Anda di halaman 1dari 16

Kepemiminan Rasulullah dan Abu Bakar

1. Pendahuluan

Pemimpin mempunyai kedudukan yang penting dalam sebuah komunitas, kelompok,


masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemimpin. Suatu komunitas masyarakat, suatu
bangsa dan negara tidak aman, maju dan terarah jika tidak adanya seorang pemimpin,
maka pemimpin menjadi kunci keberhasilan suatu bangsa maupun suatu negara.

Pemimpin yang mampu memberi rasa aman,tenteram, mampu mewujudkan keinginan


rakyatnya, maka dianggap pemimpin yang berhasil. Pemimpin yang berhasil adalah
pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya, bangsanya, pemikirannya dipakai meskipun telah
pemimpin itu tidak lagi bersama mereka. Segala perintahnya dilakukan, rakyat
membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. pemimpin yang berhasil adalah pemimpin
yang disukai rakyatnya dan disegani lawannya.

Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah dan


khulafaur rashidin. Rasulullah sebagai pemimpin merupakan anugrah tersendiri, atau
semacam keistimewaan yang diberikan Allah kepada Rasulullah saw. Karena pada
dasarnya Rasulullah adalah utusan terakhir untuk seluruh umat manusia yang secara juga
pemimpin umat manusia.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana kepemimpinan Rasulullah saw di
Mekah dan Madinah, serta kebijakan militer dalam menghadapi pasukan Bizantium,
kemudian akan dilanjutkan dengan membahas tentang pengganti Rasulullah saw yaitu
Abu Bakar ra pengertian khalifah, kebijakan peerintahan dan militer. Untuk
mempermudah pemahaman maka akan dibahas sebagai berikut.

1. Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah dan Medinah Serta Kebijakan


Militer Menghadapi Bizantium

1. Kepemimpinan Rasulullah Saw di Mekah

Teori tentang Muhammad saw jumlahnya sebanyak jumlah penulis riwayat hidup beliau.
Misalnya, ada yang menggambarkan beliau sebagai orang yang sakit sawan, ada sebagai
seorang penghasut sosialis. Pandangan yang demikian subyektif, umumnya ditolak oleh
sebagian besar para sarjana, walaupun hampir tidak mungkin menghindarkan unsur
subyektif dalam memberikan gambaran tentang riwayat hidup dan karya beliau. Tetapi
kalau merujuk kepada wahyu Allah maka dalam diri Nabi Muhammad saw terdapat
pelajaran dan teladan yang baik.” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab:21). Dari ayat
tersebut tergambar jelas bahwa dalam diri Muhammad saw ada teladan yang baik.

Dengan demikian, kalau ada ahli sejarah menyatakan bahwa Muhammad saw penghasut
dan mempunyai akhlak buruk adalah bertentangan dengan ayat tersebut , Muhammad
saw menderita, tertindas,terancam, tetapi pada sisi lain, beliau telah mendobrak jalan baru
dalam cita-cita, kebiasaan zaman, dan tempat kediaman beliau. Fakta satu-satunya yang
pasti bahwa ilham beliau adalah keagamaan. Sejak beliau bekerja sebagai penyebar
agama, pandangan dan pertimbangannya mengenai orang, peristiwa dan pemerintah
berdasarkan wahyu Allah. Muhammad saw adalah Nabi revolusioner yang menerima
wahyu dari Allah, wahyu tersebut sebagai landasan inspirasi perjuangan untuk melawan
ordo ketimpangan, penindasan yang dibangun masyarakat Arab pada waktu itu. Sebagai
Nabi revolusioner, Muhammad saw berjuang di atas kebenaran, kebesaran jiwa demi
egalitas sosial.[1] Dengan Muhammad saw di utus untuk membebaskan manusia dari
berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan dan kesewenang-wenangan
yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang
bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai- nilai keimanan, egalitas
sosial, persaudaraan. Muhammad saw diutus untuk membebaskan para budak, anak
yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.[2]

Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad saw diutus untuk memberi
kabar gembira, dengan membebaskan para budak, anak yatim dan kaum lemah.
Perjuangan Muhammad saw dilandaskan pada wahyu Allah. Muhammad saw juga
menjadi Nabi Modern yang merasakan pertentangan berkepanjangan antara kebajikan
dan kebatilan yang ada dalam formasi sosial ekonomi, perjuangan kelas, perlawanan
antara kaum tertindas dan penindas, tertekan dan penekan, budak dan majikan, pekerja
tanah dan tuan tanah, antara yang kuat dan yang lemah.

Muhammad saw dilahirkan (tahun 570 M. menurut ahli sunah). Para ahli sejarah yang
lain menyatakan bahwa Rasulullah saw lahir pada tanggal 9 Rabiul Awwal, permulaan
tahun Gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau22 April tahun 571 M.[3] dalam
suatu cabang muda dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi anak piatu
waktu masih muda, kemudian diasuh oleh seorang paman beliau yang melakukan
perdagangan dengan kafilah. Kemudian menjadi wakil niaga seorang janda bernama
Chadijah ra. yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri (di antaranya
empat putri masih hidup waktu beliau wafat). Fakta-fakta tersebut biasa dan tidak
menunjukkan kebesaran beliau di kemudian hari. Tetapi yang membuat nama beliau
dikenang dan dikenal adalah karena akhlaknya yang baik dalam memimpin, baik sebagai
Nabi maupun sebagai pemimpin negara. Tetapai karena Muhammad saw membawa
ajaran yang bertentanagn dengan keyakinan masyarakat pada waktu itu maka Muhammad
saw mendapatkan perlawanan dari pemuka masyarakat Mekah yang tidak setuju dan
tidak suka terhadap ajaran yang dibawa Muhammad saw.

Bentrokan antara keyakinan tadi dan ketidakpercayaan serta perlawanan dari kelompok-
kelompok terus berlangsung. Hal itu dirasakan oleh Nabi saw dan para pengikutnya.
Muhammad saw menyadari kedudukannya sebagai seorang utusan Allah. Perlawanan dan
pertengkaran dengan penduduk Mekkah itulah yang memaksakan beliau maju dari masa
ke masa, sebagaimana sesudahnya adalah perlawanan di Madinah yang menyebabkan
Islam muncul sebagai suatu umat agama baru dengan iman, dan lembaga-lembaga yang
tegas dan nyata. Keteguhan dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan
menjadikan Muhammad saw menjadi pribadi yang kuat dan tangguh serta konsisten
dalam dakwahnya. Meskipun masyarakat Mekah mengadakan perlawanan, tetapi hal
tersebut tidak menyurutkan Muhammad saw untuk terus berjuang menegakkan Islam.

