Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN

KEGAWAT DARURAT

Di susun oleh :
Septiana Widya Nabella P
C2017128
6 C /Sarjana Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS 'AISYIYAH SURAKARTA

A. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktik
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di IGD rumah sakit. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap mupun
mendadak. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi:
1. Pengkajian
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status
kesehatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat,
danberkesinambungan. Pengkajian ini dapat memudahkan perawat untuk
menetapkan masalahkegawatdaruratan pasien dan rencana tindakan cepat,
tepat, dan cermat sesuaistandar.
Standar: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan triase
b. Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey
padakasus gawat darurat di rumah sakit serta bencana internal dan
eksternal.
1) Primary Survey
Untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau
potensian dari kondiri life threatening (berdampak dalam
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup)
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D:Disability pada kasus trauma, "Detibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis" pada kasus non trauma
E: Exposure pad a kasus trauma, EKG , "Electrolite Imbalance"
pada kasus non trauma.
2) Secondary Survey
Dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkaajian
primer diatasi. pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif
dan subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian head to toe.
c. Melakukan re-triase
d. Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik
e. Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
f. Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian
baku.
Krlteria Hasil:
a. Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah
terisidengan benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam
pelaksanaan
b. Adanya rumusan masalah I diagnosa keperawatan gawat darurat.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis
perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual
maupunresiko yang mengancam jiwa.Masalah/diagnosa keperawatan yang
ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana keperawalan dalam
penyelamatan jiwa dan mencegah kecacatan.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas Masalah Keperawalan Gawat Darurat :
a. Gangguan jalan nalas,
b. Tidak efeklifnya bersihan jalan nafas,
c. Pola nafas tidak efektif,
d. Gangguan pertukaran gas,
e. Penurunan curah janlung,
f. Gangguan perfusi jaringan perifer,
g. Gangguan rasa nyaman
h. Gangguan volume cairan tubuh
i. Gangguan perfusi serebral,
j. Gangguan termoregulasi
3. Intervensi Keperawatan
Serangkaian langkah yang bertujuan unluk menyelesaikan masalah diagnosa
keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah
ditetapkna baik secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Rencana tindakan keperawatan
gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria Struktur :
a. Adanya rumusan tujuan dan krileria hasil
b. Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan.
Kriteria Proses :
a. Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan sesuai dengan kriteria SMART (Spesific,
Measureable, Achieveable, Realiable, Time)
b. Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
c. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria Hasil:
a. Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri
dankolaboralif
b. Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada
catatankeperawatan.
4. Implementasi
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang lelah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan gawat darurat.Perawat
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar
proseduroperasional yang telah ditentukan sesuai dengan tingkat
kegawatan pasien,berdasarkan prioritas tindakan :
1) Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
a) Melakukan triase
b) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa
dan pencegahan kecacatan
c) Melakukan tindakan (mandiri dan kolaborasi) sesuai dengan
masalah keperawatan yangmuncul.
b. Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
c. Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
d. Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
a. Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respon pasien
b. Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
5. Evaluasi
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan gawat darurat mengacu pada kriteria hasil. Evaluasi
dilakukan setiap jam, kecuali pasien emergency setiap 15 menit. Evaluasi
ada 2 yaitu proses dan hasil.
Kriteria Proses:
a. Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan
yangdiberikan (evaluasi proses),
b. Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan
dengan tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil),
c. Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut,
d. Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap
masalah diagnosa keperawatan.
B. PRIMARY SURVEY
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas
yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert.,
D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi.
Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas
paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
 Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness danDisabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang
diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri
maupun stimulus verbal.

f) Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
(Gilbert., D’Souza., &
Pletz, 2009)
C. SECONDARY ASSESSMENT
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi
keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat
keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2007).
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien
dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien
yang meliputi :
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang
membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih
buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu
membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti
diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0
tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat?
Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang
timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal,
ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp &
Manning. 2004).
b. Wajah
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran
pupilapakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya ikterus, ketajaman mata, apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal,
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatanpenciuman, apabila ada deformitas
(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna,kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban. Palpasi adanya respon
nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam,
lesi, dan massa , Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris
pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway,
pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak
sekunder..
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakanguntuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, penggunaan otot
pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, frekuensi dan irama
denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,
rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya
trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar,dll. Auskultasi bising usus, perkusi
abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen
untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau
uterus yang hamil. (Tim YAGD 118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita
akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada
indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur
pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur
(fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut
nadi
Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan
pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga
terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih
kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah
penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD
118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
i. Neurologis
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia
( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori

D. TRIAGE
trier bahasa inggris triage danditurunkan dalam bahasa Indonesia
triase yang berarti sortir. Yaituproses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera ataupenyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kiniistilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu
konseppengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara
yangmemungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
sertafasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukanperawatan di UGD setiap tahunnya.(Pusponegoro, 2010)
 PRINSIP DAN TIPE TRIAGE
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system
prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman
jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
2) Dapat mati dalam hitungan jam.
3) Trauma ringan.
4) Sudah meninggal.
Prinsip dalam pelaksanaan triase :
1.      Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
2.      Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
3.      Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
4.      Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
5.      Tercapainya kepuasan pasien
Tipe Triage Di Rumah Sakit
1)        Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a)        Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b)        Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c)        Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya
d)       Tidak ada dokumentasi
gunakan protocol
2)        Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a)        Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
b)        Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan
keluhan utama
c)        Evaluasi terbatas
d)       Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau
cedera mendapat perawatan pertama

3)        Tipe 3 : Comprehensive Triage


a)        Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
b)        4 sampai 5 sistem katagori
c)         Sesuai protocol
 KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
yang timbul.Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem
triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a.    Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
b.   Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
c.    Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing /
pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat
meninggal / cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN

Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya


gangguan ABC dan perlu tindakan segera,
misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor dengan
perdarahan hebat

Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak


memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan diresusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya ; pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya

Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa


tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat
langsung diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor / tertutup, sistitis,
otitis media dan lainnya

Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan
tanda klinis ringan / asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN

Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi


dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan
hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka
terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III > 25%

Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila


tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan
terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.

Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak


perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan

Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat


parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.

Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan(Iyer, 2004).


TINGKAT KEAKUTAN

Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor);


dapat menunggu lama tanpa bahaya

Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala


flu); dapat menunggu lama tanpa bahaya

Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis


media); dapat menunggu sampai 2 jam sebelum
pengobatan

Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul,


laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam

Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak


boleh ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang
mengancam hidup

 PROSES TRIAGE
Alur dalam proses triase.
1)        Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2)        Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan
cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3)        Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka
triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4)        Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi
kodewarna:
a)        Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya:Tension pneumothorax, distress
pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b)        Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan
laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh,
dsb.
c)        Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat
berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d)       Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan
akan meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka
bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e)        Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan
urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f)         Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung
diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat
dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g)        Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan
tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi
dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah
selesai ditangani.
h)        Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke
rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan,
maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i)          Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke
kamar jenazah. (Rowles, 2007).

 DOKUMENTASI TRIAGE
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1.        Waktu dan datangnya alat transportasi
2.      Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3.        Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4.        Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5.        Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus
trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)
6.        Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai,
prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram
(EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA))(ENA, 2005).
  

DAFTAR PUSTAKA

Hartanto. 2013. Standar Prosedur Operasional serah terima pasien antar ruangan.
Semarang:Bunda Maternal Hospital

Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Maj Kedokt


Indon. Vol 57. No 2
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat ( Igd ) Rumah
SakitNomor 856/Menkes/SK/IX/2009

___. 2010.Standar pelayanan keperawatan gawat darurat

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:Numed

Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life
Support and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance
Gawat Darurat 118.

Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK.
UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013.

Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment


routine medical care primary and secondary survey. San Mateo County
EMS Agency.

Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use
among aults aged 18-64: early release of estimates from the national health
interview survey, January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013,
dari
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_jan
uary-june_2011.pdf

Anonimous, 1999.Triage Officers Course. Singapore : Department of Emergency


Medicine Singapore General Hospital
Anonimous, 2002.Disaster Medicine. Philadephia USA : Lippincott Williams
ENA, 2005.Emergency Care.USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan.Jakarta : EG
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta :
EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep

Anda mungkin juga menyukai