Fakhry Ghafur
ISBN 978-602-496-072-8
POLITIK ISLAM
ARAB SAUDI, KUWAIT,
UNI EMIRAT ARAB
Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian
dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh:
LIPI Press, anggota Ikapi
Gedung PDDI LIPI, Lantai 6
Jln. Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta 12710
Telp.: (021) 573 3465
E-mail: press@mail.lipi.go.id
Website: lipipress.lipi.go.id
LIPI Press
@lipi_press
DAFTAR ISI
|v
PENGANTAR PENERBIT
| vii
politik yang sudah mapan yang masih sangat kurang selama ini. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penerbitan buku ini.
LIPI Press
viii |
KATA PENGANTAR
| ix
yang berkuasa. Respons para rezim di Timur Tengah beragam dalam
menghadapi kemunculan gerakan Islam yang menuntut perubahan
komprehensif. Para penguasa mendapatkan tekanan untuk me
lakukan perubahan. Jika tidak, kekuasaan mereka akan terancam.
Beberapa gerakan Islam di Timur Tengah yang berhasil melakukan
perubahan politik melalui proses kudeta, antara lain adalah Iran
pada tahun 1979 dan Sudan pada tahun 1989. Di Mesir, gerakan
Islam Ikhwanul Muslimin membantu militer di bawah pimpinan
Jenderal Nadjib dan Gamal Abdul Nasser dalam melakukan kudeta
terhadap Raja Farouk pada tahun 1952. Di beberapa negara lain,
seperti Irak, Suriah, dan Libya, kelompok sosialis bersama dengan
militer melakukan kudeta terhadap para penguasa yang pro-Barat.
Uniknya, negara-negara Teluk yang kaya minyak terhindar dari
guncangan politik yang berakibat pada kudeta militer. Kudeta itu
dapat dihindari oleh negara-negara Teluk karena mereka diselamat-
kan oleh berkah minyak yang melimpah di kawasan ini. Eksplorasi
minyak dimanfaatkan untuk memberikan kesejahteraan kepada
rakyat sehingga tidak memunculkan gerakan protes secara besar-be-
saran di kawasan yang kaya dengan minyak ini. Karena kawasan
Teluk dan Semenanjung Arabia kaya akan minyak, secara otomatis
mereka mendapatkan perlindungan dari Barat, terutama Amerika
Serikat. Hubungan simbiosis mutualisme antara rezim berkuasa
dan kekuatan adidaya menjadikan negara-negara monarki ini relatif
lebih stabil. Namun, bukan berarti kawasan ini luput dari dinamika
Politik Islam.
Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab memberikan realitas
yang berbeda dalam merespons gelombang gerakan Islam. Di Arab
Saudi, gelombang islamisme yang merongrong kekuasaan Dinasti
Saud terjadi setelah munculnya Revolusi Iran pada tahun 1979 dan
setelah Perang Teluk 1991. Iran dicurigai ikut mendalangi pembe
rontakan yang dilakukan oleh Juhaiman Al-Uthaibi yang berhasil
menduduki Masjidil Haram pada tahun 1979. Kritik kelompok
Islam menguat kembali, terutama setelah Perang Teluk ketika
Kerajaan Arab Saudi bersekutu dengan Amerika Serikat guna mem-
x|
bendung ancaman agresi Irak yang dipimpin oleh Saddam Hussein.
Saudi tidak memberikan ruang sedikit pun dan cenderung bersifat
represif pada kelompok-kelompok oposisi yang dimotori oleh ge
rakan Islam. Politik Islam tidak mendapatkan ruang dan dijadikan
sebagai musuh negara.
Kondisi di Kuwait agak berbeda. Walaupun monarki Kuwait
cenderung menunjukkan sikap waspada terhadap munculnya ge
rakan Islam, pihak istana cenderung dapat mengakomodasi kekuatan
politik Islam. Gerakan Islam di Kuwait diwadahi dalam kekuatan
politik yang dikenal dengan sebutan The Kuwait Islamic Constitutional
Movement (ICM) yang memiliki tujuan untuk melakukan reformasi
hukum secara konstitusional. Karena tidak memiliki tujuan dalam
mengubah sistem monarki, gerakan ini secara umum mendapatkan
penerimaan dari kalangan istana. Citra ICM menjadi semakin baik di
mata istana ketika membentuk gerakan Pemuda Perlawanan Kuwait
menentang agresi Irak ke Kuwait pada tahun 1991. Politik Islam
mendapatkan tempat di Kuwait karena dapat bekerja sama dengan
kalangan istana dan tidak membahayakan eksistensi monarki.
Agak berbeda dengan kondisi di Kuwait, gerakan Islam di Uni
Emirat Arab menunjukkan dinamika yang unik. Gerakan Islam
diwakili oleh Jam’iyah Al-Islah yang memiliki tujuan mengubah sis-
tem dan rezim yang berkuasa. Kehadiran gerakan yang menargetkan
negara sebagai sasaran perubahan ini dihadapi oleh pihak istana den-
gan penuh kecurigaan. Walaupun awalnya berdiri sebagai organi
sasi sosial keagamaan, dalam perkembangannya, ia bertransformasi
menjadi gerakan politik. Al-Islah dianggap memiliki hu bungan
dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Pada tahun 1994, semua
jajaran direksi organisasi Al-Islah dipecat oleh pemerintah dan para
aktivisnya dilarang menduduki jabatan publik di Uni Emirat Arab.
Kebijakan ini dilakukan karena imbas dari dukungan kelompok
Ikhwan terhadap Irak yang melakukan invasi ke Kuwait. Al-Islah
dianggap tidak sejalan dengan agenda pemerintah dan aktivitasnya
sangat dibatasi di Emirat Arab.
| xi
Tampaknya, eksistensi gerakan Islam yang memiliki tujuan
politik sangat bergantung pada hubungannya dengan para pengua-
sa. Ketika gerakan Islam dianggap mengancam keberadaan monar-
ki, tentu keberadaannya tidak dapat dipertahankan. Sebaliknya,
kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak istana menjadi
kunci kesuksesan sebuah gerakan. Gerakan Islam akan diakomodasi
dalam istana selama tidak menginginkan terjadinya perubahan sis-
tem politik monarki. Sebaliknya, politik Islam akan mendapatkan
penindasan bahkan pembubaran apabila memiliki potensi ancaman
bagi rezim yang berkuasa. Kelompok oposisi dari gerakan Islam yang
mengancam eksistensi monarki ini akan mudah dilabeli sebagai
musuh negara, bahkan dicap sebagai teroris.
Buku berjudul Politik Islam di Arab Saudi, Kuwait, dan Uni
Emirat Arab ini memberikan analisis menarik berkaitan dengan
eksistensi dan hubungan antara gerakan Islam dan negara di Timur
Tengah. Kajian yang dilakukan cukup mendalam dan mampu
memberikan gambaran secara komprehensif dalam menjelaskan
fenomena gerakan Islam di Timur Tengah. Bagi para pembaca yang
menginginkan informasi secara mendetail mengenai dinamika di
Timur Tengah, khususnya berkaitan dengan islamisme di ketiga
negara ini, saya merekomendasikan untuk memiliki buku ini. Buku
ini diharapkan dapat menambah literatur-literatur baru berbahasa
Indonesia yang masih sangat kurang selama ini.
xii |
PRAKATA
| xiii
Buku yang ada di tangan pembaca ini mengulas realitas yang
terjadi dalam dinamika sosial-politik di Arab Saudi, Kuwait, dan
Uni Emirat Arab dengan menitikberatkan pada fokus kajian seputar
kekuatan politik Islam dengan beragam problematikanya. Di sam
ping itu, juga menjelaskan peran kekuatan politik Islam di tengah
sistem politik yang sudah mapan. Selain itu, kiprah tiga negara ka-
jian dalam konstelasi politik regional dan global juga dibahas secara
lebih komprehensif.
Penulisan buku ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Karena itu, sudah sepantasnya kami mengucap-
kan terima kasih yang tidak terhingga kepada para penulis, lembaga
pemerintah dan non-pemerintah yang secara langsung ataupun
tidak langsung turut berkontribusi dalam penyusunan buku ini.
Terima kasih juga kepada Dr. Rahmat Aming Lasem (Kepala
Konsuler KJRI Jeddah) beserta seluruh staf KJRI Jeddah, Dr.
Elly Warti Maliki (Pendiri Sekolah Daarul Ulum Jeddah), Herika
Muhammad Taqi, M.Si. (Ketua PPMI Jeddah), Syekh Nasruddin
Al-Palembangi (World Muslim League), Syekh Ismail Al-Harby
(Yayasan Al-Haramain), Syekh Ibrahim Sulthon (Wakil Kepala Biro
Urusan Alumni Bidang Hubungan Internasional), Ustaz Mubarok
Ainul Yaqin, M.A. (Ketua PPMI Makkah), Ustaz Muhammad Isa
Abdullah, Ustaz Muhammad Ayyub, Ustaz Fakhruddin (Mahasiswa
Universitas Islam Madinah), Ustaz Ahmad Nahid Silmi, M.A.
(Kandidat Doktor Universitas Islam Madinah), Ustaz Imam Khairul
Annas (Mantan Ketua PPMI Arab Saudi), dan semua narasumber
yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.
Akhir kata, buku ini tidak lepas dari berbagai kekurangan di
dalamnya. Karena itu, kami mengharapkan adanya kritik ataupun
saran membangun untuk memperbaiki hasil penelitian kami pada
masa depan. Teriring doa, semoga buku ini dapat turut memper-
kaya khazanah pemikiran politik Timur Tengah kontemporer di
Indonesia dan dunia Islam pada umumnya.
xiv |
Bab
1
Kekuatan Politik Islam di Arab Saudi,
Kuwait, dan Uni Emirat Arab
Indriana Kartini dan Muhammad Fakhry Ghafur
|1
akan senantiasa terjadi ketika agama kerap menautkan diri dalam
semua aspek kehidupan.1
Kemunculan politik berbasis agama yang terjadi di sejumlah
negara Timur Tengah setelah Arab Spring2, tidak lepas dari peran
kelompok Islam untuk menunjukkan eksistensinya di tengah ke-
gagalan sistem politik, sosial, dan ekonomi yang dibangun rezim.
Oleh karena itu, dalam wacana politik Timur Tengah kontemporer,
Islam dipandang sebagai sebuah keyakinan yang mengilhami berb-
agai lapisan masyarakat serta berhasil mentransformasikan nilai-nilai
sosial, politik, dan ekonomi dalam kehidupan bernegara. Bahkan,
sejumlah pemerintahan monarki tertarik menggunakan Islam untuk
melegitimasi kebijakannya, baik dalam politik, hukum, maupun
ekonomi. Hal inilah yang kita saksikan dalam realitas politik di
dunia Arab saat ini. Para penguasa di Arab Saudi, Qatar, Kuwait,
Uni Emirat Arab, dan negara Teluk lainnya, berusaha mendekatkan
simbol Islam untuk melegitimasi kekuasaan. Contohnya, monarki
dan ulama Wahabi sebagai dua kekuatan yang saling mendukung di
Arab Saudi. Demikian pula di Kuwait, pada pertengahan abad ke-
20, monarki membangun kekuatan dengan kelompok Islam untuk
membentuk dinasti Kuwait modern.
Dinamika relasi antara agama dan kehidupan bernegara di
sejumlah negara Timur Tengah, menarik untuk dikaji, terutama
di tengah geliat aktivisme Islam dalam berbagai dimensi kehidup
an. Semangat untuk menegakkan Islam pun tumbuh mewarnai
1
Samuel Huntington, The Third Wave: Democratization in the Late 20th Century
(Oklahoma: University of Oklahoma Press, 1991).
2
Arab Spring atau yang dikenal dengan Musim Semi Arab merupakan gelombang
revolusi yang terjadi pada penghujung 2010 yang ditandai dengan runtuhnya
sejumlah rezim di beberapa negara Timur Tengah. Arab Spring bermula di Tunisia
ketika seorang pedagang buah bernama Mohamed Bouazizi melakukan aksi bakar
diri sebagai bentuk protes terhadap kesewenang-wenangan rezim. Aksi tersebut
memicu demonstrasi besar yang mengarah pada pengunduran diri rezim Zine El
Abidin Ben Ali. Dampak dari pergolakan politik di Tunisia merambah ke negara
sekitar, seperti Mesir, Libya, Yaman, Bahrain, dan Suriah yang saat ini masih
bergejolak.
3
Muhammad Imarah, Al-Ushuliyyah Baina Al-Gharb wa Al-Islam. (Kairo: Daar
Asy-Syaruq, 1998).
4
R. Hrair Dekmejian, “The Rise of Political Islam in Saudi Arabia”. Middle East
Journal. 48, No. 4 (1994): 627.
5
James P. Piscatori, “Ideological Politics in Saudi Arabia”, dalam Islam in the
Political Process, ed. James P. Piscatory (Cambridge: Cambridge University Press,
1983), 56–63.
6
Helen Ziegler and Associates, Political System of Kuwait.
7
Nathan J Brown. “Pushing Toward Party Politics? Kuwait’s Islamic Constitutional
Movement,” Carnegie Endowment for International Peace (January 2007): 3–20,
http://carnegieendowment.org/2007/02/13/pushing-toward-party-politics-
kuwait-s-islamic-constitutional-movement-pub-19016.
8
Rudman dkk. “Domestic Dynamics of Political Islam in the Greater Middle East:
Case Studies of Jordan, Egypt, Kuwait and Turkey”. Cornell International Affairs
Review, 1 No.1 (2007), 3–4.
9
Brown, “Pushing Toward Party Politics,” 3–20.
10
Pekka Hakala, “Opposition in the United Arab Emirates”. Quick Policy Insight,
Directorate-General for External Policies, Policy Department, European Parliament
(November 2012): 2–3, http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/briefing_
note/join/2012/491458/EXPO-AFET_SP%282012%29491458_EN.pdf.
11
Hakala, “Opposition,” 2–3.
12
Christopher Davidson. “Fear and Loathing in Emirates,” diakses pada Februari
2017, https://carnegieendowment.org/sada/49409.
13
Nazih N. Ayubi. Political Islam: Religion and Politics in the Arab World (London:
Routledge, 1993).
14
Olivier Roy, The Failure of Political Islam. (Cambridge: President and Fellows of
Harvard College, 1994).
15
Ayoob, Many Faces of Political Islam, 2–3.
16
Graham E. Fuller. The Future of Political Islam (New York: Palgrave Macmillan,
2004).
17
Ayubi, Political Islam, 91–95.
18
Denoeux Guilain, “The Forgotten Swamp: Navigating Political Islam”. Middle East
Policy, IX, No.2 (2002), 61–62.
19
Imarah, Al-Ushuliyyah Baina.
20
Antony Bubalo, Middle East, Islamism dan Indonesia (New South Wales: Low
Institute for International Politics, 2005).
21
Sayyid Qutb, Ma’alim fi Ath-Thariq. Penerj. Darul Uswah (Yogyakarta: Penerbit
Darul Uswah, 2011).
22
Brown, “Pushing Toward Party Politics,” 3–20.
2
Problematika Kekuatan Politik Islam
di Arab Saudi
Nostalgiawan Wahyudhi
| 17
masyarakat, tetapi melanggengkan status keluarga kerajaan yang
secara politik dan sosial merupakan ahli waris wilayah tersebut.1
Sebagai penguasa Hijaz dan Najd, cikal bakal entitas politik
Arab Saudi, keluarga Saud diuntungkan oleh faktor “given” sebagai
pelayan Haramain (dua kota suci di wilayahnya), Makkah dan
Madinah, dua tanah suci bagi umat Islam. Mereka menikmati sta-
tusnya yang disegani, baik secara internal maupun secara eksternal,
terutama di dunia Islam. Penetrasi pengaruh sosial politik keluarga
Saud diperkuat dengan identifikasi secara politis ajaran Wahabi yang
memiliki pengaruh kuat di masyarakat sebagai aliran keislaman res
mi yang dianut negara. Oleh karena itu, wajar jika Saudi sangat
selektif dengan gerakan Islam lainnya. Hal ini secara signifikan
memengaruhi dan menentukan arah kebijakan internal dan politik
luar negeri keluarga Saud ke depan, baik secara nasional, regional,
maupun internasional.
Gelombang Arab Spring pada tahun 2011 yang melanda Jazirah
Arab, muncul sebagai simbol perlawanan dan pembebasan terhadap
keterbelakangan ekonomi dan sistem politik otoritarian yang menye-
bar dari Afrika Utara (Tunisia) ke negara-negara Timur Tengah.
Gelombang demokratisasi ini bahkan didukung dan dimotori oleh
salah satu gerakan politik Islam yang dilarang di Saudi, seperti
Ikhwanul Muslimin. Pergantian rezim pun tidak dapat dielakkan
seperti halnya yang terjadi di Mesir. Keluarga Saud yang menganut
sistem pemerintahan monarki absolut tentu merasa sangat terancam
dengan gelombang ini. Sejauh mana Arab Spring berdampak pada
stabilitas ekonomi dan politik di Arab Saudi? Bagaimana dampak-
nya terhadap pertumbuhan kekuatan politik Islam di Arab Saudi?
Bagaimana pula gerakan politik Islam memengaruhi kehidupan
sosial, politik, dan ekonomi Arab Saudi?
1
Tim Niblock dan Monica Malik, The Political Economy of Saudi Arabia. (New
York: Routledge, 2007), 32–33.
2
Central Intelligence Agency, “Saudi Arabia”, CIA World Fact Book, (Oktober
2017), 1–2, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/
sa.html.
3
Asharaf AbdulSalam, “Population and Household Census, Kingdom of Saudi
Arabia 2010: Facts and Figures”. International Journal of Humanities and Social
Science, 3 No. 16 (2013), 258–263.
1. Ekonomi
Secara geopolitik, selain berada di jantung Jazirah Arab, Arab Saudi
diapit oleh dua jalur laut tersibuk di seluruh d
unia, yaitu Laut Persia
dan Laut Merah menuju Terusan Suez. Perbatasan laut Arab Saudi
di sebelah timur berhadapan langsung dengan rival politiknya, Iran,
dan hanya dibatasi oleh Teluk Persia yang menjadi jalur perdagangan
minyak tersibuk dunia dengan produksi mencapai 1.412,4 juta barel
yang merupakan pemasok 32,4% produksi minyak dunia.
Perubahan signifikan pada ekonomi Arab Saudi terjadi ketika
negara monarki absolut tersebut memulai debut pertamanya dalam
mengekspor minyak. Sentralitas Arab Saudi sebagai produsen mi
nyak dunia menguat sejak negara tersebut menjadi pemasok ke
negara-negara Eropa dan Amerika pada tahun 1948. Pembangunan
4
University of Texas Libraries, “Saudi Arabia Pol 2003”, September 2017 http://
www.lib.utexas.edu/maps/middle_east_and_asia/saudi_arabia_pol_2003.jpg.
5
Encyclopedia Britannica, “Trans Arabian Pipeline,” diakses 8 Agustus 2017 https://
www.britannica.com/topic/Trans-Arabian-Pipeline.
6
“Saudi Aramco Yanbu Refinery,” Hydrocarbons Technology, diakses 12 Juni 2016
http://www.hydrocarbons-technology.com/projects/aramco-yanbu/.
7
Centre for Energy Economics Research and Policy, BP Statistical Review of World
Energy (London: Heriot-Watt University, 2017), https://www.bp.com/content/
dam/bp-country/de_ch/PDF/bp-statistical-review-of-world-energy-2017-full-
report.pdf.
8
Centre for Energy Economics Research and Policy, BP Statistical Review.
9
Centre for Energy Economics Research and Policy, BP Statistical Review.
10
"GDP per capita (current US$)," World Bank National Accounts Data, and OECD
National Accounts Data Files, The World Bank IBRD-IDA, 15 Juli 2017, https://
databank.worldbank.org/reports.aspx?source=2&type=metadata&series=NY.
GDP.PCAP.CD.
11
Centre for Energy Economics Research and Policy, BP Statistical Review.
12
Dominic Dudley, “Is Saudi Arabia Heading For A Recession?” (Juli 2016),
https://www.forbes.com/sites/dominicdudley/2016/07/12/saudi-recession/2/
#6834a0d26330.
13
“Saudi Arabia unemployment rate climbs to 12.7 percent,” (Juli 2017), http://
www.aljazeera.com/news/2017/07/saudi-arabia-unemployment-rate-climbs-127-
percent-170730163025234.html.
2. Sosial-Budaya
Menurut data resmi pemerintah, populasi penduduk di Arab Saudi
per pertengahan 2016 mencapai 31,79 juta jiwa. Jumlah ini berbeda
dengan data yang dikeluarkan Bank Dunia yang mencapai 32,28
juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 36,8% di antaranya merupakan imi-
gran yang bekerja di berbagai sektor, seperti infrastruktur, pelayanan
publik, pendidikan, kesehatan, hingga pembantu rumah tangga.
Mayoritas para imigran itu berasal dari negara-negara Asia dan Arab,
seperti India, Mesir, Bangladesh, Srilanka, Filipina, Indonesia, dan
Pakistan. Namun, menurut data dari Human Right Watch, Saudi
memiliki banyak kasus, terutama di sektor pekerja domestik (pem-
bantu rumah tangga).
Sebaran penduduk Saudi tidak merata. Mayoritas mereka me
ngumpul di daerah perkotaan. Oleh karena itu, tidak mengheran-
kan bila tingkat urbanisasi Saudi mencapai 85%. Faktor tipografi
wilayah, cuaca/suhu, dan ekonomi/pekerjaan menjadi daya tarik
utama bagi penduduk Saudi untuk melakukan urbanisasi.
14
“Saudi Arabia Approves Ambitious Plan to Move Economy Beyond Oil,” The
Guardian, (April 2016), https://www.theguardian.com/world/2016/apr/25/saudi-
arabia-approves-ambitious-plan-to-move-economy-beyond-oil.
15
David Commins, Islam in Saudi Arabia, (London and New York: I.B. Tauris,
2015).
16
Commins, Saudi Arabia, 8–9.
17
Commins, Saudi Arabia, 7–8.
18
Raihan Ismail, Saudi Clerics and Shi’a Islam. (New York: Oxford University Press,
2016).
19
Patrick Martin, “Why Saudi king spurned half-brother and restored the
Sudairi Seven royal lineage,” The Globe and Mail, (April 2015). https://beta.
theglobeandmail.com/news/world/saudi-arabias-royal-overhaul-signals-riyadhs-
assertive-foreign-policy/article24178168/?ref=http://www.theglobeandmail.com.
20
“King Salman Reasserts Sudairi Seven, Key Abdullah Advisor Removed,” Middle
East Eye, (Februari 2015). http://www.middleeasteye.net/news/king-salman-
reasserts-sudairi-seven-key-abdullah-advisor-removed-496423196.
21
Encyclopedia Britannica. “Government and Society of Saudi Arabia,” Diakses pada
8 Agustus 2017, https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Government-
and-society.
22
“Women in Saudi Arabia to vote and run in elections,” BBC News, (September
2011), http://www.bbc.com/news/world-us-canada-15052030.
23
DeLong-Bas, Wahabi Islam.
24
Mutawa, “The Ulama of Nadj”.
25
David Commins, The Wahabi Mission and Saudi Arabia, (London and New York:
I.B. Tauris, 2006).
26
Perjanjian Darina berisi tentang kesepakatan antara keluarga Saud dan Pemerintah
Inggris untuk mendukung posisi keluarga Saud dan menjamin kedaulatan Qatar,
Kuwait, dan Trucial States (sekarang UEA). Abdul Aziz menjamin untuk tidak
menyerang wilayah protektorat Inggris, tetapi Abdul Aziz tidak menjamin jika dia
tidak akan menyerang kekuasaan Syarif Hussain di Hijaz. Sebagai gantinya, Abdul
Aziz bersedia menjadi sekutu Inggris dalam perang melawan Turki Utsmani.
27
Commins, The Wahabi Mission, 3.
28
Commins, Islam in Saudi Arabia, 141.
29
Commins, Islam in Saudi Arabia, 105.
2. Ikhwanul Muslimin
Pembunuhan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM), Hasan
Al-Banna, oleh polisi Mesir pada tahun 1949 mengawali perlawanan
yang keras dari gerakan tersebut kepada pemerintahan Gamal Abdul
Nasser. Pemerintah Mesir pada tahun 1950-an hingga 1960-an mulai
melakukan pembersihan dan melarang gerakan IM dengan menang-
kap dan menyiksa para pengikut dan pemimpinnya. Pengerasan
sikap IM semakin mengental dengan ideologi yang dilahirkan oleh
Sayyid Qutb yang mengarang buku dan membuat tafsir Fii Dhilal
Al-Qur’an. Dalam kondisi Mesir yang tidak kondusif ini banyak
di antara aktivis IM menjadi diaspora dan mengungsi ke berbagai
negara, termasuk Arab Saudi.32
30
“Inside the Saudi town that’s been under siege for three months by its own
government”, Independent, (Agustus 2017), http://www.independent.co.uk/news/
world/middle-east/saudi-arabia-siege-town-own-citizens-government-kingdom-
military-government-awamiyah-qatif-a7877676.html.
31
Mohammed Al-Sulami, "Three men Wanted by Saudi Security Forces Killed
in Qatif, Saudi Security Forces," 2017, http://www.arabnews.com/tags/saudi-
security-forces.
32
Stephane Lacroix, Awakening Islam: The Politics of Religious Dissent in Contemporary
Saudi Arabia, penerj. George Holoch, (Cambridge: Harvard University Press,
2011), 39.
33
Lacroix, Awakening Islam, 38.
34
Lacroix, Awakening Islam, 40–41, 62.
35
Lihat Panduan Educational Policy in the Kingdom of Saudi Arabia. Lacroix, Awakening
Islam, 46.
36
Lacroix, Awakening Islam, 43.
37
Salah satu hasil sebaran pemikiran IM melalui saluran Arab Saudi adalah Ust.
Hilmy Aminudin, pendiri gerakan Tarbiyah yang bergerak di bawah tanah pada
masa rezim Soeharto; dia juga merupakan petinggi PKS. Selain itu, Ust. Hidayat
Nur Wahid yang merupakan lulusan almamater yang sama dengan Hilmy,
Universitas Islam Madinah; dia pernah menjadi Ketua MPR dari PKS. Berikutnya,
Ust. Yusuf Supendi yang juga generasi awal pendiri gerakan Tarbiyah merupakan
lulusan Universitas Ibnu Saud, Riyadh. Pada generasi pertama pendirian LIPIA
di Jakarta, kebanyakan para dosen di sana memiliki pemikiran yang berafiliasi
ke IM, termasuk Dr. Salim Segaf Aljufri. Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika lulusan LIPIA, seperti Anis Matta, Aunurrofiq, Jazuli Juwaini, Muhammad
Syamlan, dan Bakrun Syafii merupakan murid Dr. Salim yang menjadi tokoh
gerakan Tarbiyah di Indonesia. Lihat M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS:
Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen (Yogyakarta: LKIS, 2008) hlm. 31, 110.
38
Lacroix, Awakening Islam, 40–42.
39
Wawancara dengan Syekh Ismail Harbi, wakil direktur Yayasan Haramain, 30
Maret 2017.
40
Commins, The Wahabi Mission, 144–145; 179–180.
41
Commins, The Wahabi Mission, 145–147.
42
Lacroix, “Saudi Arabia’s Muslim Brotherhood Predicament,” The Washington
Post, (Maret 2014), https://www.washingtonpost.com/news/monkey-cage/
wp/2014/03/20/saudi-arabia-muslim-brotherhood-predicament/?utm_term=.
f3b04fe78fc2.
43
Lacroix, “Saudi Arabia’s Muslim Brotherhood Predicament.”
44
Lacroix, “Saudi Arabia’s Muslim Brotherhood Predicament.”
3. Gerakan Salafi
Gerakan yang lebih keras di Arab Saudi dipicu dengan munculnya
Salafi yang terinspirasi dari pemikiran ahli hadis, Syekh Nashirudin
Al-Bani. Syekh Al-Bani memiliki pemikiran yang lebih tegas tentang
Al-Qur’an dan hadis. Menurutnya, Wahabi sudah berada pada jalan
yang benar tentang konsep teologisnya, kurang tepat jika ia merujuk
pada mazhab Hanbali. Menurut Syekh Al-Bani, fikih merupakan
ilmu yang datang belakangan, bukan tradisi yang memang sudah
ada sejak zaman Nabi Muhammad. Seharusnya, umat Islam hanya
merujuk secara murni kepada Al-Qur’an dan hadis.46
Konsep dari Al-Bani menginspirasi berdirinya gerakan baru
Salafi untuk melakukan sweeping dan perusakan pada tahun 1965
terhadap toko yang menampilkan gambar w anita di Kota Madinah.
Mereka pada perkembangan berikutnya meminta dukungan dari
ulama Wahabi Syekh Bin Baz agar memperkuat posisi dan keberadaan
mereka. Bin Baz memberikan wewenang kepada pemimpin mereka
untuk menjadi pengawas syariat di masyarakat. Dengan legitimasi
yang didapatkan, kelompok Salafi semakin kuat dan menjadi ge
rakan yang militan.47
45
Commins, Islam in Saudi Arabia.
46
Commins, Islam in Saudi Arabia, 138–141.
47
Commins, Islam in Saudi Arabia, 138–141.
48
Yaroslav Trofimov, Kudeta Mekkah: Sejarah yang tak Terkuak (Ciputat: Pustaka
Alvabet, 2007).
49
Thomas Hegghammer, Jihad, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010),
103–105.
50
Hegghammer, Jihad, 105–107.
51
Commins, The Wahabi Mission, 187–188.
52
Hegghammer, Jihad, 114–115.
53
Hegghammer, Jihad, 117–118.
54
Roel Meijer, “Yusuf al-Uyairi and the Making of Revolutionary Salafy Praxis”, Die
Welt des Islams, 47 (2007).
55
Hegghammer, Jihad, 121.
56
Hegghammer, Jihad, 123–124.
57
Hegghammer, Jihad, 171–173, 176–177.
58
Hegghammer, Jihad, 171–172.
59
Hegghammer, Jihad, 124.
5. ISIS
Kemunculan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) pada tahun 2014
menguncang stabilitas kawasan. Pada tahun 2015, ISIS melakukan
pengeboman masjid di daerah Asir, Arab Saudi. Hal ini sangat
mengejutkan karena lebih dari 2.000 pejuang ISIS merupakan warga
negara kebangsaan Saudi. Menteri Dalam Negeri Saudi mengkha-
watirkan babak baru ketidakstabilan dalam negeri akan berlanjut
60
Hegghammer, Jihad, 166–169.
61
Hegghammer, Jihad, 203–217.
62
“ISIL claims deadly attack on Saudi forces at mosque”, Al-Jazeera, (Agustus 2015).
http://www.aljazeera.com/news/2015/08/suicide-attack-mosque-saudi-arabia-
southwest-150806110739697.html.
63
“Saudi Arabia thwarts huge terror attack on world’s largest Mosque ahead
of Ramadan finale,” Express, (Juni 2017). http://www.express.co.uk/news/
world/820778/Ramadan-2017-Saudi-Arabia-thwarts-huge-terror-attack-Grand-
Mosque-Mecca-ISIS.
64
“ISIS Threatens Saudi Arabia with Major Attacks, Says ‘We Will Strike You In Your
Homes,” Newsweek, (September 2017), http://www.newsweek.com/isis-threatens-
saudi-arabia-attacks-says-its-turn-will-come-after-tehran-623715.
65
“Saudi Arabia took part in weekend air strikes against Islamic State: Pentagon”.
Reuters, (Februari 2016), http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-
saudiarabia-airstrikes/saudi-arabia-took-part-in-weekend-air-strikes-against-
islamic-state-pentagon-idUSKCN0VP2FM.
66
“Saudi-Qatari tensions and implications for the Persian Gulf,” Yemen Times,
(April 2014). http://www.yementimes.com/en/1768/opinion/3672/Saudi-Qatari-
tensions-and-implications-for-the-Persian-Gulf.htm.
67
Lina Khatib, “Qatar’s Foreign Policy: The Limits of Pragmatism”, International
Affairs, 89, 2 (2013), 417–431.
68
James M. Dorsey, “Wahabism vs Wahabism: Qatar Challenges Saudi Arabia”. RSIS
Working Paper, 262 (2016): 2–10.
69
Madawi Al-Rasheed, “Saudi-Qatar tensions divide GCC”. A lmonitor, (Maret
2014), http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/03/saudi-qatar-gcc-ten
sions-islamist.html.
70
“Saudi Arabia Announces 34-state Islamic military alliance against terrorism,”
Reuters, (Desember 2015), https://www.reuters.com/article/us-saudi-security/
saudi-arabia-announces-34-state-islamic-military-alliance-against-terrorism-
idUSKBN0TX2PG20151215.
Daftar Pustaka
Al-Rasheed, Madawi. “Saudi-Qatar tensions divide GCC”. Almonitor, 6 Ma-
ret 2014, diakses pada Agustus 2017. http://www.al-monitor.com/pulse/
originals/2014/03/saudi-qatar-gcc-tensions-islamist.html.
Al-Sulami, Mohammed. "Three men Wanted by Saudi Security Forces Killed
in Qatif, Saudi Security Forces," 2017. http://www.arabnews.com/tags/
saudi-security-forces.
Bank Dunia. “Saudi Arabia”, diakses pada 15 Juli 2017. https://data.world-
bank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=SA.
3
Problematika Kekuatan Politik Islam di
Kuwait
Muhammad Fakhry Ghafur
| 67
sistem pemerintahan demokratis, di mana kedaulatan berada di
tangan rakyat yang merupakan sumber kekuasaan”.1
Sejak saat itu, Kuwait menjadi negara monarki konstitusional
di dunia Arab yang menjalankan sistem politik demokratis yang
disertai dengan berkembangnya kebebasan berpendapat, terbuka
nya ruang bagi organisasi sosial kemasyarakatan, serta menguatnya
partisipasi politik warga. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
banyak kalangan memandang bahwa Kuwait pada masa awal ber-
dirinya merupakan role model dalam pelaksanaan prinsip demokrasi
di dunia Arab.
Ada beberapa hal yang menyebabkan demokrasi dapat berkem-
bang di Kuwait. Pertama, setelah kemerdekaan, rezim monarki ber
usaha untuk keluar dari keterpurukan dengan memperkuat kembali
negara melalui penegakan prinsip-prinsip demokrasi Kuwait yang
tertuang dalam konstitusi 1962. Konstitusi tersebut mendorong rak-
yat Kuwait untuk dapat menikmati kebebasan dan partisipasi politik
yang luas dibandingkan negara teluk lainnya. Hal itu dapat dilihat
dari berkembangnya gerakan oposisi yang terdiri dari kalangan Islam
ataupun liberal yang berperan signifikan serta semakin meningkat-
nya partisipasi politik perempuan dalam b eberapa dekade terakhir.
Kedua, perubahan sosial dan budaya yang begitu cepat, terutama
setelah Perang Teluk 1991 yang telah memengaruhi dan meningkat-
kan cara pandang masyarakat Kuwait dalam berdemokrasi.
Kualitas pendidikan masyarakat, terutama para pemuda dan
kelas menengah, semakin meningkat. Tercatat sekitar 70% warga
berusia di atas 29 tahun telah berkontribusi dalam mendorong
munculnya kekuatan sosial baru di Kuwait. Banyak kalangan pemu-
da yang melanjutkan kuliah di perguruan tinggi ternama, baik di
Eropa maupun Amerika, dan sukses menjadi tokoh sentral yang
berpengaruh dalam kancah politik dan ekonomi Kuwait. Selain
itu, banyak dari kalangan kelas menengah yang semakin sadar akan
1
“Kuwait’s Constitution of 1962,” Reinstated in 1992, Diakses pada Agustus 2017,
https://www.constituteproject.org/constitution/Kuwait_1992.pdf?lang=en, 3–20.
B. Dinamika Sosial-Politik
Kuwait merupakan negara kecil di kawasan Teluk yang terletak
di ujung bagian barat laut Jazirah Arab dengan luas sekitar
17.818 km2. Terdiri dari wilayah daratan dengan ibu kota Kuwait
City, sembilan pulau kecil tidak berpenghuni, dan enam daerah
administratif (provinsi), antara lain Al-Kuwait, Al-Jahra, Al-Ahmadi,
Al-Farwaniyah, Hawalli, dan Mubarak Al-Kabir. Berbatasan
langsung dengan dua negara kaya minyak, yaitu Irak di utara (195
km2) dan Arab Saudi di Selatan (495 km2).2
Oleh karena posisinya yang strategis, berada di jalur perlintasan
minyak, Kuwait menjadi negara yang kerap diperebutkan bangsa-
bangsa besar di dunia. Tercatat sepanjang sejarah, wilayah Kuwait
silih berganti berada di bawah kekuasa an banyak dinasti yang
berlangsung selama berabad-abad, seperti Dinasti Buyid dari Persia
pada abad ke-10, Dinasti Seljuk dari Turki pada abad ke-11, bangsa
Mongol pada awal abad ke-14, dan Turki Utsmani pada abad ke-17.
Dari sini dapat dilihat meskipun wilayahnya kecil, banyak kelompok
etnis dari luar yang ingin menetap untuk menguasai wilayah Kuwait
2
“Cultural Orientation Arab Kuwait,” Defense Language Institute Foreign Language
Centre, diakses pada Agustus 2017, https://www.dliflc.edu/cultural-orientation-
arabic-kuwait/, 1–2.
3
Shafeeq Ghabra, “Kuwait at the Crossroads of Change or Political Stagnation,”
Middle East Institute Policy paper Series. (Washington: Middle East Institute, 2014).
4
Naser AlFozaie, “Tribalism in Kuwait: Impacts on the Parliament,” Master Thesis
2016, Department of International Environment and Development Studies,
(Oslo: Norwegia), diakses pada Agustus 2017. https://core.ac.uk/download/
pdf/154672692.pdf.
5
David E. Long, Bernard Reich, dan Mark Gasiorowski, ed., The Government and
Politics of the Middle East and North Africa, (Colorado: Westview Press, 2010).
8
“Kuwait’s Constitution of 1962.” Reinstated in 1992. Diakses pada Agustus 2017,
https://www.constituteproject.org/constitution/Kuwait_1992.pdf?lang=en, 3–20.
9
“Kuwait Population 2017.” Central Statistical Bureau. https://www.csb.gov.kw/
Default_EN. January 2017.
10
Casey, The History of Kuwait, 9–10.
11
Casey, The History of Kuwait, 37–38.
12
“Kuwait Constitution”, Diwan of HH the Prime Minister.
13
“Focus Group Discussion (FGD),” dengan narasumber Tatang Budie Utama
Razak, Duta Besar RI untuk Kuwait, di Pusat Penelitian Politik LIPI, 20 Juli 2017.
14
Casey, The History of Kuwait, 20–30.
15
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads”, 24–25.
16
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads”, 25–27.
17
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads”, 30–40.
South Asian
9%
Kuwait
45%
Arab
35%
18
Bidun merupakan sebutan untuk status suku dan kelas sosial tertentu di Kuwait
yang tidak mempunyai kewarganegaraan. Kebanyakan dari mereka adalah
keturunan Arab non-Kuwait yang tidak mendapatkan pengakuan kewarganegaraan
dari pemerintah dan diklaim sebagai imigran gelap. Mereka tidak mendapatkan
hak sosial ataupun politik, seperti asuransi kesehatan, pendidikan, akta kelahiran,
kartu identitas, serta tidak dapat berpartisipasi dalam pemilu.
19
“IMF World Economic Outlook 2016”. Oktober 2016, https://www.imf.org/
en/Publications/WEO/Issues/2016/12/31/Subdued-Demand-Symptoms-and-
Remedies. Diakses pada Juli 2017.
20
“Kuwait Study Group: The Experience of Parliamentary Politics in the GCC,”
(London: Chatham House, 2012).
21
Muhamad S. Olimat, “Women and Politics in Kuwait,” Journal of International
Women’s Studies, 11, 2 (September 2009), 199–212.
22
Hiramatsu, “The Changing Nature”, 62–73.
23
Shafeeq Ghabra, “Balancing State and Society: The Islamic Movement in Kuwait,”
Middle East Policy Council, 5, 2 (1997), 58–72.
24
AlFozaie, “Tribalism in Kuwait”.
25
Jamie Etheridge, “Hallmarks of Kuwait’s Middle Class,” Kuwait Times, (Juni
2014). http://news.kuwaittimes.net/hallmarks-kuwaits-middle-class/.
26
Kristin Smith Diwan, New Generation Royals and Succession Dynamics in the Gulf
State, (Washington: Arab Gulf Institute, 2017).
27
Diwan, New Generation Royal.
28
Diwan, New Generation Royal.
29
Diwan, New Generation Royal.
30
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads,” 1–3.
31
Fatiha Dazi Heni, “The Arab Spring Impact on Kuwait ‘Exceptionalism’,”
International Journal of Archaeology and Social Sciences in the Arab Peninsula.
(Chatillon: Arabian Humanities, 2015), 1–78.
32
Diolah dari berbagai sumber.
33
“Kuwait Study Group”.
34
Yagoub Al-Kandari, Tribalism, Sectarianism, and Democracy in Kuwaiti Culture.
(Kuwait: Kuwait University Press, 2014).
35
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads”.
36
Jane Kinninmont, “Kuwait’s Parliament: An Experiment in Semi-democracy,”
briefing paper, Chatham House, No. 03/2012, Middle East and North Africa
Programme, (Agustus 2012), 1–16.
37
K. Katzman, Kuwait: Governance, Security, and U.S. Policy, (Washington:
Congressional Research Service, 2016).
38
S. Awadh, “Islamic Political Groups in Kuwait: Roots and Influences”. Unpublished
Doctoral Thesis, (Portsmouth: University of Portsmouth, 1999), 10–15.
39
Courtney Freer, “The Rise of Pragmatic Islamism in Kuwait’s Post Arab Spring
Opposition,” Project on U.S. Relations with the Islamic World at Brookings.
(Washington: Brookings Institution, 2015), 1–2.
40
Freer, “The Rise of Pragmatic Islamism”, 15–20.
41
Nathan J. Brown, “Pushing Toward Party Politics? Kuwait’s Islamic Constitutional
Movement”. Carnegie Endowment for International Peace, No. 79, (Januari 2007),
http://carnegieendowment.org/2007/02/13/pushing-toward-party-politics-
kuwait-s-islamic-constitutional-movement-pub-19016.
42
Islam Hassan, “The Muslim Brotherhood in Kuwait: A Historical Analysis of
the Islamic Movement,” Munich, GRIN Verlag, 1–12, https://www.grin.com/
document/301286.
43
Ghabra, “Balancing State and Society,” 58–60.
44
Zoltan Pall, “Kuwait Salafism and Its Growing Influence in the Levant,” Carnegie
Endowment for International Peace (Washington: Carnegie Endowment for
International Peace, 2014), 1–38.
Daftar Pustaka
AlFozaie, Naser. “Tribalism in Kuwait: Impacts on the Parliament.” Master
Thesis, Department of International Environment and Development
Studies, Norwegian University of Life Sciences, (Oslo: Norwegia,
2016). Diakses pada Agustus 2017. https://core.ac.uk/download/
pdf/154672692.pdf.
Al-Kandari, Yagoub. Tribalism, Sectarianism, and Democracy in Kuwaiti Cul-
ture. Kuwait: Kuwait University Press, 2014.
4
Problematika Kekuatan Politik Islam
di Uni Emirat Arab
M. Hamdan Basyar
1
“Ras al-Khaimah” masuk menjadi wilayah Uni Emirat Arab berdasarakan
Keputusan Dewan Tinggi Federal ( ) No. 2/1972, setelah
Ras al-Khaimah bergabung ke dalam negara Uni Emirat Arab. Lihat United Arab
Emirates Constitution, Pasal 1. Sebelumnya, Pasal 1 berbunyi, “The Federation is
composed of the following Emirates: Abu Dhabi, Dubai, Sharjah, Ajman, Umm
al-Quwain, and Fujairah.”
| 101
Emirat Arab dan merupakan wilayah terbesar dari tujuh emirat yang
tergabung dalam UEA. Negara ini terletak di perbatasan dengan
Kerajaan Arab Saudi, Kesultanan Oman, dan Teluk Arab. UEA ter-
diri dari 200 pulau dan memiliki garis pantai sejauh 700 kilometer.
Sebelum menjadi negara merdeka, UEA merupakan wilayah
kekuasaan Inggris. Kemudian, ada kesepakatan yang dicapai antara
penguasa setempat dari enam negara Emirat (Abu Dhabi, Dubai,
Sharjah, Umm al-Qaiwain, Fujairah, dan Ajman) untuk memben-
tuk sebuah negara. Secara resmi, negara Uni Emirat Arab didirikan
pada 2 Desember 1971. Emirat ketujuh, Ras al-Khaimah, masuk ke
dalam federasi UEA pada tahun 1972. Sejak terbentuknya negara
UEA, mereka berusaha membentuk identitas nasional yang berbeda
dengan negara di sekitarnya. Sistem politik UEA dirancang untuk
mempertahankan warisan lama yang disesuaikan dan digabungkan
dengan struktur pemerintahan modern.
Secara ekonomi, negara federal ini mengalami perubahan yang
signifikan. Sebelum ditemukannya minyak, kawasan ini bergantung
pada ekonomi sederhana, terutama pada pertanian nomaden, budi
daya tanaman kurma, perikanan, mutiara, dan pelayaran. Namun,
penemuan minyak pada tahun 1930-an telah mengubah kehidupan
sosial dan ekonomi di UEA. Dalam waktu singkat, produk domestik
bruto (PDB) negara Emirat meningkat 236 kali lipat lebih, yaitu
dari 6,5 miliar dirham Uni Emirat Arab (AED) pada tahun 1971
menjadi 1.540 miliar AED pada tahun 2014.2
Pemerintah Uni Emirat Arab mengklaim bahwa mereka memi-
liki cadangan minyak terbesar ke-7 di dunia. Diperkirakan cadangan
minyak yang dimiliki UEA adalah 97,8 miliar barel, sedangkan
cadangan gas bumi sebesar 215 triliun kaki kubik. Ini berarti UEA
memiliki 4% cadangan minyak dunia dan 3,5% cadangan gas bumi.3
2
“AED adalah dirham Uni Emirat Arab (mata uang resmi Uni Emirat Arab)”,
diakses pada 7 Maret 2017, http://government.ae/en/economy.
3
“Cadangan minyak UEA adalah ke-8 di dunia”, diakses pada 7 Maret 2017,
http://government.ae/en/economy dan http://geab.eu/en/top-10-countries-with-
the-worlds-biggest-oil-reserves/, diakses pada 16 Oktober 2017. Ada sumber
lain menyebutkan cadangan minyak UEA adalah terbesar ke-8 di dunia, http://
explorationanddevelopment.energy-business-review.com/news/top-ten-countries-
with-worlds-largest-oil-reserves-5793487, diakses pada 16 Oktober 2017 dan
http://www.worldatlas.com/articles/the-world-s-largest-oil-reserves-by-country.
html, diakses pada 16 Oktober 2017. Di dalam Organisasi Pengekspor Minyak
(OPEC), cadangan minyak Uni Emirat Arab menduduki peringkat ke-6, setelah
Venezuela (302,25 miliar barel), Arab Saudi (266,21 miliar barel), Iran (157,20
miliar barel), Irak (148,77 miliar barel), dan Kuwait (101,50 miliar barel). Lihat
http://www.opec.org/opec_web/en/data_graphs/330.htm, diakses pada 16
Oktober 2017.
4
Pekka Hakala, “Opposition in the United Arab Emirates”. Quick Policy Insight,
(November 2012). http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/briefing_
note/join/2012/491458/EXPO-AFET_SP%282012%29491458_EN.pdf.
5
Hakala, “Opposition”.
6
Geoffrey R. King, “The Coming of Islam and the Islamic Period in the UAE,”
dalam United Arab Emirates: A New Perspective, ed. Ibrahim Al Abed dan Peter
Hellyer, (London: Trident Press Ltd., 2001), 70.
7
Lihat, “United Arab Emirates,” diakses pada 24 Oktober 2017, https://www.
britannica.com/place/United-Arab-Emirates; http://www.uae-embassy.org/about-
uae/history, diakses pada 29 September 2017.
8
Lihat, “United Arab Emirates Population”, diakses pada 30 Oktober 2017, http://
worldpopulationreview.com/countries/united-arab-emirates-population/. Lihat ju
ga wawancara dengan Ubaidillah, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Uni
Emirat Arab. Wawancara dilaksanakan di Makkah, Arab Saudi, pada 6 April 2017.
9
“United Arab Emirates Population”, 1–2.
10
“United Arab Emirates’ Constitution of 1971 with Amendments through 2004,”
(New York : Oxford University Press, 2017). http://www.constituteproject.org.
11
“Religious Beliefs and Spirituality in United Arab Emirates,” Diakses pada 1
Agustus 2019, https://www.studycountry.com/guide/AE-religion.htm.
12
“United Arab Emirates People,” diakses pada 20 November 2017, https://theodora.
com/wfbcurrent/united_arab_emirates/united_arab_emirates_people.html.
13
Jill Ann Crystal and J.E. Peterson. “United Arab Emirates: languages and Religion,”
Encyclopedia Britanica. Diakses pada 8 Agustus 2019, https://www.britannica.
com/place/United-Arab-Emirates/Languages-and-religion.
14
“Government of Future”.
15
Diskusi dan negosiasi pembentukan negara Uni Emirat Arab lebih rinci dapat
dilihat pada Ibrahim Al Abed, “The Historical Background and Constitutional
Basis to the Federation”. Dalam United Arab Emirates: A New Perspective, diedit
oleh Ibrahim Al Abed dan Peter Hellyer (London: Trident Press Ltd., 2001), 121–
144.
16
Shihab, “Economic Development”, 250.
17
Shihab, “Economic Development”, 5–10.
18
“UAE Economy,”diakses pada 29 September 2017, http://www.uae-embassy.org/
about-uae/uae-economy.
19
“Uni Emirat Arab Pangkas Produksi Minyak 139 Ribu Barel,” (Oktober
2017), diakses pada 24 Oktober 2017, https://www.cnnindonesia.com/ekono
mi/20171002092931-85-245486/uni-emirat-arab-pangkas-produksi-minyak-
139-ribu-barel/.
20
“Markets Crude Oil”.
22
Visi 2021 Uni Emirat Arab (UEA) diluncurkan pada penutupan sidang Kabinet
tahun 2010, oleh Syekh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan
Perdana Menteri UEA, Penguasa Dubai. Secara lengkap visi 2021 itu dapat dilihat
pada situs www.vision2021.ae
23
“UAE Economy”.
24
“Monarki federal” adalah gabungan beberapa monarki dalam satu negara dengan
satu raja sebagai kepala negara federasi, tetapi tiap-tiap negara bagian memper-
tahankan monarki yang berbeda. Lihat, https://ipfs.io/ipfs/QmXoypizjW3W-
knFiJnKLwHCnL72vedxjQkDDP1mXWo6uco/wiki/Federal_monmonar.html,
diakses pada 19 Januari 2018. Dalam kaitan kajian ini, UEA adalah gabungan
beberapa emirat dalam satu negara dengan kepala negara yang disebut presiden.
25
Country Watch, “United Arab Emirates,” 63.
26
Sebelum Ras al-Khaimah bergabung ke dalam UEA, jumlah anggota FNC adalah
34 orang. Kemudian, berdasarkan Keputusan Dewan Tinggi Federal (FSC) No. 3
27
“UAE Government Federal National Council Elections 2015,” diakses pada 29
September 2017, http://gulfnews.com/news/uae/government/federal-national-
council-elections-2015-to-be-held-on-october-3-1.1501183.
28
“UAE Government”, 1–2.
29
“Emirates FNS Elections 2015,” diakses pada 29 September 2017, http://
www.emirates247.com/news/emirates/fnc-elections-2015-the-winners-
are-2015-10-04-1.605457.
30
Pada pemilu sebelumnya juga pernah terpilih anggota parlemen perempuan, yaitu
Dr. Amal Al Hubaisy. Dia menjadi perempuan pertama ketua sidang parlemen.
Lihat wawancara dengan Ubaidillah, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Uni
Emirat Arab. Wawancara dilakukan di Makkah, Arab Saudi, pada 6 April 2017.
31
“Nata’iju al-firaz al-‘ulia li-‘imarati Abi Dhabi,” diakses pada 29 September 2017,
https://www.uaenec.ae/ar/result-list/abudhabi.
32
“UAE Political System,” diakses pada 7 Maret 2017, http://www.uaeinteract.com/
government/political_system.asp.
33
Courtney Freer, “Rentier Islamism”, 11–13.
34
Sultan Al-Qassemi, “The Brothers and the Gulf,” Foreign Policy, (Desember 2012).
http://foreignpolicy.com/2012/12/14/the-brothers-and-the-gulf/.
35
Mansur Al-Noqaidan, “Al-Ikhwan al-Muslimun fi al-Imarat: Al-Tamaddad wa-
l-Inhisar”. Al-Ikhwan al-Muslimun fi al Khalij, ed. oleh Al-Mesbar Studies and
Research Centre (Dubai: Al-Mesbar Studies and Research Centre, 2012), 61.
36
“Islamisme” adalah ideologi yang menginginkan Islam sebagai sistem totalistik
untuk mengatur kehidupan politik, budaya, hukum dan ekonomi. Lihat, antara
lain, Uğur Kömeçoğlu, “Islamism, Post-Islamism, and Civil Islam,” dalam Current
Trends In Islamist Ideology, Vol. 16 (Washington: Hudson Institute, March 2014),
16–32. Sementara itu, “Arabisme” atau “nasionalisme Arab” adalah ideologi yang
menginginkan identitas kearaban. Mengutip pendapat Ibrahim M. Abu-Rabi,
Peter Seeberg menjelaskan bahwa nasionalisme Arab dapat dibagi ke dalam empat
fase. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Peter Seeberg, “The weakening
of the Arab States: Pan-Arabism re-revisited after the invasion of Iraq,” dalam
Working Paper Series, No. 11 (Denmark: Centre for Contemporary Middle East
Studies, University of Southern Denmark, May 2007), 12–13.
37
Hakala, “Opposition”.
38
Al-Noqaidan, “Al-Ikhwan al-Muslimun fi al-Imarat,” 65–66.
39
Abdullah Abu Al-Hadi, “Why Ban Islamic Magazines?”The Roots of Conspiracy
Against the UAE 2. (Dubai: Al Mezmaah Studies and Research Centre, 2013), 172.
40
Al-Qassemi, “The Brothers”.
41
Syekh Sultan bin Kayed al-Qasimi dihukum 10 tahun penjara setelah Arab Spring.
42
Serangan 11 September 2001 terhadap gedung World Trade Center (WTC) di
New York, Amerika Serikat.
43
Marta Saldana, “Rentierism and Political Culture in the United Arab Emirates:
The Case of UAE Students”. Ph.D. Dissertation, (Exeter: University of Exeter,
2014), 139–140.
44
Saldana, “Rentierism and Political Culture”, 140–145.
45
Situs itu sudah tidak dapat diakses lagi.
46
Christopher Davidson, “Fear and Loathing in the Emirates,” diakses pada 23
Oktober 2017, http://carnegieendowment.org/sada/49409.
47
Davidson, “Fear and Loathing”, 1–2.
48
Davidson, “Fear and Loathing”, 1–2.
49
“UAE: Investigate Threats against ‘UAE 5’,” diakses pada 23 Oktober 2017,
https://www.hrw.org/news/2011/11/25/uae-investigate-threats-against-uae-5.
Lihat juga FGD di LIPI pada 20 Juli 2017 dengan narasumber Wisnu Suryo
Hutomo, mantan Staf KBRI Abu Dhabi, UEA.
50
Constituteproject, United Arab Emirates's Constitution of 1971 with Amendments
51
United Nations Security Council, Resolution 2216 (2015). Adopted by the Security
Council at its 7426th meeting, on 14 April 2015. Dokumen no. S/RES/2216
(2015).
52
“Foreign Policy”.
53
“Foreign Policy”, 1–5.
54
Patrick Cockburn, “Qatar Crisis: This is why Saudi Arabia and its allies have
suddenly cut ties to their Sunni Arab neighbour,” Independent. Diakses pada 6
Juni 2017, http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/qatar-crisis-
saudi-arabia-uae-bahrain-donald-trump-ties-severed-egypt-yemen-patrick-
cockburn-a7774266.html.
Daftar Pustaka
Al Abed, Ibrahim dan Peter Hellyer (ed.). United Arab Emirates: A New Per-
spective. London: Trident Press Ltd., 2011.
Al Abed, Ibrahim. “The Historical Background and Constitutional Basis to
the Federation”. Dalam United Arab Emirates: A New Perspective, diedit
oleh Ibrahim Al Abed dan Peter Hellyer. London: Trident Press Ltd.,
2001.
Al-Hadi, Abdullah Abu. “Why Ban Islamic Magazines?”. Al-Islah 30/50
(1982), dikutip dalam Salem Humaid, The Roots of Conspiracy Against the
UAE 2. Dubai: Al Mezmaah Studies and Research Centre, 2013.
Al-Mesbar Studies and Research Centre (ed.). Al-Ikhwan al-Muslimun fi al
Khalij Dubai: Al-Mesbar Studies and Research Centre, 2012.
Al-Noqaidan, Mansur. “Al-Ikhwan al-Muslimun fi al-Imarat: Al-Tamaddad
wa-l-Inhisar”. Dalam Al-Ikhwan al-Muslimun fi al Khalij, diedit oleh
Al-Mesbar Studies and Research Centre. Dubai: Al-Mesbar Studies and
Research Centre, 2012.
Al-Qassemi, Sultan. “The Brothers and the Gulf ”. Foreign Policy, 14 Desember
2012. Diakses pada 18 Oktober 2018/2017. http://foreignpolicy.
com/2012/12/14/the-brothers-and-the-gulf/.
Cockburn, Patrick. “Qatar Crisis: This is why Saudi Arabia and its allies have
suddenly cut ties to their Sunni Arab neighbour”. Independent. Diakses
pada 6 Juni 2017. http://www.independent.co.uk/news/world/middle-
east/qatar-crisis-saudi-arabia-uae-bahrain-donald-trump-ties-severed-
egypt-yemen-patrick-cockburn-a7774266.html.
Constituteproject. United Arab Emirates's Constitution of 1971 with Amend-
ments through 2004. Oxford: Oxford University Press, 2017.
“Crude Oil”. Diakses pada 25 Oktober 2017. http://www.nasdaq.com/mar-
kets/crude-oil.aspx?timeframe=10y.
Crystal, Jill Ann and J.E. Peterson. “United Arab Emirates: languages and
Religion,” Encyclopedia Britanica. Diakses pada 8 Agustus 2019. https://
www.britannica.com/place/United-Arab-Emirates/Languages-and-reli-
gion.
5
Dinamika Politik Islam di Arab Saudi,
Kuwait, dan Uni Emirat Arab:
Catatan Penutup
Dhurorudin Mashad
| 133
dar agama, melainkan acap kali dijadikan sebagai sebuah ideologi
politik, menjadi alat untuk mencapai tujuan politik yang tecermin
dari penggunaan simbol dan konsep-konsep “islami” di ranah pu
blik.1 Bahkan, dalam wacana sosiologis kultural, terdapat anggapan
yang jauh lebih luas, bahwa politik Islam bukan hanya sekadar faktor
ideologis, melainkan kombinasi aspek religiositas-kultural-politik
yang terkait erat dengan berbagai isu sosial kemasyarakatan sekaligus
memiliki tujuan politis sehingga mendorong umat Islam untuk aktif
di dalamnya. Alasannya, Islam ditafsirkan memiliki aspek integral
dari keyakinan (body of faith) yang membentuk semua aspek sosial
dan memiliki aspek solutif terhadap kompleksitas permasalahan
dalam masyarakat.2
Dalam perspektif ini, Islam tidak hanya ditafsirkan sebagai
agama (sebagai aspek privasi), tetapi juga merupakan ideologi, nilai
(values), dan doktrin yang memberikan fondasi bagi gerakan sosial
(social actions). Walhasil, politik Islam pun akhirnya merupakan ha
sil dari proses “instrumentalisasi” ideologi, nilai, dan doktrin Islam
dalam sebuah gerakan Islam untuk mencapai tujuan politik (political
objectives) sebagai respons terhadap problem sosial masyarakat Islam
sesuai konteks dan waktu.3
Logika-logika semacam ini dalam realitas dunia Islam senantia-
sa mendapatkan manifestasinya secara khas, sesuai konteks tempat
dan waktu. Dalam beberapa dekade terakhir pun, agama dan politik
semacam itu menjadi diskursus yang tidak dapat dipisahkan dalam
kajian politik dunia Islam kontemporer, termasuk di Timur Tengah.
Berbagai aktivitas untuk mengukuhkan agama (baca: Islam) dalam
ranah politik, misalnya, juga muncul di sejumlah negara, baik re-
publik maupun monarki, yang berusaha menerapkan Islam dalam
1
Mohammed Ayoob, The Many Faces of Political Islam: Religion and Politics in the
Muslim World. (Ann Arbor: The University of Michigan Press, 2008), 2.
2
Graham E. Fuller, The Future of Political Islam. (New York: Palgrave M
acmillan,
2004), 193.
3
Guilain Denoeux, “The Forgotten Swamp: Navigating Political Islam,” Middle East
Policy, IX, No. 2, (2002), 56–81.
4
Saudi Arabia merupakan gabungan dua wilayah utama, Najd dan Hijaz.
5
Penduduk UEA (sekitar 10 juta) juga beragam dari segi suku dan agama. Dari segi
suku, tercatat hanya sekitar 10–15% yang merupakan penduduk pribumi Arab-
Emirat (disebut Emirati). Sisanya adalah warga migran (ekspat), baik Arab non-
Emirat maupun non-Arab, khususnya dari India, Bangladesh, Pakistan, Srilangka,
Filipina, Thailand, dan lain-lain. Para migran ini membanjiri UEA sejak booming
harga minyak di pasaran dunia (oil booms) pada tahun 1970-an, 1980-an, dan
juga sejak usai Perang Teluk Irak-Kuwait. Warga negara (Emirati) 100% muslim,
tetapi jika dilihat dari total penduduk termasuk imigran-ekspatriat, sekitar 75%
penduduk UEA beragama Islam; sisanya (25%) adalah nonmuslim. Umat Kristen
adalah sekitar 9–10%, sisanya Hindu, Buddha, Bahai, Druze, Yahudi, Sikh, Parisi,
dan lain-lain.
6
Government and Society of Saudi Arabia,” Encyclopedia Britanica, (3 Agustus
2017) https://www.britannica.com/place/Saudi-Arabia/Government-and-society.
7
“Women in Saudi Arabia to vote and run in elections,” BBC News, (September
2011), http://www.bbc.com/news/world-us-canada-15052030.; Aya Batrawi,
“Women win 17 seats in Saudi Arabia’s first elections with female candidates,”
Independent, (Desember 2015), http://www.independent.co.uk/news/world/
middle-east/a-woman-has-been-elected-in-saudia-arabias-elections-a6771161.
html.
8
Muhamad S. Olimat, “Women and Politics in Kuwait”. Journal of International
Women’s Studies, 2 (September, 2009), 199–212.
9
Nathan J. Brown, “Pushing Toward Party Politics? Kuwait’s Islamic Constitutional
Movement,” Carnegie Endowment for International Peace , No. 79 (2007), 3–20,
http://carnegieendowment.org/2007/02/13/pushing-toward-party-politics-
kuwait-s-islamic-constitutional-movement-pub-19016.
10
Kristin Smith Diwan, “New Generation Royals and Sucsession Dynamics in the
Gulf State,” Issue Paper, No.2. The Arab Gulf States Institute (Washington : The
Arab Gulf Institute), 2017.
11
Diwan, “New Generation”.
12
Diwan, “New Generation”.
13
Shafeeq Ghabra, “Kuwait at the Crossroads of Change or Political Stagnation,”
Middle East Institute Policy paper Series. (Washington: Middle East Institute, 2014).
14
Fatiha Dazi Heni, “The Arab Spring Impact on Kuwait ‘Exceptionalism’,”
International Journal of Archeologhy and Social Sciences in the Arab Peninsula.
(Chatillon: Arabian Humanities, 2015).
15
Sultan Al-Qassemi, “The Brothers and the Gulf,” Foreign Policy, (December 2012).
http://foreignpolicy.com/2012/12/14/the-brothers-and-the-gulf/.
16
Mansur Al-Noqaidan, “Al-Ikhwan al-Muslimun fi al-Imarat: Al-Tamaddad wal-
Inhisar,” dalam Al-Ikhwan al-Muslimun fi al Khalij, ed. Al-Mesbar Studies and
Research Centre. (Dubai: Al-Mesbar Studies and Research Centre, 2012).
17
Antony Bubalo, Middle East, Islamism dan Indonesia. (New South Wales: Low
Institute for International Politics, 2005).
18
James P. Piscatori, “Ideological Politics in Saudi Arabia,” dalam Islam in the Political
Process, ed. James P. Piscatori. (Cambridge: Cambridge University Press, 1983),
56–63.
23
Stephane Lacroix, Awakening Islam: The Politics of Religious Dissent in Contemporary
Saudi Arabia, penerj. George Holoch. (Cambridge: Harvard University Press,
2011), 39.
24
Lacroix, Awakening Islam, 38.
25
Lacroix, Awakening Islam, 40–41, 62.
26
Lihat Panduan Educational Policy in the Kingdom of Saudi Arabia. Lacroix, Awakening
Islam, 46.
27
Lacroix, Awakening Islam, 43.
28
Lacroix, Awakening Islam, 40-42.
29
Wawancara dengan Syekh Ismail Harbi, Wakil Direktur Yayasan Haramain, 30
Maret 2017.
30
Commins, The Wahabi Mission, 144–145.
31
Commins, The Wahabi Mission, 145–147.
32
Stéphane Lacroix, “Saudi Arabia’s Muslim Brotherhood predicament,” The
Washington Post, (Maret 2014), https://www.washingtonpost.com/news/monkey-
cage/wp/2014/03/20/saudi-arabias-muslim-brotherhood-predicament/?utm_
term=.f3b04fe78fc2
33
Commins, The Wahabi Mission, 145–147.
34
Commins, Islam in Saudi Arabia, 7–8.
35
Raihan Ismail, Saudi Clerics and Shi’a Islam (New York: Oxford University Press,
2016).
36
Commins, Islam in Saudi Arabia, 141.
37
Commins, Islam in Saudi Arabia, 105.
38
A. Hiramatsu, “The Changing Nature of the Parliamentary System in Kuwait:
Islamists, Tribes, and Women in Recent Elections,” Kyoto Bulletin of Islamic Area
Studies, 4, No. 1&2, (2011), 62–73.
39
Mayoritas imigran berasal India, Mesir, Bangladesh, Srilanka, Filipina, Indonesia,
dan Pakistan yang bekerja pada berbagai sektor, seperti infrastruktur, pelayanan
publik, pendidikan, kesehatan, hingga pembantu rumah tangga.
40
“Kuwait Population 2017,” Januari 2017.
41
“Kuwait Population 2017”, 1–2.
42
AlFozaie, Naser. “Tribalism in Kuwait: Impacts on the Parliament,” Master Thesis
2016, file:///E:/Bahan%20Tulisan%20Kuwait/Nasser-2016_Tribalisme%20
in%20Kuwait.pdf.
43
Jamie Etheridge, “Hallmarks of Kuwait’s Middle Class,” Kuwait Times (Juni 2014),
http://news.kuwaittimes.net/hallmarks-kuwaits-middle-class/.
44
S. Awadh, “Islamic Political Groups in Kuwait: Roots and Influences,” Unpublished
Doctoral Thesis. (Portsmouth: University of Portsmouth, 1999).
45
Courtney Freer, “The Rise of Pragmatic Islamism in Kuwait’s Post Arab Spring
Opposition,” Project on U.S. Relations with the Islamic World at Brookings.
(Washington: Brookings Institution, 2015), 1–2.
46
Freer, “The Rise of Pragmatic Islamism,” 2.
47
Shafeeq Ghabra, “Balancing State and Society: The Islamic Movement in Kuwait,”
Middle East Policy, 55(2), May, (1997), 58–59.
48
Brown, “Pushing Toward”, 3–20.
49
Amanda Rudman dkk., “Domestic Dynamics of Political Islam in the Greater
Middle East: Case Studies of Jordan, Egypt, Kuwait and Turkey,” Cornell
International Affairs Review, 1. No.1 (2007), 1–3.
50
Brown, “Pushing Toward”, 3–20.
51
Zoltan Pall, “Kuwait Salafism and Its Growing Influence in the Levant,” Carnegie
Endowment for International Peace. (Washington: Carnegie Endowment for
International Peace, 2014), 15–20.
52
Ghabra, “Balancing State”, 9–10.
53
Ghabra, “Balancing State”, 58–72.
54
“Kuwait Study Group: The Experience of Parliamentary Politics in the GCC,”
(London: Chatham House, 2010).
55
K. Katzman, “Kuwait: Governance, Security, and U.S. Policy,” Congressional
Research Service, (May 2016).
56
Yagoub Al-Kandari, Tribalism, Sectarianisme, and Democracy in Kuwaiti Culture.
(Kuwait City: Kuwait Universty Press, 2014).
57
Ghabra, “Kuwait at the Crossroads,” 1–3.
58
Pekka Hakala, “Opposition in the United Arab Emirates,” Quick Policy Insight, (15
November 2012). http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/briefing_note/
join/2012/491458/EXPO-AFET_SP%282012%29491458_EN.pdf.
59
Hakala, “Opposition”.
60
Al-Qassemi, “The Brothers”.
61
Hakala, “Opposition.”
62
Abdullah Abu Al-Hadi, “Why Ban Islamic Magazines?”. Al-Islah 30/50 (1982),
dalam The Roots of Conspiracy Against the UAE 2. (Dubai: Al Mezmaah Studies
and Research Center, 2013), 172.
63
Al-Hadi, “Why Ban Islamic,” 172–173.
64
Marta Saldana, “Rentierism and Political Culture in the United Arab Emirates:
The Case of UAEU Students,” Ph.D. Dissertation. (Exeter: University of Exeter,
2014), 139.
65
Saldana, “Rentierism and Political Culture”, 139–140.
66
Saldana, “Rentierism and Political Culture”, 139–140.
67
Situs itu sudah tidak dapat diakses lagi.
68
Christopher Davidson, “Fear and Loathing in the Emirates," http://
carnegieendowment.org/sada/49409.
69
Davidson, “Fear and Loathing”.
70
Davidson, “Fear and Loathing”.
71
Dhurorudin Mashad, “Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi,” dalam Politik
Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik, ed. Ganewati Wuryandari
(Yogyakarta: P2P-LIPI – Pustaka Pelajar, Agustus, 2008), 174.
72
“Inside the Saudi town that’s been under siege for three months by its own
government,” Independent, (Agustus 2017), http://www.independent.co.uk/news/
world/middle-east/saudi-arabia-siege-town-own-citizens-government-kingdom-
military-government-awamiyah-qatif-a7877676.html.
73
“Saudi security forces flatten old quarter of Awamiya”, Al Jazeera, 10 Agustus 2017,
http://www.aljazeera.com/news/2017/08/saudi-security-forces-flatten-quarter-
awamiya-170809213631682.html.
74
“Saudi Security Force”.
75
“Saudi Security Force”.
76
Al-Qaeda dibangun oleh Abdullah Al-Azzam dan Osama bin Laden yang berlatar
belakang IM dalam rangka membantu perang melawan tentara pendudukan
Soviet. Seiring berakhirnya Perang Afghanistan—dimulai sejak 1988—maka
organisasi yang bernama Makhtab Al-Khadimat yang memiliki milisi dari berbagai
bangsa pulang ke negara masing-masing.
77
Thomas Hegghammer, Jihad in Saudi Arabia. (Cambridge: Cambridge University
Press, 2010), 103–105.
78
Commins, The Wahabi Mission, 187–188.
79
Hegghammer, Jihad in Saudi Arabia, 114–115.
80
“Saudi Arabia took part in weekend air strikes against Islamic State: Pentagon,”
Reuters, (Februari 2016), http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-
saudiarabia-airstrikes/saudi-arabia-took-part-in-weekend-air-strikes-against-
islamic-state-pentagon-idUSKCN0VP2FM.
81
“ISIL claims deadly attack on Saudi forces at mosque,” Al Jazeera, (Agustus 2015),
http://www.aljazeera.com/news/2015/08/suicide-attack-mosque-saudi-arabia-
southwest-150806110739697.html.
82
“ISIS Threatens Saudi Arabia with Major Attacks, Says ‘We Will Strike You In Your
Homes’,” Newsweek, (September 2017), http://www.newsweek.com/isis-threatens-
saudi-arabia-attacks-says-its-turn-will-come-after-tehran-623715.
83
Bank Dunia. “Saudi Arabia”, diakses pada 15 Juli 2017, https://data.worldbank.
org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=SA.
84
Centre for Energy Economics Research and Policy, BP Statistical Review.
85
Dominic Dudley, “Is Saudi Arabia Heading For A Recession?” Forbes, (Juli 2016),
https://www.forbes.com/sites/dominicdudley/2016/07/12/saudi-recession/2/#
6834a0d26330.
86
Biduni tidak mendapatkan hak sosial maupun politik sebagaimana warga Kuwait
lainnya, seperti asuransi kesehatan, pendidikan, akta kelahiran, kartu identitas,
serta berpartisipasi dalam pemilu.
87
“Uni Emirat Arab Pangkas Produksi Minyak 139 Ribu Barel,” diakses pada 24 Oktober
2017, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171002092931-85-245486/
uni-emirat-arab-pangkas-produksi-minyak-139-ribu-barel/.
88
“Markets Crude Oil,” diakses pada 25 Oktober 2017, http://www.nasdaq.com/
markets/crude-oil.aspx?timeframe=10y.
89
Vision 2021. Diakses pada 24 Oktober 2017, http://www.vision2021.ae.
90
www.vision2021.ae
Daftar Pustaka
AlFozaie, Naser. “Tribalism in Kuwait: Impacts on the Parliament”. Master
Thesis 2016, Department of International Environment and Devel-
opment Studies, diakses pada Agustus 2017. file:///E:/Bahan%20Tu-
lisan%20Kuwait/Nasser-2016_Tribalisme%20in%20Kuwait.pdf.
Al-Hadi, Abdullah Abu. “Why Ban Islamic Magazines?”. Al-Islah 30/50
(1982), dikutip dalam Salem Humaid, The Roots of Conspiracy Against
the UAE 2. Dubai: Al Mezmaah Studies and Research Center, 2013,
172–173.
Al-Qassemi, Sultan. “The Brothers and the Gulf ”. Foreign Policy, 14 De-
cember 2012. Diakses pada 18 Oktober 2017. http://foreignpolicy.
com/2012/12/14/the-brothers-and-the-gulf/.
Al-Noqaidan, Mansur. “Al-Ikhwan al-Muslimun fi al-Imarat: Al-Tamaddad
wal-Inhisar”. Dalam Al-Ikhwan al-Muslimun fi al Khalij, diedit oleh
Al-Mesbar Studies and Research Centre. Dubai: Al-Mesbar Studies and
Research Centre, 2012.
Al-Kandari, Yagoub. Tribalism, Sectarianisme, and Democracy in Kuwaiti Cul-
ture. Kuwait City: Kuwait Universty Press, 2014.
91
“UAE: Investigate Threats against ‘UAE 5’,” (25 November 2011), https://www.
hrw.org/news/2011/11/25/uae-investigate-threats-against- uae-5.
92
AFP, Senin (5/6/2017).
| 189
Ikhwanul Muslimin, 3, 5, 7, 12, 13, Politik Islam, 3, 6–10, 12, 18, 70, 91,
18, 39, 42, 43, 90–92, 96, 120, 92, 95, 103, 120, 128, 133, 141,
122, 128, 129, 136, 138, 139, 143, 145–150, 155, 157, 159,
142, 145, 148, 151, 159, 160, 163, 166, 176, 178
165, 166, 168, 179, 182, 187
ISIS, 55–57, 60, 61, 63, 64, 174–176, Qatar, 2, 19, 23, 25, 37, 58, 59,
185, 187 61–63, 95, 96, 104, 105, 108,
Islamic Contitucional Movement, 127, 128, 173, 177, 179, 182
80, 91, 142, 159 Qatif, 28, 42, 56, 65, 155, 172, 176,
186
Jazirah Arab, 4, 18, 19, 20, 51, 70,
76, 148, 174 Sahwa, 39, 44, 46–49, 53, 54, 60,
Jeddah, 25, 38, 50, 177 136, 152–154, 172–174
Salafi, 49, 50, 85–87, 90, 91, 93–95,
Kuwait, 1–3, 5, 6, 8, 12, 15, 16, 19, 142, 150, 159, 161, 162, 165,
36, 37, 41, 46, 58, 67, 68–82, 179
84–96, 98–100, 103, 108, Sayyid Qutb, 11, 42, 44, 152
133, 135, 137–139, 141–148, Sudairi, 29, 30, 61, 63
154, 156–167, 174, 177–180, Sunni, 40, 42, 73, 74, 86, 88, 128,
182–187 137, 138, 143, 150, 155, 156,
163, 165, 180
Madinah, 18, 22, 27–29, 33, 35, 36, Syafi'i, 34, 40, 136
44, 45, 47, 49, 56, 135, 137, Syiah, 27–29, 38, 40–42, 53, 56–61,
150, 152, 155, 174 73, 85, 88, 90, 91, 95, 138, 142,
Makkah, 4, 18, 19, 27, 29, 33, 35, 150, 155, 156, 159, 163, 165,
36, 51, 52, 135, 137, 142, 149, 171, 172, 175
174, 175
Maliki, 34, 40, 73, 136, 163 Tribalisme, 76, 80, 81, 157, 158
Masjidil Haram, 4, 45, 50, 56, 149,
150, 153 Umayyah, 28, 155
Muhammad bin Abdul Wahab, 33, Ummul Quro, 44, 47, 152, 154
135 Uni Emirat Arab, 1–3, 6, 8, 12, 25,
Muhammad bin Salman, 24, 30 58, 101–108, 112–114, 116,
119, 120, 125, 127, 128, 132,
Najd, 18, 26, 27, 29, 34–38, 54, 56, 133, 135, 138, 139, 144, 145,
71, 74, 81, 135, 137, 141, 158, 166, 167, 177, 180, 182, 187
162
National Election Committee, 114, Wahabi, 2, 18, 27–30, 32–47, 49, 51,
187 52, 61, 62, 74, 135–138, 140,
141, 143, 150–156, 166, 172,
174, 175
| 191
192 | Politik Islam di Arab Saudi ...
BIOGRAFI PENULIS
Indriana Kartini
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI sejak 2003 hingga saat
ini. Menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran pada
tahun 2002. Penulis melanjutkan studi S2 di University of Melbourne,
Australia, dan memperoleh gelar Master of International Politics pada
tahun 2008.
M. Hamdan Basyar
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI sejak 1984 hingga
sekarang dan Dosen Pascasarjana UI Program Kajian Timur Tengah
dan Islam. Gelar sarjana diperoleh dari Fakultas Sastra Arab UI dan S2
(M.Si.) dari Program Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI. Penulis
juga menjabat sebagai Ketua Indonesian Society for Middle East Studies
(ISMES).
| 193
Nostalgiawan Wahyudhi
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI sejak 2013 hingga
sekarang. Gelar S1 diperoleh dari Jurusan Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2003 dan S2
(Master) di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Politik,
International Islamic University of Malaysia (IIUM) pada tahun 2011.
Dhurorudin Mashad
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI sejak 1992 hingga sekarang.
Gelar sarjana (S1) diperoleh dari jurusan Ilmu Politik FISIP UI dan S2
(M.Si.) dari Program Kajian Stratejik Ketahanan Nasional UI.