Sementara perlawanan penduduk Mekkah bukannya semata-mata karena mereka


berpegang teguh pada adat-istiadatnya ataupun ketidakpercayaan agama (meskipun
mereka mencemoohkan ajaran Muhammad saw. tentang kebangkitan), akan tetapi karena
alasan politik dan perekonomian. Mereka takut akibat ajaran beliau atas kemakmuran
mereka. Merekat takut kepercayaan murni terhadap Allah yang tunggal akan merugikan
penghasilan yang mereka peroleh dari sanggar pemujaan mereka. Ditambah pula, mereka
menginsafi secara cepat dari Muhammad saw. sendiri, bahwa penerimaan ajaran beliau
akan mendatangkan suatu kekuasaan politik yang baru dan kuat dalam masyarakat
mereka, yang merupakan kelompok seketurunan (oligarki). Mereka adalah para pedagang
yang kaya,penguasa budak, tuan tanah yang angkuh dan sombong atas kekayaan mereka
miliki, mereka menganggap bahwa wahyu itu seperti kekuatan ekonomi dan politik yang
hanay dimiliki oleh orang yang kaya, pemuka agama dan tuan tanah, buklan mi;lik orang
miskin, budak, anak yatim. Sehingga ketika ada orang msikin yang memberi semacam
pencerahan dianggap tidak penting dan tidak perlu didengarkan, dan dianggap sebagai
orang gila.

Bahkan, kaum bangsawan penindas merasa heran melihat seorang lemah dan miskin,
seperti anak yatim, budak, pekerja kasar rendahan, tampil menjadi seorang Nabi
revolusioner. Mereka mengharapkan pemimpin revolusioner itu datang dari kalangan
mereka sendiri yang dapat berbuat sesuatu yang indah dan mewah.[4] Mereka menolak
dan menganggap apa yang disampaikan Muhammad saw adalah bohong. Bahkan
Muhammad saw dianggap tidak waras, tukang sihir, tukang syair, bahkan Muhammad
saw dianggap sebagai perusuh, karena mengarahkan kaum budak, tertindas, kamu msikin
dan anak yatim untuk melawan kepada kaum bangsawan Mekah.” Maka tetaplah
memberi peringatan, dan kamu disebabkan nikmat Tuhanmu bukanlah seorang tukang
tenun dan bukan pula seorang gila. Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang
penyair yang Kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS. At-Thur:29-30).

Meskipun demikian Muhammad saw tidak putus asa dan terus berjuang bersama para
tertindas, orang misikin adan anak yatim. Dari realitas tersebut tergambar bahwa nabi
Muhammad saw berjuang bukan untuk mendapatkan kesenangan, tetapi untuk
membebaskan manusia dari belenggu ketamakan dunia, kejahatan, penindasan, dan
kesewenang-wenangan kaum bangsawan Mekah. Dari penjelasan tersebut dapat
dicermati bahwa sebagai pemimpin Muhammad saw tidak membela kepentingan
berdasarkan kemampuan ekonomi, tetapi untuk semua manusia yang tertindas,
terintimidasi dan untuk orang miskin.

Muhammad muda lahir dari keluarga yang baik-baik dan terhormat di kalangan
bangsawan Mekah pada waktu itu. Tetapi nasib membawa beliau harus hidup menderita
karena di tinggal oleh ayah dan ibunya. Keadaan memaksa Muhammad Muda harus
hidup bersama pamanya. Tetapi berbagai pengalaman pahit tidak membuat Muhammad
menjadi manusia lemah sikap dan kepribadiannya. Penderitaan yang dialami Muhammad
menjadi penempa diri dan pengalaman penting dalam sejarah kehidupannya. Di antara
pengaruh yang ditimbulkan dari pengalaman masa lalunya adalah sikap tanggung jawab,
jujur, adil dan bijaksana, teguh pendirian dan tidak mudah terpengaruh oleh perbuatan
masyarakat di sekitarnya pada waktu itu.

Kepercayaan, masyarakat Mekah kepada Muhammad saw dapat dicermati dari


kesepakatan para pemuka Qurais untuk menunjuk Muhammad saw sebagai penengah
pertikaian antara mereka. Pertikaian tersebut dipicu oleh ketidaksepakatan mereka
terhadap siapa yang paling berhak untuk meletakkan hajar aswad. “ maka Rasululah pun
mengembangkan kain sorbannya dan meletakkan hajar aswad di atasnya serta
bersabda:”Hendaklah tip-tiap kabilah memegang ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad
bersama-sama samapi sejajar dengan tempatnya semula. Kemudian Muhammad saw
mengambil serta meletakkan Hajar Aswad tersebut pada tempatnya semula.[5] Dari
peristiwa tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad mempunyai kecerdasana untuk
memecahkan permasalahan yang sulit.

Sebagai pemimpin Rasululah mempunyai akhlak yang mulia, sehingga dengan akhlak
mulai tersebut Muhammad saw dijuluki al Amin. Bahkan Muhammad saw terkenal
sebagai kesatria yang teguh memegang janji, santun, baik kepada tentangga serta
menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik, rendah hati, dermawan, pemberani.[6]
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa Muhammad saw mempunyai kepribadian
yang mampu mendukung perannya sebagai seorang pemimpin.

Sebelum diangkat menjadi rasul Allah Muhammad mempunyai keteguhan, keteguhan


yang tidak di miliki oleh pemuda sebayanya. Keteguhan tersebut dapat dicermati dari
sejarah kehidupannya yang enggan bahkan tidak terpengaruh oleh kebiasaan dan
keyakinan bangsa Arab waktu itu. “para sejarawan sepakat telah sepakat bahwa
Rasulullah saw tidak tertarik dengan agama mana pun yang dianut oleh masyarakat Arab.
Beliau selalu menyepi seorang diri dan memikirkan hal itu, sehingga beliau menempuh
dan bersikap hanafiah, yakni memeluk agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim
sebagai agama yang dianut oleh sebahagian masyarakat.[7]

Keteguhan dalam prinsip dalam diri Muhammad sebelum menjadi Rasul Allah
merupakan modal awal sebagai seorang calon pemimpin besar. Pemimpin besar adalah
pemimpin yang mampu berfikir sebelum berbuat dan banyak merenungi berbagai
fenomena yang terjadi dan dialaminya. Pemimpin yang selalu teguh memegang prinsiap
tidak akan diombang-ambing oleh berbaghai macam pengaruh dan isu yang akan
menyesatkan dan menghancurkan diri dan yang dipimpinnya.

Muhammad saw dalam dakwahnya mengedepankan pendekatan yang efektif,


menggunakan argumentasi, akal sehat, tanpa ada unsur paksaan, tetapi lebih
mengedepankan unsur kasih saying dan penuh cinta. Sebagaimana yang ditulis oleh
Afzalur Rahman dalam bukunya, “Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin Militer, Nabi
Muhammad saw mengajak orang dengan cara yang sangat memikat dan efektif, dengan
menggunakan argumen dan akal sehat untuk mengikuti perkataan Allah. Dia juga
menjelaskan pada mereka kebenaran sebenarnya tentang manusia, alam semesta, dan
Allah, ajakannya memikat, penuh kasih sayang, bijak dan dengan cara yang baik.[8]
Ajakan Muhammad saw yang baik dan memikat akhirnya mendapat simpati, memkat hati
masyarakat hati masyarakat Arab, meskipun tidak semua masyarakat Arab yang
memeluk Islam pada waktu itu.

Begitu juga dalam menyebarkan dakwah Islam Muhammad saw tidak pernah memaksa
masyarakat Mekah untuk memeluk Islam, tidak ada dalam catatan sejarah Muhammad
saw memaksa masyarakat Mekah untuk masuk Islam, karena dalam ajaran Islam tidak
mengajarkan pemaksaan dalam beragama. Muhammad mengajarkan agama berdasarkan
wahyu dari Allah, dan wahyu tersebut menjadi landasan dalam menyebarkan dakwah
Islam kepada masyarakat Mekah. Karena wahyu Allah hanya menyuruh Muhammad
untuk menyampaikan bukan untuk memaksa mereka untuk patuh dan mengikuti ajaran
Islam.” Jika mereka berpaling Maka Kami tidak mengutus kamu sebagai Pengawas bagi
mereka. kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya
apabila Kami merasakan kepada manusia sesuatu rahmat dari Kami Dia bergembira ria
karena rahmat itu. dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan
mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena Sesungguhnya manusia itu Amat ingkar
(kepada nikmat).”(QS. Asy-Syuara:48). Darai ayat tersebut jelas menyatakan bahwa
Muhammad saw hanya disuruh untuk menyampaikan tanapa ada unsur perintah untuk
memaksa masyarakat Mekah.

Dari sudut pandang manajemen kepemimpinan pemaksaan terhadap bawahan hanya akan
membuka peluang permusuhan. Al-Quran menjelaskan bahwa tugas seorang Nabi akan
berakhir ketika wahyu telah disampaikan. Kemudian kesemuanya diserahkan kepada
masyarakat atau umat untuk menerima atau menolaknya. Hal ini juga dikemukakan oleh
Afzalur Rahman bahwa tugas Nabi akan berakhir ketiak firman Allah telah disampaikan
kepada umat.[9]

Muhammad saw bertindak sesuai dengan petunjuk dan prinsip wahyu Allah, dakwah
islam yang dilakukan di Mekah adalah atas petunjuk Allah. Dengan demikian tidak celah
untuk keluar dari prinsip-prinsip Al-Quran . Sehingga dakwah Muhammad saw diterima
dengan baik, tanpa paksaan dan merasa terpaksa. Bahkan dalam dakwahnya Allah
memberi peringatan kepada Muhammad saw untuk ikhlas karena Allah, dan bukan untuk
mendapatkan balas dunia.” Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu
berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan
perbuatan dosa tinggalkanlah, Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud)
memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu,
bersabarlah”.(QS. Al-Mudatsir:1-7).

Dalam awal startegi dakwahnya ,Muhammad saw mendakwahi orang-orang yang ada di
sekitarnya, seperti sitrinya, Khadijah, anak pamannya Ali bin Abi Thalib, dan orang-
orang terdekatnya, kemudian dilanjutkan kepada masyarakat secara luas terutama kepada
para pemimpin dan pemuka masyarakat Mekah Qurais. Seperti Abu Bakar ash Shidiq,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abu Waqqas, Abdurrahman bin Auf
dan Thalhah bin Ubaidillah.[10]
Langkah dakwah yang dilakukan Muhammad saw memberi kesan kehebatan dalam
strategi seorang pemimpin, kehebatan tersebut dapat dicermatai dari cara dakwah
Muhammad saw yang tepat. Ketepatan tersebut dapat dipahami dengan memilih pemuka
masyarakat Qurais terlebih dahulu dalam menyebarkan islam, dengan harapan kalau para
pemuka tersebut memeluk Islam ada kemungkinan para pengikutnya akan mengikuti
pemimpinnya. Karena pada dasarnya masyarakat Arab pada waktu itu sangat fanatic
terhadap pemimpinnya, dana budaya seperti ini dibaca dan digunakan Muhammad saw
untuk mendakwahkan Islam kepada para pemimpinnya. Srategi tersebut menuai hasil
dengan masuknya para pemuka Qurais ke dalam Islam.

Tidak itu saja, setelah dakwah secara sembunyi sembunyi, Muhammad saw membuat
semacam tempat/ markas untuk mengatur strategi dakwah dan pendidikan para
pengikutnya. Markas tersebut berpusat di rumah tokoh masyarakat Qurais yaitu Al-
Arqam bin Abu Al-Arqam, dari markas inilah dakwah secara sembunyi-sembunyi
dikendalikan, di markas ini para penganut Islam didik dan didoktrin oleh Nabi saw agar
menjadi pemeluk dan pengikut yang kuat, teguh pendirian, taat kepada pemimpin dan
Allah.[11]

Setelah mempunyai pengikut tentu perlu tempat untuk pertemuan, pengkaderan dan
musyawarah untuk mengatur strategi dakwah dan perjuangan menegakkan agama Islam.
Hal inilah yang telah dipikirkan oleh Muhammad saw, sehingga dengan keputusan
tersebut mempunyai implikasi yang baik terhadap perjuangan Muhammad saw di Mekah.
Rumah Al-Arqam bin Abu Al-Arqam menjadi basis perjuangan Muhammad saw.

Di sisi lain, di kalangan kaum Qurais yang anti terhadap dakwah Muhammad saw mulai
mengambil sikap konfrontasi, sikap tersebut makin jelas dengan perbuatan mereka yang
menyiksa siap saja yang masuk Islam, tidak itu saja mereka kaum Qurais juga mencaci
maki kaum muslim yang sedang salat. Dalam keadaan seperti ini Muhammad saw
mengambil kebijakan dengan menyuruh dan menginstruksikan kaum muslim untuk
menyembunyikan keislamannya, baik perkataan maupun perbuatan. Hal ini juga
diperkuat oleh pendapat Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury dalam bukunya Sirah
Nabawiyah,”langkah bijaksana yang diambil Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Sallam
dalam mengahdapi berbagai tekanan itu, beliau melarang orang-orang Muslim
menampakkan ke –Islamannya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Beliau tidak
menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi.”[12] Kebijakan yang diambil
oleh Muhammad saw merupakan sebuah strategi untuk menghadapi orang kafir Qurais.
Hal ini dilakukan agar umat Islam terhiondar dari kekejaman mereka.

