الله‬ َ ‫تالن ّ ََص َارى ابْ َن َم ْري َ َم َف ِإن ّ ََما أَنَا‬
َ ‫عبْ ُد ُه َف ُقول ُوا‬ ِ ‫ولال َ تُ ْط ُرو ِني ك ََما أ َ ْط َر‬
ُ ُ‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم يَق‬ ُ ‫ت الن ّ َ ِب ّ َي َصلَّى‬
َ ‫الله‬ ُ ‫َس ِم ْع‬
‫َو َر ُسول ُُه‬
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah
kalian berlebih-lebihan dalam memujiku seperti orang-orang Nasrani berlebih-
lebihan dalam memuji putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba
Allah, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya’”  (HR. Al-Bukhari)
kedudukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah abdun
min ‘ibadillah; seorang hamba (manusia biasa) dari sekian banyak
hamba-hamba Allah Ta’ala. Yang membedakannya dengan hamba
Allah Ta’ala lainnya adalah beliau rasuulun minal mursalin;
seorang rasul (utusan Allah) dari sekian banyak rasul-rasul Allah
lainnya.

Sebagai abdun min ‘ibadillah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa


sallam tidak ada bedanya dengan manusia lain. Beliau adalah
manusia biasa (insaanan), memiliki garis keturunan (nasaban), dan
berjasad (jisman).

‫حا َول َا‬ ً ِ‫ع َمل ًا َصال‬ َ ‫اء َر ِبّ ِه َفل ْيَ ْع َم ْل‬
َ َ‫َان يَ ْر ُجو لِق‬ ِ ‫وحى ِإل ََّيأَن ّ ََما ِإل َُهك ُْم ِإل َ ٌه َو‬
َ ‫اح ٌد َف َم ْن ك‬ َ ُ‫ق ُْل ِإن ّ ََما أَنَا بَ َش ٌر ِمثْلُك ُْم ي‬
‫اد ِة َر ِبّ ِه أ َ َح ًدا‬
َ َ‫يُ ْش ِر ْك ِب ِعب‬
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya’”. (QS. Al-Kahfi, 18: 110)
sebagai rasuulun minal mursalin, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam memiliki tugas untuk ballaghar risalah (menyampaikan risalah)
sebagai bentuk adaul amanah (penunaian amanah).

Allah Ta’ala berfirman,
‫َاسإ َّن الل َّ َه ل َا‬ َ ‫ول بَ ِل ّغْ َما أُن ْ ِز َل ِإل َيْ َك ِم ْن َر ِبّ َك َو ِإ ْن ل َْم َتفْ َع ْلف ََما بَل َّ ْغ‬
ِ ِ ّ ‫ت ِر َسالَتَ ُه َوالل َّ ُه ي َ ْع ِص ُم َك ِم َن الن‬ َّ ‫يَا أَي ُّ َها‬
ُ ‫الر ُس‬
َ ‫ي َ ْه ِدي ال ْ َق ْو َم الْك َا ِف ِر‬
‫ين‬
“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah, 5: 67)

Beliau pun bertugas menjadi imamul ummah (pemimpin umat). Hal ini


menjadi salah satu bukti kebenaran firman Allah Ta’ala yang
menyebutkan bahwa keturunan Ibrahim ‘alaihis salam akan dijadikan
pemimpin-pemimpin yang membimbing di atas jalan kebenaran.
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan as-
sunnah. Dari segi bahasa ‘sunnah’ berarti jalan.
Maksud dari sunnah Nabi adalah segala sesuatu yang diucapkan,
disetujui dan diamalkan olehnya sebagai minhajul hayah (pedoman
hidup) bagi manusia.

‫اب َوال ِْحك َْم َة َويُ َع ِل ّ ُمك ُْم َما ل َْم تَك ُونُوا‬ َ ‫ك ََما أ َ ْر َسلْنَا ِفيك ُْم َر ُسول ًا ِمنْك ُْم يَتْل ُو‬
َ َ‫عل َيْك ُْم آيَا ِتنَا َويُ َز ِك ّيك ُْم َويُ َع ِل ّ ُمك ُُم ال ْ ِكت‬
‫ون‬
َ ‫تَ ْعل َُم‬

“…Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami


kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu
yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-
Baqarah: 151)
Jazzakumullahu Khoiron

Anda mungkin juga menyukai