Anda di halaman 1dari 139

IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN

DALAM NEGERI

PROPOSAL
OLEH : PUJI WIJAYANTI
NIM: 2019-02-146

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
i

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada
Kementerian Dalam Negeri terkait Reformasi Birokrasi melalui
Penguatan Tata Kelembagaan yang dilakukan melalui Metode
Mintzberg serta mengetahui dan mendiskripsikan faktor-faktor
pendukung dan penghambat yang mempengaruhi Reformasi Birokrasi
melalui Penguatan Tata kelembagaan dan Penguatan Tatalaksana di
Kementerian Dalam Negeri. Penelitian ini didasarkan pada fenomena
yang terjadi, dimana Dalam implementasinya Reformasi Birokrasi
sangat bergantung pada pemimpin, secara eksplisit tidak menerapkan
metode Mintzberg, sehingga maju mundurnya organisasi pemerintah
bergantung pada pemimpin, reformasi birokrasi yang dilakukan di
Indonesia masih terkesan sebatas melakukan perombakan yang
sifatnya institusional dimana belum mampu menyentuh paradigma,
mindset dan budaya birokrasi. Pada penelitian ini, paradigma yang
digunakan adalah Konstruksivisme. Sebab peneliti ingin mengetahui
faktor apa saja yang mendorong suatu realitas dapat terjadi dan
menjelaskan bagaimana faktor-faktor itu merekonstruksi realitas
tersebut.

Kata Kunci : Implementasi, Reformasi Birokrasi

i
ABSTRACT
This study aims to provide recommendations to the Ministry of Home
Affairs regarding Bureaucratic Reform through Strengthening
Institutional Governance through the Mintzberg Method and to identify
and describe the supporting and inhibiting factors that affect
Bureaucratic Reform through Strengthening Institutional Governance
and Strengthening Management at the Ministry of Home Affairs. This
research is based on the phenomenon that occurs, where the
implementation of Bureaucratic Reform is very dependent on the
leader, explicitly does not apply the Mintzberg method, so that the
progress of government organizations depends on the leader. Able to
touch the paradigm, mindset and culture of bureaucracy. In this study,
the paradigm used is Constructivism. Because researchers want to
know what factors drive a reality to occur and explain how these
factors reconstruct that reality.

Keywords: Implementation, Bureaucratic Reform

ii
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................
ABSTRACT..........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
DAFTAR TABEL..................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Identifikasi masalah...............................................................
C. Pembatasan Masalah.............................................................
D. Perumusan Masalah...............................................................
E. Maksud dan Tujuan Penelitian................................................
F. Kegunaan Penelitian..............................................................
1. Kegunaan Akademis.........................................................
2. Kegunaan Praktis .............................................................

BAB II PENELITIAN TERDAHULU, TINJAUAN PUSTAKA, DAN


KERANGKA PEMIKIRAN
A. Penelitian Terdahulu..............................................................
B. Tinjauan Pustaka...................................................................
1. Pengertian Reformasi Birokrasi..........................................
2. Penetapan Kelembagaan ..................................................
3. Reformasi Birokrasi dalam Penataan Kelembagaan.............
4. Teori Meitzberg................................................................
C. Kerangka Pemikiran...............................................................
D. Hipotesis...............................................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................
B. Paradigma Penelitian............................................................

iii
C. Desain Penelitian..................................................................
D. Subjek dan Objek Penelitian..................................................
E. Sumber data dan Informan...................................................
F. Teknik Pengumpulan Data.....................................................
G. Teknik Analisa Data..............................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Kerangka Berfikir...................................................................

v
DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Target Indeks Reformasi tahun 2018-2021.................................


Tabel II.1 Penelitian Terdahulu..................................................................

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Birokrasi di Indonesia, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

Daerah, pasca reformasi kerap mendapat sorotan dan kritik yang tajam

karena struktur kelembagaan yang gemuk dan menyerap banyak

pendanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun

karena perilaku aparatur yang tidak sesuai dengan tugas yang

diembannya sebagai pelayan masyarakat. Pembahasan tentang birokrasi

senantiasa berkonotasi negatif. Birokrasi selalu diasosiasikan lamban,

berbelit-belit, menghalangi kemajuan, cenderung memperhatikan

prosedur dibandingkan substansi, dan tidak efesien. Bahkan pandangan

para pengamat lebih jauh lagi tentang model birokrasi di Indonesia.

Birokrasi di setiap negara memegang peranan penting karena ia

menjalankan keputusan politik atau kebijakan pemerintah. Karena itu,

birokrasi hendaknya didesain seefektif dan seefisien mungkin agar

optimal dalam menjalankan fungsi (Ning Ndri Ayu Toimsar, 2018:1).

Birokrasi menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan suatu negara

dalam mencapai cita-cita serta tujuannya. Berhasilnya birokrasi dilihat

dari kinerja para pegawainya baik dalam hal pelayanan,


2

keprofesionalitasan, dalam bekerja serta keterampilan yang dimilikinya.

Di Indonesia sifat kinerja birokrasinya cenderung agak kaku, lambat

dalam merespon perubahan zaman dan terlalu hirarkies. Hal ini

dikarenakan Indonesia masih menggunakan model birokrasi Weberian

(Kurniawan, 2019:2). Model birokrasi Weberian yang dianut merupakan

salah satu hasil warisan pada masa kolonial Belanda. Model ini sangat

bersifat sentralistik dan struktural (Thoha, 2008:3). Karena menurut

Weber, rasionalitas dan efesiensi birokrasi dapat dicerminkan melalui

susunan hierarki.

Di Indonesia, kinerja birokrasi masih perlu dibenahi dan

ditingkatkan dalam memberikan pelayanan yang baik untuk mendukung

upaya membangun pemerintahan yang berkualitas ( good governance).

Kinerja birokrasi tidak terlepas dari kinerja sumber daya manusia di

dalamnya sumber daya manusia yang dimaksud adalah aparatur

pemerintah yang dikenal dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu

faktor yang paling penting dan mampu menentukan keberhasilan atau

kegagalan suatu organisasi adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM)

(Didi Rasidi, 2011:4).

Keunggulan bersaing (competitive advantage) suatu organisasi

sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk dapat


3

mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah ataupun

programnya, maka seluruh aktivitas yang ada harus diukur, dan

pengukuran tersebut tidak hanya dilihat dari input (masukan) dari

program akan tetapi lebih ditekankan kepada output (keluaran),

outcomes (hasil), benefits (manfaat) dan impacts (dampak). (Porter,

2008:5)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yang

merupakan salah satu peraturan pemerintah yang diterbitkan untuk

mendukung pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara

sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan ini mengamanatkan

bahwa perlunya dibangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas,

profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik

korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan

pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran

sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. (Tentang Aparatur Sipil Negara, 2014:6)

Kinerja maksimal dari pegawai menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara akan terwujud bilamana


4

organisasi dapat mengarahkan dan mengembangkan potensi dan

kemampuan yang dimiliki oleh pegawai sehingga pegawai mampu

bekerja secara optimal. Penilaian kinerja dalam sebuah lembaga

bertujuan untuk menilai seberapa baik karyawan telah melaksanakan

pekerjaannya dan apa yang harus mereka lakukan untuk menjadi lebih

baik di masa mendatang. Ini dilaksanakan dengan merujuk pada isi

pekerjaan yang mereka lakukan dan apa yang mereka harapkan untuk

mencapai setiap aspek dari pekerjaan mereka (Veithzal, 2011:7)

Salah satu yang menjadi alasan dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014 adalah sebagai dasar dalam rangka mendukung

program Reformasi Birokrasi yang bertujuan untuk melakukan

pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem

penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek

kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan ( business process) dan

sumber daya manusia aparatur.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2021 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri mengamanatkan

bahwa Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan

urusan di bidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden

dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Berdasarkan Pasal 4


5

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2021 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri bahwa Kementerian

Dalam Negeri memiliki fungsi melakukan pelaksanaan pengembangan

sumber daya manusia di bidang pemerintahan dalam negeri. Sesuai

dengan Peraturan Menteri dimaksud, Kementerian Dalam Negeri memiliki

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) sebagai unit kerja

yang mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dalam

aspek sumber daya manusia aparatur, dan Biro Organisasi dan

Tatalaksana sebagai unit kerja yang mendukung pelaksanaan

penyelenggaraan dalam aspek kelembagaan (organisasi) dan

ketatalaksanaan (business process).

Fungsi Biro Organisasi dan Tatalaksana sebagaimana tercantum

dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Dalam Negeri, adalah menyelenggarakan fungsi:

1. pelaksanaan kebijakan penataan struktur organisasi, tata kerja,

dan hubungan kerja pemerintahan dan unit pelaksana teknis;

2. pelaksanaan fasilitasi dan evaluasi penataan kelembagaan

Kementerian, dan unit pelaksana teknis;

3. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis serta fasilitasi


6

pelaksanaan analisis jabatan, analisis beban kerja, evaluasi

jabatan, peta jabatan, dan identifikasi kebutuhan jabatan

fungsional Kementerian, unit pelaksana teknis pemerintah daerah,

dan tambahan penghasilan pegawai pemerintah daerah;

4. penyusunan pedoman dan petunjuk teknis serta fasilitasi penataan

ketatalaksanaan Kementerian, unit pelaksana teknis, dan

pemerintah daerah;

5. penyiapan telaahan kebijakan penataan kelembagaan;

6. pelaksanaan fasilitasi dan evaluasi penataan kelembagaan dan

kinerja sekretariat daerah provinsi dan kabupaten/kota;

7. pengoordinasian, pembinaan umum dan fasilitasi pelaksanaan,

pengembangan program dan evaluasi reformasi birokrasi di

lingkungan Kementerian, dan pemerintah daerah;

8. pengoordinasian dan fasilitasi pelaksanaan, pengembangan dan

evaluasi layanan administrasi dan konsultasi dan koordinasi

pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah di lingkungan

Kementerian, dan pemerintah daerah; dan

9. penyusunan rencana program kerja dan anggaran biro,

pengelolaan administrasi aparatur sipil negara, urusan rumah

tangga, dan tata usaha biro.


7

Oleh karena itu, penanganan sumber daya manusia harus

dilakukan secara menyeluruh dan seksama dalam kerangka sistem

pengelolaan sumber daya manusia yang bersifat strategis, menyatu, dan

selalu terhubung sesuai tujuan, visi misi organisasi. Permasalahan yang

paling umum didapati pada birokrasi di Indonesia, adalah pola pikir

(mind-set) dan budaya kerja (culture set) dimana Aparatur belum

sepenuhnya mendukung reformasi birokrasi yang efisien, efektif dan

produktif, dan profesional sesuai dengan Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi

2020-2024. (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan

Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang

Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024:8).

Secara umum Reformasi Birokrasi adalah proses menata ulang,

mengubah, memperbaiki dan menyempurnakan birokrasi menjadi lebih

baik (profesional, bersih, efesien, efektif dan produktif). Reformasi

Birokrasi adalah upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah dalam rangka

mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (good governance).

Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah


8

yang profesional dengan karakter adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi,

bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu melayani publik,

netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan

kode etik aparatur negara (Reformasi Birokrasi Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia, 2020).

Panjangnya jenjang jabatan yang dipakai oleh birokrasi di

Indonesia menyebabkan pengambilan keputusan menjadi sangat sulit

dan memakan waktu yang banyak. Untuk itu diperlukannya sejumlah

agenda reformasi birokrasi terkait struktur kelembagaan pemerintah di

Indonesia hal ini wajib dilakukan dalam rangka mempercepat efesiensi

kerja para birokrat sehingga pengambilan keputusan menjadi lebih cepat

dan mudah.

Reformasi birokrasi didasari atas Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010-2025. Lingkungan kerja di seluruh

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah perlu melakukan

reformasi birokrasi (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81

tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025:9), dan

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi


9

2020-2024 (Reformasi Birokrasi Didasari Atas Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 81 Tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi

2010-2025., 2010:10).

Dalam rangka mempercepat tercapainya tata kelola

pemerintahan yang baik, maka perlu dilakukan penguatan optimalisasi

pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian secara berkelanjutan dan

berkomitmen penuh dalam mendukung implementasi pelaksanaan

program reformasi birokrasi. Salah satunya Kementerian Dalam Negeri

sebagai instansi yang mempunyai kedudukan dan posisi yang sangat

strategis menjadi sorotan dari berbagai penjuru dituntut untuk melakukan

reformasi birokrasi.

Reformasi Birokrasi di bidang Penataan Kelembagaan di

lingkungan Kementerian Dalam Negeri dimulai sejak bergulirnya

reformasi tahun 1998. Perubahan terus bergulir sejalan dengan

perubahan lingkungan strategis, dinamika politik, dan perkembangan

kemajuan tekhnologi informasi, yang keseluruhannya menuntut kearah

yang lebih baik dimana pola pelayanan masyarakat dapat meningkat

menjadi efisien dan efektif.

Terdapat delapan hal terkait Reformasi Birokrasi yang

dilaksanakan di Kementerian Dalam Negeri, antara lain (1) Manajemen


10

Perubahan, (2) Penguatan Sistem Pengawasan, (3) Penguatan

Akuntabilitas, (4) Penguatan Kelembagaan, (5) Penguatan Tata Laksana,

(6) Penguatan Sistem Manajemen SDM ASN, (7) Penguatan Peraturan

Perundang-Undangan atau Deregulasi Kebijakan, (8) Penguatan Kualitas

Pelayanan Publik. Delapan hal tersebut yang menjadi acuan Kementerian

Dalam Negeri melakukan penilaian kinerja secara periodik yang

berorientasi pada periode terdahulu atau periode yang akan datang.

Penilaian disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah unjuk kerja dari

pegawai sudah memenuhi standar kerja yang diharapkan atau belum.

Kinerja dalam suatu organisasi adalah jawaban dari berhasil atau

tidaknya visi misi organisasi.

Kinerja Kementerian Dalam Negeri dalam menyikapi reformasi

birokrasi adalah dengan membuat agenda Reformasi Birokrasi yang

merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

mendasar terhadap penyelenggaraan birokrasi yang baik, efektif dan

efesien, sehingga dapat melayani masyarakat, dalam hal ini penerima

layanan kita adalah ASN Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah

Daerah, secara cepat, tepat dan profesional. Peningkatan kapasitas

birokrasi secara terus menerus dapat mewujudkan birokrasi kelas dunia,

dengan penerapan kebijakan linier yang beriringan, RPJMN 2020-2024,


11

Renstra Kementerian Dalam Negeri 2020-2024, kerangka acuan

penyusunan program/kegiatan, serta memperhatikan kondisi lingkungan

yang strategis pada masa pandemi covid-19;

Data Indeks Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri

menyatakan terdapat 8 (delapan) area perubahan yang harus dipenuhi

oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), berdasarkan

hasil penilaian tahun 2020, yaitu:

a. Manajemen Peubahan: nilai 1,89 (hijau), tepenuhi.

b. Penguatan Perundang-undangan: nilai 0,75 (hijau), terpenuhi

c. Penguatan Kelembagan: nilai 1,50 (kuning), belum terpenuhi

(Penyederhanan birokrasi)

d. Penguatan Tatalaksana; 0,55 kuning, belum terpenuhi (Rentsra,

SOP, POKIN, dan PROBIS)

e. Penguatan Sistem Manajemen SDM ASN; Nilai 1,26 (hijau),

terpenuhi

f. Penguatan Akuntabilitas Kinerja; Nilai 2,25 (hijau), terpenuhi.

g. Penguatan sistem Pengawasan: Nilai 1,80 (hijau), terpenuhi.

h. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Nilai 0,98 (hijau),

terpenuhi.
12

Adapun Target Indeks Reformasi Birokrasi tercantum dalam tabel

Kementerian Dalam Negeri berikut ini:

Tabel I.1
TARGET INDEKS REFORMASI TAHUN 2018 - 2021

No Tahun Pencapaian

1 2018 75,02,

2 2019 75,43

3 2020 Nilai belum dikeluarkan Kemenpan RB

4 2021 Tahap Pelaksanaan

Sumber : (https://bpsdm.Kementerian Dalam Negeri.go.id//:11,Diunduh pada


Tanggal 10 July 2021)

Berdasarkan hasil data indeks Kementerian Dalam Negeri diatas

menyatakan bahwa enam area yang menjadi indikator Reformasi

Birokrasi telah terpenuhi, akan tetapi terdapat dua indikator area tata

kelembagaan atau penyederhanaan birokrasi dan tatalaksana yang masih

belum terpenuhi. Sehingga dianggap perlu dilakukan oleh tim menindak

lanjuti perbaikan pelaksanaan reformasi birokrasi BPSDM. Meskipun

instansi Kementerian Dalam Negeri tidak berhadapan langsung dengan


13

masyarakat, tapi kebijakan Kementerian Dalam Negeri akan berdampak

langsung kepada masyarakat, dan untuk itu sudah terbentuk Tim

Reformasi Birokrasi dengan Keputusan Menteri Nomor 100.05-757 Tahun

2009.

Ruang lingkup reformasi birokrasi pada prinsipnya menyangkut

berbagai bidang antara lain bidang organisasi, yang mengatur tentang

tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja, bidang

tata laksana, yang mengatur tentang sistem dan prosedur, standarisasi,

sarana dan prasarana, bidang kepegawaian, terkait dari aspek

manajemen kepegawaian, mulai dari proses rekruitmen, pola karier dan

kesejahteraan, serta bidang hukum dan perundang-undangan.

Berbagai permasalahan dan hambatan yang mengakibatkan

sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan

tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbaharui.

Reformasi birokrasi dalam lembaga Kementerian dilaksanakan dalam

rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah

strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna

dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan

pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan


14

ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan

lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi

dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.

Oleh karena itu, harus segera diambil langkah-langkah yang

bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara

bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau

tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Sedangkan kebijakan dalam penataan kelembagaan pemerintah,

baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah lebih diarahkan pada

upaya rightsizing yaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang

diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proporsional,

datar (flat) hierarki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria

eksternalitasi, akuntabilitas, efisien dengan memperhatikan keserasian

hubungan antar susunan pemerintahan yang terdiri atas urusan wajib

dan urusan pilihan.


15

Pada akhirnya, Reformasi di bidang Organisasi ini memiliki arah

dan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan

tugas dengan banyak manfaat yang diperoleh antara lain:

1. Membangun aparatur negara yang efektif dan efisien;

2. Membebaskan aparatur negara dari praktek KKN dan perbuatan

tercela lainnya; dan 

3. Agar birokrasi pemerintah mampu menghasilkan/ memberikan

pelayanan yang prima, amanah (good gevernance), citra dan cita

sebagai abdi masyarakat dan abdi negara.

Adapun dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam

Negeri secara eksplisit tidak menyinggung Teori Henry Mintzberg, tetapi

dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut bahwa dasar pelaksanaan

tersebut disusun belandaskan Teori Henry Minzberg. Berangkat dari

persoalan tersebut, pentingnya juga untuk Penataan kelembagaan pada

Kementerian Dalam Negeri harus disadari dalam pembuatan

peraturannya disusun berlandaskan Teori Mintzberg. Menurut penelitian

(Bahtiar, 2016:12), Henry Mintzberg menjelaskan bahwa struktur

organisasi dapat dibagi menjadi lima bagian menurut tugas dan

fungsinya, yaitu:
16

(1) Strategic apex yang berfungsi sebagai coordinator keseluruhan

aktivitas organisasi,

(2) operating core yang bertugas yang melakukan pekerjaan pokok dari

organisasi,

(3) middle line yang menjebatani strategic apex dan operating core,

(4) techno strukture yang berfungsi sebagai analis dan penyusun

standard, lalu

(5) supporting staff yang berfungsi sebagai pendukung kehidupan

organisasi.

Akan tetapi dalam pelaksaannya, secara umum penataan

kelembagaan kementerian seringkali tidak sampai pada upaya

pemahaman Teori Henry Mintzberg dalam menyusun penataan

kelembagaan Kementerian Dalam Negeri. Hal tersebut nantinya,

berimplikasi pada mutu Peraturan Menteri yang dihasilkan. Bisa jadi

peraturan yang dibuat dapat mengandung banyak kekurangan dan pada

akhirnya tujuan penataan lembaga Kementerian Dalam Negeri yang

rasional, proporsional, efektif, dan efisien, sebagaimana amanah

penjelasan umum Peraturan Menteri menjadi berpotensi tidak tercapai.

Untuk mendukung tugas dan fungsi sebuah organisasi dibutuhkan

sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam mendukung


17

kinerja organisasi. Dalam melakukan strategi penilaian kualitas sumber

daya manusia biasanya didasarkan pada beberapa kriteria antara lain

kehadiran, kedisiplinan, budaya kerja, kompetensi mendukung. Dari

penilaian tersebut dapat diketahui prestasi kerja seorang karyawan

dimana terdapat kelebihan atau kekurangan yang dimilikinya. Bagi

mereka yang memiliki prestasi kerja yang tinggi memungkinkan dirinya

untuk diberikan promosi sebaliknya pegawai yang berprestasi rendah,

prestasi kerjanya dapat diperbaiki dengan memindahkan ke jabatan yang

sesuai dengan kecakapannya. Kenyataan yang ada di organisasi

menunjukkan bahwa kinerja pegawai belum tercapai secara optimal atau

sesuai dengan harapan manajemen.

Seperti dalam penelitian sebelumnya (Sofianti, 2020:12) yang

berjudul “Reformasi Kelembagaan pada Sekretaris Daerah Kota Malang

2020”, hasil penelitian ini menemukan bahwa Sekretaris Daerah Kota

Malang memiliki strategi yang jelas dengan adanya visi dan misi yang

sesuai dengan tuntutan kebutuhan di masyarakat ataupun organisasi.

Dari hal tersebut, maka penulis tertarik mengkaji Reformasi

Birokrasi pada kelembagaan Kementerian Dalam Negeri terhadap struktur

Penataan kelembagaannya, apakah telah menerapkan strategi Metode

Henry Mintzberg. Dengan demikian penelitian dengan judul


18

“Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri”.

diharapkan bisa mendeskripsikan bagaimana Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25

Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024 secara

substantif memenuhi prinsip penataan kelembagaan Kementerian Dalam

Negeri serta mendiskripsikan bagaimana Implementasi Reformasi

Birokrasi Kementerian Dalam Negeri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat

diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Reformasi Birokrasi belum mampu mengatasi permasalahan birokrat.

2. Dalam implementasinya Reformasi Birokrasi sangat bergantung pada

pemimpin, secara eksplisit tidak menerapkan metode Mintzberg,

sehingga maju mundurnya organisasi pemerintah bergantung pada

pemimpin,

3. Reformasi birokrasi yang dilakukan di Indonesia masih terkesan

sebatas melakukan perombakan yang sifatnya institusional dimana

belum mampu menyentuh paradigma, mindset dan budaya birokrasi


19

4. Belum seluruh pegawai Kementerian Dalam Negeri memahami dan

menjiwai Budaya Pemerintahan.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini

dilakukan pembatasan masalah, agar peneliti lebih terarah dan terfokus

kepada bagaimana implementasi Penataan Kelembagaan Reformasi

Birokrasi yang dilakukan di Kementerian Dalam Negeri serta apa saja

faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi Reformasi

Birokrasi melalui penataan kelembagaan pada Kementerian Dalam

Negeri.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah pada penelitian ini, maka dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam

Negeri?
20

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi

Reformasi Birokrasi melalui Penataan Kelembagaan pada

Kementerian Dalam Negeri?

E. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud

Penelitian ini dimaksudkan sebagai konsep penerapan fungsi

Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di Kementerian Dalam Negeri

2. Tujuan

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian Dalam

Negeri terkait Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian

Dalam Negeri.

2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan faktor-faktor pendukung

dan penghambat yang mempengaruhi Reformasi Birokrasi melalui

Penguatan Tata kelembagaan dan Penguatan Tatalaksana di

Kementerian Dalam Negeri.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-

pihak sebagai berikut:


21

1. Kegunaan Akademis.

a) Dapat memberikan input atau masukan terhadap instansi

pemerintah lainnya terkait kajian analisis Implementasi Reformasi

Birokrasi Kementerian Dalam Negeri.

b) Memberikan Referensi atau dapat digunakan sebagai bahan

kajian bagi penelitian selanjutnya dalam mengkaji suatu

keberhasilan reformasi birokrasi dalam menunjang penataan

kelembagaan pada instansi pemerintah.

2. Kegunaan Praktis.

Kegunaan Penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi

serta rekomendasi pada Kementerian Dalam Negeri terkait reformasi

birokrasi melalui penataan kelembagaan yang dilakukan.


BAB II
PENELITIAN TERDAHULU, TINJAUAN PUSTAKA DAN
KERANGKA PEMIKIRAN

Pada bab ini peneliti menjabarkan mengenai penelitian terdahulu yang

menjadi dasar untuk mengarahkan fokus yang diambil peneliti. Selanjutnya

pada bab ini juga dijelaskan tentang penggunaan sebuah teori yang memiliki

tujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang peneliti uji serta

membantu peneliti dalam melakukan sebuah penelitian. Terdapat kerangka

berfikir pada bab ini yang melengkapi penjabaran penelitian. Kerangka

berfikir disajikan dengan tujuan untuk menjelaskan arah teori yang

digunakan oleh peneliti dalam menganalisis penelitian dan membantu

pembaca dalam memahami alur pikir penelitian.

A. Penelitian Terdahulu

Pada subbab ini peneliti menjabarkan penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penelitian saat ini tentang “Implementasi Reformasi

Birokrasi Kementerian Dalam Negeri”. Penelitian terdahulu berfungsi

sebagai rujukan dan pedoman penelitian. Penjabaran atas penelitian

terdahulu peneliti lakukan untuk menjadi referensi serta menemukan

celah pembeda dari penelitian ini. Sehingga penelitian ini dapat dilihat

22
23

dari sisi terbarukannya. Di bawah ini terdapat penelitian jadikan sebagai

referensi, antara lain:

Tabel II.1
PENELITIAN TERDAHULU

No Judul Penelitian Deskripsi Penelitian Titik Perbedaan

1 Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan untuk Penelitian ini


Reformasi Birokrasi mengetahui pelaksanaan berfokus pada
Di Kementerian reformasi birokrasi di Pelaksanaan
Hukum Dan HAM Kementerian Hukum dan Reformasi
RI HAM. Penelitian ini Birokrasi di
Oleh Haryono menggunakan metode Kementerian
Pusat Pengkajian penelitian gabungan (mixed Hukum dan HAM,
dan Pengembangan methods) yang berkaitan
Kebijakan Hasil penelitian menunjukan dengan komitmen,
Badan Penelitian bahwa reformasi birokrasi tingkat
dan Pengembangan dicapai melalui pelaksanaan pemahaman dan
Hukum dan HAM tugas dan fungsi yang pengetahuan
2016 terintegrasi melalui 8 area tentang
perubahan dengan pelaksanaan
pemanfaatan Teknologi reformasi birokrasi
Informasi serta melakukan dan target kinerja,
inovasi untuk meningkatkan tingkat kepuasan
pelayanan kepada pegawai, dan
masyarakat dengan beban kerja
membentuk sumber daya pegawai.
manusia aparatur yang
mempunyai inovasi dan
kreatifitas perubahan.

2 Pelaksanaan Penelitian ini mengkaji Penelitian ini


Reformasi Birokrasi mengenai pelakanaan berfokus pada
Dalam Rangka Reformasi Birokrasi yang pelaksaan
Peningkatan diakukan oleh Badan Reformasi
Pelayanan Perijinan Penanaman Modal dan Birokrasi yang
Terpadu Kota Pelayanan Perijinan Terpadu dilakukan BPM
Pasuruan (Studi Kota Pasuruan dengan PTSP Kota
pada Badan mengggunakan sistem PTSP Pasuruan dengan
Penanaman Modal yang berdasar pada menggunakan
dan Pelayanan Peraturan Menteri Dalam sistem PTSP yang
Perijinan Terpadu Negeri. Hasil Penelitian berdasar pada
24

Kota Pasuruan) menjelaskan bahwa adanya Permen DAGRI


Oleh Erirca Dwi program Pelayanan Terpadu melalui segi
Tanti, Suesilo Satu Pintu (PTSP) mampu kelembagaan,
Zauhar dan Siti menangkas birokrasi, sumber daya
Rohmah (2015) meminimalisir praktik KKN aparatur, dan
dan menciptakan birokrasi sumber daya
yang transparan. ketatalaksanaan
dalam bidang
pelayanan publik.
3 Reformasi Birokrasi Penelitian ini membahas Penelitian ini
Melalui Penataan mengenai Reformasi berfokus pada
Kelembagaan Di Birokrasi melalui Penelitian
Kota Malang (Studi kelembagaan Sekretariat Reformasi
pada Sekretariat Daerah Kota Malang. Birokrasi melalui
Daerah Kota Mengingat kota Malang kelembagaan
Malang) Oleh Ade mendapatkan Rapot Merah Sekretariat daerah
Ira Sofianti (2020) pada evaluasi Reformasi Kota Malang yang
Birokrasi tahun 2015 dan diteliti melalui
2016 dalam komponen Teori Reformasi
penataan kelembagaan. Birokrasi dalam
Penelitian ini menggunakan penataan
Teori Reformasi Birokrasi kelembagaan
dalam Penataan dengan
Kelembagaan menurut menggunakan
Sedarmayanti yang tujuh indikator.
mengedepankan tujuh
indikator.
4 Reformasi Birokrasi Penelitian ini membahas Penelitian ini
Bidang Organisasi Organisasi dan tata laksana berfokus pada
Dan Tata Laksana merupakan alat untuk Peraturan Presiden
Di Kementerian mencapai visi dan misi Nomor 81 Tahun
Kelautan Dan organisasi, pada tahun 2010 2010 melalui
Perikanan Jakarta Pemerintah melalui Grand Design
Oleh Sandy Peraturan Presiden Nomor Reformasi
Ardiyansyah Putra 81 Tahun 2010 telah Birokrasi
(2015) menetapkan Grand Design Indonesia 2010-
Reformasi Birokrasi 2025 tentang
Indonesia 2010-2025, salah perubahan di
satu agenda area perubahan bidang organisasi
yang dilakukan adalah dan tatalaksana
dibidang Organisasi dan pada Kementerian
Tatalaksana Kelautan dan
Perikanan.
5 Sruktur Baru Penelitian ini membahas Penelitian ini
25

Organisasi tentang lembaga penelitian terfokus hanya


Lembaga Penelitian dan pengembangan (litbang) pada lembaga
Dan di Indonesia masih dianggap penelitian dan
Pengembangan belum mampu memberikan pengembangan
Pemerintah Di kontribusi nyata dan (litbang) yang
Indonesia: Sebuah signifikan bagi perekonomian sejalan dengan
Konsep dan Respon bangsa. Penelitian ini kebijkan reformasi
atas Kebijakan merupakan penelitian birokrasi dengan
Penataan dan kebijakan dengan tipe aspek penataan
Penguatan Review of Existing Research. struktur
Organisasi 1 dalam Hasil analisis menunjukkan organisasi.
Reformasi Birokrasi bahwa struktur organisasi Penelitian ini
Oleh Prakoso et,al. litbang haruslah mengacu merupakan
2013 pada perkembangan dan kebijakan dengan
tuntutan kondisi terkini. tipe Review of
Existing Research.
Sumber : Dioalah Peneliti, Diunduh pada Tanggal 5 July 2021

Pertama, penelitian yang ditulis oleh Haryono dari Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kementerian Hukum dan HAM RI dengan judul

“Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Di Kementerian Hukum Dan HAM RI”

yang diterbitkan pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian Hukum dan

HAM melalui metode penelitian gabungan (mixed methods) antara

pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data primer

dan data sekunder. Penelitian ini terfokus pada penggunaan metode

penelitian gabungan (mixed methods) antara pendekatan kuantitatif dan

kualitatif dengan menggunakan data primer dan data sekunder melalui

teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling


26

pada Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Hukum dan HAM

RI. Hasil penelitian menunjukan bahwa reformasi birokrasi dicapai melalui

pelaksanaan tugas dan fungsi yang terintegrasi melalui 8 (delapan) area

perubahan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi serta melakukan

inovasi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan

membentuk sumber daya manusia aparatur yang mempunyai inovasi dan

kreatifitas perubahan. Secara umum pelaksanaan 8 (delapan) area

perubahan reformasi birokrasi sudah berjalan dengan baik. Namun masih

ada beberapa kendala dalam pelaksanaanya yang berkaitan dengan

komitmen, tingkat pemahaman dan pengetahuan tentang pelaksanaan

reformasi birokrasi dan target kinerja, tingkat kepuasan pegawai, dan

beban kerja pegawai.

Kedua, penelitian yang ditulis oleh Erirca Dwi Tanti, Suesilo Zauhar

dan Siti Rohmah yang diterbitkan pada tahun 2015 dengan judul

penelitian “Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Peningkatan

Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Pasuruan (Studi pada Badan

Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Pasuruan)”.

Fokus penelitian ini terdapat pada pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang

dilakukan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu

Kota Pasuruan dengan menggunakan sistem PTSP yang berdasar pada


27

Peraturan Menteri Dalam Negeri melalui segi kelembagaan, sumber daya

aparatur, dan sumber daya ketatalaksanaan dalam bidang pelayanan

publik. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa adanya program Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP) mampu menangkas birokrasi, meminimalisir

praktik KKN dan menciptakan birokrasi yang transparan. Pelaksanaan

program PTSP tersebut nyatanya masih banyak kendala, namun apabila

dibandingkan dengan program yang lama, program PTSP dinilai cukup

efektif karena masyarakat lebih yakin terhadap program ini, karena lebih

cepat, mudah dan transparan.

Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Ade Ira Sofianti yang

diterbitkan pada tahun 2020, dengan judul “Reformasi Birokrasi Melalui

Penataan Kelembagaan Di Kota Malang (Studi pada Sekretariat Daerah

Kota Malang)”. Fokus penelitian ini terdapat pada Reformasi Birokrasi

melalui kelembagaan Sekretariat Daerah Kota Malang yang diteliti melalui

Teori Reformasi Birokrasi dalam penataan kelembagaan dengan

menggunakan tujuh indikator. Hasil Penelitian ini menemukan bahwa

Sekretariat Daerah Kota Malang memiliki strategi yang jelas dengan

adanya visi dan misi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan di

masyarakat dan ataupun di organisasi.


28

Keempat, penelitian yang ditulis oleh Sandy Ardiyansyah Putra

yang diterbitkan pada tahun 2015 dengan judul “Reformasi Birokrasi

Bidang Organisasi Dan Tata Laksana Di Kementerian Kelautan Dan

Perikanan Jakarta”. Fokus penelitian ini terdapat pada Peraturan Presiden

Nomor 81 Tahun 2010 melalui Grand Design Reformasi Birokrasi

Indonesia

2010-2025 tentang perubahan di bidang organisasi dan tatalaksana pada

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hasil penelitian ini menunjukan

reformasi birokrasi bidang organisasi dan tata laksana di Kementerian

Kelautan dan Perikanan menghadapi beberapa masalah, diantaranya

tugas pokok dan fungsi mengalami tumpang tindih baik internal maupun

eksternal organisasi, dan terdapat perbedaan kepentingan antar aktor

implementasi dan sumber daya anggaran yang tidak mencukupi selama

pelaksanaan program, maka diperlukan beberapa langkah untuk

percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi antara lain: 1). penyusunan

design struktur dengan mengacu pada kajian akademis dan praktis salah

satunya dengan mengunakan instrumen Analisa Beban Kerja 2).

Menerapkan prinsip Good Governance pada penataan tata laksana dan 3)

Melakukan Quick Wins terhadap SOP yang bersifat pelayanan publik.


29

Kelima, Penelitian yang ditulis oleh Prakoso Bhairawa Putera,

Husein Avicenna Akil, Erman Aminullah, Budi Triyono, dan Dudi Hidayat

Pada Tahun 2013, dengan judul penelitian “Struktur Baru Organisasi

Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Pemerintah Di Indonesia:

Sebuah Konsep dan Respon atas Kebijakan Penataan dan Penguatan

Organisasi 1 dalam Reformasi Birokrasi”. Fokus penelitian ini adalah

hanya pada lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) yang

sejalan dengan kebijkan reformasi birokrasi dengan aspek penataan

struktur organisasi. Penelitian ini merupakan kebijakan dengan tipe

Review of Existing Research. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur

organisasi litbang haruslah mengacu pada perkembangan dan tuntutan

kondisi terkini. Hal ini dicirikan dengan bentuk organisasi yang ramping

dan spesifik, dukungan manajemen yang tidak birokratis, sederhana, dan

fleksibel, serta adanya pembagian yang jelas antar masing-masing

keahlian. Paradigma baru struktur organisasi litbang menekankan pada

pemisahan secara tegas antara zona pendukung dan administrasi; zona

keilmuan teknis, dan zona sarana dan pengembangan bisnis.

B. Tinjauan Pustaka
30

Pada sub bab ini menjelaskan terkait teori yang digunakan atau

yang menjadi acuan penulis dan sesuai fokus penelitian. Penulis

menggunakan penerapan metode Mintzberg dalam Implementasi

Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri melalui penataan

kelembagaan menurut penulis, penerapan metode Mintzberg merupakan

metode yang dianggap layak untuk diterapkan dalam era Reformasi

Birokrasi di Kelembagaan Kementerian Dalam Negeri.

1. Pengertian Reformasi Birokrasi

Sedarmayanti (2009:13) mengatakan bahwa reformasi merupakan

proses upaya sistematis, terpadu, konferensif, ditujukan untuk

merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Widjaja

(2011:14), mengatakan bahwa reformasi adalah suatu usaha yang

dimaksud agar praktik-praktik politik, pemerintah, ekonomi dan sosial

budaya yang dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dan tidak selaras

dengan kepentingan masyarakat dan aspirasi masyarakat diubah atau

ditata ulang agar menjadi lebih sesuai dan lebih selaras (sosioreformasi).

Kemudian Prasojo (2009:15), mengatakan bahwa reformasi

merujuk pada upaya yang dikehendaki (intended change), dalam suatu

kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh karena itu persyaratan

keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road map), menuju


31

suatu kondisi, status dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta

indikator keberhasilannya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan

bahwa reformasi merupakan perubahan yang didalamnya terdapat upaya

untuk menjadikan pemerintahan menjadi lebih baik sesuai dengan

keinginan masyarakat.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa untuk menciptakan

pemerintahan yang baik, berarti fokus dari reformasi itu sendiri adalah

birokrasi, karena birokrasi merupakan badan penyelenggara urusan

negara. Sehingga untuk mewujudkan Good Governance berarti harus

dilakukannya reformasi pada badan birokrasi.

Sedangkan istilah birokrasi berasal dari bahasa Perancis yakni

Bureau yang memiliki arti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani Kratein

yang berarti mengatur (Said, 2007:16). Menurut Max Weber seperti yang

dikutip Said (2007), birokrasi adalah sistem administrasi rutin yang

dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara

tertentu didasarkan aturan tertulis oleh orang- orang yang berkompeten

di bidangnya. Menurut Rourke seperti yang dikutip Said (2007) birokrasi

adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang

terstruktur dalam sistem hierarki yang jelas dilakukan dengan aturan

tertulis, dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian


32

lainnya oleh orang- orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian

di bidangnya.

Menurut Pfiffner dan Presthus seperti yang dikutip Said (2007)

mendefinisikan birokrasi adalah suatu sistem kewenangan, kepegawaian,

jabatan, dan metode yang dipergunakan pemerintah untuk melaksanakan

program-programnya. Reformasi birokrasi bertujuan memberikan

pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat dengan meningkatkan

kualitas sumber daya manusia sehingga memberikan kesejahteraan dan

rasa keadilan pada masyarakat banyak. Proses reformasi yang harus

dilakukan birokrasi nampaknya bukan hal yang mudah karena harus

menformat ulang dengan penuh kritik dan tindakan korektif struktur dan

konfigurasi birokrasi itu dari yang serba sakral feodal ke serba priyayi ke

arah birokrasi dengan konfigurasi otoritas yang rasional yang dalam

tataran empiric dari budaya minta dilayani menjadi budaya melayani abdi

masyarakat (public service).

Tugas utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan

pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan

masyarakat. Demikian pentingnya pelayanan publik oleh pemerintah ini

sehingga sering dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu rezim pemerintah

terlebih sekarang terdapat paradigm good governance (pemerintahan


33

yang baik) dikedepankan dimana akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi

dijadikan tolak ukur dalam pelayanan publik. Menurut Sofian Efendi

dalam Thoha (2008) untuk menciptakan birokrasi yang efisien, efektif,

dan responsive dalam rangka mendukung tata kepemerintahan yang

demokratis serta ekonomi nasional, pemerintah seharusnya menerapkan

strategi kelembagaan reformasi birokrasi yang bertujuan:

a) Memantapkan kelembagaan reformasi birokrasi;

b) Meningkatkan pelayanan publik dengan menerapkan manajeman

berbasis kinerja;

c) Membangun kapasitas aparatur negara untuk menciptakan pelayanan

publik yang maksimal;

d) Organisasi dan sumber daya manusia aparatur yang professional,

apolitikal, netral, transparan, dan akuntabel.

Birokrasi sebagai komponen pemerintah harus dikembalikan lagi

untuk hanya terfokus kepada fungsi, tugas prinsip pelayanan publik.

Birokrasi harus netral dan bukan sebagai alat politik sehingga bebas

untuk bersinergi dan berinteraksi dengan pengguna jasa yang pada

hakikatnya adalah kepentingan pelayanan untuk masyarakat.

Berdasarkan konsepsi legitimasi, Weber seperti yang dikutip oleh Said


34

(2007) merumuskan proposisi tentang penyusunan sistem otoritas legal

yakni:

1. Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang

berkesinambungan;

2. Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang yang berbeda sesuai dengan

fungsinya yang masing- masing dilengkapi dengan syarat tertentu;

3. Jabatan tersusun secara hierarki yang disertai dengan rincian hak-hak

kontrol dan pengaduan;

4. Aturan disesuaikan dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis

maupun secara legal;

5. Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota

sebagai individu pribadi;

6. Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;

7. Administrasi didasarkan pada dokumen tertulis dan menjadikan

kantor sebagai pusat organisasi modern;

8. Sistem otoritas legal memliliki berbagai bentuk, tetapi dilihat pada

aslinya sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi

birokratik.

Birokrasi merupakan lembaga yang memiliki kemampuan besar

dalam menggerakkan organisasi karena birokrasi ditata secara formal


35

untuk melahirkan tindakan rasional dalam sebuah organisasi. Birokrasi

menurut Max Weber sebagai suatu bentuk organisasi yang ditandai oleh

hierarki, spesialisasi peranan, dan tingkat kompetensi yang tinggi

ditunjukkan oleh para pejabat yang terlatih untuk mengisi peran-peran

tersebut (Sinambela, 2006:17). Birokrasi sesungguhnya dimaksudkan

sebagai sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan

pelayanan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah tipe

dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas

administratif yang besar dengan cara mengoordinasi secara sistematis

(teratur) pekerjaan dari banyak orang (Kumorotomo, 2008:18)

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa pengertian birokrasi adalah sistem administratif dan pelaksanaan

tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hierarki yang jelas,

dilakukan dengan aturan tertulis, dilakukan oleh bagian tertentu yang

terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena

kemampuan dan keahlian dibidangnya. Dalam bidang publik konsep

birokrasi dimaknai sebagai proses dan sistem yang diciptakan secara

rasional untuk menjamin mekanisme dan sistem kerja yang teratur, pasti,

dan mudah dikendalikan.


36

Berkaitan dengan usaha pemerintah dalam memperbaiki birokrasi,

yang akhirnya dapat disebut sebagai reformasi birokrasi. Maka terdapat

berbagai definisi tentang 8 reformasi birokrasi, dengan pengertian yang

berbeda-beda mengenai reformasi birokrasi. Menurut Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

(www.menpan.go.id), reformasi birokrasi merupakan upaya untuk

melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem

penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek pada

penerapan pelayanan prima. Menurut Direktorat Jenderal Peraturan

Perundang-Undangan, Kementerian Hukum dan HAM RI (Dirjen

Peraturan Perundang-Undangan) diakses 10 Juli 2021, mengatakan

bahwa reformasi birokrasi adalah upaya perubahan, dimana perubahan

yang dilakukan terkait reformasi birokrasi yaitu :

1. Perubahan cara berfikir;

2. Penataan peraturan perundang-undangan;

3. Penguatan organisasi;

4. Penataan tata laksana;

5. Manajemen SDM aparatur;

6. Penguatan pengawasan;

7. Penguatan akuntabilitas kinerja; dan


37

8. Peningkatan kualitas pelayanan publik.

Sedangkan menurut (Sedarmayanti, 2009:19) mengatakan bahwa

reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan

kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektifitas, efisien, dan

akuntabilitas. Dimana reformasi biokrasi itu mencakup beberapa

perubahan yaitu:

a. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak),

perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi harus merubah pola berfikir

yang terdahulu (buruk), birokrasi harus memliki pola pikir yang sadar

bahwa mereka sebagai pelayan masyarakat, mereka harus memiliki

sikap dan pola tindak yang baik sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dalam artian tidak menyimpang dari peraturan yang teah

ditetapkan.

b. Perubahan penguasa menjadi pelayan, perubahan yang dimaksud

yaitu birokrasi harus merubah sikap mereka, karena dapat kita

ketahui bahwa selama ini birokrasi selalu menganggap bahwa mereka

adalah penguasa karena memiliki jabatan yang tinggi dibanding

masyarakat sehingga mereka membuat mereka beranggapan bahwa

mereka adalah penguasa yang harus selalu dihormati. Oleh

karenanya hal seperti itu harus dihilangkan dari birokrasi.


38

c. Mendahulukan peranan dari wewenang, perubahan yang dimaksud

yaitu birokrasi harus selalu mendahulukan perananannya yaitu

sebagai pelayan masyarakat harus dapat melayani masyarakat

dengan baik, dengan cara menyampingkan wewenang mereka

sebagai pejabat atau pegawai pemerintah.

d. Tidak berfikir hasil produksi tapi hasil akhir, perubahan yang

dimaksud yaitu birokrasi harus selalu mengutamakan hasil akhir dari

pelayanan yang mereka berikan kepada masyarakat seperti

menciptakan kepuasan pada masyarakat.

e. Perubahan manajemen kinerja, perubahan yang dimaksud yaitu

merubah manajemen kinerja birokrasi agar dapat menjadi lebih

efektif dibandingkan sebelumnya. Penjelasan diatas menunujukan

bahwa untuk mereformasi birokrasi ada beberapa hal yang dirubah

dari birokrasi itu sendiri.

Setelah melihat berbagai penjelasan tentang reformasi birokrasi

diatas, pada hakekatnya Reformasi Birokrasi merupakan bagian dari

Reformasi Pelayanan karena birokrasi adalah pegawai negara yang

bekerja untuk melayani masyarakat, dapat dikatakan dalam hubungannya

tindakan atau langkahlangkah yang dilakukan dalam reformasi birokrasi

salah satu tujuannya yaitu untuk mereformasi pelayanan. Setelah


39

mendapat birokrasi yang baik dan handal maka sistem pelayanan publik

yang di sediakan oleh pemerintah secara langsung akan berubah menjadi

lebih baik dikarenakan SDM aparatur yang telah kompeten, aturan yang

telah sesuai, pengorganisasian yang kuat dan solid, ditunjang dengan

sarana dan prasarana yang baik.

Adapun Dasar Hukum dan Dasar Kebijakan Reformasi Birokrasi yakni :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974

Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);


40

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

7. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

8. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design

Reformasi Birokrasi 2010 – 2025

9. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan

Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi

Birokrasi Nasional sebagaimana telah diubah dengan Keputusan

Presiden Nomor 23 Tahun 2010;


41

10. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor: Per/15/M.PAN/2/2008 Tentang Pedoman Umum

Reformasi Birokrasi.;

11. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi

2015- 2019;

12. Keputusan Sekertaris Mahkamah Agung Republik Indonesia

41/SEK/SK/9/2015 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah

Agung;

13. Nomor 033/KMA/SK/III/2011 tentang Pembentukan Tim Pembaharuan

Peradilan;

14. Keputusan KMA Nomor 43/KMA/SK/III/2013 tentang penunjukan

Koordinator Assesor

15. Peraturan Wali Kota tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun

2019-2023 yang didasarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;

16. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi tentang:

 Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi K/L dan

Pemda (PERMENPAN RB No. 7/2011);


42

 Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Pelaksanaan Reformasi

Birokrasi (PERMENPAN RB No. 8/2011);

 Pedoman Penyusunan Road Map Birokrasi Kementerian/Lembaga

dan Pemerintah Daerah (PERMENPAN RB No. 9/2011);

 Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (PERMENPAN RB No. 10/2011);

 Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan

(PERMENPAN RB No. 11/2011);

 Pedoman Penataan Tata Laksana (Business Process) (PERMENPAN

RB No. 12/2011);

 Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokras (PERMENPAN

RB No. 13/2011)i;

 Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan

(Knowledge Management) (PERMENPAN RB No. 14/2011);

 Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan

Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga (PERMENPAN RB

No. 15/2011).

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja

Pegawai Negeri Sipil;


43

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur

Organisasi pada Instansi Pemerintah untuk Penyederhanaan

Birokrasi.

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi

Birokrasi Instansi Pemerintah

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 37 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah;

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi

Birokrasi Tahun 2015-2019;

 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor: 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi

Birokrasi 2010 – 2014.

Penilaian mandiri pelaksanaan reformasi birokrasi; sasaran dari

dilakukannya Reformasi Birokrasi agar terciptanya pelayanan publik yang


44

berkualitas, bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme serta meningkatkan

kapasitas & akuntabilitas kinerja. Road Map Reformasi Birokrasi terdiri

dari 8 (delapan) area perubahan yakni:

1) Area 1: Manajemen Perubahan;

2) Area 2: Penataan Peraturan Perundang-undangan;

3) Area 3: Penataan dan Penguatan Organisasi;

4) Area 4: Penataan Tatalaksana;

5) Area 5: Penataan Sistem Manajemen SDM;

6) Area 6: Penguatan Akuntabilitas;

7) Area 7: Penguatan Pengawasan;

8) Area 8: Pengingkatan Kualitas Pelayanan Publik.

Sasaran Reformasi Birokrasi sesuai Road Map RB 2015 – 2019

yakni:

a. Birokrasi yang bersih dan akuntabel;

b. Birokrasi yang efektif dan efisien;

c. Birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas.

Road Map Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilaksanakan

setiap lima tahun sekali bertujuan untuk memberikan arah pelaksanakan

reformasi birokrasi di K/L dan Pemda agar berjalan secara efektif, efisien,

terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan; Faktor


45

yang menjadi kunci dari keberhasilan RB ini adalah adanya sebuah

Komitmen dari seluruh level manajemen, peningkatan serta pencapaian

target yang berkesinambungan, perbaikan/evaluasi yang dilakukan

secara terus menerus dan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang

dilakukan secara konsisten.

Langkah-langkah dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah

sebagai berikut:

1. Mendapatkan Komitmen pimpinan yang kuat;

2. Melibatkan seluruh pemangku kepentingan;

3. Membentuk Tim Reformasi Birokrasi;

4. Menetapkan Road Map (8 (delapan) Area Perubahan);

5. Menerapkan Manajemen Berbasis Kinerja;

6. Menginformasikan upaya dan hasil secara berkala, termasuk quick

wins;

7. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi;

8. Menindaklanjuti hasil dari Monitoring dan Evaluasi.

Adapun Target dari 8 (delapan) Area Perubahan Reformasi Birokrasi

adalah:

1. Area I – Manajemen Perubahan


46

a) Meningkatnya komitmen pimpinan dan pegawai

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam melakukan

reformasi birokrasi;

b) Terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

c) Menurunnya risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan

timbulnya resistensi terhadap perubahan.

2. Area II – Penataan Peraturan Perundang-undangan

a) Menurunnya tumpang tindih dan disharmonisasi peraturan

perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

b) Mengingkatnya efektivitas pengelolaan peraturan perundang-

undangan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

3. Area III – Penataan dan penguatan organisasi

a) Menurunnya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi internal

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

b) Meningkatnya kapasitas Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

4. Area IV – Penataan Tatalaksana


47

a) Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses

penyelenggaraan manajemen pemerintahan di

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

b) Meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen

pemerintahan di K/L dan Pemda; c) Meningkatnya kinerja

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

5. Area V – Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

a) Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur pada masing-masing

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

b) Meningkatnya efektivitas manajemen SDM aparatur pada masing-

masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

6. Area VI – Penguatan Pengawasan

a) Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan Negara

oleh masingmasing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah;

b) Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan Negara pada

masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

c) Meningkatnya status opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap

pengelolaan keuangan Negara pada masing-masing

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;


48

d) Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang pada masing-

masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

7. Area VII – Penguatan Akuntabilitas Kinerja

a) Meningkatnya kinerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah;

b) Meningkatnya akuntabilitas Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah.

8. Area VIII – Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

a) Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (lebih

Cepat, lebih murah, lebih aman dan lebih muda dijangkau) pada

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

b) Meningkatnya unit pelayanan yang memperoleh standarisasi

pelayanan internasional pada Kementerian/Lembaga dan

Pemerintah Daerah;

c) Meningkatnya indeks kualitas pelayanan public untuk masing-

masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

2. Penataan Kelembagaan

Penataan kelembagaan dapat diartikan sebagai pengaturan atau

upaya penyusunan lembaga aparatur pemerintahan yang

menyelenggarakan pemerintahan negara serta mengelola dan


49

bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Hal

tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjamin suatu tata

pemerintahan yang baik sehingga dapat memberikan pelayanan publik

yang baik pula kepada masyarakat. Dalam melakukan penataan

kelembagaan tersebut, cakupannya dapat berada di tingkat

pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah (Idup Suhady,

2007:20).

Penataan Kelembagaan merupakan suatu proses perubahan

lembaga yang terjadi baik di lingkungan mikro maupun makro.

Penataan kelembagaan akan dilakukan seiring dengan perubahan yang

terjadi untuk menata suatu sistem pemerintahan yang baik. Baik

pemerintahan yang terletak di pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan

agar sistem pemerintahan tersebut dapat berjalan dengan baik untuk

dapat menggapai visi dan misi yang sedang di embannya (Suaib,

2017:21).

Penataan kelembagaan dapat dilakukan dengan membuat

struktur organisasi menjadi lebih ramping dan flat atau tidak banyak

hierarki atau jabatan. Dan juga membuat struktur organisasi menjadi

lebih dominan pada jabatan fungsional atau profesional dibandingkan

dengan jabatan strukturnya. Penataan kelembagaan yang dilakukan


50

harus berkesinambungan dengan lembaga-lembaga lainnya. Seperti

halnya penataan kelembagaan di tingkat pemerintah pusat, maka di

tingkat pemerintah daerah juga harus dilakukan penataan serupa. Hal

ini dilakukan dengan tujuan efesiensi dan efektifitas kerja, ketertiban

dan lebih melancarkan pelayanan kepada masyarakat (Sedarmayanti,

2009)

Dalam melakukan penataan kelembagaan di tingkat pemerintah

daerah, harus di dasarkan pada suatu kebutuhan yang sifatnya

empiris. Kebutuhan empiris ini merupakan suatu konsekuensi dari

dinamisasi perkembangan yang sering terjadi di masyarakat, seiring

dengan berbagai tuntutan kebutuhan yang kian hari semakin

meningkat di masyarakat. Perlu diketahui bahwa pemerintah di tingkat

daerah adalah yang paling dengan dengan masyarakat, sehingga bisa

mengetahui berbagai perasalahan serta kebutuhan masyarakatnya.

Kebutuhan tersebut juga menjadi bagian dari pola kehidupan

masyarakat. Kebutuhan tersebut seperti penyediaan publik dituntut

agar lebih baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kebutuhan tentang

informasi serta komunikasi dan kebutuhan lain-lain yang semakin hari

kian berkembang (Suaib, 2017).


51

Dengan seiring timbul dan berkembangnya berbagai tuntutan

akan kebutuhan-kebutuhan baru, maka pemerintah perlu mengatur

sekaligus memfasilitasi terkait penyediaan kebutuhan tersebut yang

mana dalam menanganinya diperlukan suatu kelembagaan pemerintah

yang handal dan juga cepat dalam mengambil suatu keputusan-

keputusan. Maka dari itu penataan kelembagaan merupakan suatu

upaya yang perlu dimasukkan ke dalam strategi pemerintah dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan (Suaib, 2017).

3. Reformasi Birokasi dalam Penataan Kelembagaan

Penataan kelembagaan merupakan salah satu bagian dari

reformasi birokrasi yang sangat penting adanya serta dapat

menentukan birokrasi dalam mewujudkan suatu kepemerintahan yang

baik. Menurut sedarmayanti, reformasi birokrasi dalam penataan

kelembagaan merupakan lembaga yang melakukan perubahan

sehingga memiliki struktur kelembagaan yang ramping dan flat yakni

tidak memiliki jenjang jabatan hirarkis dan struktur lembaganya lebih

dominan dipegang oleh jabatan fungsional daripada jabatan

strukturalnya.

Reformasi birokrasi dalam penataan kelembagaan dapat

dilakukan degan cara reorientasi. Reorientasi tersebut dapat berupa


52

pendefinisian kembali visi dan misi lembaga yang telah ditetapkan

bersama, peran lembaga, strategi lembaga, implementasi dan evaluasi

kelembagaan. Dengan demikian, maka organisasi atau lembaga dalam

melakukan penataan ini diharapkan dapat menjadi lembaga yang

efektif, efesien, dekat dengan masyarakat, solid dalam menjalankan

perannya sebagai pelaksana fungsi pemerintah, dan sebagai suatu

proses interaksi antar pemerintah dengan institusi lainnya

(Sedarmayanti, 2017).

4. Teori Mintzberg

Berdasarkan pemaparan terkait dengan reformasi birokrasi

dalam penataan kelembagaan tersebut, dengan demikian dalam hal

meningkatkan strategi sebuah lembaga, Metode Mintzberg dapat

dijadikan acuan sebuah lembaga dalam memenuhi perbaikan tata

kelola kelembagaannya, menurut Mintzberg Mintzberg (1991)

memperluas dan mendefinisikan strategi dalam “5 P’s of strategy”,

yaitu (dalam Solihin, 2012:25-28):

1. Strategy as a Plan Strategi sebagai sebuah perencanaan terdahulu

secara sadar dan sengaja mendahului berbagai tindakan yang

akan diilakukan, yang kemudian dikembangkan dan

diimplementasikan agar mencapai suatu tujuan.


53

2. Strategy as a Ploy Strategi merupakan suatu manuver yang

spesifik untuk memberi isyarat mengancam kepada pesaing

perusahaan.

3. Strategy as a Pattern Sebuah pola yang menunjukan adanya

serangkaian tindakan yang dilakukan oleh manajemen dalam

mengejar sebuah tujuan.

4. Strategy as a Position Berbagai keputusan yang dipilih perusahaan

untuk memosisikan organisasi perusahaan di dalam lingkungan

perusahaan.

5. Strategy as a Perspective Perspektif dari para strategist (pembuat

keputusan strategis) di dalam memandang dunianya.

Hal tersebut selaras dengan penelitian Sedarmayanti, 2017 yang

menyatakan bahwa birokrasi yang telah melakukan reformasi birokrasi

dalam penataan kelembagaan diharapkan berhasil mewujudkan

lembaganya yang memenuhi ciri sebagai berikut :

1) Mempunyai strategi yang jelas

Organisasi atau lembaga, dituntut harus memiliki visi dan misi

yang jelas. Visi dan misi tersebut di dalamnya pasti berisikan suatu

strategi organisasi yang telah ditentukan dan ditetapkan bersama.

Hal ini dilakukan agar dapat tersusun organisasi yang sesuai


54

dengan tuntutan kebutuhan serta organisasi mampu

mennyeimbangkan antara kemampuannya dengan tuntutan

kebutuhan masyarakat. Dengan strategi yang jelas tersebut, disatu

sisi dapat terbentuknya suatu desain organisasi yang tepat dalam

dalam menjamin keefektivitasan dan efesiensi organisasi tersebut.

2) Organisasi Flat atau ditoleransikan bersifat datar.

Organisasi yang flat jenjang organisasinya berkisar dua sampai

dengan empat level atau tingkat. Struktur organisasi atau

lembaganya yang flat tersebut akan berhirarki pendek. Dengan

demikian, maka proses akan pengambilan keputusan serta

pelayanan terhadap publik akan lebih cepat, disatu sisi birokrasi

atau lembaga juga lebih efisien, komunikasi lebih lancar dan

tentunya menghemat biaya.

3) Organisasi ramping atau tidak terlalu banyak pembidangan secara

horizontal.

Organisasi yang berbentuk ramping kendali kontrolnya akan

berada pada posisi ideal, karena beban dan tugas para

pegawainya sudah disesuaikan dengan jumlah pembidangan yang

dibuat secara horizontal. Agar penanganan penyederhanaan

pembidangan lebih terintegrasi, maka dapat dilakukan melalui


55

regrouping. Dengan regrouping tugas yang berkesesuaian dapat

disatukan ke dalam kesatuan wadah organisasi, jadi tidak perlu

lagi dipecah kedalam unit-unit.

4) Organisasi bersifat jejaring (networking)

Organisasi yang bersifat jejaring akan dapat bertahan dalam

adanya suatu kompetisi dan juga upaya pemanfaatan keunggulan

komparatif. Suatu jaringan kerja dapat mendorong terjadinya

saling memikul dalam berbagi tanggungjawab secara proporsional

dan juga berbagai pengalaman. Dan yang perlu diingat disini

adalah organisasi yang sukses adalah “organisasi yang kecil tapi

meluaskan jaringan kerja”

5) Organisasi bersifat fleksibel dan adaptif.

Dalam mengikuti setiap perubahan yang terjadi, maka organisasi

dituntut harus fleksibel serta adaptif. Perubahan tersebut terutama

yang diakibatkan oleh perkembangan tekhnologi, ilmu

pengetahuan, volume kerja dan kebutuhan masyarakat. Dari sini,

maka organisasi harus bersifat adaptif dalam setiap terjadinya

perubahan yang ada. Dalam hal fleksibelitas, organisasi dapat

dimanefestasikan ke dalam struktur, sistem serta proses dan

perilaku para aparatnya.


56

6) Organisasi banyak diisi jabatan fungsional.

Organisasi yang komposisinya banyak diisi oleh jabatan fungsional

yang menghargai akan keahlian, profesionalitas, etos kerja yang

tinggi serta mengedepankan akan kompetisi dalam pelaksanaan

tugasnya merupakan suatu bentuk yang flat. Namun justru

sebaliknya, jika organisasi tersebut banyak diisi oleh jabatan

struktural maka harus segera disederhanakan hanya untuk

beberapa level pimpinan tertentu saja karena jabatan tersebut

dibentuk dalam rangka mewadahi tugas yang sifatnya manajerial

saja.

Menurut UU Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara, jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional

keterampilan. Jabatan fungsional keahlian terdiri dari ahli utama, ahli

madya, ahli muda, dan ahli pertama. Sedangkan untuk jabatan

fungsional keterampilan terdiri dari penyelia, mahir, terampil dan

pemula. Adapun yang dimaksud dengan “penyelia” merupakan

pegawai ASN yang diangkat berdasarkan keterampilan, pengalaman,

serta pendidikannya untuk melaksanakan fungsi utama dalam jabatan

sedangkan mahir untuk melaksanakan fungsi utama dalam jabatan

fungsional tersebut. Untuk terampil yaitu ASN yang melaksanakan


57

fungsi lanjutan dalam jabatan fungsional. Dan “pemula” untuk yang

pertama kali dan melaksanakan fungsi dasar dalam jabatan fungsional

keterampilan.

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan metode Mintzberg

dalam penerapan penataan kelembagaan di Kementerian Dalam Negeri.

Dibawah ini merupakan gambaran kerangka pikiran peneliti;

Model berpikir sebagai berikut:

Reformasi Birokrasi dalam penataan


Penguatan Tata kelembagaan kelembagaan melalui Metode Mintzberg
Reformasi Birokrasi di a. Strategy as a Plan Strategi
Kementerian Dalam Negeri b. Strategy as a Ploy Strategi
c. Strategy as a Pattern
d. Strategy as a Position
e. Strategy as a Perspective

Tercapainya sebuah reformasi


birokrasi dalam tata
kelembagaan kementerian
dalam negeri

Gambar II.1
Kerangka Berfikir
Sumber: Mintsberg (1991)
58

D. Hipotesis

Hasil Analisis dengan menggunakan metode Mintzberg dalam

penerapan Reformasi Birokrasi dalam Penataan Kelembagaan di dalam

Lingkungan Kementerian Dalam Negeri, masih dianggap belum terpenuhi,

hal tersebut terlihat dari data indeks tahun 2020 yang menyatakan

bahwa perihal penguatan kelembagaan masih dinilai kuning atau artinya

masih belum terpenuhi. Sehingga pelaksanaan strategi terhadap

penataan kelembagaan Kementerian Dalam Negeri belum sepenuhnya

diketahui dan dipahami oleh para Aparatur Sipil Negara. Faktor

pendorong yang mempengaruhi keberhasilan adalah melihat lembaga

sukses dalam membangun strategi usahanya. Sedangkan faktor

penghambat yang mempengaruhi yaitu ketidakselarasan aparatur sipil


59

negara dalam menjalankan strategi yang sudah dibangun oleh lembaga

tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan

dalam penulisan kali ini. Metodologi penelitian merupakan suatu cara untuk

menemukan, memperoleh, mengolah serta menuangkan data penelitian

kedalam laporan penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan terdiri dari

beberapa bagian yaitu jenis penelitian yang digunakan fokus penelitian, jenis

data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Adapun jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder yang

diperoleh melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara serta

dokumentasi.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian adalah tempat yang dijadikan

peneliti untuk melakukan sebuah penelitian disertai dengan pemilihan

waktu yang tepat untuk pengaambilan data penelitian. Tempat yang

dipilih oleh peneliti sudah diamati serta peneliti juga mendalami

fenomena yang sedang terjadi di tempat tersebut untuk memperoleh

59
60

data penelitian yang valid. Pemilihan lokasi penelitian tersebut

disesuaikan dengan judul dan tema penelitian.

Penelitian dilaksankan di Kementerian Dalam Negeri yang berada

di jalan Medan Merdeka Utara No.7 Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Pemilihan

lokasi tersebut dikarenakan lokasi tersebut berkaitan dengan tema

penelitian dan data yang diperlukan oleh penulis berada pada lokasi

tersebut. Sementara itu waktu penelitian dilakukan pada tanggal 1

Agustus 2021 sampai dengan 1 September 2021.

B. Paradigma Penelitian

Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn

(1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970).

Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas social yang

dikonnstruksi oleh mode of thought (cara berfikir) atau mode of inquiry

(cara bertanya) tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing

(ragam pengetahuan) yang spesifik.

Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu

pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang

menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain

dikemukakan oleh George Ritzer (2007), dengan menyatakan paradigma


61

sebagai pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang

menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu

cabang atau disiplin ilmu pengetahuan (Salim, 2006).

Istilah juga paradigma sebagai suatu pandangan yang mendasar

dari suatu disiplin ilmu tertentu yang menjadi pokok persoalan (subject

matter) yang seharusnya dipelajari. Menurut Denzin dan Lincoln (1994)

paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar

(basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip.

Ritzer (1975) memandang paradigma sebagai gambaran fundamental

tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Menurut

Bogdan dan Biklen (1982) paradigma adalah: “ a loose collection of

logically held together assumptions, concepts, and propositions that

orientates thinking and research,” paradigma iartikan sebagai kumpulan

anggapan dasar mengenai pokok permasalahan, tujuan dan sifat dasar

bahan kajian yang akan diteliti.

Dalam konteks penelitian, paradigma dapat diartikan sebagai

acuan yang menjadi dasar bagi setiap peneliti untuk mengungkapkan

fakta-fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya (Arifin, 2012).

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan

bagaimana cara pandang peneliti terhadap ilmu dan teori. Paradigma


62

peneliti juga menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah,

serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah

penelitian (Guba dan Lincoln,1998).

Menurut Mulyadi (2011), Indiantoro & Supomo (1999) secara

umum, Paradigma penelitian dikelompokan pada dua pendekatan yang

dominan yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian

kuantitatif. Penelitian kuantitatif berlandaskan pada firasat positivistik.

Filsafat positivistik memandang realitas/gejala/fenomena itu dapat

diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan

gejala bersifat sebab akibat. Sementara penelitian kualitatif berlandaskan

pada filsafat pospositivistik. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki

wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi

dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitaif berwilayah pada

ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki

kedalaman bahasan yang tak terbatas. Penelitian kualitaif lebih

menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai instrumen. Dengan

demikian, peneliti harus dapat diterima oleh informan dan lingkungannya

agar mampu mengungkapkan data yang tersembunyi melalui bahasa

tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang


63

berkembang dalam dunia dan lingkungan informan. Paradigma dalam

penelitian kualitatif terdiri atas tiga pendekatan, antara lain:

1. Postpositivisme

Paradigma postpositivisme menurut Guba (1990:20) menjelaskan

bahwa Postpositivisme sebagai berikut: “postpositivism is the best

characterized as modified version of positivism has occurred,

postpostivism has srunggle to limited that damage as well as to

adjust to it. Prediction and control continue to be the aim.”

Kutipan tersebut mempunyai arti Postpositivisme mempunyai ciri

Positvisme. Melihat banyaknya kekurangan pada Positvisme

menyebabkan para pendukung Postpositivisme berupaya

memperkecil kelemahan tersebut dan menyesuaikannya. Prediksi

dan kontrol tetap menjadi tujuan dari Postpositivisme tersebut.”

dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin

memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi

Postpositivisme sependapat dengan Postivisme bahwa realitas itu

memang nyata ada sesuai hukum alam.

2. Konstruksivisme

Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstuksi

atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat


64

ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan

ada sebagai hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi

berkembang terus. Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma

konstuktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan

pengetahuanitu bukan hanya merupakan hasil pengalaman

terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran

subjek yang di teliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial

berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa

ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi

merupakan juga hasil konstruksi oleh pemikiran (Arifin,2012).

3. Teori kritis (critical theory)

Teori Kritis memandang bahwa kenyataan itu sangat berhubungan

dengan pengamat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain

serta nilai-nilai yang dianut oleh pengamat tersebut turut

mempengaruhi fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma teori

kritis ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai

realitas secara kritis (Tahir,2011).

Pada penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah

Konstruksivisme. Sebab peneliti ingin mengetahui faktor apa saja yang

mendorong suatu realitas dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana


65

faktor-faktor itu merekonstruksi realitas tersebut. Paradigma

konstruksivisme melihat suatu realitas dibentuk oleh berbagai macam

latar belakang sebagai bentuk konstruksi realitas tersebut

(Pujileksono,2016:27). Realita yang dijadikan sebagai objek penelitian

merupakan suatu tindakan sosial dari aktor sosial. Latar belakang yang

mengkonstruksi realitas tersebut dilihat dalam bentuk konstruksi

mental berdasarkan pengalaman sosial yang dialami oleh aktor sosial

sehingga sifatnya lokal dan spesifik. Penelitiannya mempertanyakan

mengapa (why). Tujuan untuk memahami apa yang menjadi

konstruksi dari realita yang diteliti.

Paradigma adalah sebagai pandangan dunia (word view) yang

dimiliki oleh seorang peneliti yang dengan itu memiliki kerangaka berfikir

(frame), asumsi, teori, dan konsep terhadap suatu permasalahan

penelitian yang dikaji. Dalam penulisan ini penulis menggunakan

paradigma Penerapan Reformasi Birokrasi melalui penataan kelembagaan

Kementerian Dalam Negeri melalui metode Mintzberg. Metode ini

digunakan dimaksudkan memberikan perspektif untuk mempertajam

definisi “Strategi” melalui 5Ps strategi yaitu Rencana (plan), Pola

(pattern), Posisi (position), Cara (ploy) dan Perspektif (perspective).


66

Kelimanya memperluas wawasan dalam merumuskan strategi kompetitif

di era reformasi birokrasi pada kelembagaan Kementerian Dalam Negeri.

C. Desain Penelitian

Terdapat dua jenis penelitian, yaitu penelitian deskriptif dan

eksploratif. Masri Singaribun (2006:20) dalam bukunya menjelaskan dua

jenis penelitian tersebut, yaitu:

1. Penelitian Deskriptif. Suatu usaha pemecahan masalah dengan cara

membandingkan gejala-gejala yang ditemukan, mengadakan

klasifikasi gejala-gejala dan menetapkan pengaruh antar gejala-gejala

yang ditemukan.

2. Penelitian Eksploratif. Studi penelitian yang digunakan untuk

memperdalam pengetahuan mengenai gejala tertentu, dengan

maksud untuk merumuskan masalah-masalah secara terperinci.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau naturalistik

karena dilakukan pada kondisi yang alamiah. (Sugiyono, 2013:21)

mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik


67

pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi.

Metode kualitatif menurut (Creswell, 1998:21) adalah suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Peneliti

membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci

daripandangan respondendan melakukan studi pada situasi yang alami.

(Moleong, 2007:22) menyebutkan metode kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Karakteristik

pokok yang menjadi perhatian dalam penelitian kualitatif adalah terhadap

makna. Dalam hal ini penelitian naturalistik tidak peduli terhadap

persamaan dari obyek penelitian melainkan sebaliknya mengungkap

tentang pandangan tentang kehidupan dari orang yang berbeda-beda.

Pemikiran ini didasari pula oleh kenyataan bahwa makna yang ada dalam

setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk

mengungkap kenyataan yang ada dalam diri orang yang unik itu

menggunakan alat lain kecuali manusia sebagai instrumen.


68

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian menurut (Arikunto, 2016:22) adalah batasan

penelitian dimana peneliti bisa menentukannya dengan benda, hal atau

orang untuk melekatnya variabel penelitian. Adapun batasan dari

penelitian ini hanya terbatas pada pegawai Kementerian Dalam Negeri.

Sedangkan objek penelitian menurut (Suharsimi Arikunto, 2016) adalah

batasan variabel yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Pada penelitian kualitatif, subjek penelitian atau responden disebut

dengan istilah informan, yaitu individu atau kelompok yang memberi

informasi tentang data yang diinginkan oleh peneliti berkaitan dengan

penelitiannya. Sanafiah Faisal dalam (Sugiyono, 2009: 23)

mengemukakan bahwa subyek penelitian atau sample sebagai sumber

data atau sebagai informan sebaiknya memenuhi kreteria sebagai berikut

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

enlulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga

dihayatinya;

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat

pada kegiatan yang tengah diteliti


69

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai

informasi;

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil

“kemasannya” sendiri;

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti

sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau

narasumber.

Dengan pertimbangan tersebut maka dalam penelitian ini penulis

menunjuk beberapa subjek penelitian yaitu:

1. Pejabat Eselon II pada Kementerian Dalam Negeri khususnya pada

Biro Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Jenderal yaitu kepala Biro

Organisasi dan Tatalaksana, di Jakarta;

2. Pejabat Eselon III pada Kementerian Dalam Negeri Khususnya Biro

Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Jenderal , di Jakarta;

3. Pejabat Eselon IV pada Kementerian Dalam Negeri Khususnya Biro

Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Jenderal , di Jakarta;

4. Staf Biro Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Jenderal,

Kementerian Dalam Negeri di Jakarta

Dengan adanya subjek tersebut, diharapkan dapat membantu

peneliti untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian


70

mengenai Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri.

Setelah data-data yang dibutuhkan sudah terkumpul kemudian dianalisis.

E. Sumber Data dan Informan

1. Sumber Data

Data Primer

Data primer diambil dari sumber data secara langsung berupa

keterangan atau penjelasan dari subjek penelitian yang diperoleh

melalui wawancara kepada subjek/informan penelitian yang

memahami topik penelitian dan melalui observasi langsung dilapangan

terkait dengan topik “Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian

Dalam Negeri”.

Sumber data akan diambil di di dalam kelembagaan

Kementerian Dalam Negeri, dan Informan dalam penelitian ini adalah

Pegawai yang memiliki jabatan Fungsional di Kementerian Dalam

Negeri.

Data Sekunder.

Data sekunder digunakan untuk memperkuat penemuan dan

melengkapi informasi-informasi yang telah dikumpulkan peneliti


71

melalui wawancara dan observasi langung. Data sekunder yang

digunakan dapat berupa jurnal, petunjuk teknis/petunjuk pelaksanaan,

laporan kegiatan, artikel media massa, arsip, dan lain sebagainya yang

berhubungan dengan “Implementasi Reformasi Birokrasi Kementerian

Dalam Negeri”.

2. Informan

Arikunto (2006:23) “informan adalah orang yang memberikan

informasi”. Sedangkan menurut Lexy J. Moleong dalam buku

“Metodologi Penelitian Kualitatif” menjelaskan Informan adalah orang

yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan

kondisi latar penellitian (Moleong, 2013:24).

Dalam penelitian ini diperlukannya Informan sebagai salah satu

sumber untuk memperkuat isi dari penelitian ini guna tercapainya

keadaan yang balance (seimbang) antara sumber data tertulis dan

yang tak tertulis. Informan dalam penelitian ini yakni :

Tabel III.1
INFORMAN PENELITIAN
No Jabatan Jumlah

Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana


1. Sekretariat Jenderal 1 orang
(Ir. Suprayitno, MA)
Kepala Bagian Kelembagaan dan
2. Analisa Jabatan 1 orang
(Ediy rofik,MM)
72

Kepala Bagian Reformasi Birokrasi


3. 1 orang
(Dian Andy Permana M,Si)
Kepala subbagian Tata Usaha Biro
4. Organisasi dan Tatalaksana 1 orang
(Makmur, S.Pd)
Jumlah 4 orang
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2021

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama dalam

penelitian. Hal ini dikarenakan tujuan utama dalam penelitian adalah

memperoleh data sesuai dengan tema dan judul yang sedang diteliti.

Teknik pengumpulan datab dilakukan sesuai dengan pedoman penelitian

dengan metode penelitian kualitatif.

1. Metode Pengamatan (Observasi)

Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan

dan mengikuti, memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati

dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju. Menurut

(Haris Herdiansyah, 2012:25) mendefinisikan sebagai suatu proses

melihat, mengamati dan mencermati serta merekam perilaku secara

sistematis untuk suatu tujuan tertentu.

Definisi lain observasi adalah suatu kegiatan mencari data yang

dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.


73

Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya

tujuan yang ingin dicapai. Pengamatan dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui bagaimana model pemberdayaan masyarakat

miskin mampu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan

kesadaran masyarakat miskinsehingga menjadi lebih cerdas dalam

membaca dan memanfaatkan setiap peluang yang ada di sekitarnya

terutama dalam pemanfaatan desa wisata berbasis kearifan lokal.

2. Wawancara

Teknik pengumpulan data wawancara adalah kegiatan yang

dilakukan oleh peneliti dengan cara tanya jawab yang didalamnya

berisi pemberian informasi yang diberikan informan kepada peneliti.

Wawancara mengharuskan peneliti membuat daftar pertanyaan

secara struktur dengan indikator sesuai dengan metode yang

digunakan. Pertanyaan diberikan kepada informan secaras sistematis

dan telah dikuasai oleh peneliti. Wawancara dilakukan peneliti untuk

menggali informasi dan data yang dibutuhkan secara mendalam.

Dengan begitu peneliti dapat mengetahui hal-hal secara mendalam

guna menginterpretasikan masalah atau fenomena yang terjadi

melalui jawaban atau informasi yang didapatkan dari informan.


74

Pada teknik wawancara kali ini, peneliti menggunakan teknik

purposive sampling, teknik ini dipilih karena peneliti sudah

menentukan informan secara khusus sesuai dengan fokus penelitian.

Teknik penentuan informan didasarkan pada fokus penelitian yang

berkaitan erat dengan pokok permasalahan penelitian. Sampel yang

dimaksud dalam penelitian kali ini adalah informan yang memiliki

wewenang khusus dalam melakukan penataan struktur jabatan

dalam suatu lembaga, seperti bagian kelembagaan, analisis jabatan,

serta bagian kinerja dan reformasi birokrasi.

Teknik tersebut dipakai untuk menentukan informan secara

terbatas agar didapatkan informan yang selaras dengan fokus dan

tema penelitian ini. Informan yang ditentukan berdasarkan teknik

sampling yang di dasarkan pada tujuan, kriteria, serta pertimbangan

tertentu sesuai dengan fokus permasalahan penelitian.

3. Triangulasi Data

Triangulasi data adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data (observasi,

wawancara dan dokumentasi) dan sumber data yang telah ada untuk

ditarik kesimpulan yang hasilnya sama.


75

G. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data merupakan tahapan setelah melakukan

pengumpulan data. Dalam teknik ini peneliti melakukan pengolahan serta

penyusunan data dan informasi yang telah diperoleh secara terstruktur.

Analisis data yang digunakan untuk mengolah data penelitian yakni

analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang diterapkan nantinya akan

mendefinisikan terkait hal-hal yang mempengaruhi Kementerian Dalam

Negeri berhasil atau tidak dalam menerapkan metode Mintzberg pada

penataan kelembagaan dan tatalaksananya.

Data penelitian diperoleh peneliti langsung dikelompokkan

kedalam beberapa kategori. Kategori tersebut ada tiga, yaitu pemberian

penjelasan atau makna, penyelesaian data yang sesuai dan yang terakhir

yaitu penarikan sebuah kesimpulan. Data tersebut kemudian dianalisa

menggunakan model analisis data menurut (Miles dan Huberman,

1992:26), menyatakan bahwa ada tiga teknik analisa data diantaranya

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Pertama pada saat melakukan tahap pengumpulan data, peneliti

mengakumulasikan data primer dan data sekunder yang telah didapatkan

melalui metode wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya data-data yang

telah diperoleh dari kedua metode tersebut dilakukan suatu penjelasan


76

serta penafsiran dari hasil pengumpulan data tersebut. Setelah dilakukan

penjelasan dan penafsiraan data kemudian peneliti melakukan tahap

analisis selanjutnya.

Selanjutnya masuk dalam tahap reduksi data yaitu tahap penyajian

data. Dalam tahap ini peneliti menyajikan semua data secara terstruktur

yang telah penulis kategorikan sebelumnya. Hal ini dengan tujuan agar

penyajian data tersebut mudah dipahami. Pemahaman antar kategori

data penelitian dilakukan dengan keseluruhan dan tidak terpisah

sehingga interpretasi maknanya sesuai dan selaras. Selanjutnya di tahap

yang terakhir yakni tahap validasi data. Pada tahap ini peneliti

menganalisa hasil data yang telah diperoleh serta diolah dalam tahapan-

tahapan sebelumnya secara langsung.


77
78

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Kementerian Dalam Negeri RI

Sumber : Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (2017)

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 7 Tahun 2015

tentang Organisasi Kementerian Negara, serta Perpres Nomor 11 tahun 2015

tentang Kementerian Dalam Negeri, dijelaskan bahwa Kementerian Dalam

Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) merupakan kementerian dalam

Pemerintah Indonesia yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan negara. Lebih terperinci, tugas dan fugsi

dari Kementrian Dalam Negeri menurut Perpres Nomor 7 Tahun 2015, yaitu

sebagai berikut :
79

1. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan

pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi

kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa, pembinaan

urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan

daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil, sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan

Kementerian Dalam Negeri

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawab Kementerian Dalam Negeri

4. Pengawasan   atas   pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Dalam Negeri

5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan   

Kementerian   Dalam   Negeri   di daerah

6. Pengoordinasian, pembinaan dan pengawasan umum, fasilitasi, dan

evaluasi atas penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan


80

7. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pemerintahan

dalam negeri

8. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pemerintahan dalam negeri

9. Pelaksanaan   kegiatan   teknis   dari   pusat sampai ke daerah

10. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur

organisasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri

2. Visi dan Misi Kementerian Dalam Negeri RI

Visi Kementerian Dalam Negeri

Perumusan Visi Kementerian Dalam Negeri ditujukan untuk mencapai

kondisi yang ingin diwujudkan ke depan terkait pelaksanaan tugas dan

fungsinya di bidang pemerintahan dalam negeri.

Visi Kementerian Dalam Negeri ditetapkan berdasarkan mandat

terhadap kedudukan Menteri Dalam Negeri atas tugas pokok dan

fungsinya untuk lima tahun ke depan. Dengan mempertimbangkan sejumlah

kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis, keberlanjutan kebijakan

pembangunan, dan tuntutan perubahan untuk mewujudkan kondisi yang

lebih ideal terkait lingkup tugas Kementerian Dalam Negeri.


81

Atas pertimbangan tersebut, telah ditetapkan Visi Kementerian Dalam

Negeri yaitu:  “Kementerian Dalam   Negeri  Mampu Menjadi   POROS

Jalannya Pemerintahan dan Politik Dalam Negeri, Meningkatkan Pelayanan

Publik, Menegakkan Demokrasi Dan Menjaga Integrasi Bangsa”

Misi Kementerian Dalam Negeri

Guna mewujudkan   Visi   yang   telah   dirumuskan , maka Misi

Kementerian Dalam Negeri, yaitu:

1. Memantapkan  ideologi  dan  wawasan  kebangsaan  dengan

memperkuat pengamalan terhadap Pancasila, UUD 1945, 

kebhinekaan, menegakkan persatuan dan kesatuan, demokratisasi,

serta membangun karakter bangsa dan stabilitas dalam negeri

2. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan

umum melalui harmonisasi hubungan pusat-daerah, menciptakan

ketentraman, dan ketertiban umum, serta meningkatkan

pendayagunaan administrasi kependudukan

3. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi

daerah melalui peningkatan kapasitas dalam menyelenggarakan

urusan pemerintahan serta didukung pengelolaan anggaran dan

keuangan yang akuntabel dan berpihak kepada rakyat


82

4. Mendorong terwujudnya keserasian dan keadilan pembangunan antar

wilayah dan daerah melalui pembangunan dari pinggiran dengan

memperkuat daerah dan desa serta perbatasan

5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan efektif

dengan didukung aparatur yang berkompeten dan pengawasan yang

efektif dalam rangka pemantapan pelayanan publik.

  
3. Struktur Organisasi Kementerian Dalam Negeri RI

Gambar 4.2
Struktur Organisasi Kementerian Dalam Negeri

Sumber : Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (2017)

Agar dapat mencapai kinerja optimal, dapat dilihat pada gambar 4.1

bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Menteri Dalam Negeri


83

didukung oleh sejumlah komponen dan unit kerja yang dapat dijelaskan

kedalam Tabel 4.1 sebagai berikut ini :

Tabel 4.1 Komponen dan Unit Kerja

Kementerian Dalam Negeri RI

Sekretariat Jenderal 1. Biro Perencanaan


2. Biro Kepegawaian
3. Biro Organisasi dan Tatalaksana
4. Biro Hukum
5. Biro Keuangan dan Aset
6. Biro Administrasi Pimpinan
7. Biro Umum
8. Pusat Data dan Sistem Informasi
9. Pusat Penerangan
10. Pusat Fasilitasi Kerjasama

Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal


2. Direktorat Bina Ideologi, Karakter
Politik dan Pemerintah dan Wawasan Kebangsaan
3. Direktorat Politik Dalam Negeri
Umum 4. Direktorat Ketahanan Ekonomi Sosial dan
Budaya
5. Direktorat Organisasi Kemasyarakatan
6. Direktorat Kewaspadaan Nasiona
Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal
2. Direktorat Bina Ideologi, Karakter
Bina Administrasi dan Wawasan Kebangsaan
3. Direktorat Politik Dalam Negeri
Umum 4. Direktorat Ketahanan Ekonomi Sosial dan
Budaya
5. Direktorat Organisasi Kemasyarakatan
6. Direktorat Kewaspadaan Nasional
Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal
2. Direktorat Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan
Bina Administrasi dan Kerjasama
3. Direktorat Kawasan, Perkotaan dan Batas
Kewilayahan Negara
84

4. Direktorat Polisi Pamong Praja dan


Perlindungan Masyarakat
5. Direktorat Toponimi dan Batas Daerah
6. Direktorat Manajemen Penanggulangan
Bencana dan Kebakaran
Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal
2. Direktorat Penataan Daerah, Otonomi Khusus
Otonomi Daerah dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
3. Direktorat Fasilitasi Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
4. Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan
Kepegawaian Perangkat Daerah
5. Direktorat Produk Hukum Daerah
6. Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan
Kapasitas Daerah
Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal
2. Direktorat Perencanaan, Evaluasi dan
Bina Pembangunan Informasi Pembangunan Daerah
3. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan
Daerah Daerah I
4. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan
Daerah II
5. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan
Daerah III
6. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan
Daerah IV

Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal


2. Direktorat Penataan dan Administrasi
Bina Pembangunan Pemerintahan Desa 
3. Direktorat Fasilitasi Pengembangan Kapasitas
Desa Aparatur Desa
4. Direktorat Fasilitasi Keuangan dan Aset
Pemerintahan Desa 
5. Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Desa
6. Direktorat Evaluasi Perkembangan Desa

Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal


2. Direktorat Perencanaan Anggaran Daerah
Bina Keuangan Desa 3. Direktorat Pelaksanaan dan
85

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah


4. Direktorat Pendapatan Daerah
5. Direktorat Fasilitasi Dana Perimbangan dan
Pinjaman Daerah
6. Direktorat Badan Usaha Milik Daerah, Badan
Layanan Umum Daerah, dan Barang Milik
Daerah

Direktorat Jenderal 1. Sekretariat Direktorat Jenderal


2. Direktorat Pendaftaran Penduduk
Kependudukan dan 3. Direktorat Pencatatan Sipil
4. Direktorat Pengelolaan Informasi Administrasi
Catatan Sipil Kependudukan
5. Direktorat Bina Apartur Kependudukan
dan Pencatatan Sipil
6. Direktorat Fasilitasi Pemanfaatan Data dan
Dokumen Kependudukan

Inspektorat Jenderal 1. Sekretariat Inspektorat Jenderal


2. Inspektorat I
3. Inspektorat II
4. Inspektorat III
5. Inspektorat IV
6. Inspektorat Khusus
7. Kelompok Jabatan Fungsional
Badan Penlitian dan 1. Sekretariat Badan 
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Otonomi
Pengembangan Daerah, Politik dan Pemerintahan Umum
3. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Administrasi Kewilayahan, Pemerintahan Desa
dan Kependudukan
4. Pusat Penelitian dan Pengembangan 
Pembangunan dan Keuangan Daerah
5. Pusat Penelitian dan Pengembangan Inovasi
Daerah

Badan Pengembangan 1. Sekretariat Badan 


2. Pusat Standarisasi dan Sertifikasi
Sumber Daya Manusia 3. Pusat Pengembangan Kompetensi
Pemerintahan Dalam Negeri
86

4. Pusat Pengembangan Kompetensi


Kepamongprajaan dan Manajemen
Kepemimpinan
5. Pusat Pengembangan Kompetensi Fungsional
dan Teknis
Sumber : (Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia , 2018)

B. Gambaran Umum Biro Organisasi dan Tatalaksana

Salah satu Unit Kerja yang ada di bawah Sekretarat Jenderal

Kementerian Dalam Negeri adalah Biro Organisasi dan Tatalaksana. Menurut

data kepegawaian, Biro Organisasi dan Tatalaksana terdiri dari 71 orang

karyawan, terbagi antara karyawan laki-laki sebanyak 39 orang dan 32

karyawan perempuan. Jenjang Pendidikan karyawan S3 sebanyak 1 orang,

S2 sebanyak 6 orang, S1 sebanyak 43 orang, D3 sebanyak 4 orang, D1

sebanyak 1 orang, sementara sisanya diperkirakan memiliki pendidikan

terakhir SMA/SMK.

Grafik 4.1
Data Pegawai Sekretarat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri Di Biro Organisasi dan Tatalaksana
87

Biro Organisasi dan Tatalaksana memiliki 4 bagian pekerjaan yaitu

Kelembagaan dan Analisa Jabatan ; Tatalaksana ; Fasilitas Reformasi ;

Layanan Administrasi. Adapun struktur jabatan yang ada pada Biro Organisasi

dan Tatalaksana, yaitu sebagai berikut :

1. Kepala Biro : 1 orang

2. Kepala Bagian : 4 orang

3. Kepala subbagian : 9 orang

4. Bendahara : 1 orang

5. Staf : 56 orang

B. Hasil Penelitian
88

Berdasarkan identifikasi permasalahan untuk mengetahui

bagaimanakah Reformasi birokrasi Biro Organisasi dan Tatalaksana

Kementerian Dalam Negeri RI yang sudah dilakukan sebelumnya, maka dapat

diketahui bahwa secara umum tugas/pekerjaan dan sasaran kegiatan instansi

dapat terlaksana dengan baik. Keberhasilan kerja tersebut terefleksikan dari

hasil capaian kinerja masing-masing pegawai yaitu dalam implementasi

reformasi birokrasi kementerian dalam negeri dengan menggunakan aspek

dari metode Mintzberg dalam 5Ps strategi yaitu Rencana (plan), Pola

(pattern), Posisi (position), Cara (ploy) dan Perspektif (perspective). Namun,

kondisi berbeda diperoleh peneliti saat melakukan wawancara kepada

sejumlah informan kunci. Adapun aspek pembahasan yang dianalisa dalam

penelitian ini, yaitu :

a. Aspek Plan 

Strategy as a Plan Strategi sebagai sebuah perencanaan terdahulu

secara sadar dan sengaja mendahului berbagai tindakan yang akan

diilakukan, yang kemudian dikembangkan dan diimplementasikan agar

mencapai suatu tujuan.

Informan 1 (Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana), Ir.

Suprayitno, M.A
89

1. Bagaimana Kemampuan pengambil keputusan dalam merencanakan

sebuah strategi birokrasi?

“Dalam lingkup untuk bagian biro dan tatalaksana sendiri pengambilan

keputusan untuk sebuah strategi birokrasi tentu saja dengan

menerapkan musyawarah bersama dengan melaksanakan rapat yang

sudah kita rembukan bersama tim-tim perencanaan nya.”

2. Apakah yang telah dihasilkan dalam sebuah perencanaan tersebut?

“Tentu saja kesepakatan mengenai segala hal yang berkaitan dengan

strartegi birokrasi yang telah disusun secara bersama baik adanya

perubahan, inovasi baru atau pun pengurangan strategi dengan

rekan-rekan yang terlibat didalam kegiatan perencanaan nya itu”

Informan 2 (Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan)

Ediy Rofik, M.M

1. Bagaimana Kemampuan pengambil keputusan dalam merencanakan

sebuah strategi birokrasi?

” Jadi, pengambilan keputusan dalam setiap bidang ada tim

yang sudah kita bentuk sendiri untuk merencanakan strategi

birokrasi yang dimana strategi itu akan dirapatkan kembali

dengan anggota lainnya”

2. Apakah yang telah dihasilkan dalam sebuah perencanaan tersebut?


90

”Hasil dari perencanaan tersebut, dilihat lagi apakah ada

penambahan dalam strategi birokrasi, ada yang dirombak

kembali, dan apakah juga ada pendapat lain dalam

perencanaan strategi birokrasi ini”

Informan 3 (Kepala Bagian Reformasi Birokrasi) Dian Andy

Permana, M.Si

1. Bagaimana Kemampuan pengambil keputusan dalam

merencanakan sebuah strategi birokrasi?

“untuk pengambilan keputusan , kami menyusun rencana kerja

pada bagian reformasi birokrasi untuk menentukan apa saja strategi

birokrasi yang akan digunakan”

2. Apakah yang telah dihasilkan dalam sebuah perencanaan tersebut?

“hasil dari perencanaan tersebut adalah adanya daftar-daftar yang

didapat dari anggota bagian reformasi birokrasi untuk menyusun

strategi birokrasi”

Informan 4 (Kepala subbagian Tata Usaha Biro Organisasi dan

Tatalaksana (Makmur, S.Pd)

1. Bagaimana Kemampuan pengambil keputusan dalam merencanakan

sebuah strategi birokrasi?


91

“Untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan sendiri tentu saja

saya selaku kepala subbagian yang akan mengambil keputusan

berdasarkan hal-hal yang telah di tentukan oleh para rekan kerja saya

dan saya.”

2. Apakah yang telah dihasilkan dalam sebuah perencanaan tersebut?

“untuk hasilnya sendiri itu lebih kepada persetujuan atas apa yang

telah di rencanakan, tidak semua yang telah direncanakan akan

langsung disetujui adakala nya perencanaan itu kita ubah atau kita

inovasi kan berdasarkan kesepakatan”

b. Aspek Patern 

Strategy as a Pattern Sebuah pola yang menunjukan adanya

serangkaian tindakan yang dilakukan oleh manajemen dalam mengejar

sebuah tujuan.

Informan 1 (Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana), Ir.

Suprayitno, M.A

1. Bagaimana membuat pola dalam reformasi birokrasi ini?

“Untuk pola nya sendiri dengan melihat peraturan-peraturan yang

berlaku,dan melihat kekurangan-kekurangan yang telah terjadi pada

birokrasi yang telah terselenggara, baik itu yang sudah


92

diselenggarakan atau pun yang akan direformasi lagi menjadi lebih

baik”

2. Apakah pola yang dibentuk berdasarkan pada azas undang-undang?

“Tentu saja, karna apa yang akan kita bentuk dan susun harus

berdasarkan dengan apa yang ada pada undang-undang”

Informan 2 (Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan)

Ediy Rofik, M.M

1. Bagaimana membuat pola dalam reformasi birokrasi ini?

“ Untuk membuat pola disini, kami melihat dari undang-undang

yang berlaku dan melakukan penyiapan bahan penyusunan

indikator dan penyusunan kinerja dalam meningkatkan kinerja

dalam reformasi birokrasi “

2. Apakah pola yang dibentuk berdasarkan pada azas undang-undang?

”iya tentu saja, pemerintah membuat pola tentu berdasarkan azas

undang-undang”

Informan 3 (Kepala Bagian Reformasi Birokrasi) Dian Andy

Permana, M.Si

1. Bagaimana membuat pola dalam reformasi birokrasi ini?

“upaya yang dilakukan untuk reformasi birokrasi ini adalah dengan

meningkatkan kualitas pelayanan publik, karena pelayanan publik


93

adalah sorotan yang diarahkan kepada birokrasi pemerintah dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat”

2. Apakah pola yang dibentuk berdasarkan pada azas undang-

undang?

“benar, pola yang dibentuk berdasarkan undang-undang dan

Peraturan Presiden Republik Indonesia No 81 Tahun 2010 tentang

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025”

Informan 4 (Kepala subbagian Tata Usaha Biro Organisasi dan

Tatalaksana (Makmur, S.Pd)

1. Bagaimana membuat pola dalam reformasi birokrasi ini?

“dalam membuat pola nya sendiri lebih berpatokan pada reformasi

birokrasi tahun sebelumnya dan tentu saja juga berpatokan pada

peraturan yang berlaku ”

2. Apakah pola yang dibentuk berdasarkan pada azas undang-

undang?

“Tentu saja berdasarkan pada azas undang-undang yang berlaku”

c. Aspek Position

Strategy as a Position Berbagai keputusan yang dipilih

perusahaan untuk memosisikan organisasi perusahaan di dalam

lingkungan perusahaan.
94

Informan 1 (Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana), Ir.

Suprayitno, M.A

1. Apakah posisi yang telah diduduki saat ini harus diubah dengan

adanya sebuah reformasi birokrasi ini?

“ Untuk saat ini jika menurut saya sendiri sih tidak perlu adanya

perubahan”

2. Apakah semua posisi mampu melakukan pekerjaan dengan baik?

“Jika di sebut mampu tentu saja mampu dengan sangat baik, namun

tentu saja di setiap posisi pasti ada yang mengalami kesusahan di

pekerjaan nya”

Informan 2 (Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan)

Ediy Rofik, M.M

1. Apakah posisi yang telah diduduki saat ini harus diubah dengan

adanya sebuah reformasi birokrasi ini?

”tidak perlu diubah, karena posisi yang ada sudah sesuai

dengan reformasi birokrasi”

2. Apakah semua posisi mampu melakukan pekerjaan dengan baik?

“iya, seperti yang terlihat dilapangan semua posisi mampu

melakukan pekerjaannya dengan baik sesuai tugas mereka masing-


95

masing, dengan saya sebagai atasan yang menerima laporan hasil

pelaksanaan tugas sebagai pertanggungjawaban mereka“

Informan 3 (Kepala Bagian Reformasi Birokrasi) Dian Andy

Permana, M.Si

1. Apakah posisi yang telah diduduki saat ini harus diubah dengan

adanya sebuah reformasi birokrasi ini?

”posisi yang diduduki sudah sesuai dengan Keputusan Menteri

Nomor 100.05-757 Tahun 2009 yang membentuk tim reformasi

birokrasi yang posisi-posisi nya sudah dijelaskan di Peraturan Menteri

itu di bagian tugas, fungsi, kewenangan dan susunan organisasi nya”

2. Apakah semua posisi mampu melakukan pekerjaan dengan baik?

“iya, sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing mereka

mampu melakukan pekerjaan dengan baik, dengan bukti saya

sebagai pimpinan menerima bukti laporan atas apa yang sudah

diperintahkan untuk dikerjakan sesuai tugas dan fungsi masing-

masing”

Informan 4 (Kepala subbagian Tata Usaha Biro Organisasi dan

Tatalaksana (Makmur, S.Pd)

1. Apakah posisi yang telah diduduki saat ini harus diubah dengan

adanya sebuah reformasi birokrasi ini?


96

“ untuk posisi saya saat ini tidak perlu diubah karna apa yang telah

ditetapkan sudah pasti sesuai dengan ketentuan yang berlaku”

2. Apakah semua posisi mampu melakukan pekerjaan dengan baik?

“untuk saat ini semua posisi sudah bekerja dengan baik dan tentu

nya sudah sesuai dengan tupoksi masing-masing”

d. Aspek Ploy

Strategy as a Position Berbagai keputusan yang dipilih perusahaan

untuk memosisikan organisasi perusahaan di dalam lingkungan

perusahaan.

Informan 1 (Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana), Ir.

Suprayitno, M.A

1. Bagaimana cara anda dalam menerapkan reformasi birokrasi ini?

“Sebenarnya untuk penerapan nya sendiri tentu saja dengan

menerapkan akuntanbilitas terhadapat reformasi birokrasi itu

dengan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada ASN

lainnya”

2. Apakah cara yang dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi

dengan evaluasi dari tahun sebelumnya?

“ Tentu saja dengan memperbaiki kekurangan yang terjadi pada

tahun lalu yaitu salah satu nya dengan memberikan pengarahan


97

kepada para ASN yang belum memahami dan belum bisa

menerapkan sepenuhnya reformasi birokrasi yang telah di terapkan”

Informan 2 (Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan)

Ediy Rofik, M.M

1. Bagaimana cara anda dalam menerapkan reformasi birokrasi ini?

“cara yang digunakan adalah memberikan arahan kepada para

aparatur sipil negara agar pemahaman mereka dalam penguatan

kelembagaan dapat berjalan baik”

2. Apakah cara yang dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi

dengan evaluasi dari tahun sebelumnya?

“dengan cara mengevaluasi apa yang terjadi ditahun sebelumnya

pada para aparatur sipil negara karena tahun lalu penilaian

kelembagaan masih dinilai kuning atau artinya masih belum

terpenuhi”

Informan 3 (Kepala Bagian Reformasi Birokrasi) Dian Andy

Permana, M.Si

1. Bagaimana cara anda dalam menerapkan reformasi birokrasi ini?

“cara menerapkan reformasi birokrasi ini dengan melakukan

pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem

penyelenggaraan pemerintah dalam rangka mewujudkan tata


98

Kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang mana

tujuan reformasi birokrasi ini adalah apararatur yang berintegritas

tinggi, produktif dan melayani secara prima untuk meningkatkan

kepercayaan public”

2. Apakah cara yang dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi

dengan evaluasi dari tahun sebelumnya?

“dilihat dari evaluasi tahun sebelumnya , adanya upaya peningkatan

yang dilakukan untuk meningkatkan pada point mana yang lemah

dalam birokrasi nya dan mengupayakan untuk lebih baik lagi dai

tahun sebelumnya”

Informan 4 (Kepala subbagian Tata Usaha Biro Organisasi dan

Tatalaksana (Makmur, S.Pd)

1. Bagaimana cara anda dalam menerapkan reformasi birokrasi ini?

“untuk cara nya sendiri lebih di fokuskan pada ASN nya dengan

memberikan pengarahan mengenai reformasi birokrasi karna para

ASN yang akan melaksanakan reformasi birokrasi agar terlaksana

dengan baik kepada masyarakat”

2. Apakah cara yang dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi

dengan evaluasi dari tahun sebelumnya?


99

“ untuk cara sendiri kami lebih memperbaiki kekurangan yang terjadi

pada tahun sebelumnya dan melaksanakan reformasi biroksi yang

belum terealisasi pada tahun sebelumnya untuk dilakukan tahun ini”

E. Aspek perspective

Strategy as a Perspective Perspektif dari para strategist (pembuat

keputusan strategis) di dalam memandang dunianya.

Informan 1 (Kepala Biro Organisasi dan Tatalaksana), Ir.

Suprayitno, M.A

1. Bagaimana perspektif anda ke depannya jika melakukan sebuah

reformasi birokrasi ini ?

“untuk perspektif kedepannya saya mengharapkan dibuatnya indeks

anti korupsi agar reformasi birokrasi dapat diterapkan dengan baik

dan untuk pelayanan-pelayanan terhadap masyarakat lebih di

perbanyak layanan public nya”

Informan 2 (Kepala Bagian Kelembagaan dan Analisa Jabatan)

Ediy Rofik, M.M

1. Bagaimana perspektif anda ke depannya jika melakukan sebuah

reformasi birokrasi ini?

“jadi untuk kedepannya lebih meningkatkan penerapan akuntabilitas,

pelayanan publik, efisiensi, efektivitas dalam reformasi birokrasi ini”


100

Informan 3 (Kepala Bagian Reformasi Birokrasi) Dian Andy

Permana, M.Si

1. Bagaimana perspektif anda ke depannya jika melakukan sebuah

reformasi birokrasi ini?

“dengan melihat evaluasi di tahun sebelumnya, untuk perspektif

kedepan itu diperlukan adanya memprioritaskan reformasi pelayanan

public yang berkinerja baik agar reformasi birokrasi ini lebih baik dan

bisa menjadi public service”

Informan 4 (Kepala subbagian Tata Usaha Biro Organisasi dan

Tatalaksana (Makmur, S.Pd)

1. Bagaimana perspektif anda ke depannya jika melakukan sebuah

reformasi birokrasi ini?

“ tentu saja berharap agar ke depan nya birokrasi reformasi kita

semakin membaik, dengan membuat reformasi biroksi yang lebih

mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat dan lebih

memperketat peraturan mengenai para ASN agar tidak melakukan

kesalahan dan penyimpangan”

Dari pemaparan hasil wawancara dengan empat orang informan kunci

yang bekerja di berbagai lini, mulai dari kepala biro, kepala bagian hingga

kepala subbagian, dapat diketahui bahwa dari mulai nya perencanaan hingga
101

tercipta nya reformasi birokrasi peranan pemimpin sangat lah penting untuk

mengkoordinasikan para pegawai agar tercipta reformasi birokrasi yang baik,

dapat diketahui juga terdapat sejumlah persoalan pegawai di lapangan yang

berpotensi menjadi kendala kinerja reformasi birokrasi di masa yang akan

datang. Hal ini ditunjukan dari beberapa hasil wawancara dimana para

pegawai yang cenderung belum cukup memahami mengenai reformasi

birokrasi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk menghasilkan

penerapan reformasi birokrasi yang baik , kemendagri selaku organisasi perlu

mengetahui sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai

dalam reformasi birokrasi dan melakukan koordinasi.

C. Pembahasan

A. Implementasi reformasi birokrasi Kementerian Dalam Negeri

Reformasi birokrasi Kementerian Dalam Negeri merupakan upaya

mengimplementasikan kebijakan dan program reformasi birokrasi yang

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang beriringan dengan

kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional,

kerangka acuan penyusunan program/kegiatan yang ditetapkan oleh

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

serta memperhatikan kondisi lingkungan strategis, dan situasi yang


102

berkembang akibat pandemi covid-19 yang melanda sebagian besar

negara di dunia, termasuk wilayah di Indonesia.

Adapun capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian

Dalam Negeri :

1. Agenda Reformasi birokrasi yang sedang kita laksanakan ini,

merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan

mendasar terhadap penyelenggaraan birokrasi yang baik, efektif dan

efesien, sehingga dapat melayani masyarakat, dalam hal ini penerima

layanan kita adalah ASN Kemendagri dan Pemda, secara cepat, tepat

dan profesional. Peningkatan kapasitas birokrasi secara terus menerus

dapat mewujudkan birokrasi kelas dunia, dengan penerapan kebijakan

linier yang beriringan, RPJMN 2020-2024, Renstra Kemendagri 2020-

2024, kerangka acuan penyusunan program/kegiatan, serta

memperhatikan kondisi lingkungan yang strategis pada masa pandemi

covid-19;

2. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Lingkungan BPSDM Kemendagri

dilakukan secara konsisten  dan berkelanjutan sejak tahun 2010, serta

merujuk pada sasaran road map Reformasi Birokrasi Kementerian

Dalam Negeri tahun 2020-2024, maka BPSDM terus berbenah dalam

melaksanakan reformasi birokrasi, salah satu bukti nyata kesungguhan


103

pelaksanaan reformasi birokrasi di BPSDM adalah meningkatkan

akuntabilitas pelayanan publik, yang terbukti nyata bahwa BPSDM

mendapatkan penghargaan sebagai penyelenggara pelayanan publik

dengan kategori sangat baik pada tahun 2020

3. Target Indeks Reformasi Birokrasi Kemendagri:

No Tahun Capaian

1 2018 75,02

2 2019 75,43

3 2020 Nilai belum dikeluarkan Kemenpan RB

4 2021 Tahap Pelaksanaan

Sumber : (https://bpsdm.Kementerian Dalam Negeri.go.id//:11,Diunduh pada


Tanggal 10 July 2021) 

Reformasi Birokasi terdapat 8 (delapan) area perubahan yang

harus dipenuhi oleh BPSDM, berdasarkan hasil penilaian tahun 2020,

yaitu:

a. Manajemen Peubahan: nilai 1,89 (hijau), tepenuhi.

b. Penguatan Perundang-undangan: nilai 0,75 (hijau), terpenuhi

c. Penguatan Kelembagan: nilai 1,50 (kuning), belum terpenuhi

(Penyederhanan birokrasi)
104

d. Penguatan tata laksana; 0,55 kuning, belum terpenuhi (Rentsra, SOP,

POKIN, dan PROBIS)

e. Penguatan system Manajemen SDM ASN; Nilai 1,26 (hijau), terpenuhi

f. Penguatan Akuntabilitas kinerja; Nilai 2,25 (hijau), terpenuhi.

g. Penguatan system pengawasan: Nilai 1,80 (hijau), terpenuhi.

h. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Nilai 0,98 (hijau), terpenuhi.

4. Berdasarkan hasil penilaian mandiri program reformasi birokrasi (PMPRB)

BPSDM Kemendagri tahun 2020 yang dilakukan oleh tim APIP Hasil

rekomendasi tersebut merupakan dasar untuk dilakukan tindak lanjut

perbaikan pelaksanaan reformasi birokrasi BPSDM

5. Adanya penetapan unit kerja yang melaksanakan Pembangunan Zona

Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah

Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) berdasarkan Kepmendagri nomor

356-463 tahun 2021, bahwa 5 (lima) unit kerja di BPSDM ditetapkan

sebagai pelaksana, yaitu sekretariat, Pusat Standarisasi dan Sertifikasi,

Pusat Pengembangan Kompetensi Pemerintahan Dalam Negeri, Pusat

Pengembangan Kompetensi Kepamongprjaan dan Manajemen

Kepemimpinan, dan Pusat Pengembangan Kompetensi Fungsional dan

Teknis. Sebelumnya, pada Tahun 2020 BPSDM sebagai salah

satu Integrity Islands dari 3 (tiga) komponen yang ditetapkan, melalui


105

surat Sekretaris Jenderal Nomor 061/1664/SJ tanggal 20 Februari 2020

Hal Penyampaian Hasil Agenda Prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Substansi Kemendagri Tahun 2020;

6. Untuk hal tersebut perlunya membangun komitmen yang kuat dan

menyusun strategi agar BPSDM dapat meraih Zona Integritas, karena ZI

merupakan pintu masuk dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Fokus

pembangunan ZI adalah pada unit kerja yang mampu membangun

budaya anti korupsi dan memberikan pelayanan prima sehingga dapat

dirasakan langsung oleh penerima layanan

7. Saat ini BPSDM telah melakukan strategi:

 Sistem Online Layanan Administrasi (SiOLA) Kemendagri:

   e-rekom adalah Penerbitan Rekomendasi Oreintasi dan Pendalaman

Tugas bagi Anggota DPRD Provinsi dan Kabuipaten/ Kota; dan

 e-Sertifikat adalah Penerbitan Sertifikat Orientasi dan Pendalaman

Tugas bagi Anggota DPRD Provinsi dan Kabuipaten/ Kota.

 Sistem layanan informasi pengembangan kompetensi (SIMPEKA)

adalah aplikasi untuk memudahkan para calon peserta

Pengembangan Kompetensi untuk mengetahui informasi dan jadwal

Pendidikan dan Pelatihan, Bimbingan Teknis, Workshop, Lokakarya

serta Pendaftaran untuk Calon Peserta.


106

8. Untuk menjadi perhatian kita bersama, berdasarkan Kepmendagri

Nomor 356-463 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pembangunan Zona

Integritas Menuju WBK dan WBBM di Lingkungan Kementerian Dalam

Negeri Tahun 2021, bahwa unit kerja yang dinyatakan berhasil

mendapatkan Predikat WBK dan WBBM berdasarkan hasil reviu

Kemenpan RB diberikan apresiasi berupa penghargaan dalam bentuk:

a. Pemberian fasilitas dan anggaran kedinasan yang memadai;

b. Perbaikan kesejahteraan untuk pegawai di lingkungan unit kerja;

dan

c. Bentuk penghargaan lainnya.

Dan untuk unit kerja yang dinyatakan tidak berhasil mendapatkan

predikat WBK dan WBBM harus melaporkan permaslahan

ketidakberhasilnnya mendapat predikat tersebut kepada Mendagri

melalui Sekjen.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, secara keseluruhan semua

pemimpin maupun pegawai sudah melaksanakan pekerjaan dengan baik dan

telah memenuhi standar kinerja yang diharapkan yakni efektif, efisien dan

berkualitas. Kemudian untuk perencanaan untuk reformasi birokrasi juga

sudah dilakukan dengan baik dengan selalu memprioritaskan musyawarah

bersama para rekan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang telah
107

dilakukan dimana dijelaskan bahwa dalam hal perencanaan dan penyusunan

reformasi birokrasi informan lebih mengutamakan untuk dilakukannya rapat

antar tim yang telah disusun.

Dari hasil indeks reformasi birokrasi diatas bahwa dapat dikita lihat

dari aspek plan bahwa penyusunan program/kegiatan yang telah dirancang

sudah terselenggara dengan baik yang ditunjukan oleh manjemen perubahan

sebesar 1,89 (hijau) yang dimana sudah terpenuhi dengan baik, untuk aspek

pattern sendiri juga sudah terselenggara dengan baik yang ditunjukan pada

indeks sebesar 0,75 (hijau) yang dimana sudah terpenuhi dengan baik juga

dan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

untuk aspek position sendiri jika dilihat dari indeks menunjukkan bahwa

masih belum terpenuhi dengan baik dikarenkan terdapat beberapa unit di

kemendagri yang belum berhasil mendapatkan predikat WBK dan WBBM,

untuk aspek ploy sendiri kemendagri sudah mengalami peningkatan yaitu

pada akuntabilitas yang mengalami peningkatan yang dibuktikan dengan

didapatkannya perhargaan sebagai penyelenggara pelayanan publik dengan

kategori sangat baik, yang terakhir pada aspek perspektive sendiri juga

sedangkan dilaksanakan nya strategi agar mencapai zona integritas yang

dilakukan dengan membangun budaya anti korupsi dan mebangun pelayanan


108

publik secara prima agar penerapannya dapat dirasakan secara langsung

oleh masyarakat.

Namun terdapat beberapa permasalahan dilapangan yang perlu

segera mendapat perhatian dan tindakan penyelesaian. Diketahui bahwa

masih terdapat beberapa para ASN yang belum memahami dan belum

terbiasa untuk menerapkan reformasi birokrasi. Yang dimana kekurangan

pahaman tersebut mengakibatkan belum diterapkan nya reformasi birokrasi

secara baik. Melihat pemasalahan yang dipaparkan diatas, Artinya dapat

diketahui bahwa Kementerian Dalam Negeri masih harus melakukan

perbaikan terhadap para ASN sekaligus dapat ditekankan bahwa reformasi

birokrasi merupakan agenda yang sangat penting dilaksanakan. Merujuk

pada kondisi ini, maka solusi yang harus dilakukan adalah dengan

mengevaluasi sistem pengarahan dan koordinasinya. Sebagaimana

pendapat para ahli yang menyatakan jika tidak mungkin terciptanya kinerja

pada para ASN untuk menerapkan reformasi birokrasi yang optimal tanpa

serangkaian aktivitas koordinasi yang baik.

Pada dasarnya, koordinasi kerja merupakan perihal yang sangat

krusial bagi keberlangsungan sebuah instansi. Khususnya, bagi suatu instansi

yang memiliki ruang lingkup kerja yang luas, sebagaimana Kementerian

Dalam Negeri. Peran koordinasi dalam institusi pemerintahan merupakan

upaya mengintegrasikan berbagai kepentingan yang saling berkaitan seluruh


109

gerak, langkah dan waktu pencapaian tujuan dan sasaran bersama sebagai

suatu sistem dalam organisasi (Nazarudin, 2016). Untuk mewujudkan sistem

koordinasi yang efektif dalam pemerintahan, maka pimpinan perlu

menerapkan prinsip sebagai berikut: (1) Koordinasi harus dimulai dari tahap

permulaan sekali; (2) Bersifat kontinu; (3) Sepanjang memungkinkan

koordinasi harus merupakan pertemuan-pertemuan bersama; dan (4)

Perbedaan dalam pandangan harus disampaikan secara terbuka dan diselidiki

dalam hubungan dengan situasi seluruhnya (Pamudji, 1994).

Guna memperbaiki kinerja para ASN untuk menerapkan reformasi

birokrasi melalui penerapan sistem koordinasi yang lebih baik, adapun hal-hal

inti yang harus diperhatikan dalam implementasinya, yakni (1) Kesatuan

tindakan, dibutuhkan kesadaran semua anggota organisasi untuk saling

menyelaraskan tujuan satu sama lain, baik dalam penyelesaian tugas

maupun penyesuaian diri dalam lingkungan, (2) Komunikasi, menciptakan

hubungan komunikasi yang transparan untuk merubah sikap dan perilaku

orang lain dengan melalui informasi atau pendapat atau pesan atau idea

yang disampaikannya kepada orang tersebut, (3) Pembagian kerja yang

jelas, penting dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dimana individu

tidak dapat mencapainya sendiri, (4) Disiplin, setiap bagian harus bekerja

secara terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang

diharapkan.
110

B. Faktor Pendukung Dan Penghambat yang Mempengaruhi

Reformasi Birokrasi Melalui Penataan Kelembagaan Pada

Kementerian Dalam Negeri

a. Faktor Pendukung

- Kemauan dan komitmen politik yang kuat, mulai dari pimpinan

tertinggi sampai dengan tingkat terendah. Dimana selaku pemimpin

memberikan arahan kepada para rekan agar bekerja dengan baik.

- Kesamaan persepsi dan kesamaan tujuan. Didalam refromasi

birokrasi kesamaan tujuan sangatlah penting agar sesame rekan

kerja kita mengejar 1 tujuan yang sama.

- Konsistensi dan keberlanjutan, karena reformasi birokrasi

merupakan proses panjang dan berkelanjutan. Reformasi birokrasi

merupakan kegiatan yang berkelanjutan jika terdapat reformasi

birokrasi yang belum terealisasikan maka akan direalisasikan pada

tahun selanjutnya.

- Ketersediaan dana/anggaran, untuk melaksanakan program dan

kegiatan reformasi birokrasi, dan peningkatan kesejahteraan

pegawai. Ketersediaan dana juga merupakan hal yang penting

dalam mendukung penerapan reformasi birokrasi yang baik.


111

- Dukungan masyarakat, berupa partisipasi masyarakat dan sistem

kontrol dari berbagai unsur masyarakat. Salah satu yang termasuk

dalam reformasi birokrasi yaitu pelayanan publik yang dimana

masyarakat terlibat dalam terciptanya reformasi birokrasi yang baik.

Dari pemaparan diatas dapat dilihat dari aspek plan untuk faktor

pendukung reformasi birokrasi sudah terjalin dengan baik yang

dibuktikan dengan adanya pengarahan dari pimpinan kepada rekan-

rekan kerja yang lain agar mencapai kesamaan tujuan yaitu

diterapkannya reformasi birokrasi secara baik agar tercapai nya

strategi reformasi birokrasi yang lebih baik dari sebelumnya. Jika

dilihat dari aspek pattern itu kesamaan dengan peraturan yang

dilanjutkannya reformasi birokrasi yang belum terlaksana pada tahun

sebelumnya dan dilaksanakan pada tahun yang akan datang agar

strategi birokrasi yang disusun dapat diterapkan sepenuhnya sesuai

dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 81 Tahun 2010

tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Jika dilihat dari aspek position tentu sudah baik, dilihat dari faktor

pendukungnya pimpinan bisa membimbing rekan kerjanya agar

terlaksana reformasi birokrasi dengan baik, dan posisi pemimpin

mempengaruhi keberhasilan suatu reformasi birokrasi suatu organisasi


112

sesuai dengan faktor pendukung yang telah dijabarkan diatas bahwa

kementerian dalam negeri sudah memposisikan aparatur sipil negara

dengan baik yaitu terbukti dengan pemberian arahan kepada rekan

kerjanya agar penerapan reformasi birokrasi terjalan dengan baik.

Jika dilihat dari aspek ploy sendiri bahwa tidak semua strategi

reformasi birokrasi tidak seluruhnya dapat terlaksana pada tahun

tersebut karena terdapatnya faktor penghambat, dan untuk

diterapkannya strategi birokrasi yang belum terselesaikan agar

dilakukannya penyelesaikan pada strategi yang belum untuk

diterapkan ditahun yang akan datang agar strategi yang telah

disusun tersebut bisa dilakukan dengan baik. Dilihat dari

perspective yaitu dilanjutkannya strategi birokrasi yang belum

terselesaikan ditahun sebelumnya agar dapat terealisasi ditahun

selanjutnya, melakukan peningkatan di bidang pelayanan publik

yang dari tahun ke tahun terus dikembangkan.

Menurut Fadel Muhammad (2008), reformasi birokrasi melalui

reinventing local government akan berhasil jika ada inovasi dan

terobosan yang berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja dan

network agar perubahan menjadi lebih cepat menyebar dan

mendapat dukungan. Salah satu prestasi bahwa BPSDM Kemendagri


113

mendapatkan penghargaan sebagai penyelenggara pelayanan publik

dengan kategori sangat baik pada tahun 2020

Momentum dimana refromasi birokrasi bisa memaksimalkan

kinerja dalam pemberian pelayanan urusan publik yang akan

berdampak pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap

refromasi birokrasi. Karena itu reformasi birokrasi sangat perlu

dilaksanakan sebagaimana menurut Peraturan Presiden No 81 Tahun

2010 yang mengatakan bahwa dalam mempercepat tercapainya tata

kelola pemerintahan yang baik, maka dipandang perlu melakukan

reformasi birokrasi di seluruh Kementrian/Lembaga/Pemerintah

Daerah. pada dasarnya Kemendagri sangat mampu untuk menjadi

salah satu instansi dengan predikat pelayanan terbaik, namun pada

proses pelaksanaannya masih sangat dibutuhkan pengawasan dari

berbagai belah pihak demi terwujudnya proses pemerintahan yang

optimal baik dari segi pelayanan maupun segi kinerja aparatur negara

itu sendiri akan tercapai.

b. Faktor Penghambat

Menurut (Sekretariat Refromasi Birokrasi Kemendagri tim reformasi

birokrasi), Dalam perkembangan pelaksanaan Program/Kegiatan

Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri masih terdapat


114

beberapa permasalahan dalam pelaksanaan yang meliputi 8

(delapan) Area Perubahan, antara lain:

1. Beberapa Permasalahan di Bidang Manajemen Perubahan:

a. Masih kurangnya komitmen pimpinan dalam melaksanakan

Program/Kegiatan Reformasi Birokrasi;

b. Masih kurangnya Sosialisasi dan Internalisasi Reformasi

Birokrasi pada masing-masing satuan kerja; dan

c. Belum adanya agen perubahan (agent of change) sebagai

motor penggerak perubahan yang nyata di Kementerian Dalam

Negeri.

2. Beberapa Permasalahan di Bidang Peraturan Perundang

undangan:

a. Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang

diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang

memerlukan penataan ulang, karena sudah tidak sesuai

dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan dalam

negeri; dan

b. Belum dikaji seluruh peraturan perundang-undangan yang

diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang

menghambat efektivitas pelaksanaan reformasi birokrasi,


115

agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau

reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi

tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri dalam rangka

pelayanan kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah.

3. Beberapa Permasalahan di Bidang Organisasi:

a. Belum disusunnya uraian tugas dan fungsi unit eselon III

dan IV di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; dan

b. Belum disusunnya Grand Design Penataan Kelembagaan di

lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

c. Belum ditatanya kelembagaan UPT di lingkungan

Kementerian Dalam Negeri.

4. Beberapa Permasalahan di Bidang Tatalaksana:

a. Belum disusunnya Peta Proses Bisnis di lingkungan

Kementerian Dalam Negeri;

b. Belum dilaksanakan analisis secara komprehensif terhadap

pola tatalaksana dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi

pada setiap unit kerja di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri;

c. Belum terpolanya sistem ketatalaksanaan (business

process), karena belum semua proses penyelenggaraan


116

tugas ditetapkan dalam Standar Operasional Prosedur

(SOP) untuk pelayanan kepada masyarakat dan Pemerintah

Daerah;

d. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi

berbasis elektronik, baik melalui e-government maupun e-

office di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; dan

e. Belum adanya pengintegrasian teknologi informasi berbasis

elektronik di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.

5. Beberapa Permasalahan di Bidang Manajemen Sumber Daya

Manusia Aparatur:

a. Belum ditetapkan Standar Kompetensi Jabatan sebagai

dasar dalam penetapan kebijakan rotasi, mutasi, dan

promosi aparatur Kementerian Dalam Negeri;

b. Belum disusun secara komprehensif Profil Kompetensi

Pegawai di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

c. Masih relatif rendah disiplin kerja sebagian aparatur, yang

mencerminkan belum berubahnya pola pikir dan budaya

kerja aparatur Kementerian Dalam Negeri;

d. Belum disusun secara komprehensif sistem pendidikan dan

pelatihan aparatur berbasis kompetensi; dan


117

e. Belum terwujud perubahan pola pikir dan budaya kerja

aparatur dalam menerima berbagai perubahan melalui

pelaksanaan reformasi birokrasi.

6. Beberapa Permasalahan di Bidang Pengawasan:

a. Belum optimalnya pemanfaatan Peran Unit Penanganan

Gratifikasi (UPG) di lingkungan Kementerian DalamNegeri;

b. Belum adanya Satuan/Unit Kerja di Lingkungan

Kementerian Dalam Negeri yang mendapatkan opini

WBK/WBBM atas pelaksanaan Zona Integritas;

c. Masih Perlu dilakukannya peningkatan maturitas Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) di Lingkungan

Kementerian Dalam Negeri;

d. Belum optimal tingkat efisiensi penggunaan keuangan

negara, meskipun hasil audit BPK-RI terhadap Laporan

Keuangan Kementerian Dalam Negeri mendapat opini

“Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);

e. Masih rendahnya kapabilitas Aparatur Pengawas Internal

Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri; dan
118

f. Belum efektif peran Aparatur Pengawas Internal

Pemerintah (APIP) dalam mendorong peningkatan

kepatuhan atas pengelolaan keuangan negara

diLingkungan Kementerian Dalam Negeri.

7. Beberapa Permasalahan di Bidang Akuntabilitas Kinerja:

a. Belum adanya sistem manajemen kinerja berbasis

teknologi informasi;

b. Belum adanya Cascading indikator kinerja utama dari

Eselon I sampai dengan Pelaksana yang dituangkan dalam

Perjanjian Kinerja (PK);

c. Belum diterapkannya secara menyeluruh Sistem

Manajemen Kinerja di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri;

d. Masih diperlukan peningkatan kualitas Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pada unit

kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri.

8. Beberapa Permasalahan di Bidang Pelayanan Publik:

a. Belum optimalnya pemanfaatan prosedur pelayanan dalam

bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP), baik


119

pelayanan kepada masyarakat maupun pelayanan/fasilitasi

penyelenggaraan pemerintahan daerah;

b. Perlu dilakukan reviu dan perbaikan SOP standar pelayanan

secara berkala;

c. Belum optimalnya pemanfaatan Unit Layanan Adminitrasi

yang ada di Satuan Kerja di Lingkungan Kementerian

Dalam Negeri;

d. Perlu dilakukannya survei melalui pihak ke tiga secara

berkala terhadap tamu/pelanggan atas kualitas layanan

atau kepuasan masyarakat Kementerian Dalam Negeri.

Berdasarkan uraian factor penghambar refromasi birokrasi pada Kemendagri

dapa kita klasifikasikan dengan berbagai aspek, yaitu :

- Aspek Plan

Strategi sebagai sebuah perencanaan terdahulu secara

sadar dan sengaja mendahului berbagai tindakan yang akan

diilakukan, yang kemudian dikembangkan dan

diimplementasikan agar mencapai suatu tujuan faktor

penghambat yang terjadi di Kementerian Dalam Negeri,

dibuktikan dengan Belum disusunnya uraian tugas dan fungsi

unit eselon III dan IV di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;


120

Belum disusunnya Grand Design Penataan Kelembagaan di

lingkungan Kementerian Dalam Negeri; Belum ditatanya

kelembagaan UPT di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

Belum disusunnya Peta Proses Bisnis di lingkungan Kementerian

Dalam Negeri; Belum ditetapkan Standar Kompetensi Jabatan

sebagai dasar dalam penetapan kebijakan rotasi, mutasi, dan

promosi aparatur Kementerian Dalam Negeri; Belum disusun

secara komprehensif Profil Kompetensi Pegawai di Lingkungan

Kementerian Dalam Negeri; Belum disusun secara komprehensif

sistem pendidikan dan pelatihan aparatur berbasis kompetensi.

- Aspek Pattern

Sebuah pola yang menunjukan adanya serangkaian

tindakan yang dilakukan oleh manajemen dalam mengejar

sebuah tujuan, dibuktikan dengan Masih terdapat peraturan

perundang-undangan yang diterbitkan oleh Kementerian

Dalam Negeri yang memerlukan penataan ulang, karena sudah

tidak sesuai dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan

dalam negeri; Belum dikaji seluruh peraturan perundang-

undangan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri

yang menghambat efektivitas pelaksanaan reformasi birokrasi,


121

agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi

sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Dalam Negeri dalam rangkapelayanan kepada

masyarakat dan Pemerintah Daerah; Belum terpolanya sistem

ketatalaksanaan (business process), karena belum semua

proses penyelenggaraan tugas ditetapkan dalam Standar

Operasional Prosedur (SOP) untuk pelayanan kepada

masyarakat dan Pemerintah Daerah; Belum ditetapkan Standar

Kompetensi Jabatan sebagai dasar dalam penetapan kebijakan

rotasi, mutasi, dan promosi aparatur Kementerian Dalam

Negeri; Belum terwujud perubahan pola pikir dan budaya kerja

aparatur dalam menerima berbagai perubahan melalui

pelaksanaan reformasi birokrasi; Belum diterapkannya secara

menyeluruh Sistem Manajemen Kinerja di lingkungan

Kementerian Dalam Negeri; Belum optimalnya pemanfaatan

prosedur pelayanan dalam bentuk Standar Operasional

Prosedur (SOP), baik pelayanan kepada masyarakat maupun

pelayanan/fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

- Aspek Position
122

Berbagai keputusan yang dipilih perusahaan untuk

memosisikan organisasi perusahaan di dalam lingkungan

perusahaan, dibuktikan dengan Masih kurangnya komitmen

pimpinan dalam melaksanakan Program/Kegiatan Reformasi

Birokrasi; Masih kurangnya Sosialisasi dan Internalisasi

Reformasi Birokrasi pada masing-masing satuan kerja; dan

Belum adanya agen perubahan (agent of change) sebagai

motor penggerak perubahan yang nyata di Kementerian Dalam

Negeri; Belum dilaksanakan analisis secara komprehensif

terhadap pola tatalaksana dalam penyelenggaraan tugas dan

fungsi pada setiap unit kerja di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri; Belum dilaksanakan analisis secara komprehensif

terhadap pola tatalaksana dalam penyelenggaraan tugas dan

fungsi pada setiap unit kerja di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri; Belum optimalnya pemanfaatan Peran Unit Penanganan

Gratifikasi (UPG) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri;

Belum adanya Satuan/Unit Kerja di Lingkungan Kementerian

Dalam Negeri yang mendapatkan opini WBK/WBBM atas

pelaksanaan Zona Integritas; Belum optimal tingkat efisiensi

penggunaan keuangan negara, meskipun hasil audit BPK-RI


123

terhadap Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri

mendapat opini “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Masih

rendahnya kapabilitas Aparatur Pengawas Internal Pemerintah

(APIP) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; dan Belum

efektif peran Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP)

dalam mendorong peningkatan kepatuhan atas pengelolaan

keuangan negara diLingkungan Kementerian Dalam Negeri;

Belum adanya sistem manajemen kinerja berbasis teknologi

informasi; Belum adanya Cascading indikator kinerja utama dari

Eselon I sampai dengan Pelaksana yang dituangkan dalam

Perjanjian Kinerja (PK); Belum diterapkannya secara

menyeluruh Sistem Manajemen Kinerja di lingkungan

Kementerian Dalam Negeri; Masih diperlukan peningkatan

kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP) pada unit kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri.

- Aspek Ploy

Strategi merupakan suatu manuver yang spesifik untuk

memberi isyarat mengancam kepada pesaing perusahaan,

dibuktikan dengan Belum adanya agen perubahan (agent of

change) sebagai motor penggerak perubahan yang nyata di


124

Kementerian Dalam Negeri; Belum optimalnya pemanfaatan

teknologi informasi berbasis elektronik, baik melalui e-

government maupun e-office di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri; Belum terwujud perubahan pola pikir dan budaya kerja

aparatur dalam menerima berbagai perubahan melalui

pelaksanaan reformasi birokrasi; Masih diperlukan peningkatan

kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP) pada unit kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri;

Belum optimalnya pemanfaatan prosedur pelayanan dalam

bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP), baik pelayanan

kepada masyarakat maupun pelayanan/fasilitasi

penyelenggaraan pemerintahan daerah; Perlu dilakukan reviu

dan perbaikan SOP standar pelayanan secara berkala; Belum

optimalnya pemanfaatan Unit Layanan Adminitrasi yang ada di

Satuan Kerja di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri; Belum

optimalnya pemanfaatan Peran Unit Penanganan Gratifikasi

(UPG) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; Masih Perlu

dilakukannya peningkatan maturitas Sistem Pengendalian

Internal Pemerintah (SPIP) di Lingkungan Kementerian Dalam

Negeri; Belum optimal tingkat efisiensi penggunaan keuangan


125

negara, meskipun hasil audit BPK-RI terhadap Laporan

Keuangan Kementerian Dalam Negeri mendapat opini “Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP); Masih relatif rendah disiplin kerja

sebagian aparatur, yang mencerminkan belum berubahnya pola

pikir dan budaya kerja aparatur Kementerian Dalam Negeri;

Masih relatif rendah disiplin kerja sebagian aparatur, yang

mencerminkan belum berubahnya pola pikir dan budaya kerja

aparatur Kementerian Dalam Negeri.

- Aspek Perspective

Perspektif dari para strategist (pembuat keputusan

strategis) di dalam memandang dunianya, dibuktikan dengan

Masih Perlu dilakukannya peningkatan maturitas Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) di Lingkungan

Kementerian Dalam Negeri; Masih diperlukan peningkatan

kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP) pada unit kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri.

Perlu dilakukan reviu dan perbaikan SOP standar pelayanan

secara berkala; Perlu dilakukannya survei melalui pihak ke tiga

secara berkala terhadap tamu/pelanggan atas kualitas layanan

atau kepuasan masyarakat Kementerian Dalam Negeri.


126

Salah satu masalah mendasar yang dihadapi oleh Pemerintah Indonesia

sebelum dan setelah terjadinya krisis ekonomi ialah turunnya kepercayaan

masyarakat terhadap birokrasi publik dan sistem pemerintahan pada

umumnya. Setelah melihat bahwa birokrasiselama ini hanya dijadikan sebagai

politik bagi rejim yang berkuasa. Rakyat kini sulit untuk menghargai apa yang

dilakukan oleh pejabat pemerintah, birokrat, atau unsur-unsur lain yang

terdapat dalam birokrasi publik. Kondisi ini menjadi starting point bagi

munculnya birokrasi pada masa Reformasi. Birokrasi pemerintah dihadapkan

pada banyak dan besarnya tuntutan dan harapan masyarakat untuk keluar

dari persoalan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat pada birokrasi.

Profesionalisme birokrasi, birokrasi yang bebas dari KKN, adanya

akuntabilitas dalam pelayanan, netralitas birokrasi, dan sebagainya, menjadi

nuansa yang dituntut oleh masyarakat terhadap birokrasi pemerintah. Tetapi

apa mau dikata, perubahan yang diharapkan terjadi dalam praktiknya belum

terwujudkan. Birokrasi pada masa Reformasi, menurut berbagai pengakuan

para pakar yang mengkaji tentang itu, masih saja menampakkan struktur dan

sistem birokrasi pemerintah pada masa feodal, kolonial, ataupun pada masa

Orde Baru (Dwiyanto, 2002; Prasojo, 2004; Triguna, 2005). Sehingga

persoalan-persoalan yang telah melekat pada birokrasi pemerintah pada

masa-masa tersebut, kembali muncul lagi pada masa Reformasi ini.


127

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Corry Magdalena, Harmein dan Nazaruddin. 2016. Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional dan Kepemimpinan Transaksional Terhadap Kinerja
Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada PT.
Sinar Sosro Tanjung Morawa. HUMAN FALAH, Vol 3. No, 1.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing
among Five Tradition. London: Sage Publications
Dwiyanto, Agus, dkk.. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fadel Muhammad, 2008. Reiventing Local Goverment, pengalaman dari
Daerah, PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, Jakarta.
Haris, Herdiansyah. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:Salemba
Humanik
128

Michael E Porter. (2008). Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing) .


Karisma.
Prasojo, E. (2009). Reformasi Kedua “Melanjutkan Estafet Reformasi.”
Salemba Humanika.
Said, M. (2007). Birokrasi Di Negara Birokratis. UMM Press.
Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja .
Mandar Maju.
Sinambela, L. P. (2006). Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Aksara.
Widjaja. (2011). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Raja Grafindo
Persada.
Thoha, M. (2008). Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Kencana.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif
Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei
(Editor), LP3ES, Jakarta
Moleong, Lexy. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Salim, Agus, (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial , Yogyakarta: PT.
Tiara Kencana
Ritzer, George-Douglas J. Goodman. (2007). Teori Sosiologi Modern.
Jakarta : Kencana Predana Media Group.
Denzin, Lincoln. (1994). Handbook Of Qualitative Research. London: Sage
Publication.
Arifin, Zainal. (2012). Penenlitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
129

Sugeng Pujileksono. (2016). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. cet. Ke-


2. Malang: Kelompok Intrans Publishing.
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung

Jurnal :
Ning Ndri Ayu Toimsar, M. B. M. (2018). Kelembagaan, Reformasi Birokrasi
Melalui Penataan Kendar, Pada Sekretariat Daerah Kota . Faculty of
Social and Political Sciences Halu Oleo University, Kendari, 2621–1351.
Veithzal, R. et. al. (2011). Corporate Performance Management. Ghalia
Indonesia.
Tahir, Muh. (2011). Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Bogdan, Robert C., Biklen Kopp Sari, (1982). Qualitative Research for
Education: An Introduction to Theory and Methods . Allyn and Bacon,
Inc.: Boston London.
Kuhn, Thomas S., (1962). The Structure of Scientific Revolution . Leiden:
Instituut Voor Theoretische Biologie

Peraturan :
Reformasi birokrasi didasari atas Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 81 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010-2025.
(2010).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2021
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri
130

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi


Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map
Reformasi Birokrasi 2020-2024

Dokumen :
Kumorotomo, W. (2008). Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa
Transisi, dan Pustaka Pelajar. Magister Administrasi Publik (MAP).
Sofianti, A. I. (2020). Reformasi Birokrasi Melalui Penataan Kelembagaan Di
Kota Malang. In Skripsi. Universitas Brawijaya.

Website :
Reformasi Birokrasi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia . (2020).
https://bpsdm.Kementerian Dalam
Negeri.go.id/Assets/Uploads/laporan/fa01e6e150918f8944e83029aa72
be0c.pdf
Didi Rasidi. (2011). Arah Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri Di
Bidang Organisasi. Ipdn. http://perencanaan.ipdn.ac.id/reformasi-
birokrasi-ipdn//
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2017, April). Profil
Kementerian Dalam Negeri. Retrieved 2021, from
https://www.Kementerian Dalam Negeri.go.id
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2018). Komponen dan Unit
Kementerian Dalam Negeri. Retrieved 2021, from
https://www.Kementerian Dalam Negeri.go.id/
Kurniawan, A. (2019). Pemangkasan Birokrasi dan Desain Organisasi yang
Profesional. Detiknews. https://news.detik.com//
131

Sumber : (https://bpsdm.Kementerian Dalam Negeri.go.id//:11,Diunduh pada

Tanggal 10 July 2021) 

Anda mungkin juga menyukai