Dengan adanya taktik tersebut maka umat Islam yang masih sedikit mampu bertahan dan
terhindar dari tekanan, intimidasi dan penyiksaan yang dilakukakan oleh orang-oranag
kafir Qurais. Kemudian timbul pertanyaan kenapa umat Islam pada waktu itu harus
sembunyi-sembunyi bukankah dengan secara terang-terangan akan lebih baik, karena
kalau pun mereka meninggal, meninggal secara sahid? Mungkin dalam satu sisi ada
benarnya kalau secara terang-terangan ada kemungkinan orang-orang kafir akan
menyerang dan akhirnya terjadi perkelahian secara fisik, kalau hal ini terjadi maka ada
kemungkinan kaum muslim meninggal, dan kalau meninggal karena membela agama
Allah adalah mati syahid.

Tetapi setelah Allah memrintahkan untuk dakwah secara langsung dan terang-terang
Rasulullah bangkit dan berdakwah secara langsung didepan umum.” Maka sampaikanlah
olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu
daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu),”(QS.Al-Hijr:94-
95).dalam ayat tersebut Allah menyuruh Muhammad saw untuk dakwah secara terang-
terangan kepada kaunya.

Artinya adalah resiko yang dihadapi akan lebih besar. Meski demikian Muhammad saw
dan pengikutnya dilindungi oleh Allah, atau semacam jaminan keamanan dalam operasi
dakwahnya secara terang-terangan. Kalau dakwah sebelumnya bersifat gerilya, dari
rumah ke rumah, maka sekarang medan dakwahnya adalah di lapangan terbuka, dakwah
terbuka mengandung tantangan yang lebih besar dari pada dakwah secara gerilya
sembunyi-sembunyi. Dengan dakwah secara terbuka, maka banyak strategi yang perlu
disiapkan untuk melaksanakan hal tesebut. Strategi pertama dilakukan Muhammad saw
adalah menyeru kepada kerabat dekatnya yaitu Bani Hasyim dan Bani Al Muthalib bin
Abdi Manaf.[13] Kemunginan dengan menyeru kerabat dekat akan lebih mudah,
sekaligus menjadi semacam benteng pertahanan yang membelanya ketika mendapat
tantangan dari kabilah lain. Tetapi Muhammad saw tidak putus asa dan menghentikan
dakwahnya meskipun ditentang dan di hadang. Berbagai rintangan dakwah dilakukanleh
orang-orang Qurais, diantara rintangan tersebut adalah, dengan ejekan, penghinaan, olok-
olok, penertawaan, dan Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran
dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila.”(QS.
Al-Qalam:51). Mnejelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan,
menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran Muhammad saw,
melawan Al-Quran dengandongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia
dengan dongeng-dongeng itu, menyodorkan beberapa bentuk penawaran, penawaran
tersebut adalah usaha untuk mempertemukan Islam dan Jahiliyah di tengah jalan, Orang
musyrik meninggalkan sebagaian ajaran mereka dan demikian juga Muhammad saw.[14]
Berbagai rintangan tersebut tidak menyurutkan Muhammad saw untuk meneruskan
perjuangan dakwahnya. Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw menyikapi keadaan
tersebut dengan tenang dan penuh kewaspadaan tanpa terpropokasi oleh manuver yang
dilakukan oleh-orang-orang musrik Mekah.

Tantangan dan ancaman terus dilancarkan oleh orang musyrik Mekah gangguan yang
dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah ditujukan kepada muslim yang masih lemah,
dengan harapan mereka akan terganggu dan tertekan jiwanya dan akhirnya kembali ke
dalam agama mereka(Jahliyah). Berbagai penyikasaan dan penindasan, intimidasi
dilakukan oleh orang musyrik Mekah. Dengan perlakuan seperti itu kaum muslim terjepit
dan merasa tidak aman kalau terus tinggal di Mekah. Dalam keadaan genting seperti ini,
Muhammad saw mendapat wahyudari Allah untuk segera eksodus dari kota mekah.” .
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”.
orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu
adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas.”(QS.10). Ayat tersebut dapat dipahami bahwa selain berisi tentang
perintah betakwa juga kabar gembira bagi manusia yang berbuat baik. Dan memberi
isyarat untuk mencari daerah lain selain Mekah. Berdasarkan ayat ini Muhammad saw
menyuruh kaum muslim hijrah/eksodus ke Habasyah.

Berdasarkan peristiwa tersebut dapat dipahamai bahwa eksodus dari daerah sendiri
menuju daerah lain ketika genting dan bahaya yang mengancam nyawa dibolehkan dalam
Islam. Kebolehan ini sangat beralasan karena menyangkut nyawa seseorang, maka
langkah untuk eksodus dari Mekah menuju Habasyah adalah tindakan tepat yang
dilakukan oleh Muhammad saw sebagai seorang pemimpin, eksodus ke Habasyah dapat
dianggap sebagai mencari suaka politik. Karena mereka meminta perlindungan kepada
raja Habasyah. Meminta suaka politik dibolehkan dengan alas an di daerah /negara
sendiri tidak merasa aman, terintimidasi dan terancam jiwanya, maka langkah yang tepat
adalam mencari suaka politik ke daerah lain atau negara lain.

Kepemimpinan Muhammad saw di Mekah lebih difokuskan kepada pembentukan


karakter kepribadian, penguatan keimanan, dan pendidikan. Menurut Mahmud Yunus
pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah saw kepada kaum muslim meliputi; pertama
materi keimanan, yang memfokuskan kepada iman kepada Allah, bahwa Allah itu Esa,
beriman kepada kenabian Muhammad saw, bahwa Muhammad saw adalah benar utusan
Allah, serta mengimani bahwaAl-Quran berasal dari Allah. Kedua materi ibadah, amal
ibadah yang dianjurkan Muhammad saw ketika masih di Mekah adalah salat, sebagai
konsekuensi pernyataan mengabdi kepada Allah, ungkapan rasa syukur, membersihkan
jiwa dan menghubungan hati dengan Allah. Yang pada mulanya mereka salat secara
sembunyi-sembunyi di rumah Arqam. Sedangakn untuk zakat masih belum diatur,
pembayaran zakat hanya diberikan kepada orang msikin dan anak yatim. Ketiga materi
pengkaderan yang diberikan Muhammad saw diMekah adalah materi akhlak. Muhammad
memnganjurkan kepada kamumuslim di Mekah berakhlak mulia sepertiadil, menepati
janji, pemaaf, tawakkal, bersyukur atas nikmat Allah, saling menolong, berbuat baik
kepada kedua orang tua dan memberi makan orang miskin, musafir dan meninggalkan
akhlak yang buruk.[15]

Pengkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah merupakan langkah yang tepat sebelum
melakukan ekspansi dakwah ke luar, karena pengkaderan dan pendidikan kejiwaan
kepada para pengikutnya merupakan strategi utama dalam membangun kesolidan
pasukan. Muhamad saw menyadari bahwa kesolidan dan kesatuan anggota samgat
penting dalam mendukung dan memperkuat suatu tujuan. Sehingga kecil kemungkinan
kelemahan tarjadi dalam diri para anggota. Afzalur Rahman menyatakan bahwa
Muhamad saw mengkader anggotanya agar terhindar dari kelemahan, langkah-langkan
yang dilakukan Muhammad saw adalah menggunakan factor moral, rohani, psikologis
dan fisik yang kesemua itu dapat membantu memperkuat keyakinan mereka atas
kebenaran dan kemuliaan tujuan dakwah dan agama yang mereka anut.[16] Kebijakan
yang dilakukan oleh Muhammad saw adalah bukti bahwa beliau adalah pemimpin yang
mengetahui satategi kepemimpinan, karena beliau menyadari bahwa tidak ada artinya
mempunyai pasukan yang kuat dari segi persenjataan, tetapi lemah dalam spirit dan
kejiwaannya.

Pengkaderan yang dilakukan Muhammad saw adalah berdasarkan wahyu Allah yang
turun di Mekah, kesemuanya secara umum berisi tentang ketauhidan, kewajiban social
terhadap sesama, dan tentang tanggung jawab masing- masing individu dihadapan Allah.
[17] Dengan demikian makin memperjelas anggapan bahwa yang dilakukan Muhammad
saw adalah inspirasi dari wahyu Allah untuk mengkader pengikutnya menjadi militan
tangguh dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantangan kaum kafir Qurais. Dalam
mengakedar Muhammad saw mengakui mendapatkan inspirasi dari Al-Quran sebagai
wahyu Allah. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada
jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu
bukanlah Termasuk orang-orang musyrik”. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu
bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.Katakanlah: “Apakah aku akan mencari
Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang
membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, kemudian kepada Tuhanmulah kamu
kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”(QS. Al-
Anam:161-164).

Sebagai seorang pemimpin Muhammad saw peduli terhadap kaum mustadhafun (kaum
tertindas dan lemah), para budak, pekerja rendahan, tukang batu, wanita, anak-anak
yatim, orang-orang tertindas, kepedulian ini menimbulkan kekhawatiran kalangan
bangsawan Mekah, yaitu parasaudagarkaya, tuan tanah, pemuka agama, mereka merasa
terancam dengan berkumpulnya para mustadhafun tersebut, mereka cemaskalau para
proletar itu akhirnya mengancam kedudukan mereka. Kemudian kaum bangsawan Mekah
meminta kepada Nabi Untuk mengembalikan mustadhafun tersebut, tetapi permintaan itu
ditolak oleh Muhammad saw.

Kalaulah Muhammad sebagai seorang materialis maka permintaan kaum penindas akan
dikabulkan. Karena pada dasarnya Muhammad saw juga berasar dari kaum miskin lemah
dan tertindas, maka mustahil Muhammad saw akan menyerahkan para mustdhafun
ketangana para penindas tersebut. Muhammad saw berjuang untuk persamaan dan
kebenaran bukan untuk harta benda, Muhammad saw berjuang untuk mencari ridha
Allah, membebaskan kaum tertindas dan lemah, membangun ordo kebenaran berdasarkan
wahu ketauhanan, keadilan dan persamaan. “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan
Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun
anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan
berilah Kami penolong dari sisi Engkau!”.(Qs. Annisa:75).

Secara umum kebijakan Muhammad saw ketika di Mekah bersifat pembangunan rohani
dalam anggotanya, sebab pada saat itu Muhammad saw belum mempunyai kekuasaan
secara penuh. Dikatakan tidak secara penuh karena Muhammad saw tidak menguasai
Mekah secara keseluruhan. Dengan demikian secara teritorial Muhammad saw tidak
mempunyai wilayah kekuasaan. Tetapi apabila di tinjau dari segi kekuasaan bersifat
keagamaan, dimungkinkan karena Muhammad saw mendapatkan wahyu dari Allah
berupa Al-quran untuk membawa manusia ke jalan Allah. Dalam hal ini, peninjauan
Muhammad sebagai pemimpin lebih kepada aspek keagamaan. Kemudian timbul
pertanyaan. Mengapa Muhammad dianggap sebagai pemimpin atau memimpin di
Mekeh? Jawabnya adalah karena Muhammad saw mempunyai pengikut, yaitu orang
Mekah yang telah masuk Islam, dan jumlahnya pun sangat sedikit jika dibanding dengan
jumlah penduduk Mekah.

Tetapi yang pasti kepemimpinan Muhammad saw diakui oleh umatnya sendiri, yang pada
waktu itu masih sedikit. Dengan demikian secara internal Muhammad saw diakui sebagai
seorang pemimpin. Peran kepemimpinan Muhammad tercermin dengan mengatur ,
mengendalikan dan mengkader para pengikutnya untuk teguh pendirian, berakhlak,
beriman dan berjiwa sosial.

Kepemimpinan Muhammad saw terlihat jelas tatkala mengetahui bahwa pengikutnya


mendapat tekanan, intimidasi dan penyiksaan yang dilakukan oleh kafir Mekah.sebagai
pemimpin Muhamad saw tidaktinggal diam, Muhammad saw menyuruh semau
pengiktunya untuk eksodus dari Mekah dan menuju Habsi, dan sebelum memutuskan
utnuk eksodus ke Habsyi Muhammad saw telah memikirkan dan menganalisa keadaan
dan situasi di Habsyi, akhirnya dengan beberapa pertimbangan akhirnya Muhammad saw
memilih Habsyi sebagai tujuan eksodus untuk mencari suaka politik. Hal senada
diungkapkan Hasan Ibrahim Hasan, bahwa ketika Muhammad saw mernyaksikan
penderitaan sahabatnya oleh kaum kafir Mekah, maka Muhammad saw menyuruh para
sahabat tersebut eksodus ke Habsyi, karena di sana Rajanya adil dan bijaksana, di
samping itu Habsyi adalah negeri yang aman.

2. Kepemimpinan Rasulullah di Madinah

Setelah yakin bahwa dakwah di Mekah tidak mendapatkan sambutan maka nabi
Muhammad saw amemutuskan untuk eksodus dari Mekah dan menuju Yatsrib/Medinah,
keputusan ini diambil setelah selam sepuluh tahun Muhammad saw di Mekah tidak
mendapatkan sambutan yang baik dari masyarakat Mekah, maka Beliau memilih untuk
pergi ke Yatsrib. Muhammad saw di sambut baik oleh masyarakat Yatsrib. Di Yatsrib
Muhammad saw memfokuskan pembinaan dalam bidang keimanan, kedua pendidikan
ibadat, ketiga pendidikan akhlak, keempat pendidikan, kesehatan jasmani, kelima
pendidikan kemasyarakatan.[18] Pengakderan dan pendidikan yang dilakukan oleh
Muhammad saw di Yatsrib lebih mendalam dan komplek meliputi berbagai aspek
kehidupan. Hal ini dilakukan karemna kebutuhan yang lebih besar dan permaslahan yang
lebih komplek.

Nurcholish Madjid [selanjutnya ditulis Nurcholish] menyatakan kesadaran akan posisi


sebagai Rasul Allah dan pemimpin Negara menjadikan Muhammad saw berkeinginan
untuk mengubah kota Yatsrib menjadi Madinah. Pengubahan nama kota ini dilihat dari
strategi perjuangan global, merupakan sebuah deklarasi untuk mendirikan tatanan
masyarakat politik modern yaitru Negara Madinah. Lebih lanjut Nurcholish menyatakan
bahwa secara istilah perkataan Arab, Madinah berarti kota. Pengertian semantic ini
mempunyai kebahasaan . berdasarkan akar katanya dina-yadinu, yang artinya tunduk atau
patuh, maka perkataan madinah mengandung pengertian dasar tempat kepatuhan atau
sistem kepatuhan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahwa kat5a madinah adalah
tempat hunian sekumpulan manusia yang tunduk kepada suatu aturan atau hukum.[19]

Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa langkah yang dilakukan oleh Muhammad
saw adalah sebuah langkah politis untuk mengarahkan masyarakat Madinah dalam satu
tujuan utama yaitu membentuk Negara yang tunduk kepada aturan hukum, bukan Negara
yang tundukkjepad kelompok atau tunduk kepada kepala-kepala kabilah tertentu.
Madinah menurur Nurcholish dapat dipahami sebagai tempat peradaban, lawan dari
biadab, menurut Nurcholish inti dari peradaban adalah system kepatuhan kepada suatu
aturan bersama atau hukum.[20] Sebab tanpa ada kepatuhan maka peradaban tidak akan
ada.

Usaha mendirikan Negara Madinah merupakan eksperimen Muhammad saw untuk


mengejawantahkan kehidupan Islam yang bersumber dari wahyu Allah. Berdasarkan
prinsip Al-Quran Muhammad saw memulai pengembangan politiknya dengan
menggalang kerjasama dengan semua kelompok yang ada di Madinah, termasuk di
dalamnya kaum Yahudi. Kerjasama terrsebut dapat dicermati dengan lahirnya piagam
Madinah sebagai berikut[21]:pertama, setiap suku dan kelompok akan megurur
urusannya sendiri dan menyelesaikan sendiri perselisihannya menurut hukum dan
kebiasaan sendiri. Kedua tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan
persetujuan kapan pun juga dengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar
Madinah. Ketiga, kalau terjadi pertempuran di luar batas-batas Madinah, tidak ada
penduduk Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak mana pun dari pihak
yang berselisih. Keempat orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya jkalau
mereka bertempur bahu- membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama.
Kelima, setiap suku atau kelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi
menjalankan agamanya dan orang islam menjalankan agamanya. Keenam, kalau ada
serangan dari pihak luar, masing masing pihak akan membantu pihak yang lain. Jika
salah satu pihak terlibat pertempuran pihak lain akan memberikan bantuannya, dan jika
salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juga membuat perdamaian
dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada
orang Qurais di Mekah. Ketujuh, kota Mekkah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar
oleh semua pihak yang menandatangani perjanjia tersebut. Kedelapan, dalam semua
perselisihan di anatar pihak-pihak yang menandatangani perjanjaian ini di Madinah, Nabi
Muhammad saw akan bertindak sebagai wasit dan putusannnya adalah keputusan
tertinggi. Piagam Madinah tersebut makin mengkokohkan Muhammad saw menjadi
kepala Negara.

Sebagai kepala Negara Muhammad saw selalu mengedepankan musyawarah,” hal ini
dapat dipahami dari firman Allah, “dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Allah
dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka selesaikan/putuskan dengan musyawarah
diantara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan
mereka.”(QS.Asyuura:38). Bahkan, dalam musyawarah Muhammad saw mengikuti
pendapat suara terbanyak meskipun berbeda pendapat dengan pendapat pribadi
beliau[22] dari kutipan tersebut mengandung arti bahwa Muhammad saw sebagai
pemimpin Negara dan sekaligus seorang utusan Allah tidak berbuat sewenang-wengan
dan memanfaatkan kedudukannya tersebut. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh
Nurcholish Madjid bahwa Muhamad saw berpenampilan manusia, egaliter, adil dan
demokratis.[23]

Dalam rangka menguatkan tatanan masyarakat dan Negara Madinah Muhammad saw
meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan yaitu pertama, pembangunan masjid, selain
untuk tempat salat juga untuk sarana pemersatu umat Islam pada waktu itu, sebagai
temapt msuyawarah, pusat pemerintahandan pendidikan. Kedua, ukhuwwah islamiyyah,
persaudaraan sesame muslim. Ketiga, menghubungkan tali persaudaraan dengan pihak
lain yang tidak beragam Islam. Selain itu Muhammad saw juga menjalin perjanjian
dengan golongan lain untuk menjaga stabilitas keamana Medinah.[24] Perjanjian yang
dibuat oleh Muhammad saw merupakan sebuah konstitusi yang dibuat untuk mengatur
jalannya pemerintahan.

Sebagai kepala pemerintahan Muhammad saw membentuk tentara dan membuat aturan
tentang peperangan, pertama umata islam didizinkan berperang dengan dual asana,
pertama untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya. Kedua menjaga
keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang
yang menghalang-halanginya.[25] Dari kutipan tersebut dapar dicermati bahwa
Muhammad saw cepat tanggap terhadap kedudukannya sebagai kepala Negara, kesigapan
tersebut tercermin dari kebijakannya yang segera membuat aturan–aturan yang
memungkinkan kedamaian dan ketentraman terwujud di Medinah.

