Anda di halaman 1dari 11

FAKULTAS ILMU HUKUM

MATA KULIAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Materi:
HUKUM PERDATA DAN HUKUM ACARA PERDATA
Dosen:
SURYA OKTARINA, S.H., M.Hum.

Disusun oleh Kelompok 3 (tiga) Ruang D101, terdiri dari:


1. ELLIN ELIAWATI UTAMI NIM 181010201034
2. ENDI RIAWAN NIM 181010200026
3. ICA SATIA NIM 181010201148
4. IRVAN SUHARTIKA PUTRA NIM 181010200037
5. ILYAS FADILLAH NIM 181010200018

YAYASAN SASMITA JAYA


UNIVERSITAS PAMULANG
SK.MENDIKNAS 143/D/0/2006
Jalan Surya Kencana No. 1 Pamulang-Tangerang Selatan Telp 021.741 2566 Fax 7470 9855
TANGERANG SELATAN - BANTEN
HUKUM PERDATA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik
hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau
badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya
perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah
hukum perdata.

Apa itu hukum perdata ? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk dijawab, mengingat hukum
perdata mempunyai banyak segi, mempunyai arti sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan
ruang lingkup hukum perdata itu sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam
hukum perdata dapat melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat dan apa saja yang
dilakukan seseorang tersebut di masyarakat.

Pada kesempatan pertama kali ini, kelompok kami akan mencoba menerangkan tentang hukum
perdata. Makalah ini akan memaparkan tentang pengertian dan sekelumit tentang hukum perdata,
sumber hukum perdata dan hal-hal yang menyangkut tentang hukum perdata.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hukum perdata, baik dalam arti luas maupun arti sempit ?

2. Apa maksud dari hukum perdata material dan hukum perdata formal ?

3. Apa sumber hukum perdata ?

4. Bagaimana sistematika hukum perdata ?

5. Apa asas-asas hukum perdata ?

6. Bagaimana sejarah hukum perdata di Indonesia ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit

1. Pengertian hukum perdata

Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan
dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di samping
istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.

Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum
perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:

“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu,
seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan
yang minimal bagi kehidupan pribadi”

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:

“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya


memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu
terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”[1]

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli
di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu dengan orang
lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga
termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah
hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan
yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

2. Arti luas

Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (BW) yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan, dan
juga Kitab Undang-Undang hukum dagang Wetboek van Koophandel (WVK) beserta sejumlah undang-
undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya seperti peraturan yang ada dalam KUHPerdata,
KUHD, serta sejumlah undang-undang tambahan (UU pasar modal, UU tentang PT dan sebagainya)).

3. Arti sempit

Hukum perdata dalam arti sempit yaitu hukum perdata sebagaimana yang terdapat dalam
KUHPerdata saja.

B. Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal

1. Hukum Perdata Material

Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat
dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu
perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian
ditujukan kepada isi peraturan.
2. Hukum Perdata Formal

Pengertian hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau


menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara
menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum Acaara. Dalam pengertian hukum
formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.[2]

C. Sumber Hukum Perdata

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya
sanksi yang tegas dan nyata.[3] Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat
dimana hukum perdata di temukan.[4]

Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata ,traktat,
yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu
sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata
tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis.
Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat,
dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum
perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.

Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda

2. KUHPerdata (BW)

3. KUH dagang

4. UU No 1 Tahun 1974

5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.[5]

D. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika, yang di dalam bahasa Inggris, disebut systematics, bahasa Belandanya, yaitu
systematiken, yaitu susunan atau struktur dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di negara-negara
yang menganut sistem Common Law tidak mengenal pembagian antara hukum publik dan hukum privat.
Sehingga hukum perdatanya tidak dibuat dalam sebuah kodifikasi, tetapi ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan hukum perdata tersebar dalam berbagai act atau undang-undang. Namun, di dalam
sistem hukum yang menganut Civil Law, maka sumber hukum utama, yaitu hukum kodifikasi yang
tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berikut ini, disajikan sistematika Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, Belanda, Rusia, Perancis dan Jerman.[6]

Sistematika KUH Perdata yang berlaku di Indonesia, meliputi :

Buku I : tentang orang

Buku II : tentang Hukum Perdata

Buku III : tentang Perikanan

Buku IV : tentang Pembuktian dan Daluarsa


Di negeri Belanda, Kitab Undang-Undang Hukum Perdatanya telah dilakukan penyempurnaan.
Dengan adanya penyempurnaan itu, maka terjadi perubahan sistematika, yang semula hanya terdiri atas
lima buku, yang meliputi :

Buku I : tentang hukum orang dan keluarga (Personen-en-Familierecht)

Buku II : tentang Badan Hukum (Rechrspersoon)

Buku III : tentang Hukum Kebendaan (Van Verbindtenissen)

Buku IV : tentang Daluarsa (Van Verjaring)

Kelima buku itu telah disempurnakan menjadi sepuluh buku. Kesepuluh buku itu, meliputi :[7]

Book 1 : Person and Family Law (Hukum orang dan Keluarga)

Book 2 : Legal Person (Badan Hukum)

Book 3 : Property Law in General (Hukum harta kekayaan secara umum)

Book 4 : Succession (inheritance) (hukum warisan)

Book 5 : Real Property Rights (hak atas harta kekayaan)

Book 6 : Obligation and Contracts (perikatan dan kontrak)

Book 7 : Particular Contracts (revised) (perjanjian khusus)

Book 7 : Particular Contracts (unrevised) (perjanjian khusus)

Book 8 : Transport Law (hukum pengangkutan)

Book 9 : Intellectual Property (hak kekayaan intelektual)

Book 10 : Private International Law (hukum perdata internasional)

Sementara itu, Rusia merupakan salah satu negara yang cukup maju dalam perkembangan
hukum, khususnya hukum perdata, karena dinegara ini telah menetapkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata Federasi Rusia, yang disebut dengan The Civil Code of the Russian Federation. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Federasi Rusia ditetapkan dalam dua tahap, yaitu :[8]

1. Tahap pertama ditetapkan pada tahun 2003

2. Tahap kedua ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2006.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Rusia terdiri dari 1551 pasal atau artikel dan empat
bagian dan masing-masing dibagi dalam divisi-divisi. Code Civil Prancis terdiri dari empat buku dan
terdiri atas bagian dan pasal, jumlah pasal yang tercantum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Prancis, yaitu sebanyak 2302 pasal. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman atau disebut juga
German Civil Code atau Bürgerlichen Gesetzbuches (BGB) terdiri dari empat buku dan 2385 pasal, dan
ditetapkan pada 18 agustus 1896.

E. Asas-asas Hukum Perdata

Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah:

1. Asas Kebebasan Berkontrak


Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun
juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang
(lihat Pasal 1338 KUHPdt).

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua
belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan
perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.

4. Asas Kekuatan Mengikat

Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat
bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat.

5. Asas Persamaan hukum,

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan
perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh
dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan
ras.

6. Asas Keseimbangan,

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik

7. Asas Kepastian Hukum,

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau
pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak.

8. Asas Moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang
tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam
zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor
yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan
pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya

9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi
oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini
berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus
diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat
tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak

10. Asas Kepatutan.

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan
mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya

11. Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.

12. Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan
debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh
maupun kemauan baik dari para pihak.[9]

F. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda
yang diberlakukan asas konkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) sama dengan
ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.

Secara makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia :


Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan ketentuan-ketentuan pemerintahan
Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua dengan
konkordansi pada tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda.

Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua
periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia merdeka.[10]

1. Hukum Perdata pada masa penjajahan Belanda

Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah.
Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan bangsa Belanda untuk
Indonesia mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang sangat panjang.

Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun 1814
yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers menyampaikan rencana code
hukum tersebut pada masa pemerintahan Belanda didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi
nama own Kempers. Dalam perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami
pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata.

2. Hukum Perdata sejak Kemerdekaan

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945,
yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan
peraturan baru menurut UUD termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang berlaku di Indonesia.
Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang Hukum Perdata.

Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia


didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia
dalam perjalanan sejarahnya mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut
disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini meliputi enam pembahasan,
yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga Penjaminan
Simpanan.[11]
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam pergaulan
masyarakat.

Sedangkan hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat
dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan.

Hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan


peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara
menyelesaikan di muka hakim.

Dalam hukum perdata juga ada asas-asa dan juga sumber-sumber hukum, sejarah hukum
perdata di Indonesia juga tak lepas dari Belanda.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami susun tentang Hukum Perdata. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami
harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita.
Daftar Pusaka

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014.

Nurbani, Erlis Septiana, Perbandingan Hukum perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung; PT. Refika Aditama, 2007.

Sofwan, Sri Sudewei Masjchoen, Hukum Perdata dan Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty.

Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2010.

https://purnama110393.wordpress.com diakses pada 13/09/2015

http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html diakses pada tanggal


13/09/2015

http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html diakses pada


tanggal 13/09/2015

http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-materil-dan-hukum-formil.html diakses tanggal


13/09/2015

A.Achmad. 1986. Sejarah dan Kedudukan BW di Indonesia. Jakarta: Rajawali.

A. Ichsan. 1969. Hukum Perdata. Jakarta: Pembimbing Masa.

A.Z. Nasution. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Diapit Media.

Abdul Ghofur Anshori. 2005. Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin.
Yogyakarta: UII Press.

Abdul Manan. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.

Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Abu dan Nur. 2001. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

[1] Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.
209.

[2] http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-materil-dan-hukum-formil.html di akses


tanggal 13/09/2015

[3] A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hlm. 9.

[4] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 13.

[5] http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html diakses pada


tanggal 13/09/2015

[6]Erlis Septiana nurbani, Perbandingan Hukum perdata, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm.
17.
[7]https://purnama110393.wordpress.com Diakses pada 13-09-15

[8]Sri Sudewei Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata dan Hukum Benda, (Yogyakarta: Liberty), hlm. 5.

[9] http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html diakses pada tanggal


13/09/2015

[10] Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 8-10.

[11] Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
20-25.

Anda mungkin juga menyukai