Oleh Kelompok 6:
JURUSAN MANAJEMEN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati keindahan alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tidak lupa kita
curahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw yang telah menunjukkan
jalan yang lurus kepada kita semua berupa agama yang sempurna.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Perumusan Masalah......................................................................................2
B. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................3
A. Pengertian dan Perkembangan Liberalisasi Perdagangan............................3
B. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia............................................................................................................14
C. Bea dan Cukai.............................................................................................16
D. Peran Kepabeanan Mengatur Lalu Lintas Perdagangan Luar Negeri.........18
BAB III..................................................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara ekonomi terbuka dimana kondisi pasar
domistik di Indonesia tidak terlepas dari gejolak pasar yang semakin liberal.
Proses terjadinya pasar liberal disebabkan oleh kebijakan unilateral dan
konsekuensi keikutsertaan meratifikasi kerjasama perdagangan regional maupun
global yang menghendaki penurunan tarif dan nontarif perdagangan. Liberalisasi
perdagangan merupakan salah satu fenomena dunia yang nyaris tidak bisa
dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional. Ekonom
yaitu Adam Smith dan Davi Ricardo yang menganjurkan perdagangan bebas
percaya merupakan alasan mengapa peradaban tertentu makmur secara ekonomi.
1
sekaligus ancaman bagi seluruh negara. Indonesia telah melakukan berbagai FTA,
baik berupa FTA regional seperti ASEAN FTA (AFTA), ASEAN-China FTA
(ACFTA), ASEAN-Korea FTA (AKFTA), ASEAN-India FTA (AIFTA),
ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) dan ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) maupun FTA bilateral seperti
Indonesia-Japan Economic Partnership.
Ilham (2003) menyebut liberalisasi sebagai penggunaan mekanisme harga yang
lebih intensif sehingga dapat mengurangi bias anti ekspor dari rezim perdagangan.
Disebutkan pula bahwa liberalisasi juga menunjukkan kecenderungan makin
berkurangnya intervensi pasar sehingga liberalisasi dapat menggambarkan situasi
semakin terbukanya pasar domestik untuk produk-produk luar negeri. Percepatan
perkembangan liberalisasi pasar terjadi karena dukungan revolusi di bidang
teknologi, telekomunikasi dan transportasi yang mengatasi kendala ruang dan
waktu (Kariyasa, 2003).
Dengan sistem liberalisasi perdagangan antar negara inilah menjadi dasar
dilakukannya custom atau kepabeanan yang merupakan suatu pengetahuan praktis
yang perlu dipahami guna menunjang Pembangunan Nasional di segala bidang
terutama di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan Kepabeanan dan Cukai selalu
ada di semua pelabuhan baik laut maupun udara dan tempat-tempat yang terdapat
kegiatan pemungutan bea masuk dan bea keluar yang tersebar di seluruh tanah air
Indonesia. Kepabeanan dan Cukai adalah dua jenis pajak tidak langsung yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Bea Keluar yaitu
dikenakan terhadap barang-barang keluar dari Indonesia ke luar negeri (barang-
barang ekspor), sedangkan Bea Masuk yaitu dikenakan terhadap barang-barang
masuk dari luar negeri ke Indonesia (barang impor).
A. Rumusan Masalah
2
3. Apa yang dimaksud dengan bea dan cukai dan perannya dalam perdagangan
internasional?
4. Bagaimana peran lembaga kepabeanan dalam mengatur lalu lintas
perdagangan luar negeri?.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASA
3
Kebijakan liberalisasi ini menyangkut suatu kebijakan yang diambil oleh suatu
negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal, dan
terbuka. Perubahan ke arah yang lebih netral tersebut meliputi penyamaan intensif
diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu kebijakan dianggap sebagai kebijakan
liberalisasi apabila tingkat ntervensi secara keseluruhan semakin berkurang.
Kebijakan liberalisasi dapat tercapai melalui pengurangan hambatan dalam
perdagangan atau pemberlakuan subsidi impor.
1. Periode Merkantilisme
Paham merkantilisme berkembang pada Abad ke 16 dan ke 17. Dalam masa ini
kegiatan perekonomian dipusatkan pada upaya untuk memperoleh sumber daya
atau kekayaan (Wealth)sebanyak banyaknya, hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan kekuatan politis maupun militer. Tujuan memperoleh sumberdaya
atau kekayaan (Wealth)adalah untuk mencapai konsolidasi kekuatan politis
kerajaan sebagai pusat kekuatan nasional. Kekayaan nasional memungkinkan raja
membiayai pengeluaran militer yang diperlukan untuk menghadapi perang dengan
negara lain dan mengadakan ekspansi teritorial. Pada dasarnya dalam paham
4
merkantilisme kekayaan utama di definisikan dalam bentuk logam mulia, emas
dan perak. Untuk itu perdagangan harus senantiasa mencapai surplus dalam
bentuk emas. Oleh sebab itu diterapkan suatu larangan ekspor logam mulia. Emas
pada gilirannya digunakan untuk membiayai ekspansi teritorial dan militer. Secara
efektif, paham merkantilisme berpijak pada pangkal tolak bahwa kesejahteraan
perekonomian suatu negara dapat dicapai bila negara tersebut memiliki cadangan
emas yang besar, yang dapat dicapai dengan mengekspor lebih banyak daripada
mengimpor. Dengan demikian maka surplus ekspor merupakan tujuan utama, dan
bukan peningkatan pendapatan nasional atau kesejahteraan masyarakat. Faktor-
faktor diatas telah banyak menghasilkan kemajuan ekonomi dan politik untuk
negara-negara di Eropa sebagai nation-state dibawah raja. Kegiatan navigasi dan
eksplorasi interkontinental telah memperluas kekuasaan teritorial negara-negara
tersebut. Tetapi pangkal tolak dari persepsi tersebut pada dasarnya bersifat
konfliktual, sehingga walaupun terjadi peningkatan kekayaan dikalangan negara-
negara utama di Eropa, sistem tersebut tidak stabil. Disinilah letaknya benih
kegagalan merkantilisme yang mencegah terwujudnya sistem perdagangan dunia
yang koheren dan stabil.
5
dikemukakan. Pada satu pihak, perdagangan bebas pada Abad ke-19 yang secara
faktual menimbulkan laju pertumbuhan yang pesat, lebih banyak menguntungkan
pihak Eropa. Kebebasan berdagang yang dinikmati orang Eropa tidak dinikmati
oleh orang lain, terutama orang Asia. Dalam menulis sejarah ekonomi, para
ilmuan Barat sering melupakan hal ini. Hal yang dapat dikemukakan adalah
bahwa bagi yang bukan Eropa (bukan orang Barat) perkembangan dan
keterbukaan iklim perdagangan pada saat itu tidak banyak artinya secara
langsung, karena penduduk asli Asia tidak memegang kekuasaan ekonomi dan
politik di negara sendiri. Pada saat itu, yang menikmati secara langsung hasil dari
keterbukaan sistem perdagangan dunia adalah pihak yang menguasai kegiatan
ekonomi dan politik di Asia, terutama orang-orang Eropa yang memegang
kekuasaan di masing-masing negara jajahannya.
Namun demikian, secara makro, angka dan bukti empiris menunjukkan bahwa
sistem perdagangan bebas mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
negara-negara yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Berkaitan dengan ini pula,
melihat kepada perspektif masa depan, secara makro, yang diharapkan pada masa-
masa mendatang adalah terjadinya lagi hal yang sama, tetapi, kali ini, orang Asia,
yang telah menjadi tuan rumah di negaranya masing-masing, akan juga dapat turut
menikmati hasil dari keterbukaan pasar dunia. Secara skematis, paham liberalisme
yang mewarnai perekonomian dunia pada Abad ke-19 mencakup hal-hal berikut:
6
3) Kegiatan perdagangan antarbangsa dapat berkembang secara saling
menguntungkan, karena perbedaan struktur cost secara alamiah akan
menimbulkan spesialisasi bagi masing-masing pihak yang akan
memusatkan kegiatan kepada bidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif. Dengan kata lain, bila masing-masing negara
memusatkan kegiatan dibidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif maka setiap negara akan mencapai atau mendekati
titik optimal. Berdasarkan hal-hal diatas maka sebagai dasar dan landasan
pemikiran maka kebijaksanaan yang mencerminkan paham tersebut
adalah:
Menghapus segala jenis larangan dalam melakukan kegiatan ekonomi
yang diberlakukan pada periode merkantilism dipegang oleh
mekanisme pasar sebagai penggerak dalam kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang rasional dikendalikan oleh suatu tangan tak
terlihat atau invisible handyang tak lain adalah kegiatan otonom yang
dilaksanakan oleh masing-masing pelaku ekonomi untuk
kepentingannya sendiri guna memenuhi penawaran dan permintaan
yang otomatis mengendalikan kegiatan yang optimal bagi semua
pihak yang melakukan kegiatan ekonomi.
Agar mekanisme pasar ini dapat berjalan sesuai dengan logika
permintaan dan penawaran, maka hambatan terhadap kegiatan
ekonomi dalam bentuk regulasi dan berbagai jenis larangan yang
menimbulkan distorsi pasar harus dihapus. Mengingat betapa
eksistensifnya larangan dan regulasi yang berlaku dalam periode
merkantilisme, maka keinginan untuk menghapus regulasi merupakan
tuntutan yang mendesak.
Kegiatan perdagangan antarbangsa dapat berkembang secara saling
menguntungkan, karena perbedaan struktur cost secara alamiah akan
menimbulkan spesialisasi bagi masing-masing pihak yang akan
memusatkan kegiatan kepada bidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif. Dengan kata lain, bila masing-masing negara
7
memusatkan kegiatan dibidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif maka setiap negara akan mencapai atau
mendekati titik optimal.
Berdasarkan hal-hal diatas maka sebagai dasar dan landasan pemikiran maka
kebijaksanaan yang mencerminkan paham tersebut adalah:
8
menyimpang dari paham liberal. Kebijaksanaan distortif semakin menjuruskan
perekonomian dunia ke arah kegiatan yang mengesampingkan mekanisme pasar.
Dari periode akhir Perang Dunia I pada tahun 1918, hingga tahun 1929,
banyak hal-hal yang telah berubah dalam perekonomian dunia dibandingkan
dengan periode Abad ke-19. Seperti menjelang serta Perang Dunia I (1914-1918)
negara-negara Eropa mengambil langkah untuk mencapai swasembada dalam
segala bidang yang berkaitan dengan suasana tegang yang semakin meningkat.
Dibidang pertanian langkah yang diambil oleh negara Eropa untuk
mengembangkan pertanian Eropa melalui larangan impor, subsidi, dan
peningkatan tarif telah menimbulkan serangkaian distorsi yang mengubah peta
perdagangan dunia pada sektor tersebut. Sebagian dari masalah pertanian di Eropa
yang menimbulkan ketegangan dengan mitra dagangnya pada masa kini telah
berawal 80 tahun yang lalu pada akhir Perang Dunia I.
9
Namun pada tahun 1929 terjadi kolapse yang bersifat menyeluruh di AS.
Krisis ini disebabkan karena situasi dalam investasi di bidang-bidang penting. Di
sektor otomotif, pada tahun 1929 kapasitas produksi telah jauh melampaui
permintaan.
Dari tahun 1930 hingga awal Perang Dunia II ada berbagai upaya untuk
menghidupkan kembali sistem perdagangan dunia yang lebih terbuka walaupun
tidak seperti yang berhasil diterapkan pada Abad ke-19.Ada berbagai upaya yang
1
sifatnya stop-gap measures seperti legislasi AS untuk mengadakan perundingan
agar negara-negara mitra dagang secara resiprokal dapat menurunkan bea
masuknya dengan serangkaian perundingan bilateral. Untuk itu Kongres AS
menerapkan legislasi Reciprocal Trade Agreement Act 1934. Sekurang kurangnya
langkah tersebut telah menanamkan benih upaya bagi penerapan sistem
perdagangan yang terbuka agar setelah Perang Dunia II berakhir, upaya tersebut
dapat secara serius dimulai kembali. Namun penerapannya hanya dapat dilakukan
setelah Perang Dunia II berakhir.
Pada akhir Perang Dunia II, perdagangan internasional berada dalam keadaan
yang tidak menentu. Negara-negara sekutu sebagai pihak pemenang dari perang
mulai mengambil upaya untuk membenahi sistem perekonomian dan perdagangan
internasional. Berbagai analisis telah dilakukan untuk mencegah terulangnya
fragmentasi yang terjadi dalam sistem perekonomian dunia pada tahun 1930 an.
Negara-negara sekutu menghendaki penerapan kembali elemen-elemen positif
yang terdapat pada periode zaman emas perdagangan internasional dengan
menanamkan landasan-landasan yang memungkinkan peningkatan kegiatan
perdagangan internasional yang lebih terbuka. Mereka bermaksud menciptakan
organisasi-organisasi internasional yang dapat secara aktif turut menciptakan
aturan main dalam perdagangan internasional berdasarkan kerjasama antar negara.
Dalam hal ini mereka juga bersepakat untuk menerapkan sistem hubungan
internasional yang lebih teratur dan lebih menjamin perdamaian dan kesejahteraan
ekonomi dan sosial. Secara minimal yang ingin dicapai adalah pencegahan ekses-
ekses tindakan sepihak yang tidak menguntungkan masyarakat dunia, seperti
tindakan-tindakan negatif yang diambil pada periode antara kedua perang dunia
oleh banyak negara, yang akibatnya membawa sistem perekonomian ke arah
malapetaka ekonomi, sosial dan politik. Dibidang politik dan sosial telah
1
diciptakan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan serangkaian badan-badan
dibawahnya.
1
perdagangan internasional. Terhadap uraian diatas dapat pula dikemukakan bahwa
sebagai indikasi keterbukaan sistem perdagangan pada periode 1950-1973, laju
pertumbuhan ekspor lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan PDB.
Awal tahun 1990-an merupakan suatu pembukaan era baru yang sangat
historis dalam sejarah dunia modern. Pada awal tahun 1990-an pemikiran bahwa
mekanisme pasar merupakan instrument yang efisien untuk melakukan kegiatan
ekonomi semakin diterima secara global. Disamping itu, semakin ada kesadaran
mengenai terbatasnya kemampuan sektor pemerintah untuk memecahkan semua
masalah ekonomi.
1
Di Eropa barat proses integrasi ekonomi dan politik yang berjalan sejak akhir
Perang Dunia II telah mewujudkan Masyarakat Eropa yang semakin terintegrasi
dengan perjanjian Maastricht, yang membuat Eropa Barat semakin mengarah
kepada unifikasi politik maupun ekonomi. Eropa tengah, negara-negara yang pada
periode Perang Dingin merupakan bagian dari kekuasaan Uni Soviet (Hongaria,,
Polandia, Cekoslovia) juga semakin terintegrasi kedalam sistem Eropa Barat.
Dengan pergeseran ini maka kegiatan ekonomi didunia terpusat pada tiga pusat
kekuatan ekonomi, yakni AS, dibelahan Kontinental Amerika; Uni Eropa, dengan
Jerman sebagai pusat penggerak kegiatan, yang akan menjadi pusat kekuatan
ekonomi di Benua Eropa, dan Jepang, sebagai kekuatan ekonomi di Asia, yang
pada gilirannya akan diimbangi oleh RRC yang akan menjadi pusat kegiatan di
Asia. Prof. Lester Thurow dari MIT menggambarkan bahwa dengan berakhirnya
Perang Dingin maka yang menjadi ciri baru adalah timbulnya rivalitas baru dalam
sistem internasional yang terpusat pada rivalitas di bidang ekonomi dan
perdagangan.
Pada abad ke 19, rivalitas yang terjadi adalah antar pelaku ekonomi dalam
bentuk satuan usaha atau individu yang bergerak secara leluasa dalam
perekonomian dunia dengan birokrasi pemerintah yang tidak terlalu banyak
campur tangan. Pada periode pasca Perang Dingin ini ada kesempatan bagi sistem
perekonomian dunia untuk dapat menikmati kebebasan bertransaksi yang pernah
terwujud pada waktu Zaman Keemasan perdagangan dunia pada Abad ke-19,
dimana dunia menyaksikan kebebasan gerak di bidang: barang-barang, jasa-jasa,
modal, tekhnologi dan megrasi tenaga kerja. Terjadinya kebebasan gerak bagi
berbagai faktor produksi untuk mencari kesempatan melakukan kegiatan yang
rentable telah menimbulkan laju pertumbuhan perdagangan yang tinggi.
Sistem yang berkembang dalam GATT dan WTO akan menunjang upaya ke
arah perkembangan sistem perdagangan dunia yang bersifat global dengan aturan
permainan yang ditentukan secara multilateral.
1
Perkembangan globalisasi di bidang perdagangan juga mendorong Indonesia
untuk ikut serta dalam menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan. Bagi
Indonesia, liberalisasi perdagangan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk
meningkatkan perekonomian. Menurut Feridhanusetyawan dan Pangestu,
Indonesia telah menerapkan liberalisasi sejak tahun 1980 yang ditandai dengan
ikut sertanya Indonesia dalam Asian Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC), dan World Trade Organization (WTO).
Terdapat tiga pendorong utama yang menjadi alasan suatu negara melakukan
perdagangan internasional dan selanjutnya membentuk kerjasama perdagangan
bebas antara lain yaitu keuntungan yang diperoleh dari pertukaran antarnegara
yang terlibat baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi; fokus dalam produksi
barang dan jasa sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetetif suatu
negara; dan adanya transfer teknologi dengan masuknya produk dari negara
dengan teknologi yang lebih maju.
1
adanya perbedaan peluang cost suatu produk antara satu negara dengan negara
lain. Negara yang memiliki banyak faktor produksi dan biaya produksi yang
murah akan lebih banyak memproduksi dan mengekpor ke negara lain.
Sebaliknya, negara yang memiliki sedikit faktor produksi dan biaya produksi yang
mahal akan lebih banyak mengimpor dari negara lain. Berdasarkan teori ekonomi,
liberalisasi perdagangan dapat memberikan pengaruh positif terhadap
perekonomia suatu negara. Melalui pendekatan pengeluaran, output Y dinyatakan
dengan penjumlahan dari consumsi C, investasi I, belanja pemerintah G, dan
neraca perdagangan yang merupakan selisih dari ekspor X dan impor M.
1. Aspek-Aspek Kepabeanan
Segi yang ada dalam satu organisasi miliki satu basic rencana dan filosofir
dari satu institusi umum umpamanya seperti Direktorat Jenderal Bea serta Cukai.
Seperti disibakkan oleh Ali Purwito M, (2013 : 28) kalau Segi yang terkait erat
dengan sumber daya manusia moral yang dipadukan dengan maksud organisasi
kepabeanan, yang miliki karakter uniersla dan berkaitan dengan konvensional
internasional, kesepakatan multilateral dan bilateral. Hal sekian sesuai sama jiwa
perpajakan, segi kepabeanan terbagi dalam :
a) Segi Keadilan. Segi keadilan yaitu keharusan untuk kepabeanan yang cuma
pada anggota orang-orang yang lakukan satu kerjaan kepabeanan dan pada
mereka yang dibutuhkan sama dalam soal keadaan yang sama.
b) Pemberian insentif. Pemberian intensif terutama untuk investor dan produsen.
Insentif sekian bisa dijelaskan seperti Tempat Penumpukan Berikat, Gudang
Berikat yang diberdakan pembebasan serta atau kemudahan dalam import
mesin dan bahan baku dalam rencana terlaksananya satu rangka export dan
pemberian kesepakatan import barang sebelum saat terdapatnya pelunasan
bea masuk yang dilaksanakan (pre notification). Meskipun miliki karakter
1
yang bertahap serta sesaat saat, namun demikian dikehendaki bisa berikan
satu faedah serta mensupport terdapatnya perkembangan perekonomian
nasional.
c) Netralitas. Netralitas yang disimpulkan jadi bentuk tidak terdapatnya
diskriminasi dalam service kepabeanan serta dalam pemungutan bea masuk
utk hindari distori yang bisa menggangu perekonomian nasional.
d) Kelayakan Administrasi. Kelayakan administrasi di sini berarni dikerjakan
dengan tertip, simpel, transparan, dan teratasi. Tertip administrasi bakal
menghasilkan satu efek yang berguna atas pengurangan penyimpangan-
penyimpangan yang peluang bisa berjalan dan berisiko lewat hadirnya satu
ketetapan yang pasti serta penegakan hukum.
1
e) Lalu lakukan proses administrasi Direktorat Jenderal Bea serta Cukai. Dan
lakukan proses yang manfaat yang lain diberi pada Menteri Keuangan.
1
dinding palsu ataupun di badan penumpang. Pelanggaran tujuan pemakaian
misalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka penanaman modal
asing (PMA) tetapi dijual untuk pihak lain. Pelanggaran spesifikasi barang dan
perlindungan konsumen, pemberitahuan barang yang menyesatkan untuk
menghindari persyaratan dalam undang-undang spesifikasi barang atau
perlindungan konsumen. Barang melanggar haak atas kekayaan intelektual, yaitu
barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor disuatu
negara.
Informasi untuk penyelundupan di luar tempat kedudukan bea dan cukai
diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di kantor pelayanan
kalau diberi wewenang untuk itu. Dalam organisasi dan tata kerja yang baru
kegiatan intelijen secara umum tidak dimungkinkan di kantor pelayanan yang
dimungkinkan hanya pengumpulan informasi muatan kapal yang tidak benar,
penyalahgunaan fasilitas kepabeanan pelanggaran perizinan impor dan sebagainya
lebih mudah dideteksi melalui dokumen impor atau ekspor yang berada di kantor
pelayanan informasi tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa
diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi dalam pemberitahuan impor
barang (PIB), pemberitahuan ekspor barang (PEB), manifest, bill of lading (B/L),
invoice, packing list, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1
negara lain. Adanya liberalisasi perdagangan ini tidak hanya mendatangkan
dampak negatif, banyak pelanggaran-pelanggaran yang bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, peran kepabeanan sangat penting dalam mengatur dan mengawasi alur
laku lintas perdagangan internasional.
B. Saran
Saran dari penulis melihat kondisi penyelundupan yang sering terjadi pada
proses perdagangan internasional khususnya di negara Indonesia yaitu,
pengingkatan pengawasan oleh pihak yang berwenang dan pemberian sanksi yang
berefek jerah agar pelanggaran-pelanggaran tidak terjadi lagi di masa yang akan
datang.
2
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
www.wikipedia.com