Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH :
NAMA : FLORENTINA SELFANIA TANDA
NIM : PO5303211211532
PRODI : PROFESI NERS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI PENDIDKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubunan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis (Huda & Kusuma, 2016).
2. Etiologi
Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian
besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi
menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit kencing manis mempunyai
beberapa penyebab, antara lain :
1) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Konsumsi makanan yang berlebihan
dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat
menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan
diabetes mellitus.
2) Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki peluang
lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus. Sembilan dari sepuluh orang
gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.
3) Faktor genetik
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus.
Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat
kecil.
4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pancreas menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk
insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat
mengiritasi pankreas.
5) Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang
pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes
mellitus.
6) Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang
malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes
mellitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang tertimbun didalam
tubuh, kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab
diabetes mellitus selain disfungsi pankreas.
7) Kadar kortikosteroid yang tinggi. Kehamilan diabetes gestasional.
8) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
9) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
3. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut (Smeltzer dan Bare,2015), :
1) DM tipe 1
DM tipe 1 atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), dapat terjadi
disebabkan karena adanya kerusakan sel-β, biasanya menyebabkan kekurangan insulin
absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik. Umumnya penyakit ini
berkembang ke arah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian(Smeltzer dan
Bare, 2015).
2) DM tipe 2
DM tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ) disebabkan oleh
kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pemngambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa (Huda & Kusuma, 2016).
3) DM tipe tertentu
DM tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain, misalnya, defek genetik pada fungsi
sel-β, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti fibrosis
kistik dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom genetik lain dan
karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ) (Smeltzer dan Bare, 2015).
4) DM gestasional
DM ini merupakan DM yang didiagnosis selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan. Terjadi pada 2-5%
semua wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Smeltzer dan Bare, 2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glikosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbilkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting
(Smeltzer dan Bare, 2015).
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik
dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor
genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,
rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare,
2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe
2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015). Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. (Smeltzer
dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit
DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya,
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
5. Pathway
1. Factor genetic
2. Infeksi virus
3. Pengrusakan Imunologik

Kerusakan Sel Beta

Ketidakseimbangan produksi Insulin

Hiperglikemia Gula dalam darah tidak dapat


Syok hiperglikemik
dibawah masuk dalam sel

Koma diabetik
Batas melebihi ambang ginjal Anabolisme Protein Menurun
Resiko Infeksi

Kerusakan Pada Antibodi

Glukosuria Vikositas darah meningkat

Kekebalan tubuh menurun


Dieresis osmotik Aliran darah lambat
Neuropati Sensori perifer
Retensi
Poliuri Aliran darah lambat
Urin
Kehilangan Iskemik jaringan
elektrolit dalam sel Klien tidak merasa sakit

Ketidakefektifan
perfusi jaringan Nekrosis
Dehidrasi
perifer
Ganggren
Resiko Syok

Gangguan integritas
Poliphagi kulit

Poliphagi

Poliphagi

Ketidakstabilan
kadar gula darah
6. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu gejala akut dan gejala
kronik (PERKENI, 2015) :
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak
menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukkan
meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak minum
(polidipsi), dan banyak kencing (poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati
maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI,
2015).
2) Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit
terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan
terutama pada wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun, dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (PERKENI, 2015).
7. Komplikasi
1) Komplikasi akut
 Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan
gejala asidosis dan plasma keton kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320
mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
 Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI, 2015)
 Hipoglikemia, ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah mg/dL. Pasien
DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia.
Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat, gementar, rasa
lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
2) Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien DM saat ini
sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit DM yang
tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya komplikasi
kronik.
Secara umum komplikasi jangka panjang terdiri dari :
 Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada DM terjadi akibat aterosklerosis dari pembuluh-
pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma.
Makroangiopati tidak spesifik pada DM namun dapat timbul lebih cepat, lebih
sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa
angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita DM meningkat 4-5
kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara
epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas
kardiovaskular dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan terjadinya
risiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi. Kadar insulin puasa > 15 mU/mL
akanmeningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati,
mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah pembuluh darah jantung atau
penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak atau stroke, dan penyakit pembuluh
darah. Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan
penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2015)
 Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh darah
kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan nefropati diabetik.
Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan
retinopati proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinopati proliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Seterusnya, nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat
kebocoran selaput penyaring darah. Nefropati diabetik ditandai dengan adanya
proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan
ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga
molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih (albuminuria).
Akibat dari nefropati diabetik tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal
progresif dan upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan
kontrol tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2015).
 Neuropati
Diabetes neuropati adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius akibat DM.
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih dahulu, lalu ke bagian
tangan. Neuropati berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala
yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila
ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi. Semua penyandang DM yang disertai neuropati
perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki
(PERKENI, 2015).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar Glukosa Darah
 Glukosa Plasma Sewaktu : >200 mg/dl
 Glukosa Plasma Sewaktu : > 140 mg/dl
 Glukosa 2 jam post prandial : >200 mg/dl
b. Tes untuk mendeteksi komplikasi
 Ureum, kreatinin, asam urat
 Koleterol total, kolesterol LDL, HDL
 Trigliserida
9. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi; Penatalaksana diabetes
dibagi dalam 4 pilar seperti :
 Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes. Dengan
mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes, gejala diabetes,
komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan dapat
lebih menyadari pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya
hidup sehat dan pengobatan diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa mereka mampu
menanggulangi diabetes, dan diabetes bukanlah suatu penyakit yang di luar kendalinya.
 Pengaturan makan (Diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk mengendalikan gula
darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan ideal. Dengan demikian,
komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses
makan itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan disebar
merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum, makanan untuk penderita
diabetes sebaiknya rendah lemak terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat
kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta
seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
 Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes
lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan dan
obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan
umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30 menit
dalam sehari yang dimulai secara bertahap. Jenis olahraga yang dianjurkan adalah
olahraga aerobik seperti berjalan, berenang, bersepeda, berdansa, berkebun, dll.
Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, seperti
lebih memilih naik tangga ketimbang lift, dll. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita
diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi
sebelum olahraga dimulai.
 Obat / Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap tidak
terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat di atas.
Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan tertentu seperti
pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan kadar gula darah yang terlampau
tinggi
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ( PERKENI,2015 )
a) Identitas Pasien
b) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sering lapar (polifagi) disertai banyak kencing (poliuri) dan
banyak minum (polidipsi), sudah makan tapi mengeluh lemas, nafsu makan menurun
(mungkin disertai mual atau muntah), berat badan yang terus menurun secara signifikan
dibawah BB ideal, keluhan pusing, tremor
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Adalah riwayat yang menyebabkan klien MRS saat ini. Biasanya penderita diabetes
mellitus datang berobat karena ada keluhan mual dan tiga gejala khas yaitu (polifagi,
poliuri, polidipsi), kelemahan, mati rasa, kesemutan, sakit kepala, pandangan mata kabur,
perubahan mood/suasana hati, luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh.
d) Riwayat penyakit Dahulu
Gambran kesehatan pasien sebelumnyayang mendasari penyakit diabetes melitus
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang menederita penyakit yang sama sebelumnya untuk mengetahui
apakah penyakit yang dialami oleh pasien merupakan penyakit keturunan/genetic.
f) Riwayat Psikososial
Klien yang dirinya terkena diabetes mellitus biasanya mengalami denial dan takut
mengkonsumsi makanan dan minuman sembarangan atau malah enggan mengatur
makanannya karena sudah merasa bosan dengan penyakitnya yang bersifat kronis. Klien
juga bisa mengalami putus asa, serta cemas karena kurangnya pengetahuan tentang
penyakit diabetes mellitus yang dideritanya.
g) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
Biasanya klien nampak lemas karena sel-sel tubuh tidak optimal menyerap glukosa,
pasien dengan diabetes mellitus pada masa tua (> 30 tahun), obesitas disertai
komplikasi mikro/makro vaskuler. Namun status obesitas tersebut bisa jadi berubah
karena klien sering mengalami polifagi atau merasa lapar dalam frekuensi yang sering
sehingga terjadi masalah pada perubahan nutrisi klien yang beresiko mengalami
penurunan.
 Kepala dan Rambut
Meliputi bentuk kepala,keadaan kulit kepala, keadaan dari penyebaran rambut, bau
rambut, ekspresi muka, bentuk muka, kulit muka, dan keadaan muka. Penderita
diabetes mellitus yang sudah menahun dan tidak terawat secara baik biasanya
rambutnya lebih tipis, rambutnya mudah rontok.
 Mata
Penderita diabetes mellitus juga dapat mengalami pembentukan katarak. Katarak
mungkin disebabkan oleh adanya hiperglikemi yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakn lensa.
 Integumen dan ekstemitas
Perubahan - perubahan makrovaskuler, perubahan mikrovaskuler dan neuropati
semuanya menyebabkan perubahan pada ekstermitas bahwa perubahan yang penting
yakni adanya anesthesia. Keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan
tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren
 Pemeriksaan saraf
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, jenis diabetes mellitus
neuropati yang paling lazim adalah polineuropati perifersimetris. Hal ini terlihat
pertama kali dengan hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstermitas bawah.
Kemudian hilangnya kemampuan motoric dan ekstermitas dan mati rasa.
 Pendengaran
Karena urat syaraf bagian pendengaran penderita diabetes mellitus mudah rusak,
telinga sering mendenging. Bila keadaan ini tidak segera diobati dan diabetes mellitus
tidak terawat dengan baik, pendengaran akan merosot bahkan dapat menjadi tuli
sebelah ataupun tuli keduanya.
 Sistem Pernapasan
Klien diabetes mellitus rentan terhadap penyakit infeksi termasuk infeksi saluran
pernapasan disebabkan penurunan kekebalan tubuh sampai terserang TBC paru.
 Sistem kardiovaskuler
Kadar glukosa darah yang tinggi dapat menimbulkan aterosklerosis, yang akan
menyebabkan deprivasi O2 di jaringan yang akan berlanjut menjadi Hipertensi, infark
miokard, dan stroke juga klien bisa terserang penyakit jantung koroner karena adanya
daya pompa jantung menurun dan rendahnya kadar HDL
 Sistem Pencernaan
Adanya rasa lapar yang sering (polifagi) disebabkan karena glukosa yang diperleh
dari karbohidrat tidak dapat dimetabolisme seluruhnya menjadi energi, sehingga
menimbulkan kelemahan. Penurunan kemampuan mengosongkan isi yang
dikarenakan adanya neuropati syaraf-syaraf otonom system gastrointestinal
 Sistem Perkemihan dan reproduksi
Kencing yang sering (poliuri) dan dalam jumlah yang banyak terutama malam hari
sangat mengganggu penderita sehingga mendorong periksa. Kerusakan syaraf-syaraf
pada ginjal tidak mampu melakukan absorbsi zat-zat yang terlarut dalam air seni
sehingga terjadi proteinuria. Kondisi seperti ini akan mudah terjadi infeksi salurah
kemih. Didapatkan keluhan kesulitan ereksi, impoten yang disebabkan neuropati.
 Sistem Muskuloskeletal
Awalnya mungkin hanya nampak kondisi leah pada penderita sampai terjadinya
kejang pada otot kaki disebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pada tulang
terjadi osteomielitis. Jika terjadi gangren, biasanya sering progresif dan memerlukan
amputasi.
 Pemeriksaan Diagnostik
a) Glukosa darah Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih
b) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
c) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 300 mOsm/l
d) Elektrolit:
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
 Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),selanjutnya
akan menurun
 Fosfor: lebih sering menurun
 Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
 Trombosit darah: hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stress atau infeksi.
e) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
f) Urin: gula positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
g) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan, dan infeksi pada luka.
2. Diagosa Keperawatan
1) Ketidakstabilan Gula Darah
2) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
3) Risiko gangguan Kerusakan integritas kulit
4) Retensi urin
5) Risiko syok
6) Risiko Infeksi

3. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia


Gula Darah tindakan keperawatan 2 x ( I.03115)
24 jam diharapkan kadar Observasi :
gula darah dalam batas 1. Identifikasi kemungkinan
normal dengan kriteria penyebab hiperglikemia
Hasil : 2. Identifikasi situasi yang
Kestabilan Kadadar Gula menyebabkan kebutuhan
Darah ( L.05022) insulin meningkat ( misalnya
1. Lelah /lesuh menurun penyakit kambuhan )
2. Keluhan Lapar 3. Monitor kadar glukosa darah
menurun 4. Monitor tanda dan gejala
3. Rasa haus menurun hiperglikemia ( polyuria,
4. Kadar glukosa dalam polidipsi, polifagia, kelemahan,
darah membaik pandangan kabur )
5. Monitor intake dan output
cairan
6. Monitor keton urin, kadar
analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik :
7. Berikan asupan cairan oral
8. Konsultasi dengan medis jika
ada tanda dan gejala
hiperglikemia atau memburuk
Edukasi :
9. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dl
10. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara rutin
11. Anjurkan kepatuhan diet dan
olahraga
12. Ajarkan pengelolaan diabetes
( penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan )
Kolaborasi :
13. Kolaborasi pemberian insulin
14. Kolaborasi pemberian cairan
Intravena
15. Kolaborasi pemberian kalium
2 Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi (I.02079)
tidak efektif tindakan keperawatan 2 x Observasi
24 jam diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer ( nadi
perifer meningkat dengan perifer, edema, pengisian
kriteria hasil kapiler, warna, suhu )
Perfusi Perifer ( L.02011 ) 2. Identifikasi factor risiko
1. Denyut nadi perifer gangguan sirkulasi ( diabetes,
meningkat perokok, kadar kolesterol,
2. Warna kulitb pucat hipertensi
menurun 3. Monitor panas, kemerahan,
3. Pengisian kapiler Nyeri, atau bengkak pada
meningkat ekstermitas
4. Akral meningkat Terapeutik :
turgor kulit meningkat 4. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ektermitas dengan
keterbatasan perfusi
6. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi :
7. Anjurkan berhenti merokok
8. Anjurkan rutin berolahraga
9. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol
10. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi 9 rendah
lemak jenuh, minyak ikan
3 Risiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas kulit
Integritas kulit tindakan keperawatan 2 x (I.11353) :
24 jam diharapkan Observasi :
integritas kulit meningkat 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil gangguan integritas kulit
Integritas kulit dan ( perubhaan sirkulasi,
jaringan ( L.14125 ) : perubahan status nutrisi,
1. Kerusakan jaringan kelembaban kulit, penurunan
menurun mobilitas )
2. Kerusakan lapisan Terapeutik :
kulit menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam
3. Kemerahan menurun 3. Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang
4. Gunakan produk berbahan
ringan/ alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
5. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi :
6. Anjurkan menggunakan
pelembab
7. Anjurkan minum air yang
cukup
8. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5 Retensi urin Setelah dilakukan Kateterisasi urin :
tindakan keperawatan 2 x Observasi :
24 jam diharapkan 1. Periksa kondisi pasien
eliminasi urin mebaik ( kesadaran, tanda – tanda
dengan kriteria hasil vital, distensi kandung kemih,
Eliminasi Urin ( L.04034 ) inkontenensia urin, reflex
1. Desakan berkemih
menurun berkemih )
2. Distensi kandung Terapeutik :
kemih menurun 2. Siapkan peralatan, bahan –
3. Urin menetes menurun bahan dan ruang tindakan
4. Nokturia menurun 3. Siapkan pasien
4. Pasang sarung tangan
5. Bersihkan daerah perineal
dengan cairan NaCl
6. Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan prinsip
aseptic
7. Sambungkan kateter urin
dengan urine bag
8. Isi balon dengan NaCl 0,9 %
sesuai anjuran
9. Fiksasi selang kateter diatas
simpisi atau di paha
10. Pastikan kantung urin
ditempatkan lebih rendah dari
kandung kemih
11. Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
12. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter
13. Anjurkan menarik napas saat
insersi selang kateter
6 Risiko Syok Setelah dilakukan Pencegahan syok :
tindakan keperawatan 2 x Observasi :
24 jam tingkat syok 1. Monitor status
menurun dengan kriteria kardiopulmonal ( frekuensi
hasil dan kekuatan nadi, frekuensi
Tingkat syok ( L.03032 ) napas, tekanan darah )
1. Kekuatan nadi 2. Monitor status oksigenasi 9
meningkat oksimetri nadi, AGD )
2. Tingkat kesadaran 3. Monitor status cairan
meningkat 4. Monitor tingkat kesadaran
3. Akral dingin menurun 5. Periksa riwayat alergi
4. Tekanan darah Terapeutik :
membaik 6. Berikan oksigen untuk
5. Tekanan nadi mempertahankan saturasi
membaik oksigen >94%
6. Pengisian kapiler 7. Pasang jalur intravena
membaik lakukan skin test
Edukasi :
8. jelaskan penyebab factor
risiko syok
9. Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
10. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian cairan
intravena
12. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam keperawatan.
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari maslaah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan ( wahid, 2017 )
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingkan anatara
proses dengan tujuan yang telah ditetapkan dan menilai efektif tidaknya dari proses
keperawatan yang telah di laksanakan ( wahid, 2017 )

DAFTAR PUSTAKA
Huda, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogyakarta: Mediaction.
PERKENI. (2015). Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Smelter & Bare (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai