Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG:

“TUNTUTAN SHOLAT BAGI ORANG SAKIT”


“PANDANGAN AGAMA TERHADAP HIV”
“ILMU KEDOKTERAN PADA ZAMAN RASULULLAH”

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. ASMAWARNI/ 191101028

2. SITTI ALIYAH RASUL/191101026

OLEH IBU HJ.SITTI HAJAR, S.Thi,M.Si

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
ANGKATAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Makalah pendidikan agama ini merupakan bagian dari pembelajaran
mahasiswa yang sangat diperlukan untuk menambah pengetahuannya tentang
kaidah-kaidah hidup beragama,dan menjadikan motivator serta batasan untuk kita
dalam menjalani kehidupan di dunia maupun di akhirat. Adapun materi yang di
angkat yaitu tentang TUNTUTAN SHOLAT BAGI ORANG SAKIT,
PANDANGAN AGAMA TERHADAP HIV, ILMU KEDOKTERAN PADA
ZAMAN RASULULLAH .

Dan apabila didalam makalah ini terdapat kekurangan ataupun sesuatu yang salah.
Akibat pemahaman yang kurang jelas dan sumber yang sangat terbatas, Kami
sebagai penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Makassar, 28 Oktober 2019

Kelompok 3 Aswa & Alya

2
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….....2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….4

A. Latar Belakang……………………………………………………………..4

B. Tujuan……………………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..5

A. Tuntutan Sholat Bagi Orang Sakit…………………………………….…5-8

B. Pandangan Agama Tentang HIV…………………………………….....8-11

C. Ilmu Kedokteran Pada Zaman Rasulullah…………………………….12-15

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….16

A. Kesimpulan………………………………………………………………….16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama merupakan sarana yang menjamin kelpangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia
dari penyimpangan, kesalahan, dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif.

Manusia dan Agama merupakan masalah yang sangat penting, karena


mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang
tetap berimana kepada tuhan dan tetap berpegang pada nilai-nilai spiritual sesuai
dengan agama samawi ( agama yang datang dari langit atau agama wahyu )

B. Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :

1. Untuk mengetahui tentang bagaimana cara Tuntunan Shalat Bagi Orang Sakit

2. Untuk mengetahui tentang bagaimana cara Pandangan Agama Tentang HIV

3. Untuk mengetahui tentang sejarah Ilmu Kedokteran Pada Zama Rasulullah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. TUNTUNAN SHALAT BAGI ORANG SAKIT

Agama Islam penuh dengan kemudahan. Semua yang diperintahkan dalam Islam
disesuaikan dengan kemampuan hamba. Allah Ta’ala berfirman

‫فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” (QS. At


Taghabun: 16).

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita memuji-Nya, meminta
pertolongan-Nya, meminta petunjuk-Nya, meminta ampunan-Nya dan meminta
perlindungan-Nya dari kejelekan-kejelekan jiwa kita dan keburukan amalan-
amalan kita. Barangsiapa diberi petunjuk-Nya maka tidak ada yang bisa
menyesatkannya, dan barangsiapa yang sesat niscaya tidak akan mendapat
hidayah-Nya.

TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG YANG SAKIT

1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats
kecil dan mandi jika berhadats besar.

2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya
bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh bertayamum.

3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang


suci sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak
tangannya.

4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau ditayamumkan
orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah lalu
mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila
tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan orang lain.

5
5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap
dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya
tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga
membahayakan maka ia bisa bertayamum.

6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap
balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.

7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan
mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah
seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu
mengandung debu.

8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain
yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu
tangan lalu bertayamum darinya.

9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat
berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang
tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.

10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin
maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.

11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena
najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika
hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu
mengulang lagi.

12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena
najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau
menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak
memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu
mengulang lagi.

6
13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena
ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian
melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau
tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.

TATA CARA SHALAT ORANG SAKIT

1. Orang yang sakit harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak
tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat.

2. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang
lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri dan
ruku.

3. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring
dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh
sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan meghadap
kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya sah, tidak usah
mengulanginya lagi.

4. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju arah
kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa menghadap
kiblat. Bila tidak mampu yang demikian itu maka ia bisa shalat dengan batas
kemampuannya dan nantinya tidak usah mengulang lagi.

5. Orang yang sakit wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalatnya. Bila tidak
mampu maka bisa dengan isyarat anggukan kepala. Dengan cara untuk sujud
anggukannya lebih ke bawah ketimbang ruku. Bila masih mampu ruku namun
tidak bisa sujud maka ia ruku seperti biasa dan menundukkan kepalanya untuk
mengganti sujud. Begitupula jika mampu sujud namun tidak bisa ruku, maka ia
sujud seperti biasa saat sujud dan menundukkan kepala saat rukuk.

6. Apabila dalam ruku dan sujud tidak mampu lagi menundukkan kepalanya maka
menggunakan isyarat matanya. Ia pejamkan matanya sedikit untuk ruku dan
memejamkan lebih banyak sebagai isyarat sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk
yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak mengetahuinya hal itu
berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama.

7
7. Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka
hendaknya ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku, sujud,
berdiri dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan sesuai yang
diniatkannya).

8. Orang sakit tetap diwajibkan shalat tepat pada waktunya pada setiap shalat.
Hendaklah ia kerjakan kewajibannya sekuat dayanya. Jika ia merasa kesulitan
untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak
dengan shalat diantara waktu akhir dzhuhur dan awal ashar, atau antara akhir
waktu maghrib dengan awal waktu isya. Atau bisa dengan jama taqdim yaitu
dengan mengawalkan shalat ashar pada waktu dzuhur, dan shalat isya ke waktu
maghrib. Atau dengan jamak ta’khir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur ke waktu
ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya, semuanya sesuai kondisi yang
memudahkannya. Sedangkan untuk shalat fajar, ia tidak bisa dijamak kepada yang
sebelumnya atau ke yang sesudahnya.

9. Apabila orang sakit sebagai musafir, pengobatan penyakit ke negeri lain maka ia
mengqashar shalat yang empat raka’at. Sehingga ia melakukan shalat dzuhur, ashar
dan isya, dua raka’at-raka’at saja sehingga ia pulang ke negerinya kembali baik
perjalanannya lama ataupun sebentar.

B. PANDANGAN AGAMA TERHADAP HIV

A. Pengertian AIDS

AIDS (Acquired Immune deficiency syndrome) yaitu: penyakit yang disebabkan


oleh virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Virus tersebut
dinamakan HIV (Human Immuno defiency virus). Biasanya system kekebalan
tubuh melindungi tubuh terhadap penyakit kalau system kekebalan tubuh di rusak
oleh virus AIDS, maka serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya akan
menyebabkan sakit dan meninggal. Seseorang yang terinfeksi virus HIV untuk
jangka waktu tertentu(5-10 tahun) masih tampak sehat, setelah itu barulah penyakit
tersebut menggerogotinya hingga membuatnya meninggal.

8
B. Sebab-sebab timbulnya AIDS

AIDS disebabkan oleh Virus HIV adalah akibat penyimpangan seksual, hasil
hubungan seksual. Mereka menyimpulkan bahwa penularan AIDS terutama
terdapat dalam darah, air mani dan cairan vagina. Adapun cara penularan AIDS
adalah:

1. Melalui hubungan seksual (homo atau heteroseksual) dengan seseorang yang


tubuhnya mengidap HIV.
2. Transfusi darah yang mengandung HIV
3. Melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya bekas dipakai orang
4. Pemindahan Virus dari ibu hamil yang mengidap Virus HIV kepada janin
yang di kandungnya.

C. Pencegahan Terhadap Diri Sendiri

Pencegahan terhadap diri sendiri dilakukan, antara lain, dengan cara :

a. Hubungan seksual hanya dengan istri sendiri, dan menghindarkan


hubungan seksual diluar nikah.
b. Menghindari hubungan seksual secara homo,sodomi ataupun onani.
c. Menghindari hubungan seksual bila sedang mengalami luka pada alat
kelamin dan menghindari pula penggunaan alat-alat tertentu saat
berhubungtan seksual yang memungkinkan timbulnya luka.
d. Menghindari penyalahgunaan narkotika, lebih-lebih bila
menggunakan suntikan.
e. Menghindari penggunaan pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi
milik orang lain, karena alat-alat tersebut mungkin mengandung butir-
butir darah pengidap HIV
f. Mengadakan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah pengidap
virus HIV atau tidak.

D. Pengobatan

Hingga kini dokter belum dapat berbuat banyak untuk menolong orang yang
menderita penyakit AIDS. Walaupun belum ditemukan obatnya, tetapi tidak berarti
tidak perlu berobat jika terkena penyakit AIDS. Berobat tetap dianjurkan,dilakukan
sebagai ikhtiar selama masih hidup.

9
E. AIDS Menurut Pandangan Agama Islam

AIDS di anggap sebagai kutukan dan adzab Allah jika di derita oleh pelaku
kemaksiatan, melampaui batas, mempunyai penyimpangan dalam hubungan
seksual, atau melanggar ketentuan Allah, sebagaimana tercakup dalam firman
Allah “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepadanya”.

Juga dinyatakan dalam hadist Nabi, jika perjinahan yang merupakan sebab utama
terjangkitnya Virus HIV telah merajalela di masyarakat maka Allah akan
menurunkan adzabnya.

“Jika perzinahan dan riba telah melanda di suatu kampung, maka mereka telah
menghalalkan untuk diri mereka sendiri siksaan Allah (H.R al-Thabarani dan al-
Hakim)”

HIV/AIDS dapat di anggap sebagai cobaan jika di derita oleh orang-orang yang
beriman dan shaleh, seperti tertulari melalui jarum suntik, donor darah, dsb. Hal ini
tercakup dalam kandungan ayat al-Quran “dan sungguh akan kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekuranagn harta, jiwa dan buah-
buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Q.s. al-
Baqarah (2): 155).

Jadi, pengidap HIV AIDS dapat dianggap sebagai cobaan,bagi orang shaleh yang
menderita AIDS karena tertulari orang lain,bukan karena penyimpangan seksual
yang dilakukan.karena dampak dari adzab Allah kadang-kadang diturunkan tidak
hanya mengenai orang yang dzalim saja,tetapi berlaku umum,akan mengenai pula
orang-orang yang bertakwa,sebagaimana di tegaskan dalam al-Qur’an :

“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja diantara kamu.dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-nya.(Q.s. al-Anfal(8):25)

Juga dinyatakan dalam hadits Nabi :

10
“Jika manusia melihat suatu kemungkaran dan tidak bertindak mengubahnya,maka
dikhawatirkan Allah akan menimpakan siksa kepada merka yang sifatnya
menyeluruh “(HR.Ibnu Majah dan al-Tirmidzi)

Dengan demikian penderita AIDS seharusnya diperlakukan secara normal,dia


berhak untuk diperlakukan dengan baik sebagaimana kepada orang lain yang tidak
sakit atau menderita penyakit lain.

F. Tuntunan Islam bagi pengidap AIDS

Bagi seseorang yang sudah terlanjur tertular virus HIV/AIDS,ajaran Islam


memberikan tuntunan umum sebagaimana dianjurkan pada mereka yang sedang
menunggu saat-saat kematian,antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bertaubat
2. Taqarrub ilallah
3. Doa
4. Tawakkal
5. Berusaha menjadi husnul khatimath.

G. Kiat Islam Membabat AIDS

Bukti sudah berserakan,bahwa media penyebaran AIDS paling efektip dan


ampuh adalah melalui jalur sex bebas dan menyimpang,maka untuk menyelesaikan
AIDS ini harus melibatkan semua unsure dan bukan dengan terafi yang asal-asalan
atau seminar yang buang waktu nserta uang mempropagandakan pemakaian
kondom itu tidak akan menyelesaikan masalah malah yang pasti menimbulkan
masalah yang baru,selain melanggengkan sex bebas juga AIDS bakal makin
meraja lela,jika tidak percya jangan dicoba

Islam melarang berdua-duaan antara seorang laki-laki dan wanita tanpa adanya
keperluan . islam memandang sex bebas sebagai sebuah malapetaka besar sebagai
mana dalam firman allah dalam Al-qur’an

“ Dan jangan lah kamu mendekati zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk (QS.Al-isra :32)

11
C. ILMU KEDOKTERAN PADA ZAMAN RASULULLAH

A. Pengertian Ilmu kedokteran

Ilmu kedokteran (‘ilm al-thibb) adalah suatu keahlian yang mempelajari tentang
tubuh manusia dari segi sakit dan sehat, dan hal-hal yang berkaitan dengan
keduanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu
yang memelihara kesehatan orang yang sehat, dan menghilangkan atau menolak
penyakit pada orang sakit. Dan menurut Ibnu Sina, dalam kitabnya Al Qanun fi al-
Thibb (The Canon of Medicine) menyakatan bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari berbagai keadaan tubuh, baik dalam keadaan sehat
maupun tidak. Artinya kesehatan bisa hilang, dan jika hilang, perlu diperbaiki.
Dengan kata lain, seni yang berkaitan dengan kesehatan, dan akan diperbaiki
setelah kesehatan tersebut hilang.

Imam Al-Gazali menyatakan bahwa ilmu kedokteran merupakan bagian dari ilmu
fisika atau ilmu alam, sehingga hukum yang untuk mempelajarinya bagi seorang
muslim fardhu kifayah. Dan Ilmu kedokteran merupakan ilmu yang mencul pada
masa orang arab dan tidak ditemuakan pada masa orang-orang pra-arab. Ilmu
kedokteran diambil dari beberapa percobaan dan pengalam orang-orang ummi atau
orang Arab Baduwi. ‘ilmu al-thib juga terdapat dalam syari’at islam. Namun,
secara secara global hanya sedikit yang tampak sebagai ajaran kesehatan. Ajaran
tersebut diantaranya perintah makan dan minum dengan hal-hal yang baik dan
halal serta tidak berlebihan di dalam keduanya (QS. Al-A’raf : 31). Hadist
Rasulullah juga juga banyak yang menjelaskan tentang kesehatan, diantaranya
anjuran untuk berbekam, minum madu, dan meniggalkan segala hal yang dapat
memabukkan.

B. Pengertian Thib al-Nabawi

Kedokteran nabi (thibb al- nabawi) secara sederhana diartikan sebagai kumpulan
ucapan nabi yang disusun oleh para penulis muslim secara sistematis. Namun,

12
secara kompleks kedokteran nabi diartikan sebagai teori dan praktik yang
dilakukan nabi, kemudian dilakukan penelitian dan pemikiran dalam kurun waktu
yang lama.

Ada suatu pemahaman bahwa kedokteran nabi sebagai aspek medis yang
mempromosikan dan menjaga kesehatan, serta menyembuhkan berbagai penyakit
dengan diikuti aspek spiritual yang dianjurkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Sehingga, mengartikan bahwa segala pengobatan yang tidak berasal dari nabi
dianggap tidak mengikuri sunnah nabi, bahkan dianggap tidak mengikuti ajaran
islam . menurut mazhab pemikiran (aliran kalam), sikap diatas muncul karena ada
anggapan bahwa thibb al-nabawi merupakan sunnah nabi dan merupan ajaran
islam.

Menurut Ibn al–Aini, definisi kata thibb lebih menekankan pada kesehatan
dibandingkan pada penyakit. Memelihara kesehatan merupakan objek utama,
sehingga seorang dokter harus lebih memberikan perhatian terhadap kesehatan,
bukan terhadap penyakit. Hal ini selaras dengan tujuan utama sistem kedokteran
yang lebih menitikberatkan kepada pemeliharaan kesehatan ketimbang pengobatan
terhadap penyakit. Hal ini juga sesuai tujuan hukum islam yang menyatakan bahwa
memelihara kesehatan itu lebih baik dari pada mengobati (al wiqayatu khairu min
al-ilaj, that keeping health is better than the treatment of disease). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar ilmu kesehatan islam adalah
preventif bukan kuratif.

Ajaran islam yang sangat kompleks dalam masalah kesehatannya, baik yang
secara lahir ataupun secara bathin, dan meliputi aspek spiritual, medis, dan sosial
merupakan potensi yang kuat untuk membentuk masyarakat yang sehat. Dengan
kata lain, tujuan utama dari ilmu kedokteran adalah memilihara kesehatan manusia
dan menjaga diri dari penyakit. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pengobatan itu
tidak penting, tetapi hal tersebut merupakan tujuan utama dalam kedokteran islam.
Dan mengenai tujuan kedua ini, islam juga telah mengajarkannya, diantaranya
dengan terapi bekam (cupping) dan al-kay (cauterazation).

13
C. Sifat Kedokteran Islam

Kedokteran islam yang berasal dari kedokteran yang digunakan dan dianjurkan
nabi merupakan ilmu kedokteran yang komplek dan memiliki tiga sifat utama
sebagai berikut.

1. Holistik

Ilmu kedokteran islam dikatakan holistik karena mencakup prinsip-prinsip


metafisik dan kosmologis. Hal ini menyatakan bahwa kedokteran islam tidak
hanya tertuju pada kesehatan fisik saja, tetapi juga memperhatikan tentang
kesehatan rohani atau mental. Karena kesehatan mental juga sangat diperhatikan
dalam kedokteran islam, maka muncullah satu cabang ilmu yang disebut dengan
“terapi psikologis” atau yang sekarang dikenal dengan “pengobatan psikosomatis”.
Ilmu ini sebenarnya sudah ada sejak zaman kejayaan islam (golde age), hal ini
dibuktikan dengan pengobatan yang dilakukan oleh dokter muslim seperti Ibnu
Sina yang menggunakan musik, sahabat yang baik, dan pemandangan alam yang
indah sebagai terapi dalam berbagai penyakit yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan psikologis pasien.

2. Sintesis

Kedokteran islam dikatakan bersifat sintesis karena materi-materi yang ada


dalam kedokteran islam juga diambil dari teori, metode, dan praktik dari luar
islam. Namun, segala ilmu tersebut tetap dipilih dan disesuaikan dengan ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah yang merupakan pedoman utama dalam
perumusan segala bentuk dan macam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
kedokteran islam. Bahkan di Al-Qur’an sendiri disebutkan bahwa Al-Qur’an
memiliki daya yang dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit
(QS. Al- Isra (17) : 82).

14
3. Ilmiah

Ilmu kedokteran islam juga dikatakan ilmiah karena doktrin-doktrin, metode-


metode, dan teknik-teknik yang awalnya hanya sistem medis tradisional telah
melalui proses percobaan secara empiris. Dari prinsip-prinsip tersebut, ilmu
kedokteran islam telah mengalami perkembangan yang pesat pada abad IX sampai
abad XIII, bahkan zaman ini digolongkan oleh Munzir Hitami sebagai zaman
keemasan islam dalam bidang kedokteran (the golden age of islamic medicine).

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Agama merupakan sarana yang menjamin kelpangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia
dari penyimpangan, kesalahan, dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif.
Bahkan agama akan membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci. Di
samping itu, agama juga merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda dalam
menghadapi berbagai aliran –aliran.

DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/37763-tata-cara-shalat-orang-yang-sakit.html
https:/doktermuslimyonirazer.blogspot.com/2012/10/sejarah-kedokteran-
islam.html?m=1
https://almanhaj.or.id/2205-tata-cara-bersuci-dan-shalat-bagi-orang-yang-
sakit.html
warungbidan blogspot.com

16

Anda mungkin juga menyukai