Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi
Secara etimologis, psikologi diambil dari bahasa Inggris
psychology yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche yang berarti jiwa
(soul, mind ) dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Namun demikian
kata jiwa bukanlah kata yang mudah dipahami begitu saja, sebab jiwa
memiiliki arti yang beragam dan masih sangat kabur.
Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah
laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Berikut ini
pengertian psikologi menurut para ahli:
a. Verbeek, menyebutkan bahwa psikologi adalah ilmu yang
menyelidiki penghayatan dan perbuatan manusia yang ditinjau
fungsinya bagi subyek.
b. Bimo Walgito menjelaskan psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidi
serta mempelajari tentang tingkah laku serta aktifitas-aktivitas, di mana
tingkahlaku serta aktivitas tersebut merupakan manifestasi hidup
kejiwaan.1
Dalam bahasa Arab, kata jiwa sepadan dengan kata nafs. Kata ini
secara berdiri sendiri terulang sebanyak 295 kali dalam berbagai ayat Al-
Qur’an yang tersebar di 63 surat atau 55% dari jumlah surat dalam al-
Qur’an dengan arti dan penggunaan yang berbeda, tanpa perubahan tashrif
yang berarti. Beberapa arti yang terkandung dalam kata nafs antara lain:
1) Hati ( qalb ), seperti dalam surat al-Isra’ ayat 25 yangberbunyi
“rabbukum a’lamu bi maa fi anfusikum” (Tuhanmu lebih mengetahui
apa yang ada dalam hatimu).

1
Baharuddin. Psikologi Agama dalam Prespektif Islam. (Malang:UIN Malang Press. 2008) hal. 21-
22
2) Jenis ( jins ), seperti dalam surat at-aubah ayat 128,yang berbunyi
“qad ja’akumrasulun min anfusikum ”(telah datang Rasul dari
golonganmu).
3) Ruh, seperti dalam surat az-Zumar ayat 42 yang berbunyi "Allahu
yatawaffa al-anfusu hiina mautiha” (Allah yang mewafatkan ruh saat
kematiannya).
4) Totalitas manusia, seperti dalam bahasa hukum ten-tang pembunuhan
atas seseorang dinamai qatlu an-nafs sebagaimana diungkap dalam surat
al-Maidah ayat 32 dan ayat-ayat yang berbicara tentang kematian
seperti dalam surat ali-Imran ayat 185 “ kullunafsin zaiqatul maut ”
(setiap manusia merasakanmaut).
5) Sisi dalam (jiwa) manusia dan sebagai penggerak dari tingkah laku,
seperti dapat dipahami dari ayat11 QS. Ar-Ra’d: innallaha la
yughayyiru ma bi qa-umin hatta yughayyiru ma bi anfusihim
(sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.2
Menurut Plato dan Aristoteles, Psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
Dalam pandangan modern, pengertian psikologi disederhanakan menjadi
ilmu mengenai tingkah laku yang mencari jawaban mengenai sebab-sebab
kemunculan satu bentuk tingkah laku.
Berbeda dengan itu, dalam dunia keilmuan Islam, psikologi atau
ilmu nafs tidak tumbuh sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai
fenomena kejiwaan belaka, melainkan dibahas dalam konteks sistem
kerohanian yang memiliki hubungan vertikal dengan Allah, karena Al-
Qur’an dan Sunnah banyak menyebut secara langsung seperti qalb,‘aql,
ruh dan bashirah yang kesemuanya bersifat multidimensi, sehingga para
ulama dibuat sibuk untuk menggali pengertian nafs dan sistemnya dalam

2
Abdul Rahman Saleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana,
2008), hlm. 3.
perspektif Al-Qur’an dan Sunnah yang salah satu ilmunya dalam Islam
adalah tasawuf.
Menurut Al-Kindi, jiwa tidak tersusun, mempunyai arti penting,
sempurna dan mulia. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan
berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat nafsu dan pemarah.
Antara jiwa dan jisim kendati pun berbeda tapi saling berhubungan
dansaling memberikan bimbingan. Bimbingan ini dibutuhkan agar hidup
manusia menjadi serasi dari unsur berkuasa. Untuk mencapai
keseimbangan, manusia memerlukan tuntunan yaitu iman dan wahyu.
Pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pemikiran Plato dari pada pemikiran
Aristoteles. Namun, Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan
bahwa jiwa berasal dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa
mempunyai tiga daya, yaitu: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya
berpikir.3
B. POSISI PSIKOLOGI ISLAM DALAM ALIRAN PSIKOLOGI
Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan,
melainkan juga hakekat jiwa yang sesungguhnya. Psikologi Islam
mengakui adanya kesadaran dan kebebasan manusia untuk berkreasi,
berpikir, berkehendak, dan bersikap secara sadar, dalam koridor sunnah-
sunnah Allah SWT. Psikologi Islam merangsang kesadaran diri agar
mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
1. Psikologi Islami Secara Alternatif
Aliran psikologi dewasa ini mempunyai kelemahan mendasar
sehingga jika digunakan untuk menjelaskan masalah yang muncul
kemungkinan terjadi bias. Keadaan seperti ini tentu harus dijadikan
alternatif yang bisa menggantikan kedudukannya, yaitu Psikologi
Islami. Menurut Aziz, ( Ada dua pendapat tentang pengertian dari
Psikologi Islami itu sendiri. Pendapat pertama mengatakan bahwa
psikologi Islami adalah suatu corak 'aliran( psikologi yang dihasilkan

3
Ibid, hlm. 16.
dari Ailterisasi terhadap teori-teori psikologi modern, sementara
pandangan kedua menyatakan bahwa psikologi Islami adalah suatu
aliran psikologi yang dibangun atas dasar konsep-konsep yang ada
dalam sumber-sumber ajaran Islam.
2. Psikologi Islam Sebagai Madzhab Kelima
Para penggagas gerakan Psikologi Islami pada umumnya
berharap bahwa Psikologi Islam menjadi madzab baru dalam kancah
psikologi modern. Nashroni (2002) (mengajukan beberapa alasan
untuk menempatkan Psikologi Islam sebagai madzab kelima, antara
lain : Psikologi Islam mempunyai pandangan khas tentang dimensi
sentral dalam diri manusia yaitu qolbu, mempunyai cara pandang baru
tentang hubungan manusia dengan Tuhan, mempunyai potensi
menjawab tantangan problema manusia modern dan berperan dalam
memperbaiki situasi nyata kehidupan manusia. Psikologi Islam akan
menjadi mazhab kelima sehingga mampu berargumenatasi dengan
kalangandi luar Islam, khususnya psikologi Barat walaupun Psikologi
Islam sendiri dibangun berdasarkan asumsi-asumsi yang diturunkan
dari keyakinan keagamaan yang bersumber pada Al-Qur'an dan
Hadist
3. Psikologi Islam Sebagai Peradaban Baru
Selain diharapkan sebagai madzab ke lima, Psikologi Islam juga
diharapkan akan melahirkan peradaban baru. Dengan mati-matian
untuk meyakinkan psikologi sekuler tentang madzab ke lima, lebih
baik membangun psikologi Islami yang memang mandiri di bawah
naungan peradaban Islam. Posisi ini juga menunjukkan bahwa umat
Islam memiliki harga diri, yang tidak harus merengek-rengek supaya
diakui oleh psikologi yang sekuler. Ini menunjukkan Psikologi Islam
adalah psikologi dari dan untuk umat Islam. Jika sudah berkembang
dan terbukti kebenarannya maka akan banyak orang yang otomatis
akan mengakui Psikologi Islami dan tentu saja akan mengakui
kebenaran Islam dan berbondong-bondong akan masuk Islam. Di sini
psikologi islam berperan sebagai ujung tombak penyebaran Islam
dikalangan ilmuwan.

A. PERKEMBANGAN DAN EVALUASI DISKURSUS PSIKOLOGI


ISLAM
1. Perkembangan Psikologi Islam
a. Masa Rasulullah SAW
Pada zaman nabi Muhammad SAW segala persoalan psikologis
telah tuntas dijawab oleh Beliau, namun pada masa itu Nabi belum
masuk pada masalah-masalah teknik operasional hal ini dikarenakan
Beliau ingin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada umat
manusia untuk berijtihad dan melakukan eksperimentasi terhadap
fenomena-fenomena psikologis, agar prinsip-prinsip dasar Islam di
dalam wahyu dapat terjabarkan secara empiris.

b. Masa Pasca Wafatnya Rasullullah SAW


- Masa khalifah Abbasiyah
Para psikolog-falsafi dan psikolog–sufistik banyak
menyumbangkan konsep-konsep spekulatif-filosofis mengenai
psikologi. Selain menggali sumber jiwa dari nash, mereka juga
melakukan perenungan (ta’ammul) secara sistematis, radikal dan
universal, bahkan ada diantaranya yang telah melakukan
pendekatan empiris, meski belum mewakili corak pemikiran di
masanya
- Masa Daulah Abbasiyah
Banyak dilakukan gerakan penerjemahan dan pemberian komentar
serta karya orisinil yang dihasilkan oleh para pemikir Islam.
- Ulama generasi pertama
Pemahaman tantang nafs di ilhami dari dari al-Quran dan hadits.
Kajian nafs yang berkembang pada awalnya bukanlah dikenal
sebagai psikologi tetapi tasawuf dan akhlak, yakni ilmu yang
menekankan nafs sebagai sifat tercela yang perlu disucikan
(tazkiyah an nafs) agar menjadi nafs yang sehat (nafs muthma-
innah).
- Perdebatan akademik Ibn Rusyd dengan al-Ghazali
Perdebatan akademik antara kubu filsafat islam (filosuf muslim
yang mulai terpengaruh oleh pemikiran Yunani dalam membahas
nafs dan roh) dengan kubu ilmu kalam dan tasawuf.

c. Masa Psikologi Modern/Kontemporer


Menurut Dr. Malik B. Badri, ada tiga fase perkembangan sikap
psikolog muslim terhadap psikologi modern yang berasal dari Barat,
yaitu :
- Fase infantuasi : mengikuti sepenuhnya teori-teori psikologi
modern tanpa kritik
- Fase rekonsiliasi : mencocok-cocokkan apa yang ada dalam teori
psikologi dengan apa yang ada dalam alquran dan beranggapan
bahwa di antara keduanya tidak ada pertentangan.
- Fase emansipasi : mengkritisi pandangan-pandangan psikologi
modern dan mengalihkan perhatiannya pada al-quran, hadits dan
khazanah klasik Islam.

d. Masa Sekarang
 Sampai saat ini, setidaknya ada dua usaha dan usaha alternatif
untuk mengintregasikan psikologi dan Islam :
- Sebagai pisau analisis masalah umat islam ; memanfaatkan
psikologi untuk menjelaskan problem umat Islam serta
meningkatkan sumber daya umat, namun seringkali psikologi mereduksi
Islam ke dalam pengertian-pengertian parsial dan tidak utuh
- Sebagai pisau analisis untuk menilai konsep-konsep psikologi;
melakukan kajian kritis terhadap psikologi sehingga tahu
kelemahan dan kekuatan konsep psikologi. Namun, usaha ini
sering memandang persoalan lebih berangkat dari pemahaman
terhadap konsep psikologinya daripada Islamnya.
- Membangun konsep psikologi baru yang didasarkan pada Islam.
 
2. Evaluasi Diskursus Psikologi Islam
Kehadiran Psikologi Islam menimbulkan banyak interpretasi dan
reaksi. Salah satu reaksi dan interpretasi mengungkapkan munculnya
diskursus Psikologi Islam berkait erat dengan ketidakpuasan terhadap
Psikologi Barat. Sebagian dari pengkritik mengungkapkan bahwa kalau
kaum agamawan atau psikolog Muslim melakukan reaksi terhadap
psikologi Barat dengan paham agamanya, maka tak tertutup
kemungkinan akan muncul selain psikologi Islam. Jika pengkritik lebih
mengaitkan pada substansinya, maka beberapa pengkritik lain pada
dasarnya menyepakati untuk membangun Psikologi yang berwawasan
agama ( Islam ), namun mengusulkan juga untuk menggunakan istilah
selain Psikologi Islam. Sebagian psikolog menganggap Psikologi Islam
sebagai diskursus yang pra-ilmiah atau pseudo ilmiah, sebagian lain
menganggapnya sudah memenuhi persyaratan ilmiah.

Menurut Muhammad Izzudin Taufiq, ada tiga sikap dan respon yang
ditunjukkan terhadap proyek rekontruksi Islami untuk studi kejiwaan.
1) Sikap yang menentang dari kalangan Islam. Pendapat ini umumnya
dimunculkankaum muslimin yang berpendapat bahwa Islam sangat
kaya dan tidak membutuhkan rekontruksi apapun.
2) Sikap yang menentang dari kalangan psikologi. Kelompok ini berasal
dari psikolog-psikolog muslim yang banyak memahami psikologi
Barat dan kurang memahami Islam sehingga membuat mereka lebih
cenderung pada spesialisasi ilmiah dan profesi yang mereka geluti.
3) Sikap yang menerima pemikiran rekontruksi dan aktivitas untuk
mewujudkannya. Dalam kaitan proyek rekontruksi Islam dalam studi
kejiwaan ada beberapa hal; bukan hanya menyisipkan akhlak Islami,
bukan hanya ayatisasi atau memberi kajian hadis yang berkaitan
dengan jiwa dan ditasirkan kemudian dikomparasikan dengan teori
saja.
Teori-teori yang ada dalam kajian psikologi, bukan sekedar kurikulum
dalam psikologi yang menganalisis ayat Al-Qur’an & Al-Hadis. Dengan
beberapa interoretasi negatif terhadap Psikologi Islam, terdapat beberapa
pandangan:
 Pertama, upaya membangun Psikologi Islam memang tidak terlepas
dari adanya krisis dalam rumusan konsep maupun penerapan
Psikologi Modern. Akan tetapi, adanya krisis itu lebih dipandang
sebagai kondisi yang menyadarkan perlunya tindakan perbaikan dan
sama sekali bukan sebagai dasar landasan Psikologi Islam.
 Kedua, sementara itu disadari juga bahwa Tuhanlah yang paling
mengerti manusia. Tuhan melalui agama yang disempurnakan-Nya,
yaitu, Islam (melalui Al-Quran dan al-Hadist) berbicara banyak
tentang manusia dan pendekatan terhadap penyelesaian problem
manusia.
 Ketiga, mengadirkan Psikologi yang berwawasan Islam adalah upaya
untuk mewujudkan suatu Psikologi yang lebih mampu mendudukkan
manusia sesuai dengan potensi dan perannya.
Dengan demikian, maka tidak benar bahwa Psikologi Islam dipandang
sebagai reaktif ataupun mekanisme pertahanan diri. Psikologi Islam
didasarkan pada sumber yang sahih kebenarannya, Al-Quran dan al-
Hadist.

Anda mungkin juga menyukai