Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN


KONGENITAL SISTEM PENCERNAAN : HIRSCHPRUNG

oleh
Kelompok 8 / Kelas A

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN P KELAINAN


KONGENITAL SISTEM PENCERNAAN : HIRSCHPRUNG

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan Dosen
Pembimbing Dr. Ns. Iis Rahmawati, M.Kes

oleh
Intan Rahmawati 172310101001
Riyan Juwita I. 172310101031
Yahtarita Ulfia A. 172310101048

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Kelainan Sistem Kongenital”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak pada Fakultas Keperawatan
Universitas Jember.

Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini diantarnya:

1. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep., Sp.Kep.An selaku penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Anak
2. Dr. Ns. Iis Rahmawati, M. Kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak
3. Ucapan terimakasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung,

Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya bagi penulis dan pembacanya

Jember, 28 Oktober 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................2
1.3 Manfaat.............................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
STUDI LITERATUR.........................................................................................................3
3.1. Definsi................................................................................................................3
3.2. Klasifikasi.........................................................................................................4
3.3. Patofisiologi.......................................................................................................4
3.4. Penatalaksanaan...............................................................................................6
BAB III............................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................................10
3.1 Pengkajian..............................................................................................................10
3.2 Diagnosa (NANDA)...............................................................................................14
3.3 Intervensi (NOC, NIC)...........................................................................................15
BAB IV............................................................................................................................37
PATHWAY.....................................................................................................................37
BAB V.............................................................................................................................39
PENUTUP.......................................................................................................................39
5.1 Simpulan.........................................................................................................39
5.2 Rekomendasi Isu Menarik.............................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................41

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschprung (congenital aganglionic megacolon)
merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai
dengan kegagalan pengeluaran feses.Pada bayi baru lahir dengan
hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam
setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf enterik tidak
terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019).
Secara epidemiologi, hirschprung lebih banyak ditemui pada laku-
laki dibandingkan dengan perempuan (Esayias, 2013). Rasio antara laki-
laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 4:1. Di Asia sendiri yang
mengalami hirschprung adalah 1:3571 kelahiran hidup (Puri, 2018). Di
Indonesia sendiri belum diketahui data nasional yang menyebutkan berapa
angka penderita hirschprung namun ada sebuah penelitian di RSUP Haji
Adam Malik Medan melaporkan bahwa diantara klien hirschprung usia 0-
12 bulan, 64,2% penderita memiliki jenis kelamin laki-laki.
Penyakit hirschprung bermula ketika tidak ada atau kekurangan
sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner)
dan myenterik (Auerbach) di satu atau lebih segmen kolon. Hal ini
menimbulkan gerakan peristaltik usus abnormal sehingga terjadi obstruksi
usus, akumulasi feses dan distensi usus (megakolon). Pada bagian
proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding
usus dengan penimbunan feses dan gas yang banyak mengalami
penumpukan dan terjadi kegagalan pengeluaran feses (Wagner, 2018).
Untuk menghindari terjadinya hirschprung maka anak harus
dipantau dalam pemberian makanan dengan memberikan makan yang
berserat tinggi. Pantau juga pemberian cairan, usahakan cukup. Beri juga
dorongan pada anak untuk aktif melakukan aktivitas fisik serta berikan
laktasi.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum penyakit hirschprung pada anak
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan definisi hirschprung
2. Dapat menjelaskan klasifikasi hirschprung
3. Dapat menjelaskan patofisiologi hirschprung
4. Dapat menjelaskan penatalaksanaan hirschprung
5. Dapat menjelaskan pathway hirschprung
6. Dapat membuat asuhan keperawatan hirschprung pada anak

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pembaca
Dapat menjadi sumber pembelajaran dan menambah pengetahuan
mengenai hirschprung pada anak.
1.3.2 Bagi Penulis
Dapat membiasakan mahasiswa dalam penulisan makalah serta memahami
materi hirschprung pada anak.

2
BAB II

STUDI LITERATUR

3.1. Definsi
Penyakit Hirschprung (congenital aganglionic megacolon)
merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai
dengan kegagalan pengeluaran feses. Penyakit hirschprung terjadi pada
sekitar 1 dari 5.000 kelahiran hidup. Pada bayi baru lahir dengan
hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu 24-48 jam
setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf enterik tidak
terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo Clinic, 2019). Para
ahli tidak mengetahui hal ini dapat terjadi secara pasti. Saraf enterik
berfungsi mengendalikan kontraksi otot dalam pengeluaran feses melewati
usus. Tanpa adanya saraf enterik feses tidak dapat terdorong keluar hingga
anus. Hal ini menyebabkan penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak
dan infeksi.
Dalam kasus ringan, kondisi hirschprung mungkin tidak terdeteksi
sampai masa anak-anak (NIH, 2019). Seorang anak lebih berisiko terkena
penyakit hirschprung jika ada riwayat keluarga dengan kelainan tersebut.
Hirschprung juga sering dikaitkan dengan penyakit sindrom Down. Anak
laki-laki lebih cenderung mengalami penyakit hirschprung daripada anak
perempuan (Stanford Children’s Health, 2016).

3
3.2. Klasifikasi

Hirschprung dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga sigmoid,
terjadi sekitar 70% dan sering ditemukan pada laki-laki. Pada tipe segmen
pendek yang umum insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa
mengenai seluruh kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama.

3.3. Patofisiologi
Penyakit hirschprung (megakolon aganglionik) bermula dari tidak
adanya atau kekurangan sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada
pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) di satu atau
lebih segmen kolon. Hal ini menimbulkan gerakan peristaltik usus
abnormal sehingga terjadi obstruksi usus, akumulasi feses dan distensi
usus (megakolon). Pada bagian proksimal dari daerah transisi terjadi

4
penebalan dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan feses dan gas
yang banyak (Wagner, 2018).
Faktor enetic diidentifikasi terlibat dalam penyakit hirschprung.
Bersamaan dengan faktor enetic, diduga defek ini mungkin disebabkan
dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada perkusor sel ganglion sepanjang
saluran gastrointestinal selama perkembangan janin. Selain itu, kegagalan
sfingter rektal tidak mampu berelaksasi sehingga mencegah pengeluaran
zat padat (feses), cairan, dan gas. Panjang segmen aganglionik pada usus
bervariasi, mulai dari area yang kecil (seperti sfingter ani internal) hingga
seluruh kolon. Pada sebagian anak yang mengalami penyakit hirschprung
(sekitar 80%), segmen aganglionik hanya mencakup kolon rektosigmoid.
Penyakit ini dapat menjadi penyakit akut atau kronis seperti menyebabkan
enterkolitis, yaitu inflamasi pada kolon yang merupakan penyebakan
kematian pada bayi ataupun anak dengan penyakit hirschprung (Sharon,
2013).
Gejala pada setiap anak bervariasi. Pada bayi baru lahir meliputi
tidak buang air besar dalam 24-48 jam pertama kehidupan, muntah cairan
hijau atau coklat, pembengkakan perut. Sedangkan pada anak yang tidak
menunjukan gejala awal mungkin mengalami gejala seperti sembelit
makin memburuk seiring waktu, kehilangan nafsu makan, feses kecil
berair dan berdarah, gizi buruk, kehilangan energy, dan pertumbuhan yang
lambat (Stanford Children’s Health, 2016). Anak dengan hirschsprung
memiliki risiko kondisi yang lebih serius seperti radang usus
(enterokolitis) atau lubang di dinding usus (perforasi usus) yang dapat
menyebabkan infeksi serius dan mungkin berakibat kematian (NIH, 2019).

5
3.4. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis
a. Prosedur Penarikan Usus (laparoscopic pull-throught)
Pada prosedur ini dokter akan memotong dan membuang
bagian usus besar yang tidak memiliki saraf, kemudian menyambung
usus yang sehat langsung ke anus (Holcomb,2010).

Gambar . Pull Through

b. Prosedur Swenson
Tujuan swenson pull-through adalah untuk menghilangkan
seluruh kolon aganglionik, dengan end-to-end anastomosis di atas anal
sphingter. operasi awalnya dilakukan melalui laparotomi, dengan
anatomosis dilakukan perineum setelah mengalami rektum aganglionik
(Holcomb,2010).

6
Gambar . prosedur swenson

c. Prosedur Soave
Prosedur Soave melibatkan reseksi mukosa dan submukosa
rektum dan menarik melalui ganglion usus normal melalui manset
berotot aganglionik rektum. Itu diperkenalkan pada 1960-an dan
awalnya tidak termasuk bergabung secara formal. Itu tergantung pada
pembentukan jaringan parut antara segmen pull-through dan usus
aganglionik sekitarnya (Holcomb,2010). 

Gambar . prosedur soave

7
d. Prosedur Duhamel
Prosedur duhamel adalah tindakan operasi yang memotong
usus besar yang tidak memiliki saraf dan pembuluh darah, lali
menyambung usus besara yang memiliki saraf dengan stapler linear
untuk membuat lumen baru(Holcomb,2010).

Gambar . prosedur duhamel

2. Penatalaksanaan Non Medis


Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat
digunakan untuk mengatasi hirschsprung:
a. Memberikan makanan berserat tinggi
Apabila anak makan makanan yang padat, berikan makanan
berserat tinggi. Seperti gandum utuh, buah-buahan dan sayuran
serta batasi roti tawar dan makanan berserat rendah lainnya.
Karena peningkatan makanan berserat tinggi secara tiba-tiba dapat
memperburuk sembelit pada awalnya, berikan makanan berserat
tinggi secara perlahan.
b. Tingkatkan cairan
Dorong anak untuk minum lebih banyak air. Apabila
sebagian atau seluruh usus besar anak diangkat, anak mungkin
akan mengalami kesulitan menyerap cukup air. Minum lebih
banyak air dapat membantu anak tetap terhidrasi, yang dapat
membantu meringankan sembelit.
c. Dorong anak untuk aktif secara fisik:Aktivitas aerobik harian dapat
membantu buang air secara rutin.

8
d. Laksatif: Apabila anak Anda tidak merespon atau tidak dapat
mentolerir peningkatan serat, air atau aktivitas fisik, laksatif
tertentu – obat untuk membantu buang air besar- dapat membantu
mengurangi sembelit.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi
data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga
kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Potter dan Perry, 2005).
a. Identitas klien

Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.

1. Nama dan jenis kelamin


Hirschprung lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
2. Umur dan tanggal lahir
Hirschprung utamanya terjadi pada neonatus baru lahir.
3. Status perkawinan
-
4. Pendidikan
-
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa medik
Congenital aganglionic megacolon
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan meconium lambat keluar atau tidak keluar.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nenonatus tidak dapat mengeluarkan meconium selama 24-48 jam pasca
dilahirkan, perut kembung, muntah berwarn ahijau, dan nyeri abdomen.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu

10
Riwayat penyakit diketahui ada peningkatan dalam eliminasi feses yang
dimulai dari beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan
ditemukannya rectum yang kosong.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit ini tidak diturunkan oleh anggota keluarga yang menderita
Hirschprung sebelumnya.

c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan.


1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien ataupun keluarga klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan
dan kesejahteraan klien. Contohnya menjelaskan pada saat klien sakit apakah
memilih berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau ke klinik
terdekat.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan
makanan.
3. Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan. Karakteristik
tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis. Selain itu
gangguan BAK dan BAB perlu diperhatikan. Pada klien yang mengalami
hirschprung mengalami konstipasi.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Klien dengan hirschprung kurang beraktivitas klien biasanya merasakan
lemas.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan hirschprung kemungkinan akan terganggu saat istirahat
karena klien mengalami nyeri.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan hirschprung biasanya masih
tetap sadar dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

7. Pola persepsi diri dan konsep diri

11
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran
masing-masing individu. Pada klien dengan hirschprung mengalami
gangguan gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena adanya
perubahan bentuk tubuh.
8. Pola peran dan hubungan sesama
Klien dengan hirschprung tidak memiliki masalah dengan hubungan
dengan sesamanya.
9. Pola seksualitas
Menjelaskan tentang pola aktivitas klien apakah terganggu atau tidak
memiliki masalah.
10. Pola koping
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari berbagai
faktor.
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita hirschprung ini berkaitan
dengan klien percaya ia dapat sembuh dan ia mampu melakukan semua
tindakan untuk kesembuhan dirinya.

d. Pemeriksaan Fisik (Talbot, 1997)


1. Keadaan umum
Klien dalam kondisi compos mentis, lemah, gelisah, suhu tubuh meningkat
bila terdapat enterokolitis, nadi cepat, dan BB turun.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan Hirschprung juga sama dengan klien lainnya pemeriksaan
TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola pernapasan, dan suhu
tubuh.  
3. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan kulit kepala
kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal dibagian
kepala.
b) Mata
12
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus (mata menonjol),
anemis (+), kesulitan memfokuskan mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal pada kedua
mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang gigi, dan lidah klien
bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan pembesaran vena
jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk
dada tidak ada masalah, pergerakan nafas cepat, krepitasi serta dapat dilihat
batas saat perkuasi didapatkan (bunyi perkusinya hipersonor). Pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal
dengan siklus kordis dan aktivitas artikel, bunyi jantung lebih cepat.
h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk perut, dinding
perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ
hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, dan
genitalia. Ditemukan adanya distensi abdomen akibat pembesaran kolon.
i) Ekstremitas

13
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak
keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya pada klien dengan ISPA tidak
memiliki keluhan tentang ekstremitasnya.
j) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan warna kulit
normal, warna kuku merah muda serta CRT < 2 detik.
k) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi local.

3.2 Diagnosa (NANDA)


Pre Operasi

1. Konstipasi b.d tidak adanya peristaltik usus

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual


muntah

3. Defisien volume cairan b.d. output cairan berlebihan

4. Nyeri akut b.d distensi abdomen

5. Ansietas keluarga b.d kurangnya informasi tentang pembedahan


kolostomi

Post Operasi

1. Nyeri akut bd. trauma jaringan terhadap pembedahan

2. Keusakan integritas kulit b.d diskontinuitas jaringan akibat pembedahan

3. Risiko infeksi b.d diskontinuitas jaringan akibat pembedahan

14
3.3 Intervensi (NOC, NIC)
Pre Operasi

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan


No. Intervensi Rasional TTD
Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil
1 Selasa/ 1
Oktober
Konstipasi b.d
tidak adanya
Tujuan:
Setelah dilakukan
0450-Managemen
Konstipasi/Impaksi
1. Untuk mengetahui
produksi usus agar α
September peristaltik usus 1. Monitor hasil selalu terpantau Ns. Ulfi
2019 tindakan produksi pergerakan 2. Untuk mengetahui
usus (feses) yang banyaknya bising usus
keperawatan
meliputi frekuensi, yang terjadi
selama 3 x 24 jam konsistensi, bentuk,
3. Untuk mengetahui apa
volume dan warna
diharapkan penyebab terjadinya
dengan
konstipasi klien menggunakan cara konstipasi
yang tepat 4. Untuk memberikan
dapat semangat kepada klien
2. Monitor bising usus
diminimalisir 3. Identifikasi faktor- untuk meningkatkan
faktor (misalnya asupan cairan
Kriteria Hasil:
tirah baring, 5. Untuk mengetahui dan
0501-Eliminasi pengobatan, dan mempunyai catatan
Usus diet) yang yang sewaktu-waktu
1. Otot untuk menyebabkan dapat dilihat,catatan
mengeluarkan terjadinya konstipasi tersebut tentang warna,
feses 4. Dukung peningkatan volume, frekuensi, dan
dipertahankan asupan cairan, jika

15
pada skala 1 tidak ada konsistensi dari feses
(sangat kontraindikasi 6. Untuk mengetahui dan
terganggu) 5. Instruksikan meninjau kembali
ditingkatkan pasien/keluarga apakah asupan nutrisi
keskala 3 untuk untuk yang sudah dikonsumsi
(cukup mencatat warna, sudah benar
terganggu) volume, frekuensi,
2. konstipasi dan konsistensi dari
dipertahankan feses
pada skala 1 6. Evaluasi catatan
(sangat asupan untuk apa
terganggu) saja nutrisi yang
ditingkatkan telah dikonsumsi
keskala 3
(cukup
terganggu)

1615-Perawatan
Ostomi Sendiri
1. Menjelaskan
tujuan ostomi
dipertahankan
pada skala 1
(tidak pernah
menunjukan)
ditingkatkan
ke skala 4
(sering

16
menunjukan)
2. Menjaga
perawatan
kulit disekitar
ostomi
dipertahankan
pada skala 1
(tidak pernah
menunjukan)
ditingkatkan
ke skala 4
(sering
menunjukan)
3. Menggantikan
tung ostomi
dipertahankan
pada skala 1
(tidak pernah
menunjukan)
ditingkatkan
ke skala 4
(sering
menunjukan)
4. Monitor
jumlah dn
konsistensi
feses
dipertahankan

17
pada skala 1
(tidak pernah
menunjukan)
ditingkatkan
ke skala 4
(sering
menunjukan)
5. Mengikuti
jadwal untuk
mengganti
kantung
ostomi
dipertahankan
pada skala 1
(tidak pernah
menunjukan)
ditingkatkan
ke skala 4
(sering
menunjukan)
2 Selasa/ 1
Oktober
Ketidakseimban
gan nutrisi
Tujuan:
: Setelah dilakukan
1120-Terapi Nutrisi
1. Lengkapi
1. Untuk dapat
menganalisis data yang α
September sudah didapat Ns. Ulfi
2019 kurang dari tindakan pengkajian nutrisi,
2. Untuk mengetahui
sesuai kebutuhan
kebutuhan tubuh keperawatan makanan dan cairan
2. Monitor intake
yang masuk perhari
b.d mual muntah selama 3 x 24 jam makanan atau cairan
3. Agar kalori dan nutrisi
dan hitung masukan
diharapkan yang diperlukan sesuai

18
ketidakseimbanga kalori perhari sesuai dengan kebutuhan
n nutrisi klien dengan kebutuhan tubuh
3. Tentukan jumlah 4. Untuk menentukan
dapat kalori dan tipe status nutrisi parental
diminimalisir nutrisi yang yang dibutuhkan klien
diperlukan untuk 5. Agar nutrisi yang
Kriteria Hasil:
memenuhi diberikan tercukupi
1020-Status kebutuhan nutrisi dan tidak melampaui
Nutrisi Bayi dengan batasan yang
berkolaborasi diperlukan
1. Intake
bersama ahli gizi 6. Untuk tetap memantau
nutrisi
4. Kaji kebutuhan kondisi klien
dipertahan
nutrisi parental berdasarkan dari hasil
kan pada
5. Berikan nutrisi yang laboratorium
skala 1
dibutuhkan sesuai
(tidak
batas diet yang
adekuat)
dianjurkan
ditingkatk
6. Monitor hasil
an ke
laboratorium yang
skala 4
sesuai
(sebagian
besar
adekuat)
2. Intake
cairan
lewat
mulut

19
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
adekuat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sebagian
besar
adekuat)
2107-Keparahan
Mual Muntah
1. Frekuensi
mual
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
dipertahan
kan ke
skala 4
(ringan)
2. Frekuensi
muntah

20
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
dipertahan
kan ke
skala 4
(ringan)
3. Intensitas
muntah
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
dipertahan
kan ke
skala 4
(ringan)
3 Selasa/ 1
Oktober
Defisien volume Tujuan:
cairan
4120-Manajemen
b.d. Setelah dilakukan Cairan
1. Untuk tetap menjaga
kestabilan dari asupan α
September dan pengeluaran Ns. Ulfi
2019 output cairan tindakan 1. Jaga intake yang
2. Untuk mengetahui
akurat dan catat
berlebihan keperawatan keadaan mukosa,
output
denyut nadi, dan
selama 3 x 24 jam 2. Monitor status
tekanan darah
diharapkan

21
difisien volume hidrasi ortostatik
cairan dapat 3. Monitor TTV 3. Untuk memantau
4. Monitor kestabilan tanda-tanda
diminimalisir makanan/cairan vital dari klien
Kriteria Hasil: yang dikonsumsi 4. Untuk mengatur agar
dan hitung asupan asupan kalori yang
0601-
kalori harian didapat dari makan dan
Keseimbangan
minum tetap stabil
Cairan
1. Keseimba
ngan
intake dan
output
dalam 24
jam
dipertahan
kan pada
skala
(sangat
terganggu)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sedikit
terganggu)
2. Serum
elektrolit
dipertahan

22
kan pada
skala
(sangat
terganggu)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sedikit
terganggu)
4 Selasa/ 1
Oktober
Nyeri akut b.d Tujuan:
distensi Setelah dilakukan
2300-Pemberian Obat
1. Ikuti prosedur 5
1. Untuk meminimalisir
kesalahan Α
September Ns. Ulfi
2019 abdomen tindakan benar dalam 2. Untuk dapat
pemberian obat menentukan obat apa yang
keperawatan 2. Monitor tidak diberikan keklien
selama 3 x 24 jam kemungkinan alergi
3. Agar tidak lupa akan
terhadap obat,
diharapkan nyeri alergi yang dialami oleh
kontraindikasi
akut dapat klien
3. Catat alergi yang
diminimalisir dialami klien 4. Untuk memantau dan
sebelum pemberian mengetahui efek sambing
Kriteria Hasil:
obat dan tahan obat- dari obat
1605-Kontrol obatan jika
Nyeri diperlukan
4. Monitor klien
1. Mengguna terhadap efek lanjut,
kan toksisistas, dan
tindakan

23
pencegaha interaksi pemberian
n obat
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
an)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering
menunjuk
an)
2. Melaporka
n gejala
yang tidak
terkontrol
pada
profesiona
l kesehata
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk

24
an)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering
menunjuk
an)
5 Selasa/ 1
Oktober
Ansietas
keluarga b.d
Tujuan:
Setelah dilakukan
6040-Terapi Relaksasi
1. Gabarkan rasional
1. Agar klien mengetahui
tentang gambaran tindakan α
September kurangnya relaksasi yang diterima Ns. Ulfi
2019 informasi tindakan dan manfaat
tentang relaksasi serta jenis 2. Karena lingkungan yang
keperawatan yang tersedia nyaman berpengaruh pada
pembedahan
kolostomi selama 3 x 24 jam 2. Ciptakan lingkungan ketenangan sehingga
yang tenang dan menciptakan keberhasilan
diharapkan
tanpa distraksi dalam terapi relaksasi
ansietas dengan lampu yang
3. Dengan suara yang
dapatdiminimalisi redup dan suhu
lembut maka mudah
lingkungan yang
r menciptakan klien larut
nyaman
dalam suasana
Kriteria Hasil: 3. Gunakan suara yang
1211-Tingkat lembut dan irama 4. Agar klien mengingat
Kecemasan yang lambat untuk teknik yang dilakukan dan
1. Perasaan seriap kata dapat mempraktikan ketika
gelisah 4. Dorong klien untuk klien merasakan cemas
dipertahan mengulang praktik
kan pada teknik relaksasi

25
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
2. Wajah
tegang
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
3. Ekspresi
wajah
nyeri
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
4. Kesulitan

26
dalam
belajar/me
mahami
sesuatu
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
5. Rasa
cemas
yang
diungkapk
an secara
lisan
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)

27
Post Operasi

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan


No. Intervensi Rasional TTD
Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil
1. Jumat/ 4
Oktober
Nyeri akut bd.
trauma jaringan
Tujuan:
Setelah dilakukan
2210-Pemberian
Analgesik
1. Untuk mengetahu
adanya alergi pada α
2019 terhadap 1. Cek adanya riwayat obat Ns. Ulfi
tindakan
pembedahan alergi obat 2. Untuk menentuakn
keperawatan
2. Pilih analgesik atau kombinasi
selama 3 x 24 jam
kombinasi analgesik analgesik yang
diharapkan nyeri
yang sesuai ketika
akut dapat cocok
lebih dari satu yang
diminimalisir 3. Agar waktu
diberikan
Kriteria Hasil: pemberian obat
3. Berikan analgesik
1605-Kontrol tepat
sesuai waktu
Nyeri 4. Untuk mengetahui
paruhnya, terutama
1. Mengguna dan catatan tertulis
pada nyeri yang berat
kan
4. Dokumentasikan agar perawat
analgesik
respon terhadap sewaktu waktu bisa
yang
analgesik dan melihat respon
direkomen
adanaynefek samping klien terhadap
dasikan
5. Lakukan tindakan- pemberian obat dan
dipertahan
tindakan untuk apa efek samping
kan pada
menurunkan efek
skala 1 yang klien rasakan
samping analgesik
(tidak 5. Untuk mengurangi
pernah

28
menunjuk dampak
kan)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering
menunjuk
an)
2. Melaporka
n
perubahan
terhadap
gejala
nyeri pada
profesiona
l
kesehatan
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
kan)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering

29
menunjuk
an)
3. Mengenali
apa yang
terkait
dengan
gejala
nyeri
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
kan)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering
menunjuk
an)
2. Jumat/ 4
Oktober
Kerusakan Tujuan: 3440-Perawatan
integritas kulit Setelah dilakukan Daerah (Area) Sayatan
1. Agar klien
mengetahui tentang α
2019 prosesur yang akan Ns. Ulfi
tindakan 1. Jelaskan prosedur
b.d dilakukan
keperawatan pada klien, gunakan
diskontinuitas selama 3 x 24 jam 2. Untuk mengetahui
persiapan sensorik
diharapkan apakah ada infeksi
jaringan akibat 2. Periksa daerah
kerusakan 3. Untuk memantau

30
pembedahan integritas kulit sayatan terhadap proses
dapat kemerahan, penyembuhan
diminimalisir bengkak, atau tanda 4. Untuk menghindari
Kriteria Hasil: tanda dehiscence terjadinya infeksi
1615-Perawatan atau eviserasi 5. Agar daerah
Ostomi Sendiri 3. Monitor proses sayatan tidak
1. Menjelask penyembuhan mudah tersentuh
an tujuan didaerah sayatan 6. Agar klien dapat
ostomi 4. Bersihkan daerah merawat luka klien
dipertahan sekitar sayatan secara mandiri dan
kan pada dengan pembersihan tetap menjaga
skala 1 yang tepat agarvtidak terjadi
(tidak 5. Gunakan pakaian infeksi
pernah yang sesuai untuk
menunjuk melindungi sayatan
kan)
6. Arahkan keluarga
ditingkatk
klien cara perawatan
an ke
skala 4 luka insisi, termasuk
(sering tanda dan gejala
menunjuk infeksi
an)
2. Menjaga
perawatan
kulit
disekitar
ostomi

31
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
kan)
ditingkatk
an ke
skala 4
(sering
menunjuk
an)
3. Mengganti
kantung
kolostomi
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
kan)
ditingkatk
an ke
skala 5
(secara
konsisten

32
menunjuk
an)
4. Mengikuti
jadwal
untuk
mengganti
kantung
kolostomi
dipertahan
kan pada
skala 1
(tidak
pernah
menunjuk
kan)
ditingkatk
an ke
skala 5
(secara
konsisten
menunjuk
an)
3. Jumat/ 4
Oktober
Risiko
b.d
infeksi Tujuan: 4120-Manajemen
Setelah dilakukan Cairan
1. Agar
mengetahui
klien
cara α
2019 cuci tangan yang Ns. Ulfi
tindakan 1. Anjurkan klien
diskontinuitas benar
keperawatan teknik cara cuci
jaringan akibat selama 3 x 24 jam 2. Untuk

33
pembedahan diharapkan risiko tangan dengan tepat meminimalisir
infeksi dapat 2. Gunakan sabun kuman yang masuk
diminimalisir antimikroba untuk 3. Untuk mencegah
Kriteria Hasil: cuci tangan terjadinya infeksi
0708-Keparahan 3. Pastikan teknik 4. Agar klien dan
Infeksi: Baru perawatan luka yang keluarga
Lahir
tepat mengetahui cara
1. Muntah
4. Ajarkan klien dan agar tidak terjadi
dipertahan
kan pada keluarga mengenai infeksi
skala 1 bagaimana
(berat) menghindari infeksi
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
2. Distensi
abdomen
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)
3. Menangis
kuat

34
dipertahan
kan pada
skala 1
(berat)
ditingkatk
an ke
skala 4
(ringan)

35
BAB IV

PATHWAY

Tidak adanya segmen


aganglionic

Ketidakmampuan pengembangan dan


pengempisan pada area aganglionic

Penyakit Hirschprung

Gangguan pada Respon


Gangguan Absorpsi air
0,5 keluarga &
gastrointestinal usus besar tidak normal anak terhadap
hospitalisasi
Gangguan rasa Gerakan peristaltik
Penurunan intake
nyaman tidak teratur
cairan
36
ansietas
penyumbatan Oligaria anuria
Respon psikologis
perawatan dan
Mual, muntah, pengobatan
21,0 Penimbunan Tidak dapat
kembung
feses mendorong bahan- Penurunan fungsi glumerulus
bahan yang dicerna
Intake nutrisi
Penurunan fungsi tubulus
inadekuat, kehilangan
Obstruksi kolon proksimal
cairan dan elektrolit
distal

Penurunan
Ketidakseimbangan Defisien Volume Cairan perfusi ginjal
nutrisi :kurang dari konstipasi
kebutuhan tubuh

Obstruksi kolon
proksimal Distensi abdomen

Intervensi pembedahan
nyeri

Post operasi

37
Post de entree luka Risiko
nyeri Kerusakan
integritas kulit
pasca bedah infeksi
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Penyakit Hirschprung (congenital aganglionic megacolon) merupakan
kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang ditandai dengan kegagalan
pengeluaran feses.
Hirschprung diklasifikasikan menjadi dua yaitu hirschprung segmen
panjang an segmen pendek.
Hirschprung bermula saat terjadinya kekurangan sel-sel gangglin
parasimpatik di kolon sehingga menimbulkan gerakan peristaltik usus menjadi
tidak normal sehingga terjadi obstruksi usus dan mengalami kegagalan
pengeluaran feses.
Penatalaksanaannya ada 2 yaitu medis dan non medis. Penatalaksanaan
medis meliputi prosedur penarikan usus, prosedur swenson,prosedur soave,
prosedur duhamel. Penatalaksanaan non medis meliputi pemberian makanan
berserat tinggi, meningkatkan pemberian cairan, mendorong anak untuk aktif
secara fisik dan laktasi.

5.2 Rekomendasi Isu Menarik


Operasi adalah jalan untuk mengatasi penyakit hirschsprung seperti yang
diderita Airlangga Satriadhi Yudhoyono, cucu Presiden SBY. Proses operasinya,
menurut DR Eva Jeumpa Soelaeman Sp A (K) biasanya dilakukan dua kali.
Penyakit yang menyebabkan bayi sulit Buang Air Besar (BAB) ini biasanya
pertama kali dioperasi untuk membuang usus yang tak ada persarafannya. Kedua,
kalau usus bisa ditarik ke bawah, langsung disambung ke anus.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera
dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada
dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian
usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan
pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Untuk ini biasanya menunggu ususnya
lebih panjang dan bisa memerlukan waktu tiga bulan sampai kondisi si anak dan

38
anak harus dikontrol terus, dua minggu sekali atau sebulan sekali. Namun bisa
dipastikan kelainan yang terjadi bukan karena faktor keturunan. "Memang
penyakit ini membutuhkan perhatian orangtua karena umumnya anak yang
terserang susah buang air besar dan tidak jarang terjadi perut mengembung,"
katanya Untuk penanganan secara medis biasanya dilakukan dengan operasi.
Untuk waktunya biasanya tergantung dokter, namun biasanya menunggu berat 7,
10 kilogram (Sutriyanto, 2012).

39
DAFTAR PUSTAKA

Alexandra, O. 2015. Pencegahan Infeksi dalam Pelayanan Keluarga


Berencana (Manual Rujukan Berdasarkan Pemecahan Masalah).
Jakarta: PKMI
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, C. M. Wagner. 2016.
Nursing Interventions Classificatin (NIC). Amerika Serikat:
ELSEVIER

Ceria, I. 2016. Hubungan Faktor Resiko Intrinsik Dengan Kejadian


Pneumonia Pada Anak Balita. Jurnal Medika Respati. 11(4):44-52.

Herdman,T. H. 2018. NANDA-I Diagnosa Keerawatan. Jakarta:EGC

Holcomb. G.W., Patrick. J.M., Daniel. J.O. 2010. Ashcraft Pediatrict


Surgery Sixth Edition. Kansas City: Elsevier. (serial online)

https://books.google.co.id/books?
id=dWLbAgAAQBAJ&pg=PA490&dq=hirschsprung&hl=en&sa=X&ved=
0ahUKEwjm9Y_v0u3kAhWR_XMBHeIhBnMQ6AEIWzAJ#v=onepage&q
=hirschsprung&f=false (diakses pada 7 oktober 2019)

Irianto, K.2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta.

Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Mayo Clinic. 2019. Hirschsprung’s Disease.


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hirschsprungs-
disease/symptoms-causes/syc-20351556. [Terakhir dilihat 6 Oktober
2019].

40
Moorhead,S., M. Johnson, M. L. Maas, E. Swanson. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Amerika Serikat: ELSEVIER

National Institute of Health (NIH). 2019. Hirschsprung Disease.


https://ghr.nlm.nih.gov/condition/hirschsprung-disease. [Terakhir
dilihat 6 Oktober 2019].

Puri,P., F. Friedmacher.2018. Hirschsprung’s Disease.Neonatal Surgery.


40(3): 809-828.

Sharon, A. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak:Gangguan Sistim Gastroiintestinal


dan Hepatobilier. Jakarta:Salemba Medika.

Stanford Children’s Health. 2016. Hirschsprung Disease in Children.


https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=hirschsprungs-
disease-90-P01999. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019].

Sutriyanto, E. 2012. Begini Proses operasi penyakit hirschprung. Jakarta.


https://www.tribunnews.com/kesehatan/2013/02/15/begini-proses-
operasi-penyakit-hirschsprung (diakses pada 16 Oktober 2019)

Wagner, J.P. 2018. Hirschsprung Disease.


https://emedicine.medscape.com/article/178493-overview. [Terakhir
dilihat 6 Oktober 2019].

41
SATUAN ACARA PENYULUHAN
 
Bidang Studi : Keperawatan Anak
Topik : Perawatan anak dengan hirschsprung pasca oprasi
Sub topik : Anjuran perawatan kolostomi setelah pembedahan pada anakhirschsprung
Sasaran : Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan hirschsprung pasca operasi di Kecamatan
Patrang
Tempat : Balai Pertemuan Kecamatan
Hari/Tanggal : 25 Oktober 2019
Waktu : 1 x 30 menit
 
I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan, ibu dan keluarga dapat mengetahui cara perawatan anak
hirschsprung pasca oprasi

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan ibu dapat :
1.      Menyebutkan pengertian dari kolostomi
2.      Mengerti tanda-tanda infeksi
3.      Menyebutkan cara perawatan kolostomi

III. SASARAN
Ibu-ibu yang mempunyai anak dengan hirschsprung pasca operasi di Kecamatan Patrang
mampu memahami tentang perawatan kolostomi

IV. MATERI
1.      Pengertian kolostomi
2.      Tanda-tanda infeksi
3.      Cara perawatan kolostomi
 
42
V. METODE
1.      Ceramah
2.      Tanya Jawab

VI. MEDIA
Leaflet

VII. KRITERIA EVALUASI


1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan diKecamatan
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya

2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar

3. Evaluasi Hasil
a. Ibu mengetahui tentang perawatan anak hirschsprung pasca oprasi
b. Jumlah hadir dalam penyuluhan minimal 20 orang ibu.
 
VIII.       KEGIATAN PENYULUHAN
 

No. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN


PESERTA
1. 3 Pembukaan :
Menit ·  Membuka kegiatan dengan · Menjawab salam
mengucapkan salam.

43
·  Memperkenalkan diri · Mendengarkan
·  Menjelaskan tujuan dari · Memperhatikan
penyuluhan
·  Menyebutkan materi yang akan · Memperhatikan
diberikan
2. 15 Pelaksanaan :
Menit ·  Menjelaskan tentang pengertian · Memperhatikan
kolostomi
·  Menjelaskan tentang tanda-tanda · Memperhatikan
infeksi
·  Memberi kesempatan kepada · Bertanya dan
peserta untuk bertanya. menjawab pertanyaan
yang diajukan
 · Menjelaskan cara perawatan · Memperhatikan
kolostomi.
·  Memberi kesempatan kepada · Bertanya dan
peserta untuk bertanya menjawab pertanyaan
yang diajukan
3. 10 Evaluasi :
Menit ·  Menanyakan kepada peserta tentang · Menjawab pertanyaan
materi yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada ibu yang
dapat menjawab pertanyaan.
4. 2 Terminasi :
Menit ·  Mengucapkan terimakasih atas · Mendengarkan
peran serta peserta.
·  Mengucapkan salam penutup · Menjawab salam
 
 

44
IX.    PENGORGANISASIAN
Pembawa Acara : Intan Rahmawati
Pembicara : Riyan Juwita Ismaiyah
Fasilitator : Yahtarita Ulfia Adisiwi
Observer : Ns. Ira Rahmawati

45
X.   DAFTAR PUSTAKA
Luba, Lee. 2019. How To Change A Colostomy Bag.

Sharon, A. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Sodikin.2011.Asuhan Keperawatan Anak:Gangguan Sistim Gastroiintestinal


dan Hepatobilier. Jakarta:Salemba Medika.

Stanford Children’s Health. 2016. Hirschsprung Disease in Children.


https://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=hirschsprungs-
disease-90-P01999. [Terakhir dilihat 6 Oktober 2019].

46
XI. Lampiran Materi

Materi Penyuluhan Perawatan Anak dengan Hirschprung Pasca


Operasi
A. Definisi Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung (congenital aganglionic megacolon)
merupakan kelainan kongenital langka sistem pencernaan yang
ditandai dengan kegagalan pengeluaran feses. Penyakit hirschprung
terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 kelahiran hidup. Pada bayi baru lahir
dengan hirschprung mekonium tidak dapat dikeluarkan dalam waktu
24-48 jam setelah kelahiran. Penyakit ini terjadi akibat sel-sel saraf
enterik tidak terbentuk di sebagian atau seluruh usus besar (Mayo
Clinic, 2019). Para ahli tidak mengetahui hal ini dapat terjadi secara
pasti. Saraf enterik berfungsi mengendalikan kontraksi otot dalam
pengeluaran feses melewati usus. Tanpa adanya saraf enterik feses
tidak dapat terdorong keluar hingga anus. Hal ini menyebabkan
penyumbatan usus, sembelit parah, bengkak dan infeksi.

B. Klasifikasi Hirschsprung
Hirschsprung dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Segmen pendek
Segmen pendek aganglionisis dimulai dari anus hingga
sigmoid, terjadi sekitar 70% dan sering ditemukan pada laki-laki.
Pada tipe segmen pendek yang umum insidennya 5 kali lebih besar
pada laki-laki dibandingkan dengan wanita.
2. Segmen panjang
Daerah aganglionisis bisa melampaui sigmoid, bahkan bisa
mengenai seluruh kolon. Lelaki dan perempuan berpeluang sama.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari Hirschsprung adalah sebagai berikut:
1. Tidak buang air besar

47
2. Begah
3. Sembelit kronis
4. Mual dan muntah, termasuk memuntahkan zat berwarna hijau
atau coklat
5. Perut buncit
6. Demam
7. Kehilangan napsu makan
8. Tumbuh kembang terganggu
9. Impaksi tinja
10. Kelelahan
11. Malnutrisi

D. Intervensi
Perawatan Kolostomi
Definisi nutrisi
Kolostomi merupakan pembuatan lubang secara sementara maupun
permanen dari usus besar dengan melalui dinding perut
menggunakan tindakan bedah jika jalan menunju anus tidak
berfungsi, cara yang digunakan adalah pengalihan terhadap aliran
feses yang berasal dari kolon disebabkan karena gangguan terhadap
fungsi pada anus (Sodikin, 2011).

  Tanda-tanda infeksi
Pada luka post oprasi terkadang terjadi infeksi dikarenakan
terjadinya gangguan ketika proses penyembuhan luka. Luka post
oprasi dikatakan mengalami infeksi jika luka tersebut mengeluarkan
pus. Selain itu, luka dikatakan terinfeksi jika mengalami tanda-tanda
inflamasi atau mengeluarkan rabas serosa (Alexandra, 2015).

48
Cara Perawatan Kolostomi

Sebelumnya perlu diketahui bahwa kantung kolostomi perlu adanya


penggantian tiap 3 hari sekali. Tujuannya agar tidak terjadi infeksi
dan iritasi. Adapun cara dalam melakukan perawatan kolostomi
adalah sebagai berikut:

Persiapan Alat:

1. Kantong kolostomi
2. Handuk bersih
3. Air bersih
4. Sabun lembut bayi
5. Zink salep
6. Gunting
7. Kantong sampah

Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan 6 langkah di bawah air mengalir dan sabun.
Kebersihan yang baik sangat penting saat mengganti kantong
kolostomi.
2. Keluarkan kantong dengan lembut. Tahan kulit dengan satu
tangan dan lepaskan kantong secara perlahan memakai label
bawaan supaya lebih mudah.
3. Periksa kulit. Normalnya berwarna merah muda atau merah.
Bila warna hitam, ungu atau biru itu mengkhawatirkan,
segera periksa bila keluar nanah atau darah.
4. Bersihkan stoma menggunakan air hangat dan handuk kering
dengan sabun ringan untuk mengelap sekeliling stoma.
Jangan digosok, tepuk-tepuk stoma hingga kulit mongering.
5. Gunakan salep zink apabila terjadi iritasi.

49
6. Persiapkan kantong baru. Gunting sesuai ukuran anak.
Kemudikan rekatkan wafer pada stoma dari dalam ke arah
samping kemudian atas-bawah hingga melekat ke seluruhnya.
Cuci tangan setelah tindakan selesai.

50
51
52

Anda mungkin juga menyukai