Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGNTAR

Puji dan syukur selalu kita haturkan kepadaALLAH SWT karena berkat limpahan
rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas Makalah ini
dengan judul “APLIKASI AKAD MURABAHAH PARALEL DAN HYBRID DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas mata kuliah Fiqih Muamalah Kontemporer di Jurusan Perbankan Syariah.

Semoga makalah ini kelak dapat berguna dan juga bermanfaat serta menambah
wawasan tentang pengetahuan kita semua. Dalam pembuatan makalah ini masih sangat
banyak terdapat kekurangan disana sini dan masih butuh saran untuk perbaikannya. Oleh
karena itu, saya berterima kasih jika ada yang sudi memberi saran dan kritiknya untuk
makalah saya.

Saya sampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak yang
sudah mendukung saya selama berlangsungnya pembuatan makalah ini. Saya sekaligus
juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 22 april 2019

Penulis.
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lembaga keuangan yang berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan
menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa arab.
Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebuh dan masih ragu
apakah benar produk tersebuh adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat islam
ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam
makalah penulis akan membaha salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah.
Salah satu dari produk teraebut adalah murabahah.

Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang banyak dikembangkan
sebagai sandaran pokok pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah
yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. karena keuntungan yang
menjanjikan itulah sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah
menjadikan produk financing dalam pengembangan modal mereka.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas ada bebrapa hal yang penting untuk dibahas, yaitu

1. Apa pengertian dan dasar hukum dari murabahah ?


2. Apa saja rukun dan syarat-syarat dari murabahah ?
3. Apa saja macam – macam murabahah dan bagaimana konsep murabahah dalam
perbankan syariah
4. Bagaimana hukum hybrid contract dalam keuangan syariah.

3. Tujuan Penulisan

Dari tujuan masalah di atas, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum dari murabahah.


2. Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat – syarat dari murabahah.
3. Untuk mengetahui apa saja macam – macam murabahah dan bagaimana konsep
murabahah dalam perbankan syariah.
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum hybrid contract dalam keuangan syariah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi murabahah

Murabahan merupakan masdar dari kata rabaha- yurabihu-murabahatan. Secara terminology,


dalam kitab tuhfah al-fuqaha disebutkan:

“jual beli murabahan adalah kepemilikan objek jual beli dengan jual beli seraya memberikan
pengganti sejumlah dengan harga awal dan tambahan keuntungan harga”

“jual beli murabahan adalah perpindahan kepimilikan dengan akad dan harga setara dengan akad
dan harga awal dengan tambahan keuntungan atau laba.”1

Definisi lain dari Murabahan adalah istilah dalam fiqih islam yang berarti suatu bentuk
jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga dan biaya-
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, tingkat keuntungan (margin) yang
diinginkan.

Tingkat keuntungan ini biasa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya
problem. Pembayaran bias dilakukan secara spot (tunai) dan biasa dilakukan kemudian hari yang
disepakati bersama. Oleh karena itu murabahah tidak dengan sendirinya mengandung konsep
pembayaran tertunda ( deferred payment ), seperti yang secara umum dipahami oleh sebagian
orang yang mengetahui murabahan hanya dalam hubungan transaksi pembiayaan di perbankan
syariah, tetapi tidak memahami fiqih islam.2

Menurut para ahli hukum islam mendifinisikan bai’al-murabahah sebagai berikut:

1. ‘Abd ar –Rahman al- Jaziri mendifinisikan bai’al-murabahah sebagai menjual barang


dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat- syarat tertentu.
2. Menurut Wahbah az- Zuhaili adalah jual – beli beserta dengan harga pertama
( pokok) beserta tambahan keuntungan.

1
Mustofa Imam,fiqih mu’amalah kontemporer, ( Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm 65
2
Ascarya,Akad & Produk Bank Syariah, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hlm 81-82
3. Ibn Rusyd – filosof adalah ahli hukum Maliki mendifinisikan sebagai jual beli dimana
penjual menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan
meminta sesuatu margin keuntungan kepada pembeli.
4. Ibn Qudamah ahli hukum Hambali mengatakan bahwa arti jual beli murabahah
adalah jual beli dengan harga pokok di tambah margin keuntungan.
B. Dasar hukum murabahah
1. Dasar hukum Al-qur’an
Al-qur’an memang tidak pernah secara spesifik menyinggung masalah murabahah,
namun demikian, dalil deperbolehkan jual beli murabahah dapat dipahami dari
keumuman dalil diperbolehkan jual beli. Murabahan jelas-jelas bagian dari jual beli,
dan jual beli secar umum diperbolehkan. Berdasarkan hal ini, maka dasar hukum
diperbolehkan. Berdasarkan hai ini, maka dasar hukum diperbolehkan jual berli
murabahah berdasarkan ayat jual beli. Di antara ayat tersenut adalah :
a. Firman Allah dalam surat Al –Baqarah ayat 275:

‫َوَأ َح َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا‬

“Allah telah menghalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

b. Firman Allah dalam surat Al-Nisa ayat 29:


‫ْأ‬
ِ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُوْ ا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل ِإاَل َأ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اض‬
‫ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هللاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.”

Berdasarkan ayat di atas, maka jual beli murabahah diperbolehkan karena


berlakunya secara umum. Allah berfirman : “allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba”, Allah telah menghalalkan jual beli khiyar, Allah telah
menghalalkan jual beli murabahah. Akan tetapi berfirman secara umum, yaitu
menghalalkan jual beli. Kemudian tidak mengharamkan, Allah secara khusus
menyebut riba. Hal ini menjukkan bahwa jual beli yang dihalalkan jauh lebih
banyak daripada jual beli yang diharamkan.3

2. Dasar dari Al-Sunnah


Dasar atau landasan berdasarkan Al-Sunah antara lain:
a. Hadist riwayat Abu Bakar:

“ketika Nabi Saw.hendak hijrah,Abu bakar r.a. membeli dua ekor unta Nabi Saw.
Kemudian berkata kepadanya: ‘biar aku membayar salah satunya. ‘Abu bakar
menjawab : ‘Ambillah itu tanpa harus mengganti harganya, Nabi Saw kemudian
menjawab : ‘jika tanpa membayar harganya, maka aku tidak akan
mengambilnya,”
b. Hadis riwayat dari Ibnu Mas’ud:

‫ُوي ع َْن ابْن َم ْسعُو ٍد َأنَّهُ َكانَ اَل يَ َرى بَْأسًا بده يازد َو َّدهُ دوازده‬
َ ‫َور‬
‘”diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud ra. Membolehkan menjual barang dengan
mengambil keuntungan satu atau dua dirham.
Selain hadis di atas, juga ada praktik sahabat dalam jual beli murabahah yaitu
antara lain:
c. Riwayat waki

“waki, menceritakan dari abu bahr dan kakeknya berkata : ‘Aku pernah melihat
Ali ra. Membawa sebuah kain tebal, dia erkata bahwa : ‘Aku membelinya
seharga 5 dirham, barang siapa yang mau mebeliku laba 1 dirham, amak aku
akan menjualnya kepadanya.”

Ibnu Al-asqalani berkata:

“Apabila di suatu daerah telah berlaku kebiasaan bahwa suatu barang yang
dibeli seharga sepuluh dirham kemudian jual sebelah dirham, maka hal itu tidak
apa-apa (boleh).”4

3
Antonio Syafi’I,Bank Syariah: Dari Tiori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani Press,2001), hlm. 105
4
Mustofa Imam,Op.Cit. hlm70-71
3. Al- Ijma

Transaksi ini sudah di praktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang
mengingkarinya, ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., Hal 200

Berdasarkan landasan di atas, dapat dikatakan bahwa hukum jual beli murabahah
adalah boleh dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Artinya, jual beli semacam ini
diperbolehkan apabila memenuhi syarat dan rukunnya.

C. Rukun Jual Beli Murabahah


1) Pelaku akad, yaitu ba’I penjual ) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan
musytari ( pembeli ) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang;
2) Objek akad, yaitu mabi’ (barang dagangan)
3) harga
4) Shighat, yaitu ijab qabul.

D. Syarat Jual Beli Murabahah


1) Akad jual beli pertama harus sah
2) Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual beli;
3) Barang yang menjadi objek jual beli murabahah merupakan komoditas mitsli atau ada
padanya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang atau jelas ukuran, kadar dan jenisnya.
Tidak diperbolehkan keuntungan merupakan barang yang ejenis dengan objek jual
beli, seperti beras dengan beras, emas dengan emas dan sebagainya:
4) Jual beli pada akad pertama bukar barter barang dengan barang ribawi yang tidak
boleh ditukar dengan barang sejenis. Barang ribawi menurut ulama Malikiyah adalah
makanan yang dapat memberikan energy, menurut Syafi’iyah adalah semua barang
yang dapat dikonsumsi, sementara menurut kalangan Hanafiyah dan Hambaliyah
setiap komoditas yang ditakar atau ditimbang. Kalangan ulama dari empat mazhab ini
bersepakat bahwa emas dan perak atau barang sejenis lainnya merupakan barang
ribawi. Dengan demikian, barng barang ribawi tidak dapat diperjualbelikan dengan
murabahah, misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan emas
dimana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau timbangannya maka
tidak boleh, dan dalam hal ini bukanlah jual beli murabahah.
5) Keuntungan atau laba yang harus diketahui masing-masing pihak yang bertransaksi,
baik penjual maupun pembeli, apabila keuntungan tidak diketahui oleh pembeli,
apabila keuntungan tidak diketahui oleh pembeli, maka tidak dapat dikatakan sebagai
jual beli murabahah.

Selain syarat-syarat di atas, dalam kitab Badai al- Sanai disebutkan syarat lain, bahwa
dalam jual beli murabahah, akad pada jual beli yang pertama harus akad atau
transaksi yang sah.5

Dalam hal ini al- Kassani mengatakan:

“salah satu syarat jual beli murabahah adalah akad pertama harus akad yang sah,
apabila akad pertama rusak, maka jual beli murabahah tidak boleh, karena jual beli
murabahah adalah jual beli dengan pengambilan keuntungan, yaitu modal awal pus
laba.

Zakaria al- Ansari, dalm kitab Asna al – Matalib menyebutkan bahwa masing-
masing pihak harus mengetahui secara spesifik tentang ukuran jenis barng. Artinya,
jenis ukuran dan jumlah barng harus diketahui oleh masing-masing pihak yang
melakukan transaksi.

Secara singkat, syarat – syarat jual beli murabahah adalah sebagai berikut:

1. Para pihak yang berakad harus cakap hukum dan tidak dalam keadaan
terpaksa;
2. Barang yang menjadi objek transaksi adalah barang yang halal serta jelas
ukurannya;
3. Harga brang harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen
keuntungan) dan mekanisme pembayaran disebutkan dengan jelas;
4. Pernyataan serah erima dalam ijab Kabul harus dijelaskan dengan
menyebutkan ssecara spesifik pihak-pihak yang terlibat yang berakad.
E. Macam macam Murabahah
a) Murabahah tanpa pesanan

5
Mustofa Imam, Op,Cit. hlm 72-73
Yaitu jual beli murabahah dilakukan dengan tidak melihat ada yang oesan atau tidak,
sehingga penyedian barang dilakukan sendiri oleh bank syariah atau lembaga lainnya
yang memakai jasa ini,dan dilkukan terkait dengan jual beli murabahah itu sendiri

b) Murabahah berdasarkan pesanan

jual beli murabahah dimana dua pihak atau lebih bernegosiasi dan berjaji satu sama
lain untuk melaksanakan kesepakan bersama, dimana pemesan nasabah ( nasabah)
meminta bank untuk membeli asset yang kemudian memiliki secara sah oleh pemilik
secara sah oleh pihak kedua.6

F. Konsep Murabahah dalam Perbankan syariah


a. Pengertian dan makna

Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN ( Dewan Syariah nasional ) dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai laba.

Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini
mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam
islam jual beli, sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai
oleh Allah SWT.7

Jual beli murabahah dilakukan lembaga keuangan syariah dilakukakan lembaga


keuangan syariah dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:

1. Al – murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.


2. Al – murabahah lil Wa’id Asy-syira’.
3. Bai’ al – muwa’adah.
4. Al- murabahah al- mashrafiyah.
5. Al – Muwaa’adah ‘Ala al – Murabahah.

6
Ascarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2013), hlm,81-82
7
Wiroso,SE,MBA. Jual Beli Murabahah. ( Yogyakarta : UII Press Yogyakarta), hlm, 14
Sedangkan di negara Indonesia di kenal dengan jual beli Murabahah kepada
pemesanan pembelian (KPP).

b. Manfaat Murabahah dalam Perbankan Syariah

Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah memiliki beberapa


manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.

Murabahah member banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah
adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual
kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut
memudahkan penanganan adminitrasinya di bank syariah.

Di antara resiko yang harus di antisipasi antara lain sebagai berikut :

Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. Fluktuasi


harga komporatif. Ini terjadi bila suatu harga barang di pasar naik setelah bank
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bias mengubah harga jual beli tersebut.

Penolakann nasabah; barang yang dikirim bias ditolak oleh nasabah karena
berbagai sebab. Bias jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau
menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain
karena nasabah merasa sfisifikasi barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan
demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

Karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak
ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun
terhadap asset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko
untuk default akan besar:

Secara umum aplikasi dari murabahah paralel dapat digambarkan dalam skema
berikut ini:8

8
Antonio Syafi’I, Op.Cit, hlm 102
Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli murabahah KPP ini
terdiri dari:

1. Ada tiga pihak yang terkait yaitu:


a. Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga
keuangan.
b. Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c. Lembaga keuangan yang member barang sekaligus penjual barang kepada
pemohon atau pemesan barang.
2. Ada dua akad dalam transaksi tersebut yaitu :
a. Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b. Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta belikan (pemohon)
3. Ada tiga janji yaitu:
a. Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang
b. Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membeli barang untuk
pemohon.
c. Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut
dari lembaga keuangan.9
9
http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-jual-beli-murabahah.html,diakses pada tanggal 18
april 2019.
G. Hybrid contract dalam keuangan syariah

Hybrid contract merupakan kesepakan dua puhak untuk melaksanakan suatu akad yang
mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh,
muzzara’ah, sharaf ( penukaran mata uang), syirkah, mudharabah dan sebagainya. Sehingga
semua akibat akad-akad terhimpun tersebut, semua hak dan kewajiban yang dapat dipisah-
pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari suatu akad.

Sementara menurut Abdullah al-“imrani dalam buku al- Ukud al- Maliyah al-
Murakkabah mendifinisikan hybrid contract yaitu himpunan beberapa akad kebendaan yang
dikandung oleh sebuah akad baik secara gabungan maupun secara timbah balik sehingga seluruh
hak dan kewajiaban yang ditimbulkan dipandang sebagai akibat hukum satu akad.

Ada tiga hadis nabi yang menunjukkan pelarang penggunaan hybrid contract,

1. Bai’ dan salaf


2. Bai’ataini fi bai’atin
3. Shafqataini fi shafqatin

Ketiga hadist itulah yang selalu dijadikan rujukan para ahli, konsultan banker syariah tentang
larangan two in one dalam satu transaksi, anmun harus di catat bahwa larangan itu itu hanya
berlaku kepada beberapa kasus saja.

Kasus pertama yang dilarang adalah :Menggabungkan akad qardh dan jual beli sesuai dengan
sabda Nabi Saw tentang hal tersebut. “ Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan
pinjaman”. (HR. Ahmad).

Kasus kedua, bai’ al –‘inah, pendapat ini dikutip dari pandangan Ibnu Qayyim yang menyatakan,
bahwa dari 14 penafsiran terhadap hadist bai’ al-‘inah ( dua akad dalam satu transaksi),
penafsiran yang paling shahih adalah bai’ al-inah tersebut.

Kasus ketiga yang dilarang adalah penjual menawarkan dua harga atau beberapa harga kepada
pembeli, misalnya, harga barang jika kontan Rp 10 juta, jika cicilan Rp 12 juta, selanjutnya
pembeli menerima (mengucapkan qobul), tanpa telebih dahulu memilih salah satu harganya,
bentuk jual beli ini dilarang karena ketidak jelasan harganya (gharar).10

Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan hambali
berpendapat bahwa hukum hybrid contract adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat
islam.ulama yang memperbolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad boleh dan sah, tidak
diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau
membatalkannya . kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkanriba atau meyerupai
riba. Asy- Syatibi menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat dan muamalat.
Menurutnya hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan (ta’abbud) apa yang diperintakan dan
tidak melakukan penafsiran hukum. sedangkan hukum asal dari muamalat adalah substansinya
bukan terletak pada praktinya. Dalam ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atas perubahan apa
yang telah ditentukan semetara dalam ilmu mualamat terbuka lebar kesempatan untuk
melakukan perubahan dan penemuan yang baru karena prinsipnya adalah diperbolehkan bukan
melaksanakan.

Pendapat ini didasarkan beberapa nash yang menunjukkan kebolehan multi akad dan akad
secara umum . firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya:

“wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-akad”. (Qs. Al. Maidah : 1)

Akad –akad yang biasa di praktikan dalam suatu transaksi

1. Kontrak penbiayaan take over pada alternative 1 dan 4 pada fatwa DSN MUI No 31/2002
2. Kafalah wal ijarah
3. Wa’ad untuk wakalah murabahah, ijarah, musyarakah, dll pada pembiayaan rekening
Koran or line facility.
4. Murabahah wal wakalah pada pembiayaan murabahah basithah.
5. Wakalah bil ujrah pada L/C, RTGs, general insurance, dan factoring.
6. Kafalah wal ijarah pada LC, bank garansi pembiayaan multi jasa / multi guna, kartu
kredit.

10
Mufid Moh, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer : Dari Teori ke Aplikasi, (PRENADAMIA GROUP,
Jakarta,2018),109 - 111
7. Mudraharabah wal murabahah/ijarah/istisna pada pembiayaan terhadap karyawan
koperasi.
8. Qardh, rahn dan ijarah pada produk gadai emas di bank syariah. 11

11
Ibid., hlm 112 - 114
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Murabahah adalah suatu jenis pembiayaan yang termasuk dalam kategori penjualan
dengan pembiayaan tunda. Meskipun tidak di dasarkan pada teks Qur’an dan sunnah, namun
dalam kajian dalam fiqih islam jenis transaksi ini dapat dibenarkan. Bank-bank islam telah
menggunakan kontrak murabahah dalam aktivitas pembiayaan mereka dimana barang-barang
dilibatkan dan bank telah memperluas cakupan dan tingkat penggunaanya. Pembiayaan semacam
ini sekarang sudah mencapai lebih dari tujuh puluh lima persen pembiayaan bank islam berkat
kemampuannya untuk memberikan keuntungan yang ditetapkan di muka dari investasi bank,
sangat mirip dengan keuntungan yang ditetapkan oleh bank-bank berbasis bunga.

Tetapi murabahah disini sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak
mempunyai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka meningkatkan jalinan kerja
sama di mana bank membiayai pembelian yang diperlukan nasabah dengan system pembayaran
ditangguhkan. Pembiayaan murabahah ini mirif dengan kredit modal kerja pada bank
konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun dan seringnya
untuk permbiayaan yang bersifat konsumtif seperti rumah, tanah, took, mobil, motor, dan
sebagainya.

2. Saran

Marilah para perilaku ekonomi terutama para pelaku pasar dan perbankan syariah untuk
meningkatkan pelayanan yang terbaik dan adil agar masyarakat muslim lebih tertarik dan
tergerak untuk menggunakan system pembiayaan syariah. Terutama para pelaku pelaku
perbankan syariah dalam melakukan pembiayaan murabahah. Atau jangan hanya melakukan
pembiayaan murabahah saja, tetapi masih ada yang lain seperti mudhaabah, musyarakah, dan
lain sebagainya.
DAFTAR FUSTAKA

Syafi’I Antonio, Bank Syariah dan Teori Praktek. Jakarta: Gema Insansi Press, 2001.

Mustofa Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Depok : rajawali Pers, 2018.

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta : Rajawali Pers. 2013.

Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2005.

Mufid Moh, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer : Dari Teori ke Aplikasi, Jakarta :
PRENADAMIA GROUP, 2018.

http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-jual-beli-murabahah.html,diakses pada
tanggal 18 april 2019

Anda mungkin juga menyukai