Pada tahun keenam Hijriyah Muhammad saw berangkat ke Mekah untuk menuanaikan
umrah, berziarah ke baitullah di luar musim haji. Muhammad saw bersama seribu empat
ratus kaum muslimin, tetapi sebelum mencapai kota Mekah rombongan Muhammad saw
dicegat oleh kaum musyrikin Mekah. Kejadian ini menimbulkan ketegangan di kedua
belah pihak, akhirnya pihak kaum muslimin dan musyrikin Mekah mengutus utusan[26]
kepada Rasulullah saw untuk bernegosiasi dan akhirnya menghasilkan gencatan senjata,
isi gencatan senjata tersebut adalah, pertama gencatan senjata di antara kedua belah pihak
berlaku untuk jangka waktu sepuluh tahun. Kedua, Rasulullah saw harus megembalikan
ke Mekah bila ada orang Qurais yang dating sebagai muslim di Madinah tanpa izin wali.
Ketiga, orang-orang Qurais tidak diharuskan mengembalikan ke Madinah bila ada orang
dari pihak Muhammad saw yang datang ke Mekah. Keempat, barangsiap menghendaki
untuk mengadakan ikatan persekutuan dengan pihak Qurais dipersilahkan, dan siapa
menghendaki, selain orang-orang Qurais, untuk mengadakan ikatan persekutuan dengan
Muhammad saw juga dipersilahkan. Kelima, Rasulullah saw untuk tahun ini harus
kembali ke Madinah tanpa umrah dan untuk tahun yang akan datang beliau bersama para
sahabatnya dipersilahkan datang ke Mekah sesudah terlebih dahulu orang-orang Qurais
keluar dari Mekah, beliau dan para sahabat hanya berada di sana selama tiga hari dengan
tanpa membawa senjata selain hanya pedang yang dimasukkan ke dalam sarungnya.[27]
Gencatan senjata ini memberi keunutungan yang besar bagi Muhammad saw, karena
kaum muslimin mempunyai kesempatan untuk menjalin hubungan dengan pihak luar dan
sekaligus memberi kesempatan yang luas untuk melakukan konsolidasi ke dalam
masyarakat Madinah.

Secara umum kepemimpinan Rasullulah saw di Medinah sukses, kesuksesan tersebut


dapat dipahami dari keberhasilan Rasulullah saw membangun masyarakat tunduk kepada
hukum. Masyarakat majemuk yang hidup rukun dan damai dalam bingkai keislaman.

3. Kebijakan Militer Terhadap Bizantium

Serbuan ke Mekah lebih bersifat politik daripada militer, karena serbuan tersebut
merupakan pamer kekuatan dan kekuasaan muslim pada pihak Quraisy dan sekutunya.
Quraisy merupakan penghalang utama, sedangkan kabilah lainnya hanya bersifat
menunggu atau tidak reaksi untuk membela salah satu, tetapi hanya sebagai penonton
saat. Kemenangan atas kaum Quraisy merupakan kemenangana besar bagi kaum muslim.
[28] Jadi tujuan utama dari penyerbuan ke Mekah adalah untuk membuktikan bahwa
pemerintahan Islam ada dan tetap eksisi dan diperhitungkan. Di samping itu adalah
semacam unjuk kekuatan militer kepada para kabilah yang ada pada waktu itu. Bahkan
setelah penyerbuan ke Mekah Muhammad saw juga melakukan penyerbuan ke daerah
Hunaian dan Taif sebagai basis kekauatan kaum Quraisy. Muhammad juga terus bergerak
melakukan penyerbuan ke Roma dengan pasukan yang berkekuatan tiga puluh ribu
orang. Sebuah jumlah yang sangat besar yang pernah ada. Dari sudut pandang militer dan
politik penyerbuan ke Roma merupakan strategi untuk unjuk keberanian dan kekuatan.
Unjuk kekuatan dankeberanian ini membuahkan hasil dengan tunduknya beberapa daerah
yang pernah tunduk di bawah kekuasaan Roma/ Bizantium.[29] Kemudian pada tahun
delapan Hijrah/ September 629 Masehi terjadi peperangan besar. Perang tersebut
bernama pertempuran mu’tah karena tempat peperangan tersbut berada di Mu’tah daerah/
dususn sebelum masuk ke wilayah Syam. Sedangkan latar belakang pertempuran ini
adalah karena pembunuhan utusan Muhammad saw Al-Harist bin Umair. Al-Harits bin
Umair diutusa Muhammad saw untuk mengantarkan surat kepada pemimpin Busra, tetapi
ketika di perjalan dicegat oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassany. Padahal pembunuhan
terhadap utsan merupakan kejahatan yang keji, ketiak mendengar utusannya dibunuh
Muhammad saw murka danmarah besar. Untuk menanggapai kejadian tersebut
Muahmmad saw mengabil kebijakan untuk menyerbu dengan kekuatan pasukan tiga ribu
orang.

Muhammad saw mengambil kebjakan tentang pergantaian panglima dalam perang


tersebut, pertama panglima pertama dipimpin oleh Zaid bin Haritshah, kalau Zaid Gugur
maka digantikan oleh Ja’far. Apabila Ja’far gugur maka penggantinya adalah Abdullah
bin Rawahah.[30] itulah di antara kebijakan Muhamad saw dalam militer ketika
menghadapi Binzantium.

4. Khalifah Abu Bakar RA

Ketika Muhammad saw wafat tidak ada pesan siapa yang akan menggantikan beliau.
Bahkan Muhammad saw tidak secara tegas menyatakan siapa yang akan mengganti
beliau setelah wafat, bagaimana system dan struktur sosial kenegaraan akan dibangun,
tetapi Muhammad saw hanya mengembangkan pemerintahan dan perpolitikan metropolis
yang diisi dengan niali-nilai etis moral keislaman.[31]

Dari pendapat Nurchlish Madjid tersebut menggambarkan bahwa jenis pemerintahan dan
bagaimana memilih belum dinyatakan secara tegas oleh Muhammad saw sehingga
kejadian ini menimbulkan berbagai ijtihad. Ijtihad yang dilakukan oelh para sahabat
tentang bagaimana mekanisme pengangkatan khalifah pengganti Rasulullah saw.

Karena tidak adanya petunjuk yang jelas setelah Muhammad saw wafat, makasetelah
Rasulullah saw wafat menimbulkan krisis di kalanganumat islam sendiri, terutama yang
tinggal di Madinah, tetapi ketegangan ini berakhir ketika Umar bin Khattab mempelopori
pembaia’tan Abu Bakar Sidik sebagai pengganti Rasulullah saw.[32] Diantar alas an
Umar bin Khattab membai’at Abu Bakar Tsaqifah Bani Sa’idah adalah pertama, ia
melihat keadaan yang sangat kritis dan gawat, maka ia mencoba mengatasinya dengan
tindakan pembaiatan itu, yanag diakuinya sebagai tindakan yang tergesa-gesa, menurut
Umar tindakan iru dilakukan lebih cepat akan lebaih baik. Kedua, ia memelopori, tetapi
tidak berarti memaksakan pembaiatan Abu Bakr, Karen proses musyawarah telah
dilakukan secukupnya, meskipun musyawarah dilakukan padasistuassi yang gawat dan
darurat. Ketiga, pilihannya kepada Abu Bakar adalah atasdasar kemampuan pribadinya,
bukan karena factor pertalian darah. Kelima sepreti ai tunjukkan sendiri bahwa seorang
pemimpin bertanggung jawab kepada rakyatnya.

Pembaiatan terhadap Abu Bakar merupakan tonggak awal dari kekhalifahan dalam Islam.
Secara hsitoris kata khalifah timbul setelah Muhammad saw wafat. Pada waktu itu itmbul
persoalan dikalangan umat Islam yaitu Ansar danMuhajirin. Pada awalnya mereka
berbeda pendapat tentang siapa yang akan menggantikan Muhammad saw dalam
memimpin umat Islam, tetapi permasalahan tersebut selelasai setelah Abu Bakar dibaiat
di Tsaqifah Bani Saidah. Abu Bakar digelari sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw.
[33] Menurut Rasyid Ridha khalifah lebih cenderung kepada pengertian sebagai
pengganti atai wakil Rasulullah segabai kepala pemerintahan Islam atau kepala negara,
yang bertanggung jawab atas kemajuan agama dan politik.[34] Menurut Abu al-A’la al-
Maududi sebagaimana dikutip oleh Maidir Harun menyatakan bahwa khalifah adalah
pimpinan tertinggi dalam urusan agama dan dunia, sebagai pengganti Rasulullah saw.[35]
Dari kutipan tersebut pengertian khalifah lebih cenderung kepada pendapat Rasyid Ridha
yaitu kalifah adalah kepala negara Islam secara totalitas untuk kemaslahatan agama dan
dunia. Karena kalau pengertian menurut Abu al-Ala al Maududi belum jelas kedudukan
khalifah penggganti Rasul atau pengganti kepemimpinan Rasulullah sebagai kepala
Negara.

5. Kebijakan-Kebijakan Abu Bakar Siddik

Peristiwa-periastiwa penting semasa pemerintahan SAbu Bakar adalah pengiriman militer


yang dipimpin oleh Usamah, pengiriman militer tersebut bertujuan untuk memerangi
orang-orang yang keluar dari Islam, serta orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
[36] Darai kutipan tersebut dapat dipahami bahwa Abu Bakar tegas dan tepat dalam
mengambil kebijakan, kalaulah tidak ada ketegasan dalam mengambil keputusan
kemungkinan yang timbul adalah banyak Umat Islam yang keluar dari Islam dan enggan
membayar zakat.

Ketegasan Abu Bakar dapatdipahamai dari perkataan beliau,”Demi Allah sungguh akan
saya perangisiapa saja yang memisahkan antara salat dan zakat. Sebab zakat adalah hak
harta, dan Rasulullah telah bersabda:”keculaidengan haknya.” Kemudian Umar berkata
Umar berkata Demi Allah asaya melihat bahwa Allah telah membuka dada Abu Bakar
untuk berperang. Maka tahulah saya bahwa apa yang dikataan itu adalah benar.”(HR.
Bukhari Muslim).[37] Kebijakan militer lain yang dilakukan oleh Abu Bakar pengutusan
militer pimpinan Khalid untuk memerangi orang Islam yang meninggalkan salat, zakat,
meninggalkan puasa dan tidak mau menunaikan ibadah haji. Khalid bin Walid
diperintahkan Au Bakar untuk memerangi Bani Asad dan Bani Ghathafan. Peristiwa ini
terjadi pada bulan Jumadil akhir.[38] Kemudian pada tahun 12 Hijriyah Abu Bakar
menugaskan al-Ala’ bin al-hadrami dan pasukanya ke Bahrain.al-Ala’ diperintahkan
untuk memerangi orang-orang Bahrain yang keluar dari Islam. Mengirim pasukan ke
Amman yang dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, juga mengirim pasukan militer
pimpinan al-Muhajir bin Umayyah ke Najir,dan mengirimkan pasukan militer pimpinan
Ziad bin Labid al-Ansari untuk memerangi kelompok yang murtad.[39]

Dari berbagai kutipan tersebut tergambarkan ketegasan dan corak kepemimpinan Abu
Bakar, kepemimpinan yang, mengutamakan stabilitas Negara dari para pembelot dan
penghianat agama dan Negara. Keputusan tersebut diambil agar menjadi semacam
pelajaran bagai masyarakat pada masa itu agar tidak ikut-ikutan murtad dan enggan
membayar zakat, enggan melaksanakan salat, puasa dan ibadah haji. Atau dapat juga
kebijakan Abu Bkar tersebut sebagai terapi kejutan bagi masyarakat muslim waktu itu.

Badri Yatim menyatakan bahwa pemerintahan yang dijalankan oleh Abu bkar bersifat
sentral, kekuasaan legsilatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan khalifah,
jadiselian,menjalankan roda pemerintahan khlaifah juga menjalankan hukum, yang dalam
menjalankanknya masih diutamakan dengan proses musyawarah.[40] Pendapat tersebut
mengacu kepada kebijakan yang dilakukan oleh Abu Bkar, seperti perintah memerangi
orang murtad, orang-orang yang engganmembayar zakat, serat keputusan untuk
mengumpulkan tulisan-tulisan al-Quran yang masih belum tersusun rapi dan belum
dikumpulkan pada satu tempat-yang kesemua kebijakan tersebut selain diputuskan oleh
Abu Bakar juga telah di musyawarahkan dengan para sahabatnya.

C. Penutup

Uraian dalam pembahasan makalah ini dapat dipahami bahwa pemerintahan yang
dijalankan oleh Muhammad saw dan Abu Bakar berdasarkan Wahyu Allah. Dalam
melaksanakan pemerintahan lebih mengedepankan nilai-nilai etika dan norma
keagamaan, serta lebih mengutamakan kemaslahatan umat dengan mengambil keputusan
berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Semua kebijakan pemerintahan Muhammad
saw dan Abu Bakar diarahkan untuk memajukan Islam dan kemakmuran dan masyarakat.
Kebijakan Muhammad saw di Mekah lebih diarahkan kepada perbaikan dalam negeri,
terutama pembentukan karakter keimanan, ibadah dan social kemasyarakatan dan akhlak,
sedangkan kebijakan Muhammad saw di Medinah diarahkan tidak saja kepada masalah
keimanan saja tetapi mencakup berbagai spek kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara, termasuk di dalamnya kebijakan dalam pendidikan. Begitu juga pemerintahan
Abu Bakar berusaha menjaga kemajuan yang telah dicapai oleh Muhammad saw,
sekaligus berusaha mengembangkannya. Allahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai