Anda di halaman 1dari 24

Liberalisasi Perdagangan dan Custom Kepabeanan

Oleh Kelompok 6:

Eli Rahmawati; 200903501071

Syahrul Azwan; 200903501076

Mita Aulia; 200903502119

Risqaldi Bahar; 200903502133

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati keindahan alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tidak lupa kita
curahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw yang telah menunjukkan
jalan yang lurus kepada kita semua berupa agama yang sempurna.

Penulis akhirnya bisa merasa bersyukur karena dapat menyelesaikan


makalah yang berjudul liberalisasi perdagangan dan custom kepabeanan. Dalam
makalah ini kami mencoba menjelaskan mengenai kebebasan dalam perdagangan
internasional ddengan custom kepabeanan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap semua pihak yang


terlibat dalam pembuatan makalah ini. Dan kami memahami bahwa dalam
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran sangat
kami butuhkan untuk memperbaiki karya-karya kami di masa akan datang.

Makassar, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Perumusan Masalah......................................................................................2
B. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................3
A. Pengertian dan Perkembangan Liberalisasi Perdagangan............................3
B. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia............................................................................................................14
C. Bea dan Cukai.............................................................................................16
D. Peran Kepabeanan Mengatur Lalu Lintas Perdagangan Luar Negeri.........18
BAB III..................................................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara ekonomi terbuka dimana kondisi pasar
domistik di Indonesia tidak terlepas dari gejolak pasar yang semakin liberal.
Proses terjadinya pasar liberal disebabkan oleh kebijakan unilateral dan
konsekuensi keikutsertaan meratifikasi kerjasama perdagangan regional maupun
global yang menghendaki penurunan tarif dan nontarif perdagangan. Liberalisasi
perdagangan merupakan salah satu fenomena dunia yang nyaris tidak bisa
dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional. Ekonom
yaitu Adam Smith dan Davi Ricardo yang menganjurkan perdagangan bebas
percaya merupakan alasan mengapa peradaban tertentu makmur secara ekonomi.

Di Indonesia sendiri telah mengalami peningkatan volume perdagangan sejak


tahun 2003 pada liberalisasi perdagangan di ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan
peningkatan yang lebih dari dua kali lipat ekspor dan impor selama periode 2003
sampai dengan 2010. Namun, harus tetap diingat bahwa liberalisasi perdagangan
menjadi tidak seindah yang dibayangkan karena sebagian besar negara justru
mengalami kerusakan ekonomi secara sistematis. Hal ini disebabkan tidak semua
negara mempunyai comparatif advantage atau walaupun memiliki hal tersebut
belum tentu menjadi kebutuhan negara lainnya.
Agenda utama dari liberalisasi perdagangan adalah mereduksi hambatan
perdagangan baik untuk barang, jasa, hak milik intelektual maupun investasi.
Dalam perjalanannya konsep globalisasi tersebut mengalami perubahan dengan
terbentuknya kelompok perdagangan berdasarkan kedekatan wilayah atau
berdasarkan skala ekonomi. Implementasi adanya fenomena tersebut adalah
terbentuknya berbagai Free Trade Area (FTA). FTA merupakan sekelompok
negara yang sepakat dengan penghapusan sebagian besar hambatan perdagangan
alam bentuk tariff (bea masuk) dan nontariff. Tujuan utama pembentukan FTA
adalah menciptakan kemudahan akses pasar yang dapat menjadi peluang

1
sekaligus ancaman bagi seluruh negara. Indonesia telah melakukan berbagai FTA,
baik berupa FTA regional seperti ASEAN FTA (AFTA), ASEAN-China FTA
(ACFTA), ASEAN-Korea FTA (AKFTA), ASEAN-India FTA (AIFTA),
ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) dan ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) maupun FTA bilateral seperti
Indonesia-Japan Economic Partnership.
Ilham (2003) menyebut liberalisasi sebagai penggunaan mekanisme harga yang
lebih intensif sehingga dapat mengurangi bias anti ekspor dari rezim perdagangan.
Disebutkan pula bahwa liberalisasi juga menunjukkan kecenderungan makin
berkurangnya intervensi pasar sehingga liberalisasi dapat menggambarkan situasi
semakin terbukanya pasar domestik untuk produk-produk luar negeri. Percepatan
perkembangan liberalisasi pasar terjadi karena dukungan revolusi di bidang
teknologi, telekomunikasi dan transportasi yang mengatasi kendala ruang dan
waktu (Kariyasa, 2003).
Dengan sistem liberalisasi perdagangan antar negara inilah menjadi dasar
dilakukannya custom atau kepabeanan yang merupakan suatu pengetahuan praktis
yang perlu dipahami guna menunjang Pembangunan Nasional di segala bidang
terutama di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan Kepabeanan dan Cukai selalu
ada di semua pelabuhan baik laut maupun udara dan tempat-tempat yang terdapat
kegiatan pemungutan bea masuk dan bea keluar yang tersebar di seluruh tanah air
Indonesia. Kepabeanan dan Cukai adalah dua jenis pajak tidak langsung yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Bea Keluar yaitu
dikenakan terhadap barang-barang keluar dari Indonesia ke luar negeri (barang-
barang ekspor), sedangkan Bea Masuk yaitu dikenakan terhadap barang-barang
masuk dari luar negeri ke Indonesia (barang impor).

A. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud liberalisasi perdagangan internasional dan


perkembangannya?
2. Bagaimana dampak liberalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2
3. Apa yang dimaksud dengan bea dan cukai dan perannya dalam perdagangan
internasional?
4. Bagaimana peran lembaga kepabeanan dalam mengatur lalu lintas
perdagangan luar negeri?.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui maksud dan perkembangan sistem liberalisasi


perdagangan internasional di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap
perekonomian Indonesia.
3. Untuk mengetahui bea dan cukai serta perannya dalam perdagangan
internasional.
4. Untuk mengetahui peran lembaga kepabeanan dalam mengatur lalu lintas
perdagangan luar negeri.

BAB II

PEMBAHASA

A. Pengertian dan Perkembangan Liberalisasi Perdagangan

Perkembangan perdagangan internasional yang sangat pesat ini dimula oleh


negara-negara Eropa kemudian berkembang ke Asia dan Afrika, dengan
perkembangan tersebut menimbulkan slogan-slogan seperti pasar bebas,
perdagangan bebas, deregulasi, privatisasi, serta liberalisasi dengan maksud untuk
memberikan kebebasan secara maksimal dan memberikan sumber-sumber yang
harus diberikan kepada perusahaan untuk beroperasi, sekaligus untuk mengurangi
campur tangan pemerintah terhadap aktivitas perekonomian.

Liberalisasi perdagangan adalah kebijakan dalam mengurangi atau bahkan


menghilangkan hambatan perdagangan baik tarif maupun nontarif, sehingga
proses liberalisasi akan mereduksi hambatan yang ditetapkan di suatu negara.
Carbaugh (2004).

3
Kebijakan liberalisasi ini menyangkut suatu kebijakan yang diambil oleh suatu
negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal, dan
terbuka. Perubahan ke arah yang lebih netral tersebut meliputi penyamaan intensif
diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu kebijakan dianggap sebagai kebijakan
liberalisasi apabila tingkat ntervensi secara keseluruhan semakin berkurang.
Kebijakan liberalisasi dapat tercapai melalui pengurangan hambatan dalam
perdagangan atau pemberlakuan subsidi impor.

Dengan keberadaan ASEAN FTA atau AFTA dapat meningkatkan kerjasama


ekonomi di tingkat regional, sehingga terdapat keinginan untuk memperluas
kerjasama antar ASEAN dengan beberapa mitra dagang seperti China, Korea,
Jepang, India, Autralia, dan Selandia Baru. Perluasan FTA tersebut dilakukan
dengan pembentukan Ragional Compherensive Economic Partnership (RCEP),
yaitu pembentukan sebuah kawasan perdagangan bebas baru yang melibatkan 15
negara dengan konsep pengikatan yang lebih mendalam. Diharapkan ide ini akan
membentuk FTA dengan ukuran super besar dan menjadi sebuah perjanjian
kemitraan ekonomi yang menguntungkan. Pemerintah Indonesia berkomitmen
mendorong RCEP untuk segera dilaksanakan, bahkan meyakini bahwa kehadiran
RCEP dapat mendatangkan keuntungan karena akan membuat neraca
perdagangan meningkat positif. Keberadaan FTA yang ada saat ini telah
berdamoak positif terhadap peningkatan ekspor Indonesia, meskipun masih di
dominasi barang-barang yang berbasis pada sumber daya alam.

1. Periode Merkantilisme

Paham merkantilisme berkembang pada Abad ke 16 dan ke 17. Dalam masa ini
kegiatan perekonomian dipusatkan pada upaya untuk memperoleh sumber daya
atau kekayaan (Wealth)sebanyak banyaknya, hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan kekuatan politis maupun militer. Tujuan memperoleh sumberdaya
atau kekayaan (Wealth)adalah untuk mencapai konsolidasi kekuatan politis
kerajaan sebagai pusat kekuatan nasional. Kekayaan nasional memungkinkan raja
membiayai pengeluaran militer yang diperlukan untuk menghadapi perang dengan
negara lain dan mengadakan ekspansi teritorial. Pada dasarnya dalam paham

4
merkantilisme kekayaan utama di definisikan dalam bentuk logam mulia, emas
dan perak. Untuk itu perdagangan harus senantiasa mencapai surplus dalam
bentuk emas. Oleh sebab itu diterapkan suatu larangan ekspor logam mulia. Emas
pada gilirannya digunakan untuk membiayai ekspansi teritorial dan militer. Secara
efektif, paham merkantilisme berpijak pada pangkal tolak bahwa kesejahteraan
perekonomian suatu negara dapat dicapai bila negara tersebut memiliki cadangan
emas yang besar, yang dapat dicapai dengan mengekspor lebih banyak daripada
mengimpor. Dengan demikian maka surplus ekspor merupakan tujuan utama, dan
bukan peningkatan pendapatan nasional atau kesejahteraan masyarakat. Faktor-
faktor diatas telah banyak menghasilkan kemajuan ekonomi dan politik untuk
negara-negara di Eropa sebagai nation-state dibawah raja. Kegiatan navigasi dan
eksplorasi interkontinental telah memperluas kekuasaan teritorial negara-negara
tersebut. Tetapi pangkal tolak dari persepsi tersebut pada dasarnya bersifat
konfliktual, sehingga walaupun terjadi peningkatan kekayaan dikalangan negara-
negara utama di Eropa, sistem tersebut tidak stabil. Disinilah letaknya benih
kegagalan merkantilisme yang mencegah terwujudnya sistem perdagangan dunia
yang koheren dan stabil.

2. Zaman Keemasan Perdagangan Bebas: Rezim Liberal 1815-1914

Dengan kegagalan paham merkantilisme maka paham tersebut juga mulai


ditinggalkan, sebagai gantinya, paham laissez-faire dan liberalisme semakin
memegang peranan dalam pemikiran ekonomi di Eropa. Paham ini juga
merupakan paham yang lengkap dan mencakup seluruh kegiatan ekonomi. Dilihat
dari perspektif sejarah ekonomi, periode liberal yang mencakup masa sejak akhir
perang Napoleon tahun 1815 hingga saat meletusnya perang dunia I pada tahun
1914, merupakan satu abad yang gemilang dilihat dari segi perdagangan
internasional. Selama satu abad, perdagangan dunia berjalan dalam alam yang
bebas dengan rintangan dan pembatas yang minim.Periode ini merupakan periode
dimana perdagangan dunia berjalan dengan menganut paham liberal dimana setiap
negara dapat menyesuaikan kegiatan perdagangannya dibidang dimana
keunggulan komparatif. Namun demikian, ada sisi lain yang perlu segera

5
dikemukakan. Pada satu pihak, perdagangan bebas pada Abad ke-19 yang secara
faktual menimbulkan laju pertumbuhan yang pesat, lebih banyak menguntungkan
pihak Eropa. Kebebasan berdagang yang dinikmati orang Eropa tidak dinikmati
oleh orang lain, terutama orang Asia. Dalam menulis sejarah ekonomi, para
ilmuan Barat sering melupakan hal ini. Hal yang dapat dikemukakan adalah
bahwa bagi yang bukan Eropa (bukan orang Barat) perkembangan dan
keterbukaan iklim perdagangan pada saat itu tidak banyak artinya secara
langsung, karena penduduk asli Asia tidak memegang kekuasaan ekonomi dan
politik di negara sendiri. Pada saat itu, yang menikmati secara langsung hasil dari
keterbukaan sistem perdagangan dunia adalah pihak yang menguasai kegiatan
ekonomi dan politik di Asia, terutama orang-orang Eropa yang memegang
kekuasaan di masing-masing negara jajahannya.

Namun demikian, secara makro, angka dan bukti empiris menunjukkan bahwa
sistem perdagangan bebas mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi
negara-negara yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Berkaitan dengan ini pula,
melihat kepada perspektif masa depan, secara makro, yang diharapkan pada masa-
masa mendatang adalah terjadinya lagi hal yang sama, tetapi, kali ini, orang Asia,
yang telah menjadi tuan rumah di negaranya masing-masing, akan juga dapat turut
menikmati hasil dari keterbukaan pasar dunia. Secara skematis, paham liberalisme
yang mewarnai perekonomian dunia pada Abad ke-19 mencakup hal-hal berikut:

1) Perubahan utama yang bersifat fundamental dan yang merupakan landasan


yang bertolak belakang dengan merkantilisme adalah peranan utama yang
mengendalikan kegiatan yang optimal bagi semua pihak yang melakukan
kegiatan ekonomi.
2) Agar mekanisme pasar ini dapat berjalan sesuai dengan logika permintaan
dan penawaran, maka hambatan terhadap kegiatan ekonomi dalam bentuk
regulasi dan berbagai jenis larangan yang menimbulkan distorsi pasar
harus dihapus. Mengingat betapa eksistensifnya larangan dan regulasi
yang berlaku dalam periode merkantilisme, maka keinginan untuk
menghapus regulasi merupakan tuntutan yang mendesak.

6
3) Kegiatan perdagangan antarbangsa dapat berkembang secara saling
menguntungkan, karena perbedaan struktur cost secara alamiah akan
menimbulkan spesialisasi bagi masing-masing pihak yang akan
memusatkan kegiatan kepada bidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif. Dengan kata lain, bila masing-masing negara
memusatkan kegiatan dibidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif maka setiap negara akan mencapai atau mendekati
titik optimal. Berdasarkan hal-hal diatas maka sebagai dasar dan landasan
pemikiran maka kebijaksanaan yang mencerminkan paham tersebut
adalah:
 Menghapus segala jenis larangan dalam melakukan kegiatan ekonomi
yang diberlakukan pada periode merkantilism dipegang oleh
mekanisme pasar sebagai penggerak dalam kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi yang rasional dikendalikan oleh suatu tangan tak
terlihat atau invisible handyang tak lain adalah kegiatan otonom yang
dilaksanakan oleh masing-masing pelaku ekonomi untuk
kepentingannya sendiri guna memenuhi penawaran dan permintaan
yang otomatis mengendalikan kegiatan yang optimal bagi semua
pihak yang melakukan kegiatan ekonomi.
 Agar mekanisme pasar ini dapat berjalan sesuai dengan logika
permintaan dan penawaran, maka hambatan terhadap kegiatan
ekonomi dalam bentuk regulasi dan berbagai jenis larangan yang
menimbulkan distorsi pasar harus dihapus. Mengingat betapa
eksistensifnya larangan dan regulasi yang berlaku dalam periode
merkantilisme, maka keinginan untuk menghapus regulasi merupakan
tuntutan yang mendesak.
 Kegiatan perdagangan antarbangsa dapat berkembang secara saling
menguntungkan, karena perbedaan struktur cost secara alamiah akan
menimbulkan spesialisasi bagi masing-masing pihak yang akan
memusatkan kegiatan kepada bidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif. Dengan kata lain, bila masing-masing negara

7
memusatkan kegiatan dibidang dimana negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif maka setiap negara akan mencapai atau
mendekati titik optimal.
Berdasarkan hal-hal diatas maka sebagai dasar dan landasan pemikiran maka
kebijaksanaan yang mencerminkan paham tersebut adalah:

 Menghapus segala jenis larangan dalam melakukan kegiatan ekonomi


yang diberlakukan pada periode merkantilisme
 Mengadakan penurunan tariff atau bea masuk terhadap impor agar
terjadi peningkatan perdagangan antar negara.
 Membuat jaringan yang meningkatkan perdagangan antar semua
pihak yang berminat untuk berdagang.
 Menerapkan sistem pembayaran untuk mempermudah transaksi dan
menentukan nilai tukar yang dapat diterima oleh semua pihak, yang
pada waktu itu berarti memilih standar emas.
 Memperbolehkan dan bahkan menganjurkan lalulintas dan peredaran
kapital keluar maupun ke dalam negeri sesuai permintaan dan
penawaran.
 Memperbolehkan lalulintas tenaga kerja dan sumber daya manusia.
Periode perdagangan liberal sebagai zaman emas perdangan dunia berakhir
dengan meletusnya Perang Dunia I pada tahun 1914. Dibalik kejadian tragis yang
bekasnya masih terlihat di masyarakat Eropa hingga sekarang, telah terjadi
perkembangan yang merongrong sistem liberal dan menimbulkan fragmentasi dan
disintegrasi dalam kehidupan ekonomi. Meletusnya Perang Dunia I mempercepat
perubahan yang secara berangsur terjadi di bawah permukaan.

3. Fragmentasi dan Disintegrasi di Eropa

Sistem perdagangan internasional yang berpijak pada landasan liberalisme


mengalami fragmentasi. Pasaran bebas dan perdagangan bebas mulai menghadapi
berbagai macam distorsi akibat diterapkannya kebijaksanaan yang semakin

8
menyimpang dari paham liberal. Kebijaksanaan distortif semakin menjuruskan
perekonomian dunia ke arah kegiatan yang mengesampingkan mekanisme pasar.

Periode disintegrasi sistem perdagangan bebas, 1914-1945, yakni dari Perang


Dunia I, hingga berakhirnya Perang Dunia II,1945, merupakan periode yang
penuh ketegangan politik dan ekonomi. Periode ini merupakan periode
disintegrasi sebab tidak terciptanya suasana yang dapat mengembalikan
sepenuhnya keadaan dan sistem yang berlaku pada periode zaman emas
perdagangan internasional ataupun sistem alternatif yang koheren. Yang timbul
adalah kebijaksanaan perekonomian nasional yang sempit dan semakin
meningkatnya nasionalisme yang berbentuk negatif, dan bukan berbentuk
patriotisme yang konstruktif.

Dari periode akhir Perang Dunia I pada tahun 1918, hingga tahun 1929,
banyak hal-hal yang telah berubah dalam perekonomian dunia dibandingkan
dengan periode Abad ke-19. Seperti menjelang serta Perang Dunia I (1914-1918)
negara-negara Eropa mengambil langkah untuk mencapai swasembada dalam
segala bidang yang berkaitan dengan suasana tegang yang semakin meningkat.
Dibidang pertanian langkah yang diambil oleh negara Eropa untuk
mengembangkan pertanian Eropa melalui larangan impor, subsidi, dan
peningkatan tarif telah menimbulkan serangkaian distorsi yang mengubah peta
perdagangan dunia pada sektor tersebut. Sebagian dari masalah pertanian di Eropa
yang menimbulkan ketegangan dengan mitra dagangnya pada masa kini telah
berawal 80 tahun yang lalu pada akhir Perang Dunia I.

Pada tahun 1922 hingga 1927, perekonomian dunia masih mengalami


pertumbuhan yang positif, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan yang
cukup besar dalam investasi di Amerika Serikat di bidang industri otomotif,
perluasan penggunaan tenaga listrik didampingi oleh pengembangan proyek-
proyek tenaga listrik, dan peningkatan yang pesat dibidang konstruksi yang
merupakan perkembangan yang paling pesat dibidang itu di AS.

9
Namun pada tahun 1929 terjadi kolapse yang bersifat menyeluruh di AS.
Krisis ini disebabkan karena situasi dalam investasi di bidang-bidang penting. Di
sektor otomotif, pada tahun 1929 kapasitas produksi telah jauh melampaui
permintaan.

Dengan demikian, kelanjutan rencana investasi di bidang-bidang tersebut


tidak diperlukan sebelum permintaan meningkat, akibatnya timbul stagnasi. Hal
ini menyebabkan kegiatan industrial semakin menurun ditambah lagi dengan
terjadinya kolapes dalam bursa saham, hal ini semkain meluas melanda AS dalam
waktu singkat investasi, produksi ondustri dan kesempatan kerja semakin
berkurang, hal ini memberikan pengaruh yang buruk bagi pendapatan nasional
AS.

Reaksi terhadap krisis yang terjadi di AS pada tahun 1930 Kongres AS


menerapkan legislasi yang dikenal dengan Smoot-Hawley Tariff Act 1930, suatu
langkah yang sama sekali tidak menunjang upaya untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi yang terhenti karena penurunan kegiatan di seluruh dunia. Hal ini juga
menimbulkan nafsu di kalangan Kongres di AS untuk menerapkan kebijaksanaan
proteksi di bidang pertanian yang sebenarnya telah mulai terlihat sebelum
terjadinya depresi tahun 1929.

Menurut Kongres di AS perkembangan perekonomian di AS itu diakibatkan


karena adanya Proteksionisme, sehingga untuk menghendaki perkembangan yang
sama pesat dengan pertanian maka diperlukan pula adanya tingkat bea masuk
yang tinggi untuk sektor pertanian. Para anggota Kongres juga sepakat untuk
memperluas proteksionisme kedalam berbagai bidang yang mencakup sektor
manufaktur. Dengan perkembangan tersebut maka kongres meningkatkan tariff
bagi 800 barang penting. Konsekuensi dari langkah tersebut adalah eskalasi
proteksionisme dan retaliasi di seluruh dunia.

Dari tahun 1930 hingga awal Perang Dunia II ada berbagai upaya untuk
menghidupkan kembali sistem perdagangan dunia yang lebih terbuka walaupun
tidak seperti yang berhasil diterapkan pada Abad ke-19.Ada berbagai upaya yang

1
sifatnya stop-gap measures seperti legislasi AS untuk mengadakan perundingan
agar negara-negara mitra dagang secara resiprokal dapat menurunkan bea
masuknya dengan serangkaian perundingan bilateral. Untuk itu Kongres AS
menerapkan legislasi Reciprocal Trade Agreement Act 1934. Sekurang kurangnya
langkah tersebut telah menanamkan benih upaya bagi penerapan sistem
perdagangan yang terbuka agar setelah Perang Dunia II berakhir, upaya tersebut
dapat secara serius dimulai kembali. Namun penerapannya hanya dapat dilakukan
setelah Perang Dunia II berakhir.

4. Periode Pasca Perang Dunia II

Pada akhir Perang Dunia II, perdagangan internasional berada dalam keadaan
yang tidak menentu. Negara-negara sekutu sebagai pihak pemenang dari perang
mulai mengambil upaya untuk membenahi sistem perekonomian dan perdagangan
internasional. Berbagai analisis telah dilakukan untuk mencegah terulangnya
fragmentasi yang terjadi dalam sistem perekonomian dunia pada tahun 1930 an.
Negara-negara sekutu menghendaki penerapan kembali elemen-elemen positif
yang terdapat pada periode zaman emas perdagangan internasional dengan
menanamkan landasan-landasan yang memungkinkan peningkatan kegiatan
perdagangan internasional yang lebih terbuka. Mereka bermaksud menciptakan
organisasi-organisasi internasional yang dapat secara aktif turut menciptakan
aturan main dalam perdagangan internasional berdasarkan kerjasama antar negara.

Dalam hal ini mereka juga bersepakat untuk menerapkan sistem hubungan
internasional yang lebih teratur dan lebih menjamin perdamaian dan kesejahteraan
ekonomi dan sosial. Secara minimal yang ingin dicapai adalah pencegahan ekses-
ekses tindakan sepihak yang tidak menguntungkan masyarakat dunia, seperti
tindakan-tindakan negatif yang diambil pada periode antara kedua perang dunia
oleh banyak negara, yang akibatnya membawa sistem perekonomian ke arah
malapetaka ekonomi, sosial dan politik. Dibidang politik dan sosial telah

1
diciptakan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan serangkaian badan-badan
dibawahnya.

Dalam menangani masalah keuangan dan moneter masyarakat berupaya


dengan cara yang lebih cepat. Dalam Konferensi Bretton Woodstahun 1944,
masyarakat internasional menyetujui dengan didirikannya Dana Moneter
Internasional atau International Monetary Fund (IMF) dalam waktu yang relatif
singkat. Begitu pula dalam hal menentukan rencana untuk mengadakan
rekontruksi bagi negara-negara yang menghadapi kerusakan akibat Perang Dunia
II. Untuk itu, masyarakat internasional telah mendirikan Bank dunia atau
International Bank for Recontruction and Development (IBRD). Bank dunia juga
didirikan secara bersamaan pada tahun 1944 dalam rangka perjanjian yang
ditandatangani di Bretton Woods.

Beda halnya dalam bidang finansial dan keuangan, dibidang perdagangan,


negara-negara peserta konferensi tidak berhasil mendirikan suatu organisasi
internasional. Semula diharapkan bahwa rencana untuk mendirikan International
Trade Organization (ITO) dapat disetujui untuk diciptakan agar menangani
masalah perdagangan internasional, seperti halnya IMF dapat menangani maslah
moneter internasional dan Bank Dunia dapat menangani masalah rekontruksi dan
pembiayaan pembangunan. Karena berbagai pertimbangan politis, terutama
karena Kongres Amerika Serikat tadak dapat menyetujui untuk didirikannya ITO,
maka terdapat suatu kekosongan institusional pada tingkat internasional dalam
bidang perdagangan Dengan adanya kekosongan institusional tersebut maka
GATT, yang semula merupakan suatu perjanjian interim, menjadi satu-satunya
instrument dibidang perdagangan yang telah memperoleh konsesus yang luas
untuk menjadi landasan dalam pengaturan tata cara perdagangan
internasional.maka pada tahun 1947 GATT menjadi satu-satunya lembaga yang
mengatur mengenai perdagangan internasional, sekurang-kurangnya bagi negara
anggota. Dikarenakan perdagangan internasional antara negara-negara anggota
,merupakan sekitar 80% dari seluruh perdagangan dunia maka secara rill, GATT
menetapkan dan menerapkan aturan permainan dari hampir keseluruhan

1
perdagangan internasional. Terhadap uraian diatas dapat pula dikemukakan bahwa
sebagai indikasi keterbukaan sistem perdagangan pada periode 1950-1973, laju
pertumbuhan ekspor lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan PDB.

Secara politis yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa dengan semakin


melemahnya laju pertumbuhan di negara maju dan semakin meningkatnya
pengangguran maka akan semakin timbul pihak-pihak di negara maju yang
menghendaki proteksionisme.

Apabila gejala tersebut semakin tak terkendali, kemajuan dalam liberalisasi


yang telah tercapai dalam dua dasawarsa pertama setelah Perang Dunia II dapat
dirusak. Dengan kesadaran ini maka timbul inisiatif memperkuat sistem
multilateral yang terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara di
dunia. Upaya utama tersebut terpusat pada perundingan Uruguay Round yang
telah berhasil merumuskan serangkaian perjanjian untuk memperkuat sistem
perdagangan multilateral.

5. Periode Pasca Perang Dingin

Awal tahun 1990-an merupakan suatu pembukaan era baru yang sangat
historis dalam sejarah dunia modern. Pada awal tahun 1990-an pemikiran bahwa
mekanisme pasar merupakan instrument yang efisien untuk melakukan kegiatan
ekonomi semakin diterima secara global. Disamping itu, semakin ada kesadaran
mengenai terbatasnya kemampuan sektor pemerintah untuk memecahkan semua
masalah ekonomi.

Di bidang ekonomi, perkembangan yang terjadi lebih kompleks,


perkembangan di Asia timur telah mengubah peta dan berangsur, pusat kegiatan
ekonomi yang dinamis mulai semakin lebih terpusat di Asia, atau minimal di Asia
Pasifik, dengan perkembangan hubungan ekonomi yang semakin intensif, baik
hubungan trans-pasifik antara Asia pada satu pihak dan Amerika Utara pada lain
pihak, maupun hubungan intra Asia-Pasifik yang juga semakin meningkat.

1
Di Eropa barat proses integrasi ekonomi dan politik yang berjalan sejak akhir
Perang Dunia II telah mewujudkan Masyarakat Eropa yang semakin terintegrasi
dengan perjanjian Maastricht, yang membuat Eropa Barat semakin mengarah
kepada unifikasi politik maupun ekonomi. Eropa tengah, negara-negara yang pada
periode Perang Dingin merupakan bagian dari kekuasaan Uni Soviet (Hongaria,,
Polandia, Cekoslovia) juga semakin terintegrasi kedalam sistem Eropa Barat.
Dengan pergeseran ini maka kegiatan ekonomi didunia terpusat pada tiga pusat
kekuatan ekonomi, yakni AS, dibelahan Kontinental Amerika; Uni Eropa, dengan
Jerman sebagai pusat penggerak kegiatan, yang akan menjadi pusat kekuatan
ekonomi di Benua Eropa, dan Jepang, sebagai kekuatan ekonomi di Asia, yang
pada gilirannya akan diimbangi oleh RRC yang akan menjadi pusat kegiatan di
Asia. Prof. Lester Thurow dari MIT menggambarkan bahwa dengan berakhirnya
Perang Dingin maka yang menjadi ciri baru adalah timbulnya rivalitas baru dalam
sistem internasional yang terpusat pada rivalitas di bidang ekonomi dan
perdagangan.

Pada abad ke 19, rivalitas yang terjadi adalah antar pelaku ekonomi dalam
bentuk satuan usaha atau individu yang bergerak secara leluasa dalam
perekonomian dunia dengan birokrasi pemerintah yang tidak terlalu banyak
campur tangan. Pada periode pasca Perang Dingin ini ada kesempatan bagi sistem
perekonomian dunia untuk dapat menikmati kebebasan bertransaksi yang pernah
terwujud pada waktu Zaman Keemasan perdagangan dunia pada Abad ke-19,
dimana dunia menyaksikan kebebasan gerak di bidang: barang-barang, jasa-jasa,
modal, tekhnologi dan megrasi tenaga kerja. Terjadinya kebebasan gerak bagi
berbagai faktor produksi untuk mencari kesempatan melakukan kegiatan yang
rentable telah menimbulkan laju pertumbuhan perdagangan yang tinggi.

Sistem yang berkembang dalam GATT dan WTO akan menunjang upaya ke
arah perkembangan sistem perdagangan dunia yang bersifat global dengan aturan
permainan yang ditentukan secara multilateral.

B. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

1
Perkembangan globalisasi di bidang perdagangan juga mendorong Indonesia
untuk ikut serta dalam menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan. Bagi
Indonesia, liberalisasi perdagangan menjadi tantangan sekaligus peluang untuk
meningkatkan perekonomian. Menurut Feridhanusetyawan dan Pangestu,
Indonesia telah menerapkan liberalisasi sejak tahun 1980 yang ditandai dengan
ikut sertanya Indonesia dalam Asian Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC), dan World Trade Organization (WTO).

Terdapat tiga pendorong utama yang menjadi alasan suatu negara melakukan
perdagangan internasional dan selanjutnya membentuk kerjasama perdagangan
bebas antara lain yaitu keuntungan yang diperoleh dari pertukaran antarnegara
yang terlibat baik dari sisi produksi maupun sisi konsumsi; fokus dalam produksi
barang dan jasa sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetetif suatu
negara; dan adanya transfer teknologi dengan masuknya produk dari negara
dengan teknologi yang lebih maju.

Liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas merupakan suatu kondisi di


mana suatu negara melakukan perdagangan antarnegara tanpa hambatan apapun.
Proses menuju kondisi perdagangan bebas inilah yang disebut dengan liberalisasi
perdagangan. Terjadinya liberalisasi dilatarbelakangi oleh teori keunggulan
komparatif dan teori faktor endowments. Teori keunggulan komparatif yang
dikemukakan oleh David Ricardo menyatakan bahwa dalam kondisi perdagangan
bebas, jika ada dua negara yang melakukan perdagangan dan salah satu negara
kurang efisien dalam memproduksi barang, maka masih dimungkinkan kedua
negara tersebut melakukan perdagangan. Salah satu negara dapat melakukan
spesialisasi dalam produksi komditas dengan absolute disadvantage yang lebih
kecil dan melakukan impor komoditas dengan absolut disavantage yang lebih
besar.

Sedangkan teori factor endowments yang dikemukakan oleh Heckers-Ohlin


menyatakan bahwa adanya perbedaan endowment menyebabkan suatu negara
melakukan perdagangan internasional. Perdagangan internasional terjadi karena

1
adanya perbedaan peluang cost suatu produk antara satu negara dengan negara
lain. Negara yang memiliki banyak faktor produksi dan biaya produksi yang
murah akan lebih banyak memproduksi dan mengekpor ke negara lain.
Sebaliknya, negara yang memiliki sedikit faktor produksi dan biaya produksi yang
mahal akan lebih banyak mengimpor dari negara lain. Berdasarkan teori ekonomi,
liberalisasi perdagangan dapat memberikan pengaruh positif terhadap
perekonomia suatu negara. Melalui pendekatan pengeluaran, output Y dinyatakan
dengan penjumlahan dari consumsi C, investasi I, belanja pemerintah G, dan
neraca perdagangan yang merupakan selisih dari ekspor X dan impor M.

C. Bea dan Cukai

Dalam hal melindungi kestabilan perdagangan internasional dilaksanakan oleh


pemerintah terutama Dirjen Bea serta Cukai (DJBC) yang memiliki pekerjaan
serta manfaat dalam mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang terkait dengan
lalu lintas perdagangan internasional. Pengertian Bea yaitu pungutan negara yang
dipakai pada beberapa barang yang diimpor serta diekspor sedangkan pengertian
cukai yaitu pungutan negara yang dipakai pada beberapa barang spesifik yang
memiliki karakter mau pun ciri khas yang diputuskan dalam undang-undang.

1. Aspek-Aspek Kepabeanan

Segi yang ada dalam satu organisasi miliki satu basic rencana dan filosofir
dari satu institusi umum umpamanya seperti Direktorat Jenderal Bea serta Cukai.
Seperti disibakkan oleh Ali Purwito M, (2013 : 28) kalau Segi yang terkait erat
dengan sumber daya manusia moral yang dipadukan dengan maksud organisasi
kepabeanan, yang miliki karakter uniersla dan berkaitan dengan konvensional
internasional, kesepakatan multilateral dan bilateral. Hal sekian sesuai sama jiwa
perpajakan, segi kepabeanan terbagi dalam :

a) Segi Keadilan. Segi keadilan yaitu keharusan untuk kepabeanan yang cuma
pada anggota orang-orang yang lakukan satu kerjaan kepabeanan dan pada
mereka yang dibutuhkan sama dalam soal keadaan yang sama.
b) Pemberian insentif. Pemberian intensif terutama untuk investor dan produsen.
Insentif sekian bisa dijelaskan seperti Tempat Penumpukan Berikat, Gudang
Berikat yang diberdakan pembebasan serta atau kemudahan dalam import
mesin dan bahan baku dalam rencana terlaksananya satu rangka export dan
pemberian kesepakatan import barang sebelum saat terdapatnya pelunasan
bea masuk yang dilaksanakan (pre notification). Meskipun miliki karakter

1
yang bertahap serta sesaat saat, namun demikian dikehendaki bisa berikan
satu faedah serta mensupport terdapatnya perkembangan perekonomian
nasional.
c) Netralitas. Netralitas yang disimpulkan jadi bentuk tidak terdapatnya
diskriminasi dalam service kepabeanan serta dalam pemungutan bea masuk
utk hindari distori yang bisa menggangu perekonomian nasional.
d) Kelayakan Administrasi. Kelayakan administrasi di sini berarni dikerjakan
dengan tertip, simpel, transparan, dan teratasi. Tertip administrasi bakal
menghasilkan satu efek yang berguna atas pengurangan penyimpangan-
penyimpangan yang peluang bisa berjalan dan berisiko lewat hadirnya satu
ketetapan yang pasti serta penegakan hukum.

Pengertian Kepabenan menurut Ali Purwito M, kalau kepabenan yaitu semua


suatu hal yang terkait dengan pengawasan atas jalan raya barang yang masuk dan
keluar dari daerah pabean dan perihal pemungutan bea masuk.

Pekerjaan Pokok serta Manfaat Bea Cukai

1. Pekerjaan Pokok Bea Cukai

Direktorat Jenderal Bea serta Cukai ada di bawah serta bertanggung-jawab


pada Menteri Keuangan serta di pimpin oleh Direktur Jenderal Bea serta Cukai.
Sedang untuk Direktoral Jenderal Bea serta Cukai miliki pekerjaan dalam
mengadakan perumusan serta proses kebijakan yang ada dibagian pengawasan,
dan penegakan hukum, perihal service dan perihal optimalisasi penerimaan negara
yang ada dibagian kepabeanan serta cukai yang sesuai sama ketentuan ketetapan
perundang-undangan.

2. Manfaat Bea Cukai


Mengenai manfaat bea cukai yaitu seperti berikut.
a) Perumusan perihal kebijakan yang ada di sektor penegakan hukum, service
serta pengawasan optimalisasi penerimaan negara yang ada dibagian
kepabeanan dan cukai.
b) Proses kebijakan yang ada dibagian pengawasan, penegakan hukum,
service serta optimalisasi penerimaan negara yang ada dibagian
kepabeanan dan cukai.
c) Pengaturan etika, standard, prosedur, serta persyaratan yang ada dibagian
pengawasan, penegakan hukum, service dan optimalisasi penerimaan
negara yang ada dibagian kepabeanan dan cukai.
d) Pemberian tuntunan tehnis serta supervisi di sektor pengawasan,
penegakan hukum, service serta optimialisasi penerimaan satu negara
dibagian kepabeanan serta cukai.

1
e) Lalu lakukan proses administrasi Direktorat Jenderal Bea serta Cukai. Dan
lakukan proses yang manfaat yang lain diberi pada Menteri Keuangan.

D. Peran Kepabeanan dalam Mengatur Lalu Lintas Perdagangan Luar Negeri

Kepabeanan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan


atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan bea
dan cukai. Kawasan pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di
pelabuhan laut Bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan oleh lalu lintas
barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan direktorat jenderal bea dan
cukai.
Customs merupakan instansi kepabeanan di mana pun di dunia ini termasuk
direktorat jenderal bea dan cukai, juga merupakan sebagai organisasi yang
keberadaannya sangat essensial, belum ada institusi yang memiliki peran yang
harus mengemban tugas yaitu perlindungan masyarakat atas masuknya barang-
barang berbahaya, perlindungan kepada industri tertentu dari persaingan barang-
barang impor sejenis proteksi, memberantas penyelundupan, instansi-instansi lain
yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampui batas-batas negara
memberikan dan menitipkan tugas, sekaligus berkewajiban untuk menghasilkan
penerimaan negara untuk kepentingan laju perkembangan nasional (Felix Hadi
Mulyanto dan Endar Sugiarto, 1997).
Kantor Pemeriksaan adalah kantor pabeaan yang ditetapkan oleh direktur
jenderal atau pejabat yang ditunjuknya untuk melayani pemeriksaan fisik barang
yang mendapat kemudahan ekspor. Lingkup tugas bea dan cukai sebenarnya
informasi terbanyak yang digunakan untuk pengawasan pabean adalah informasi
yang ada di kantor pelayanan. Pengawasan bapean adalah salah sau cara untuk
mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran. Pengawasan yang efektif
memungkinkan bea cukai mengurangi terjadinya pelanggaran. Menurut WCO
Hanbook for Comercial Fraud Investigators ada enam belas tipe pelanggaran
utama di Bidang Kepabeanan yaitu: Penyelundupan yang dimaksud di sini adalah
melalukan ekspor impor di luar tempat kedudukan bea dan cukai atau melakukan
ekspor impor dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau dinding-

1
dinding palsu ataupun di badan penumpang. Pelanggaran tujuan pemakaian
misalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka penanaman modal
asing (PMA) tetapi dijual untuk pihak lain. Pelanggaran spesifikasi barang dan
perlindungan konsumen, pemberitahuan barang yang menyesatkan untuk
menghindari persyaratan dalam undang-undang spesifikasi barang atau
perlindungan konsumen. Barang melanggar haak atas kekayaan intelektual, yaitu
barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor disuatu
negara.
Informasi untuk penyelundupan di luar tempat kedudukan bea dan cukai
diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di kantor pelayanan
kalau diberi wewenang untuk itu. Dalam organisasi dan tata kerja yang baru
kegiatan intelijen secara umum tidak dimungkinkan di kantor pelayanan yang
dimungkinkan hanya pengumpulan informasi muatan kapal yang tidak benar,
penyalahgunaan fasilitas kepabeanan pelanggaran perizinan impor dan sebagainya
lebih mudah dideteksi melalui dokumen impor atau ekspor yang berada di kantor
pelayanan informasi tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa
diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi dalam pemberitahuan impor
barang (PIB), pemberitahuan ekspor barang (PEB), manifest, bill of lading (B/L),
invoice, packing list, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas merupakan suatu kondisi di


mana suatu negara melakukan perdagangan antarnegara tanpa hambatan apapun.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan liberalisasi perdagangan,
dengan liberalisasi ini menjadi tantangan untuk negara Indonesia dalam
meningkatkan penerekonomian negara. Sehingga Indonesia mampu membuka
pintu impor yang seluas-luasnya salah satunya yaitu beras. Selain itu dengan
liberalisas perdagangan Indonesia mampu menilai perkembangan teknologi

1
negara lain. Adanya liberalisasi perdagangan ini tidak hanya mendatangkan
dampak negatif, banyak pelanggaran-pelanggaran yang bisa saja terjadi. Oleh
karena itu, peran kepabeanan sangat penting dalam mengatur dan mengawasi alur
laku lintas perdagangan internasional.

B. Saran

Saran dari penulis melihat kondisi penyelundupan yang sering terjadi pada
proses perdagangan internasional khususnya di negara Indonesia yaitu,
pengingkatan pengawasan oleh pihak yang berwenang dan pemberian sanksi yang
berefek jerah agar pelanggaran-pelanggaran tidak terjadi lagi di masa yang akan
datang.

2
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal DPR 2019. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap


Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. URL: https://jurnal.dpr.go.id
di akses pada 5 September 2021.

Kemenkeu Republik Indonesia. Siapkah Indonesia Menghadapi


Liberalisasi Perdagangan. URL: www.kemenkeu.go.id di akses
pada 4 September 2021

www.google.com

www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai