Anda di halaman 1dari 9

STIGMA MISTISME DALAM LAGU LINGSIR WENGI

DISUSUN OLEH
Rohmatul Ummah
(20021254067)

PROGRAM STUDI SENI MUSIK


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021/2022
STIGMA MISTISME DALAM LAGU LINGSIR WENGI
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Lagu merupakan bagian dari seni yang memiliki nada dan suara juga memiliki kombinasi
yang teratur. Setiap lagu memiliki susunan irama yang berbeda baik secara harmoni maupun
temporal di dalam kesatuan dan kesinambungan. Lagu secara umum juga diakui sebagai
kekayaan budaya dan merupakan salah satu unsur pembangunan bangsa. Dalam penanaman
kepribadian dan watak yang luhur sering menggunakan metode penyampaian melalui lagu
yang mengandung makna-makna kebajikan. Sejak Masi usia dini, anak-anak cenderung
diajarkan tentang lagu-lagu yang memiliki pesan moral tentang kehidupan. Hampir setiap
daerah bahkan bangsa memiliki kekayan berupa budaya lagu yang tidak sama satu dengan
yang lainnya. Perbedaan tersebut sangat beragam baik karna faktor bahasa, agama, dan
kebiasaan serta budaya setempat. Dalam perbedaan tersebut juga tercermin corak budaya
masing-masing yang menjadikan lagu sebagai identitas budaya suatu daerah atau bangsa.

Dalam konsep kebudayaan masyarakat, hampir menyentuh keseluruhan dari aktivitas


manusia dalam kehidupannya. Sehingga terbagi menjadi tujuh unsur dalam kebudayaan,
yaitu: Bahasa, pengetahuan, organisasi kemasyarakatan, teknologi, ekonomi, religi, dan
kesenian. Ketujuh unsur tersebut membentuk simbol dan kreasi yang terbentuk dari jiwa seni
manusia. Dalam karya seni tersebut tidak hanya terdapat makna tetapi juga moral yang
disisipkan disetiap karya. Sebagai salah satu contoh hasil karya seni yang mengandung
makna luhur adalah seni yang dikenal oleh masyarakat sebagai lagu daerah.

Lagu daerah merupakan perpaduan antara karya seni musik dan sastra yang memiliki citra
keindahan di setiap daerah. Ciri khas yang paling menonjol dalam lagu daerah adalah
penggunaan bahasa daerah sebagai medium utama. Lagu daerah secara jiwa dan rasa sangat
dekat dengan masyarakat daerah karena memiliki semangat kebersamaan dan kesetaraan
dalam masyarakat daerah. Tak heran jika lagu daerah kerap kali menjadi icon dan ciri
masing-masing daerah.
Pada umumnya lagu daerah berisi pesan-pesan dan kisah masyarakat setempat, baik itu kisah
para raja, kisah pertanian, kritik sosial, pendidikan, hingga yang lebih religius berkisah tntang
hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Di daerah Jawa khususnya Jawa Timur terdapat
lagu daerah yang dikenal dengan "Lingsir wengih" yang sudah terkenal dan menjadi symbol
kekayaan budaya masyarakat Jawa.
"Lingsir wengih" di dalam bahasa Indonesia berarti menjelang tengah malam. Diciptakan pada
tahun 1450 M oleh salah satu dari anggota wali songo, yakni Sunan Kalijaga. Sebagai seorang
pendakwah Agam Islam, tentunya lagu "Lingsir wengih" memiliki pesan moral dan pesan religi
serta ajakan memeluk agama Islam. Namun, problematika yang terjadi sekarang terdapat
penggesaran makna pada lagu "Lingsir wengi" tersebut. Lagu yang sebenarnya bermakna baik
sekarang mulai berubah menjadi penggambaran untuk sesuatu yang mistis dan pemanggilan
mahluk gaib. Hal tersebut perlu diteliti dan dikaji lebih dalam dan didokumentasikan secara
tertulis guna menjaga identitas kebudayaan masyarakat Jawa Timur. Maka dari itu, penelitian
dengan judul "Stigma Mistisme dalam Lagu Lingsir Wengih" perlu dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap lagu Lingsir Wengi?
b. Apa yang menyebabkan lagu Lingsir Wengi dianggap lagu yang mengandung unsur mistis?

C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui apa sebenernya makna yang terkandung dalam lagu Lingsir Wengi.
b. Mengetahui awal mula lagu Lingsir Wengi diciptakan dan tujuan diciptakannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Framing
Analisis framing merupakan salah satu alternatif untuk melihat fakta tersembunyi dibalik suatu
peristiwa, sehingga dapat menumculkan paradigma tertentu dalam melihat wacana media massa.
Dengan menggunakan analisis framing suatu wacana akan mudah dimaknai lebih-lebih yang
berkaitan dengan konteks sosial dan budaya. Dalam suatu berita pastinya ada ideologi yang
disematkan oleh penulis berita sehingga ada proses maupun mekanisme seperti apa atau
bagaimana proses media dibangun, diproduksi, dipertahankan, dibumbui, dan menggeser
ideologi yang lain. Dengan menggunakan analisis ini kita dapat melihat siapa yang menjadi
dalang dan siapa yang menjadi aktor dibalik berita yang diproduksi, sehingga dapat disimpulkan
akan ada pihak yang diuntungkan maupun dirugikan. (Eriyanto, 2012, hal. xv) Analisis framing
juga dapat dikatakan sebagai metode atau cara memahami realitas yang terjadi dalam suatu
wacana, berita maupun peristiwa yang terjadi baik individu maupun kelompok terntentu. Berita
tersebut dikemas sedemikian rupa melalui proses konstruksi oleh media. Secara efektifnya
framing digunakan untuk menonjolkan atau memfokuskan suatu berita dan menenggelamkan
atau meruntuhkan berita yang lain. Bagaimana media mengkonstruksi realitas, jadi dalam
analisis framing ini tidak memfokuskan mengenai siapa yang benar maupun salah tetapi
bagaimana media mengemas dan menyajikannya terhadap khalayak luas. (Eriyanto, 2012, hal. 7)
Menurut Gamson dan Modigliani frame memiliki struktur internal, sehingga didalam suatu berita
ada titik pusat didalamnya yang menjadi ide atau gagasan, sehingga suatu peristiwa terlihat
relevan dan dapat menonjolkan isu tertentu. Framing menggambarkan bagaimana cara seseorang
menulis ide atau gagasan yang sistematis sehingga terbentuk konstruksi makna yang sedemikian
rupa untuk dikaitkan dengan konteks suatu wacana yang telah dibangun oleh penulis berita.
Ghamson memandang wacana media terbentuk dari beberapa kemasan dengan mengkonstruksi
realitas yang terjadi. Kemasan adalah struktur atau skema kognisi yang digunakan oleh individu
maupun kelompuk untuk mengkonstruksi berita yang dia tulis, dan memaknai peristiwa yang
terjadi. Framing merupakan pendekatan untuk memahami bagaimana paradigma atau sudut
pandang wartawan dalam memilah isu dan mengkostruksi berita. Dengan paridma atau sudut
pandang tertentu dapat memilah berita mana yang akan ditekankan atau ditonjolan dan berita
mana yang akan di runtuhkan, dan akan diarahkan kemanakah konstruksi tersebut. (Eriyanto,
2012, hal. 261)
Peneliti memakai model Gamson dan Modigliani, yaitu model dengan berdasarkan pendekatan
konstruksionis dengan memandang repsesentasi media berbentuk realitas sosial. Terbentuk dari
beberapa frame yang mendukung suatu makna realitas yang terjadi. Bingkai atau frame
merupakan kumpulan ide yang mengindikasikan wacana apa yang diperbincangkan dan berita
apa yang pantas untuk dimuat. (Eriyanto, 2012, hal. 224) Frame mempunyai dua struktur,
pertama yakni struktur core frama merupakan gagasan sentral, yang kedua condensing siymbol
adalah hasil pecermatan interaksi simbolik
B. Konnsep Stigma
a) Definisi Stigma Menurut (Evans-Lacko, Gronholm, Hankir, Pingani, & Corrigan, 2016)
stigma berhubungan dengan kehidupan sosial yang biasanya ditujukan kepada orang-
orang yang dipandang berbeda, diantaranya seperti menjadi korban kejahatan,
kemiskinan, serta orang yang berpenyakitan salah satunya orang dengan kusta. Orang
yang mendapat stigma dilabelkan atau ditandai sebagai orang yang bersalah.
b) Bentuk – bentuk Stigma
Menurut (Rahman, 2013) terdapat beberapa bentuk stigma dalam masyarakat, yaitu:
 Labeling
Label dibedakan, dan label atau nama diberikan menurut perbedaan anggota
komunitas. Sebagian besar perbedaan individu tidak dianggap relevan secara sosial,
tetapi beberapa perbedaan yang diberikan dapat menonjol dalam masyarakat.
 Stereotip
Stereotipe adalah kerangka ideologis atau kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan
keyakinan tentang sesuatu dan karakteristik sosial tertentu. Stereotipe adalah
keyakinan tentang karakteristik, yaitu tentang anggapan yang sengaja dikaitkan
dengan amggapan yang telah dinilai wajar
 Separation
Pemisahan adalah pemisahan kita (sebagai pihak yang tidak distigmatisasi atau
distigmatisasi) dari mereka (kelompok yang distigmatisasi). Ketika sesuatu / lagu
yang berlabel memiliki kesan tertentu, maka hubungan antara label dan atribut negatif
akan menjadi alasan yang sah, sehingga proses stereotip dapat dikatakan berhasil.
 Deskriminasi
Diskriminasi adalah tindakan mempermalukan berbeda dan tidak wajar karena
anggapan suatu kelompok. Diskriminasi merupakan salah satu komponen perilaku
negatif berupa pemberian kesan buruk terhadap lagu.
c) Dampak Stigma
Menurut Phulf (Indriani & Damalita, 2015) menemukan ada beberapa dampak atau
akibat dari stigma, yaitu :
 Stigma sulit mencari bantuan
 membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma dapat menyebabkan
erosinya self-confidence sehingga menarik diri dari masyarakat
 Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan
pekerjaan
 Stigama bisa lebih kasar dan kurang manusiawi • Keluarganya menjadi lebih terhina
dan terganggu.
d) Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stigma
Menurut (Maharani, 2017) faktor-faktor yang menjadi terbentuknya stigma sebagai
berikut:
 Pengetahuan
Stigma terbentuk karena ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan tentang makna lagu
yang dikandung dalam Lingsir wemgi dan kesalahpahaman tentang pesan yang
terkandung di dalamnya. Pengetahuan adalah hasil tahu dari informasi yang
ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan,
pekerjaan, umur, lingkungan, sosial dan budaya.
 Aspek Budaya
Budaya merupakan pedoman-pedoman bagi seseorang untuk berperilaku dalam
dalam kehidupan bermasyarakat. Aspek budaya dalam penulisan ini adalah hasil akal
budi manusia dalam proses interaksi sosial masyaraka tertentu yang berwujud
pedoman- pedoman atau patokan-patokan tingkah laku manusia dalam hidup
bermasyarakat. Sebagai suatu hasil dari proses interaksi menyebabkan segala aspek
yang terdapat dalam masyarakat akan ikut pula berinteraksi.
 Persepsi
Persepsi terhadap lagu yang memiliki kesan baru dapat mempengaruhi perilaku dan
persepsi terhadap lagu tersebut. Stigma bisa berhubungan dengan persepsi seperti rasa
takut, seram dan menganggap adanya kesan mistis melekat pada lagu tersebut.

C. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan selanjutnya untuk
menemukan inspirasi baru untuk penelitian selanjutnya di samping itu kajian terdahulu
membantu penelitian dalam memposisikan penelitian serta menunjukkan orsinalitas dari
penelitian.
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah
terpublikasikan atau belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Dengan
melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian
yang hendak dilakukan. Kajian yang mempunyai relasi atau keterkaitan dengan kajian ini antara
lain:
a) Fajar Dwi Putra yang berjudul Persepsi Masyarakat Jawa Terhadap Tembang Lingsir
Wengi Sebagai Sebuah Komunikasi Lintas Budaya Syiar Agama Islam Tahun 2016. Yang
mendeskripsikan bagaimana pandangan masyarakat khususnya masyarakat Jawa terhadap
Tembang Lingsir wengi. Seperti perbedaan pemaknaan masyarakat terhadap arti
Tembang Lingsir Wengi. Dari hasil penelitian yang penulis dapatkan adalah Tembang
Lingsir Wengi merupakan sarana dakwah yang berbasis komunikasi budaya. Salah satu
dimensi yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mendakwahkan lagu ini ialah dengan
dimensi spiritual yaitu memberikan pengertian dan sifat persuasif kepada masyarakat
untuk menelaah makna Tuhan secara mendalam dan mendalami ajaran Islam dengan baik
dan benar.

b) Joko Febrianto yang berjudul Pemaknaan Lirik Lagu “Lingsir Wengi” OST Kuntilanak
2006 Tahun 2012. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana lagu ini menjadi sarana
untuk memanggil roh halus dalam film yang berjudul “Kuntilanak”. Akhirnya timbul
persepsi di masyarakat apabila mendengarkan lagu ini akan mendatangkan maut atau hal-
hal negatif lainnya bagi yang mendengarkannya.

Persamaan dan Perbedaan Penelitian:


No. Nama Persamaan Perbedaan
1. Fajar Dwi  Menggunakan Penelitian yang pertama
Putra penelitian kualitatif. ini lebih fokus terhadap
 Membahas persepsi persepsi masyarakat Jawa
atau pandangan dalam memaknai lagu
masyarakat terhadap Lingsir Wengi baik dari
lagu Lingsir Wengi. kalangan bangsawan
maupun rakyat Jawa biasa.

2. Joko  Menggunakan Penelitian ini membahas


Febrianto penelitian kualitatif. pemaknaan lagu Lingsir
 Membahas persepsi Wengi dalam film
atau pandangan “Kuntilanak” dan
masyarakat terhadap bagaimana pandangan
lagu Lingsir Wengi. masyarakat terhadap lagu
Lingsir Wengi setelah
menonton film tersebut.

Dari kedua penelitian tersebut dapat diketahui beberapa persamaan dan perbedaan antara
penelitian yang dilakukan dengan 2 penelitian tersebut. Persamaan dan perbedaan dapat
diketahui sebagai berikut:

 Persamaan
Persamaan penelitian pertama dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas
bagaimana pandangan masyarakat terhadap lagu Lingsir Wengi. Juga sama-sama
membahas makna sebenarnya yang terkandung dalam lagu Lingsir Wengi. Persamaan
penelitian kedua dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas pandangan
mistis masyarakat terhadap lagu Lingsir Wengi.
 Perbedaan
Perbedaan penelitian pertama dengan penelitian ini adalah dari segi pembahasan,
pembahasan penelitian pertama lebih fokus kepada pandangan masyarakat Jawa
kepada lagu Lingsir Wengi, sedangkan dalam penelitian ini pembahasannya lebih
luas, karena tidak hanya terfokus pada satu subjek saja.
Perbedaan penelitian kedua dengan penelitian ini adalah penelitian kedua membahas
tentang pemaknaan lagu Lingsir Wengi dalam film, sedangkan penelitian ini
membahas pemaknaan mistis lagu yang sudah beredar dalam masyarakat.
D. Kerangka Berpikir
Stigma adalah sebuah pikiran, pandangan, dan juga kepercayaan negatif yang
didapatkan seseorang dari masyarakat atau pun lingkungannya. Stigma diciptakan oleh
masyarakat saat melihat sesuatu yang dianggap telah menyimpang atau aneh karena ada
hal yang tidak seperti sewajarnya. Adapun faktor-faktor yag mempenaruhi adanya stigma
terbagi menjadi dua, yaitu: Faktor Internal dan Faktor Eksternal.

1. Faktor Internal yang mempengaruhi adanya stigma, yaitu faktor-faktor yang terdapat
dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain: Fisiologis, informasi
masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh akan mempengaruhi
dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Faktor Eksternal yang mempengaruhi stigma, merupakan karakteristik dari


lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat di dalamnya. Elemen-elemen tersebut
dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia di sekitarnya, dan
mempengaruhi bagaimana seseorang merasakan dan menerimanya. Sementara itu
faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi stigma adalah: ukuran dan penempatan
dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan
suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi
persepsi individu dan dengan melihat bentuk dan ukuran suatu obyek individu akan
mudah untuk perhatian pada gilirannya membuat pandangan terhadap sesuatu.

Pemaknaan lagu Lingsir Wengi ini dikaitkan dengan realitas eksternal yang terjadi di masyarakat
Indonesia khususnya. Awal mula adanya pandangan mistis masyarakat terhadap lagu Lingsir
Wengi adalah film yang berjudul “Kuntilanak” yang menggunakan lagu Lingsir Wengi sebagai
soundtrack film tersebut. Dalam film tersebut lagu Lingsir Wengi digunakan sebagai sarana
untuk memanggil roh halus. Akhirnys timbul persepsi masyarakat seperti apabila mendengarkan
lagu ini akan mendatangkan maut atau semacamnya bagi yang mendenarkan. Akhirnya muncul
histeria di tengah kalangan masyarakat kita yang notabene masih percaya dengan adanya hal-hal
ghaib. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan makna asli dari lagu Lingsir Wengi yang
berisikan tentang pujian dan doa-doa untuk keselamatan dunia dan akhirat.

Anda mungkin juga menyukai