OLEH
MARUTI NURHAYATI
H14103128
Oleh
MARUTI NURHAYATI
H14103128
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
Maruti Nurhayati
H14103128
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Tanggal Kelulusan :
RIWAYAT HIDUP
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di
Jawa Barat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Widyastutik, S.E. M.Si., sebagai dosen pembimbing dan atas arahan serta
bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik.
2. Wiwiek Rindayanti, M.S., yang telah menguji hasil penelitian ini. Semua
kritikan dan saran beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam
penyempurnaan skripsi ini.
3. Henny Reinhard, M.Sc., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi
ini.
4. Orangtua penulis yaitu Dr.Ir. Sri Hartoyo, M.S. dan Ibu Andayati serta
saudara-saudara penulis yaitu Hardian Novianto, Muhammad Arianto, Vera
Rahmasari, Muhammad Harizananto dan Muhammad Yuqa Banianto atas
dukungan, dorongan dan doa yang sangat besar artinya dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi yang
telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
6. Sahabat-sahabat penulis (Annisa Anjani, Eva Dwi Prihartanti, Aditya
Kusumaningrum, Ana Pertiwi, Tuti Ratna Dewi, Vivi dan Yudis) yang telah
memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman di Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan kritik dan
saran baik pada saat pengerjaan skripsi ini maupun pada seminar hasil
penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak lain yang membutuhkan.
Maruti Nurhayati
H14103128
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………………....... vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... viii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………...... 1
1.2. Perumusan Masalah ………………………………………...... 5
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………...... 6
1.4. Kegunaan Penelitian …………………………………………. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………... 8
2.1. Definisi Kemiskinan …………………………………………. 8
2.2. Ukuran-Ukuran Kemiskinan …………………………………. 13
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan …………...... 15
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................. 18
2.5. Kerangka Pemikiran .................................................................. 21
2.6. Hipotesis Penelitian ................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN …………………………………………...... 24
3.1. Jenis dan Sumber Data ……………………………………...... 24
3.2. Model Ekonometrika …………………………………………. 24
3.3. Identifikasi dan Pendugaan Model …………………………… 25
3.4. Uji Evaluasi Hasil ……………………………………………. 26
3.5. Definisi Operasional …………………………………………. 32
IV. PERKEMBANGAN KEMISKINAN DAN PENDAPATAN DI
JAWA BARAT ..................................................................................... 33
4.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan ......................................... 33
4.2. Perkembangan Tingkat Pendapatan .......................................... 34
4.3. Perkembangan Tenaga Kerja .................................................... 35
4.4. Perkembangan Investasi ............................................................ 36
4.5. Perkembangan Tingkat Pengangguran ...................................... 37
4.6. Perkembangan Tingkat Ketergantungan ................................... 37
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39
5.1. Pendugaan Model Analisis ........................................................ 39
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan ....................... 40
5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan ...................... 42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45
6.1. Kesimpulan ............................................................................... 45
6.2. Saran .......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 47
LAMPIRAN ................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Propinsi di Indonesia
Periode Tahun 2004 .............................................................................. 2
1.2. PDRB Perkapita atas Dasar Harga Konstan tahun 2000
Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2003-2005................................. 4
3.1. Order Condition (kondisi ordo) ............................................................ 25
4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Jawa Barat Periode
Tahun 1999-2004 .................................................................................. 33
4.2. Nilai Pendapatan di Jawa Barat Tahun 2001-2005 .............................. 34
4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Persentase Kontribusi Tenaga Kerja
Berdasarkan Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2001-2005 ........... 35
4.4. Persentase Tenaga Kerja Jawa Barat Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tahun 2001-2005 .................................................................................. 36
4.5. Nilai Investasi di Jawa Barat periode Tahun 2000-2005 ...................... 36
4.6. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa
Barat Tahun 2000-2005 ........................................................................ 37
4.7. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Persentase Tingkat
Ketergantungan di Jawa Barat Periode Tahun 2000-2005..................... 38
5.1. Hasil Estimasi Model Pendapatan ……………………………………. 41
5.2. Hasil Estimasi Model Kemiskinan …………………………………… 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 22
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data yang dimasukkan dalam Model ....................................................... 51
2. Hasil Estimasi Model Kemiskinan dan Model Pendapatan ..................... 52
3. Uji Heteroskedastisitas dan Uji Multikolinearitas ................................... 53
4. Uji Normalitas .......................................................................................... 54
I. PENDAHULUAN
dasar dan kualitas hidupnya. Ada dua macam ukuran kemiskinan yaitu
Indonesia mencapai 37,88 juta. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan angka
tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk
miskin sebesar 22,5 juta jiwa. Secara statistik kemiskinan di perkotaan tidak
sebesar yang terjadi di pedesaan, akan tetapi fenomena ini bukan berarti masalah
dengan para migran. Ketika kondisi ekonomi sudah tidak dapat memberikan
harapan namun masih banyak migran yang berupaya untuk tetap hidup di kota
dengan pekerjaan yang tidak layak dan penghasilan yang rendah. Inilah salah satu
Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Propinsi di Indonesia Periode
Tahun 2004
Data BPS pada tahun 2004 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Jawa
Barat mencapai 12,10 persen dari total penduduk Jawa Barat, angka tersebut
tahun 1996 sebesar 9,88 persen dari total penduduk Jawa Barat. Tingginya angka
kemiskinan di Jawa Barat juga dapat dilihat dari perbandingan antar propinsi di
3
Indonesia (Tabel 1.1). Jawa Barat merupakan propinsi dengan jumlah penduduk
Penduduk yang lebih padat dan dengan tingkat pertumbuhan yang relatif cepat
menghendaki jumlah dan tingkat kesempatan kerja yang cepat pula. Dalam
lahan pertanian rata-rata per orang sudah sedemikian terbatas, tidak saja sebagian
dari angkatan kerja bertambah sulit memperoleh pekerjaan, tetapi banyak juga
yang terlibat dalam pengangguran terselubung dilihat dari jumlah jam kerja
maupun dari sangat rendahnya tingkat penghasilan yang diterima. Keadaan seperti
lambat dan tidak merata serta tingkat pendapatan perkapita yang rendah. Tidak
meratanya laju pertumbuhan yang disebabkan oleh kekayaan sumber daya baik
pendapatan perkapita yang tidak merata (Tabel 1.2). Hal ini erat kaitannya dengan
sandang, tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan. Ini semua faktor-faktor yang
Tabel 1.2. PDRB Perkapita atas Dasar Harga Konstan tahun 2000
Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2003-2005 (Rupiah)
kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat
Ketika angka kemiskinan menunjukkan tingkat terendah, justru tak lama setelah
itu terjadi krisis ekonomi yang parah, yang tidak segera diatasi. Dampak dari
Berdasarkan data BPS pada tahun 2004, pendapatan perkapita di Jawa Barat
mengalami peningkatan sebesar Rp. 4.280.422 pada tahun 2003 menjadi Rp.
5.707.335 pada tahun 2004. Hal ini juga ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi
yang meningkat dari tahun 2003 sebesar 4,53 persen menjadi 5,47 persen pada
tahun 2004. Namun peningkatan pendapatan dan laju pertumbuhan ekonomi tidak
masih mengalami peningkatan pada tahun 2004 sebesar 4,65 juta jiwa bila
6
miskin sebesar 3,96 juta jiwa (BPS, 2004; 1996). Hal tersebut dikarenakan
Barat.
lain :
3. Sebagai sumber informasi bagi pembaca secara umum yang tertarik dengan
standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan
kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong
dan pertanian dapat saja meningkatkan pendapatan petani dalam jumlah besar
yang memadai, akan tetapi kekeringan musim dua tahun berturut-turut akan
hubungan produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam
9
kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar
dan sosial menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
kekotoran.
besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih balita. Hal ini akan
dalam masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak yang
lemah.
dan papan).
3. Tidak ada jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga).
7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
terpencil).
1. Kemiskinan Absolut
minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh
atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan
memelihara fisik, sehingga tidak dapat bekerja penuh dan efisien. Kemiskinan
jenis ini ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi akan
2. Kemiskinan Relatif
memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.
dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah
untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat
digunakan untuk mengukur ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu
3. Kemiskinan Struktural
yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki
12
tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat
dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah
4. Kemiskinan Kronis
• Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat
5. Kemiskinan Sementara
dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (ii) perubahan yang bersifat musiman
dan (iii) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya
berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan
tiga golongan orang miskin, yaitu golongan paling miskin yang mempunyai
pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan
miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240-
360 kg dan lapisan miskin yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras
sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg. Bank dunia (2000)
garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang
harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa
setiap orang harus memenuhi 2100 kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kalori ini
pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan air, sandang, jenis
barang yang tahan lama serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah
dalam angka rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sendiri akan selalu
Menurut Salim dalam Fithrajaya (2004), aktor kemiskinan atau mereka yang
1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang
kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka
yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada ”lintah darat” yang biasanya
3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tak sampai tamat sekolah dasar.
Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi
harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-
memiliki tanah, kalaupun ada maka kecil sekali. Umumnya mereka menjadi
buruh tani atau pekerja kasar di luar petani. Karena pertanian bekerja dengan
mereka yang lalu bekerja sebagai ”pekerja bebas” (self employed), berusaha
apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar, maka tingkat
Didorong oleh kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba
berusaha di kota.
5. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan
urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk
pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah
penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan orang lain. Penganiayaan manusia
terhadap diri sendiri tercermin dari adanya : 1) keengganan bekerja dan berusaha,
memerlukan atau orang tidak mampu dan 2) kebijakan yang tidak memihak
Handayani (2001) antara lain: (1) Kesempatan kerja, dimana seseorang itu miskin
bekerja penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan, maupun tahun, (2) upah
gaji di bawah minimum, (3) produktivitas kerja yang rendah, (4) ketiadaan aset,
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan
usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan
itu.
17
4. Kondisi keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karenan terpencil dan
terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau
masyarakat lainnya.
tergantung pada dua faktor yakni tingkat pendapatan nasional rata-rata dan lebar
ditulis :
dimana :
K = kapital
T = tenaga kerja
pedesaan masih menonjol di sektor pertanian. Hal ini juga disebutkan oleh
Thomas Robert Malthus (tokoh mahzab klasik) bahwa lahan sebagai salah satu
faktor produksi utama yang jumlahnya tetap, walaupun pemakaian lahan untuk
banyak hal, justru jumlah lahan untuk pertanian berkurang. Hal ini karena
lain serta untuk pembuatan jalan. Penggunaan lahan di perkotaan dapat juga
digunakan untuk sewa lahan. Hal ini dikemukakan oleh David Ricardo (tokoh
mahzab klasik) bahwa keuntungan sewa lahan yang subur lebih tinggi
dibandingkan dengan keuntungan sewa lahan yang kurang subur, karena semakin
rendah tingkat kesuburan lahan, maka akan akan semakin tinggi biaya rata-rata
Tenaga Kerja adalah bagian dari penduduk yang mampu bekerja untuk
memproduksi barang dan jasa. Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan
nasional diperoleh dari upah tenaga kerja yang bekerja pada suatu perusahaan atau
industri. Semakin banyak tenaga kerja yang bekerja pada suatu daerah semakin
maka partisipasi juga semakin tinggi, namun hal ini terjadi pada rentan umur
formal.
nyata terhadap peluang suatu rumah tangga berada dalam kemiskinan antara lain
jumlah anggota rumah tangga yang termasuk tenaga kerja, umur, pendidikan,
jenis kelamin dan pendapatan. Berdasarkan analisis tersebut, jika kepala rumah
tangga berjenis kelamin wanita maka peluang rumah tangga menjadi miskin
yang mempengaruhi kemiskinan adalah ras, umur, tipe kepala keluarga, ukuran
Model kemiskinan ini menggunakan model logit dan dari semua variabel bebas
yang dimasukkan, hanya variabel tipe kepala keluarga yang tidak signifikan pada
struktur industri dan interaksi. Model kemiskinan ini juga menggunakan model
regresi logistik dan semua variabel bebas signifikan terhadap taraf nyata satu
persen.
rumah tangga terhadap listrik dan dummy kabupaten/kota di Jawa. Ketiga variabel
ini menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka
dan persentase penduduk melek huruf kabupaten/kota di Jawa lebih rendah dari
(orang yang menggarap lahan). Adapun faktor-faktor tersebut adalah jenis mata
21
ketergantungan.
pekerjaan, maka akan sulit bagi sebagian angkatan kerja untuk memperoleh
Indonesia yaitu sebesar 39.140.812 jiwa pada tahun 2004, dengan kepadatan
berada di dekat Jakarta serta Bandung yang merupakan ibukota provinsi Jawa
22
memiliki ketrampilan memadai sehingga mereka bekerja secara tidak layak dan
di kota yang relatif lebih mahal dibandingkan di pedesaan. Keadaan ini akan
Keadaan Masyarakat di
Jawa Barat
Miskin
Lahan
Pendidikan Beban Ketergantungan pengangguran Pendapatan
Hidup Investasi
Dummy
Kota/Kab
kemiskinan.
III. METODE PENELITIAN
tahun 2004.
dimana :
Dki : Variabel dummy dengan nilai 1 untuk kota dan 0 untuk kabupaten
ε1, ε2 : Galat 1
Model analisis di atas terdiri dari persamaan pendapatan dan persamaan tingkat
eksogen diluar persamaan tersebut harus lebih banyak dari atau sama dengan
dimana :
G : Jumlah persamaan.
bahwa kedua model dapat dikatakan overidentified, maka metode yang digunakan
Square).
pengujian orde I atau pengujian orde II. Pengujian orde I meliputi uji koefisien
determinasi (R2), uji t, uji F. Uji orde kedua adalah uji penyimpangan klasik yang
autokorelasi tidak dilakukan pada model ini karena data yang digunakan
merupakan data cross section dimana tidak terlalu penting untuk melakukan uji
yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini
juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam
model dapat menerangkan model. Dua sifat R2 adalah merupakan besaran negatif
dan batasnya antara nol sampai satu. Suatu R2 sebesar 1 berarti kecocokan
sempurna sedangkan (R2) yang bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara
variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. Rumus untuk menghitung
(R2) adalah :
27
∑ (Yˆ − Y )
2
JKT
2
= = (3.4)
∑ (Y − Yˆ )
R 2
JKG
1
B. Uji t
statistik bersifat signifikan atau tidak. Melalui uji ini apakah koefisien regresi satu
β̂ j
tj = (3.5)
sˆ j
N = jumlah observasi
Jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel atau p-value lebih besar dari
α tertentu maka hipotesis nol βj= 0 diterima. Namun, jika nilai tj lebih besar dari
nilai t tabel atau p-value lebih kecil dari α yang telah ditentukan maka hipotesis
nol ditolak.
28
C. Uji F
koefisen regresi juga signifikan dalam menentukan nilai dari variabel tak bebas.
H 0 = β1 = β 2 = ... = β k = 0
Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel tak bebas
R2
(k −1)
F=
(1− R N − k)
2
(3.6)
Jika nilai F satistik lebih kecil dari nilai t tabel maka hipotesis diterima. Namun
jika nilai F statistik lebih besar dari nilai F tabel berdasarkan suatu level of
D. Multikolinier
antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal
adalah variabel bebas yang nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol.
Jika terdapat korelasi sempurna di antara sesama variabel bebas ini sama dengan
ditaksir, nilai standar error setiap koefisien menjadi tidak terhingga. Hal-hal utama
29
lain :
dipergunakan.
regresi.
koefisien korelasi parsial. Disamping itu untuk melihat variabel eksogen mana
yang saling berkorelasi dilakukan dengan meregresi tiap variabel eksogen dengan
sisa variabel eksogen yang lain dan menghitung nilai R2 yang cocok.
Diregresikan setiap variabel bebas atas variabel bebas yang lain dan kemudian
R E2i , LI , I I , Dki
Fi =
(k − 2)
(1 − R E I ,li , I I , Dk i ) (3.7)
(N − k + 1)
N = jumlah observasi
Jika Fi lebih besar dari nilai Fi tabel pada suatu level of significance tertentu, maka
dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu mempunyai variabel bebas yang
lain. Jika Fi lebih kecil dari nilai F tabel pada suatu level of significance tertentu,
30
maka dapat diartikan bahwa variabel bebas Xk tertentu tidak mempunyai korelasi
E. Heteroskedastisitas
(tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala
H0 = γ = 0
H1 = γ ≠ 0
Kriteria uji :
grafik yang memetakan hubungan antara variabel tak bebas dengan kuadrat
residual. Jika terdapat pola yang sistematis antara dua variabel tersebut maka
sebagai berikut :
homoskedastisitas.
31
mengakibatkan uji hipotesis yang dilakukan juga tidak akan memberikan hasil
yang baik (tidak valid). Pada uji t terhadap koefisien regresi, t hitung diduga
F. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk sampel kurang dari 30, karena jika sampel lebih
dari 30 maka error term terdistribusi secara normal. Untuk menguji error term
terdistribusi secara normal atau tidak dapat ditunjukan dengan menggunakan uji
Jarque-Bera.
Kriteria uji :
⎡ α 2 (α − 3)2 ⎤
(2) hitung statistik J-B = ⎢ 3 + 4 ⎥
⎣ 24 24 ⎦
descriptive statistic test. Jika nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf
32
dasar hidupnya.
6. Luas lahan diukur dari jumlah lahan sawah dan lahan kering.
7. Tingkat pendidikan dilihat dari jumlah murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) umum.
pekerjaan.
menurun pada periode tahun 1999-2004. Pada periode tahun 1996-1998 jumlah
penduduk miskin meningkat sebesar 4431,3 ribu karena krisis ekonomi, yaitu dari
3962,1 ribu pada tahun 1996 menjadi 14853,2 ribu pada tahun 1998. Persentase
penduduk miskin meningkat dari 9,88 persen menjadi 35,72 persen pada periode
yang sama.
sebesar 37392,2 ribu, yaitu dari 8393,4 ribu pada tahun 1999 menjadi 4654,2 ribu.
Secara relatif juga terjadi penurunan pada persentase penduduk miskin dari 19,78
persen pada tahun 1999 menjadi 12,10 persen pada tahun 2004.
Tabel 4.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Jawa Barat Periode Tahun
1996-2004
kesejahteraan penduduk.
kesejahteraan masyarakat Jawa Barat secara umum karena sama seperti PDRB
faktor inflasi. Untuk melihat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat dapat dilihat
pendapatan perkapita terlihat dari jumlah pendapatan pada tahun 2000 sebesar Rp.
1.599.581 menjadi Rp. 1.725.993 pada tahun 2004 dan terlihat pula pertumbuhan
ekonomi yang meningkat dari 3,89 persen pada tahun 2001 menjadi 5,47 persen
mengalami peningkatan yaitu dari 14.499.420 orang pada tahun 2001 menjadi
14.629.276 orang pada tahun 2005. Dari kontribusi tenaga kerja berdasarkan
sektor ekonomi terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja paling tinggi terjadi di
sektor Pertanian, kurang lebih sebesar 30 persen dari jumlah pekerja yang ada di
kerja kurang lebih sebesar 70 persen yang terbagi dari beberapa sektor, yaitu
sektor pertambangan dan galian, industri, listrik, gas dan air, konstruksi,
tenaga kerja adalah rendahnya kualitas tenaga kerja di Jawa Barat, sekitar 50
persen tenaga kerja di Jawa Barat berpendidikan Sekolah Dasar (SD), yang berarti
bahwa banyak dari pekerja di Jawa Barat yang menempati posisi sebagai pekerja
Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Persentase Kontribusi Tenaga Kerja
Berdasarkan Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2001-2005
Sektor Ekonomi
Tahun Tenaga Kerja (orang)
Pertanian Non Pertanian
2001 14.499.420 32,67 67,33
2002 14.417.739 31,81 68,19
2003 14.345.796 34,57 65,43
2004 14.618.934 30,34 69,66
2005 14.629.276 30,06 69,94
Sumber : BPS, 2001-2005
36
Tabel 4.4. Persentase Tenaga Kerja Jawa Barat Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tahun 2001-2005
Peningkatan nilai investasi terjadi pada tahun 2001 yaitu pada PMA di tahun 2001
sebesar 7,68 persen menjadi 19,26 persen di tahun 2002, sedangkan pada PMDN
di tahun 2001 sebesar 8,39 persen menjadi 9,32 persen di tahun 2002. Pada
periode tahun 2002-2003, nilai investasi mengalami penurunan baik pada PMA
maupun pada PMDN. Pada tahun 2005 peningkatan terjadi pada PMA sedangkan
pada PMDN mengalami penurunan sebesar 9,43 persen yaitu pada tahun 2004
sebesar 20,02 persen menjadi 10,59 persen pada tahun 2005. Peningkatan
mengalami fluaktuasi. Pada periode tahun 2000 hingga tahun 2004 mengalami
peningkatan yaitu dari 8,99 persen pada tahun 2000 menjadi 13,19 persen pada
tahun 2002, kemudian pada tahun 2003 tingkat pengangguran menurun sebesar
meningkat pada tahun 2004 dan 2005. Pengangguran meningkat di Jawa Barat
disebabkan oleh meningkatnya jumlah migrasi dari daerah lain ke Jawa Barat
usia produktif. Pada tahun 2000, tingkat ketergantungan sebesar 0,50 yang berarti
tiap orang yang produktif harus menanggung 50 orang yang tidak produktif.
38
menguji asumsi normalitas error term dilakukan dengan mengunakan uji Jarque-
Bera Test. Hasil pengujian normalitas untuk model pendapatan dapat ditunjukkan
oleh nilai probabilitas sebesar 0,02. Ini berarti bahwa pada taraf nyata 1 persen
dapat dikatakan error term terdistribusi normal. Hal yang sama juga ditunjukkan
varians yang sama. Jika asumsi ini terpenuhi maka model regresi bersifat
Jika nilai probabilitas dalam uji yang digunakan lebih kecil dari taraf nyata maka
berturut-turut adalah sebesar 0,114 dan 0,58. Berdasarkan nilai tersebut maka
pada taraf nyata satu persen, kedua model tersebut memenuhi asumsi
homoskedastisitas.
40
tidak lebih dari 0,8. Dalam model pendapatan dan kemiskinan (Lampiran 3) dapat
terlihat bahwa korelasi diantara variabel tidak lebih dari 0,8, sehingga tidak terjadi
menunjukkan nilai probabilitas F statistik sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil
dari taraf nyata yang dikehendaki yaitu 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa secara
determinasi adalah sebesar 0,66, yang berarti bahwa besarnya variabel pendapatan
yang dapat dijelaskan oleh variabel tenaga kerja, lahan, investasi dan dummy
dalam model, dua variabel pengaruh yang nyata pada taraf <1 persen yaitu tenaga
kerja dan investasi dan dua variabel berpengaruh nyata pada taraf <10 persen
Koefisien regresi tenaga kerja adalah sebesar 0,0016. Hal ini bahwa setiap
kenaikan tenaga kerja sebesar satu orang akan meningkatkan pendapatan sebesar
16 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya tenaga kerja
41
Koefisien regresi lahan adalah sebesar 0,0015 yang berarti setiap kenaikan
luas lahan pertanian sebesar satu hektar akan menyebabkan pendapatan meningkat
sebesar 15 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa peranan sektor pertanian
Pertanian juga ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
masih tinggi yaitu pada tahun 2004 sebesar 13,43 persen. Hasil ini sesuai dengan
Untuk koefisien regresi variabel investasi adalah sebesar 0,0001. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap kenaikan investasi sebesar satu juta rupiah akan
investasi dari 221 proyek pada tahun 2003 menjadi 350 proyek pada tahun 2004
yang meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 97.832 orang pada
tahun 2004 dari 58.281 orang pada tahun 2003 (BPMD, 2004).
karena merupakan pusat suatu daerah dengan berbagai lapangan usaha seperti
samping itu juga ditunjukkan bahwa koefisien determinasi adalah sebesar 0,73.
Artinya dengan model tersebut variabel tingkat kemiskinan dapat dijelaskan oleh
dalam model kemiskinan, dua variabel pengaruh yang nyata pada taraf <1 persen
43
dan dua variabel berpengaruh nyata pada taraf <10 persen terhadap tingkat
kemiskinan.
pengaruh yang sangat nyata pada taraf <1 persen terhadap tingkat kemiskinan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen dan Thompson
(1990), McDowel dan Allen (1995) serta Intania (2002). Nilai koefisien regresi
untuk pendapatan bernilai -0,002 yang berarti setiap kenaikan pendapatan sebesar
satu miliar rupiah akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,002 persen.
pendidikan mempunyai pengaruh yang nyata pada taraf 1 persen terhadap tingkat
kemiskinan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen and
variabel tingkat pendidikan bernilai negatif yaitu 0,38 yang berarti jika tingkat
sebesar 0,38 persen. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
pengangguran bernilai positif yaitu sebesar 0,17 yang berarti jika tingkat
pedesaan.
tingkat kemiskinan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Intania
Artinya bahwa jika tingkat ketergantungan meningkat sebesar satu persen maka
akan menaikkan tingkat kemiskinan sebesar 0,236 persen. Hal ini terlihat bahwa
tangga yang menjadi tanggungan dalam keluarga lebih banyak daripada mereka
6.1. Kesimpulan
satu persen adalah tenaga kerja dan investasi, sedangkan variabel lahan dan
regresi tenaga kerja adalah sebesar 0,0016. Hal ini bahwa setiap kenaikan
tenaga kerja sebesar satu orang akan meningkatkan pendapatan sebesar 16 juta
rupiah. Lahan memiliki koefisien regresi sebesar 0,0015 yang berarti setiap
adalah sebesar 0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan investasi
sebesar satu juta rupiah akan meningkatkan pendapatan sebesar 100 ribu
rupiah. Koefisien regresi variabel dummy antara kota dan kabupaten memiliki
tanda positif . Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan di kota lebih tinggi
untuk pendapatan bernilai negatif yaitu sebesar 0,002 yang berarti setiap
negatif yaitu 0,38 yang berarti jika tingkat pendidikan meningkat satu persen
0,17 yang berarti jika tingkat pengangguran meningkat satu orang akan
berarti jika tingkat ketergantungan meningkat sebesar satu persen maka akan
6.2. Saran
Allen, J dan Thompson. 1990. Rural Poverty Among Racial and Ethnic
Minorities. American Agricultural Economics Assosiation.
Badan Pusat Statistik. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. BPS,
Jakarta.
Rintuh, C.. M,. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Dikti, Jakarta.
Dependent Variable: Y
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 04/28/02 Time: 02:47
Sample: 1 25
Included observations: 25
Instrument list: C L TK I DK PD U DEP
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -490.4733 409.2786 -1.198385 0.2448
L 0.001473 0.000839 1.756058 0.0944
TK 0.001570 0.000547 2.869492 0.0095
I 0.000113 4.31E-05 2.608950 0.0168
DK 774.9002 394.4328 1.964594 0.0635
R-squared 0.656506 Mean dependent var 1235.327
Adjusted R-squared 0.587807 S.D. dependent var 1051.138
S.E. of regression 674.8543 Sum squared resid 9108568.
F-statistic 9.556285 Durbin-Watson stat 2.752628
Prob(F-statistic) 0.000173
Dependent Variable: M
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 05/10/06 Time: 09:41
Sample: 1 25
Included observations: 25
Instrument list: C PD U DEP TK L I DK
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 3.985094 8.769928 0.454404 0.6544
Y -0.002163 0.000829 -2.608668 0.0168
PD -0.389076 0.121223 -3.209593 0.0044
U 0.172501 1.20E-05 1.437346 0.1661
DEP 0.235907 0.167533 1.408126 0.1744
R-squared 0.738774 Mean dependent var 11.62480
Adjusted R-squared 0.686529 S.D. dependent var 4.703081
S.E. of regression 2.633182 Sum squared resid 138.6730
F-statistic 14.15245 Durbin-Watson stat 2.357329
Prob(F-statistic) 0.000012
53
Y PDDK JU DEP
Y 1.000000 0.070016 0.568946 0.075528
PDDK 0.070016 1.000000 0.011936 -0.745294
JU 0.568946 0.011936 1.000000 0.204485
DEP 0.075528 -0.745294 0.204485 1.000000
LAHAN TK INV DK
LAHAN 1.000000 0.398817 -0.161926 -0.507581
TK 0.398817 1.000000 0.275290 -0.518837
INV -0.161926 0.275290 1.000000 0.290873
DK -0.507581 -0.518837 0.290873 1.000000
54
No Kabupaten/Kota M Y Tk I L Pd U Dep Dk
1 Bogor 11,94 2.706,73 1.340.253 4.159.666 189.707 2,15 194.902 59,34 0
2 Sukabumi 14,70 927,95 823.478 942.452 315.559 1,63 117.451 49,97 0
3 Cianjur 17,36 925,82 775.245 622.766 262.936 1,52 94.797 55,78 0
4 Bandung 11,84 2.682,36 1.461.516 6.064.238 194.474 9,40 293.148 54,03 0
5 Garut 15,37 1.143,09 816.476 543.468 204.771 2,21 84.975 55,72 0
6 Tasikmalaya 16,14 692,40 671.641 508.553 215.231 1,28 78.955 53,33 0
7 Ciamis 14,73 749,39 684.812 558.024 177.133 1,04 57.480 49,98 0
8 Kuningan 18,95 399,59 435.484 339.282 70.799 3,89 45.655 50,64 0
9 Cirebon 16,59 780,43 804.608 1.534.740 71.962 1,21 114.588 52,56 0
10 Majalengka 17,42 440,81 495.728 385.008 87.715 2,57 44.608 51,02 0
11 Sumedang 11,74 595,59 414.520 858.999 106.254 1,80 38.320 48,05 0
12 Indramayu 16,49 2.175,99 766.150 749.626 962.507 2,69 70.170 52,87 0
13 Subang 14,67 748,30 568.643 948.014 164.787 6,25 51.224 46,45 0
14 Purwakarta 12,60 675,87 281.010 4.874.694 69.424 1,78 32.485 52,01 0
15 Karawang 13,28 1.904,23 624.351 3.020.166 131.333 4,11 123.830 50,04 0
16 Bekasi 6,35 4.484,72 696.764 11.626.301 104.845 6,96 82.280 50,89 0
17 Kota Bogor 7,85 434,72 264.216 10.105.251 1.422 9,89 51.012 43,32 1
18 Kota Sukabumi 6,16 1.931,65 84.378 223.102 2.685 1,09 21.609 47,32 1
19 Kota Bandung 3,38 2.805,94 869.022 14.708.214 8.309 12,17 143.154 38,03 1
20 Kota Cirebon 7,52 562,56 105.984 635.161 1.077 11,02 14.112 49,26 1
21 Kota Bekasi 3,04 1.514,59 656.493 956.966 14.325 29,22 123.304 38,55 1
22 Kota Depok 4,84 644,03 512.775 716.317 6.476 17,69 75.843 43,71 1
23 Kota Cimahi 8,85 615,58 162.174 844.372 699 16,23 40.454 43,56 1
24 Kota Tasikmalaya 8,48 261,28 223.872 486.906 12.799 5,15 32.486 50,49 1
25 Kota Banjar 10,33 79,42 58.718 57.770 9.896 12,63 10.904 49,97 1