Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN PSIKOLOGI AGAMA dan RUANG LINGKUPNYA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Psikologi Agama

Doen Pengampu: Fiqih Amrullah, S.H.I., M.Pd.I.

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Ela Wati (NIM: 20.01.0014)


2. Ida Purwanti (NIM: 20.01.0016)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
AL-AMIN INDRAMAYU
TAHUN 2022
2

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad saw. dan semoga kita akan
selalu mendapat syafaatnya baik didunia maupun di akhirat kelak.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini
untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Agama dengan judul Pengembangan
Psikologi Agama dan Ruang Lingkupnya.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi
kewajiban matakuliah Psikologi Agama serta merupakan bentuk tanggung jawab pada
tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf jika dalam
penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif akan senantiasa kami nanti dalam upaya evaluasi diri.

Penulis,

 
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................4
C. Tujuan.......................................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................5
A. Pengertian Psikologi Agama.....................................................................................5
B. Ruang Lingkup Psikologi Agama...........................................................................10
BAB III..............................................................................................................................13
PENUTUP.........................................................................................................................13
Kesimpulan....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

 
4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Psikologi merupakan kelanjutan dari studi tentang tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari dengan menggunakan sistematika dan metode ilmiah, sehingga
teorinya lebih objektif. Objek psikologi bukanlah jiwa dan bukan pula masalah-
masalah rohaniah yang bersifat misterius serba rahasia dan sukar diterka. Oleh karena
itu para psikolog pun belum mampu mengetahui kehidupan rohaniah seseorang
sebagaimana melihat bayangan dirinya dalam cermin, walaupun mereka mampu
meramal dan mengadakan pragnosa secara ilmiah mengenai kemungkinan tingkah
laku yang akan diperbuat seseorang. Psikologi agama meneliti pengaruh agama
terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri
seseorang, kaena cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku,
tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
konstruksi kepribadiannya.

Sudah banyak ahli-ahli psikologi yang menaruh perhatian dalam bidang agama,
atau dalam proses kejiwaan yang berhubungan dengan agama, mencoba memberikan
definisi-definisi, baik tentang psikologi, maupun tentang agama. Namun usaha-usaha
mereka untuk membuat satu definisi atau ketentuan-ketentuan yang tegas dan pasti,
tetap terbentuk, karena psikologi agama harus mencakup sekaligus psikologi dan
agama.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian psikologi agama?


2. Bagaimanakah ruang lingkup dari psikologi agama?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari psikologi agama.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup dari psikologi agama.
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata
ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. Sebenarnya
kata psikologi secara harfiah berasal dari psyche: jiwa dan logos: ilmu. Dalam
mitologi Yunani, Psyche adalah seorang gadis cantik bersayap seperti kupu-kupu. Di
sini  jiwa pun digambarkan seperti seorang gadis cantik dan kupu-kupu sebagai
simbol keabadian. Dengan demikian psikologi dapat diartikan dengan “ilmu
pengetahuan tentang jiwa” dan dapat disingkat dengan “ilmu jiwa”.1

Menurut Verbeek, psikologi adalah ilmu yang menyelidiki penghayatan dan


perbuatan manusia ditinjau fungsinya bagi subyek. Menurut Drs. Bimo Walgito,
psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah
laku serta aktivitas-aktivitas, dimana tingkah laku serta aktivitas itu sebagai
manifestasi hidup kejiwaan.2 Menurut Robert H. Thouless, psikologi sekarang
digunakan secara umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia.3

Secara umum psikologi mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah
laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala keejiwaan yang berada di
belakangnya. Karena jiwa itu sendiri bersifat abstrak, maka untuk mempelajari
kehidupan kejiwaan manusia hanya mungkin dilihat dari gejala yang tampak yaitu
pada sikap dan tingkah laku yang ditampilkannya. Sikap dan perilaku yang terlihat
adalah gambaran dari gejala jiwa seseorang. Sikap dan perilaku baik yang tampak
dalam perbuatan maupun mimik (air muka) umumnya tak jauh berbeda dari gejolak
batinnya, baik cipta, rasa dan karsanya.4

1
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, (Malang: Uin Malang Press, 2008), Hlm. 21.
2
Ibid, Hlm 21-22.
3
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), Hlm. 10.
4
Ibid, Hlm. 11.
6

Namun ada juga manusia yang memanipulasi apa yang dirasakan oleh jiwanya,
hal ini bisa saja terjadi. Dalam sikap dan perilakunya bertentangan dengan apa yang
dirasakan oleh jiwanya. Mereka yang sebenarnya sedih, dapat berpura-pura bahagia
dengan tertawa. Ataupun sebaliknya karena rasa gembira yang sangat berlebihan bisa
membuatnya meneteskan air mata.

Selanjutnya agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan batin


manusia. Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al-
Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din undang-undang atau hukum.
Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan,
patuh, utang, balasan, kebiasaan.5

Hal ini bisa dilihat dalam QS. Gafir ayat 26.

‫ض ۡٱلفَ َسا َد‬ ۡ ۖ ُ ‫َوقَا َل فِ ۡرع َۡونُ َذرُونِ ٓي َأ ۡقتُ ۡل ُمو َس ٰى َو ۡليَ ۡد‬
ِ ‫ع َربَّ ٓۥهُ ِإنِّ ٓي َأخَافُ َأن يُبَد َِّل ِدينَ ُكمۡ َأ ۡو َأن يُظ ِه َر فِي ٱَأۡل ۡر‬

26. Dan berkata Fir´aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku


membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena
sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi”

Dan juga bisa dilihat dalam QS Al Fatihah ayat 4

ِ ِ‫ٰ َمل‬
‫ك يَ ۡو ِم ٱلدِّي ِن‬

1. Yang menguasai di Hari Pembalasan

Dari kedua ayat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa agama adalah segala
bentuk sistem hidup yang mengatur, menata dan mengikat kehidupan manusia.
Sedangkan dari kata religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca,
kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a= tidak, dan
gam= pergi, mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.

5
Ibid. Hlm. 12.
7

Hal ini bisa kita lihat pada diri kita sendiri, agama yang kita pegang saat ini adalah
hasil dari turun temurun nenek moyang atau orang tua kita, kita harus bersyukur
karena terlahir dari keluarga islam, maka kita juga beragama islam, andai kata orang
tua kita nasrani tentu kita juga akan beragama nasrani.

Dalam QS Ar-Rum ayat 30 dijelaskan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam


keadaan fitrah/suci.

ٰ ۡ َ ~ِ‫ق ٱهَّلل ۚ ِ ٰ َذل‬ ۡ ۚ َ َّ‫ِّين َحنِ ٗيف ۚا فِ ۡط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِي فَطَ َر ٱلن‬
ِ َّ‫ك ٱل~دِّينُ ٱلقَيِّ ُم َولَ ِك َّن َأ ۡكثَ~ َر ٱلن‬
‫اس اَل‬ ِ ~‫اس َعلَ ۡيهَا اَل ت َۡب~ ِدي َ~ل لِ َخل‬ َ َ‫فََأقِمۡ َو ۡجه‬
ِ ‫ك لِلد‬
٣٠ َ‫يَ ۡعلَ ُمون‬

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui

Lalu orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi dan majusi. Ini berarti
lingkungan terutama orang tua sangat mempengaruhi terhadap agama yang di anut
oleh anaknya kelak.

Bertitik tolak dari pengertian kata-kata tersebut menurut Harun Nasution, intisarinya
adalah ikatan. Karena itu agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.

Menurut Harun Nasution, agama adalah:

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang


harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
8

3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari sesuatu
kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber
pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar
manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul.6

Selanjutnya harun nasution merumuskan ada empat unsur yang terdapat dalam
agama, yaitu:

1. Kekuatan gaib, yang diyakini berada diatas kekuatan manusia. Didorong oleh
kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan
dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib
tersebut. Sebagai realisasinya adalah menjalankan segala perintah dan
menjauhi segala yang dilarang oleh kekuatan gaib tersebut.
2. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu terhadap nasib baik dan
nasib buruk manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga
hubungan baik ini agar kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara. Jika
dalam agama islam, kekuatan gaib ini adalah Allah Yang Maha Esa, dimana
kekuatannya tidak ada satu pun yang mampu menandingi. Oleh karena itu
umat islam senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala yang
dilarang oleh Allah, karena barang siapa taat kepada Allah maka surga
balasannya, dan barang siapa yang ingkar maka balasannya adalah azab dan
siksa neraka jahanam.
6
Ibid. Hlm 12-13.
9

3. Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons ini dalam realisasinya
terlihat dalam bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaan takut
(agama primitif) atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta
(monoteisme), serta bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya.
4. Paham akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus dan
suci ini adakalanya berupa kekuatan gaib (agama islam yakni Allah, agama
nasrani yakni Yesus, agama majusi yakni dewa matahari), kitab yang berisi
ajaran agama (agama islam yakni Al Qur’an, agama nasrani yakni Al Kitab
Injil), maupun tempat-tempat tertentu (agama islam yakni masjid dan Ka’bah,
agama nasrani yakni gereja).

Menurut Robert H. Thouless,  fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada


Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak boleh diabaikan.
Dalam istilahnya Robert H. Thouless menyebutkan sebagai keyakinan (tentang dunia
lain). Menurut Robert H. Thouless, dalam kaitan dengan psikologi agama, ia
menyarankan definisi agama adalah sikap (cara penyesuaian diri) terhadap dunia yang
mencakup acuan yang menunjukkan lingkungan lebih luas dari pada lingkungan
dunia fisik yang terikat ruang dan waktu (dalam hal ini yang dimaksud adalah dunia
spiritual). Robert H. Thouless berpendapat bahwa psikologi agama adalah cabang dari
psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan
dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap
perilaku bukan keagamaan.7

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, psikologi agama meneliti dan menelaah
kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh
keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada
umumnya. Di samping itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi
keyakinan tersebut.

7
Ibid, Hlm. 14.
10

Psikologi agama dengan demikian merupakan cabang psikologi yang meneliti dan
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan
terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia
masing-masing.8

D. Ruang Lingkup Psikologi Agama

Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup
pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari
masalah agama yang lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya psikologi agama dan
ilmu perbandingan agama memiliki tujuan yang tak jauh berbeda, yakni
mengembangkan pemahaman terhadap agama dengan mengaplikasikan metode-
metode penelitian yang bertipe bukan agama dan bukan teologis. Bedanya adalah,
bila ilmu perbandingan agama cenderung memusatkan perhatiannya kepada agama-
agama primitif dan eksotis tujuannya adalah untuk mengembangkan pemahaman
dengan memperbandingkan satu agama dengan agama lainnya. Sebaliknya psikologi
agama, seperti pernyataan Robert H. Thouless, memusatkan kajiannya pada agama
yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya
terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan tersebut dengan
menggunakan pendekatan psikologi.9

Prof. Dr. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi


agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan
pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap
suatu agama, yang dianut). Oleh karena itu, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, ruang
lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:

1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai


kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tenteram
sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau
membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah, dan menyerah setelah

8
Ibid. Hlm. 15.
9
Ibid.
11

berzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan
yang bersangkutan, rasa gelisah yang menghantui ketika meninggalkan shalat,
rasa ketakutan setelah melakukan yang dilarang agama, rasa bersalah setelah
melakukan dosa.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap
Tuhannya, misalnya rasa tenteram, damai, dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya
hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang. Pengaruhnya biasanya
berupa meningkatnya ketaatan seseorang terhadap kepercayaan yang
dianutnya, karena dia yakin akan adanya kehidupan setelah kematian,
kehidupan akhirat yang kekal dibandingkan dengan kehidupan dunia yang
fana, serta dia yakin akan adanya hari pembalasan, dimana berupa tempat
kembali yakni neraka dan surga.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan
yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut
memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
Dengan seseorang yakin akan adanya surga dan neraka serta adanya dosa dan
pahala, maka manusia tersebut akan senantiasa berbuat baik dan tidak berbuat
apa-apa yang dilarang agama.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang
terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.10

Psikologi agama tidak memasuki wilayah ajaran dan keyakinan suatu agama atau
ideologi tertentu. Hal ini mengandung makna, bahwa psikologi agama tidak
berwenang untuk mendukung, membenarkan, menolak, atau menyalahi ajaran,
keyakinan, atau ideologi tertentu.11 Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai batas
yang menjadi penelitian psikologi agama, agaknya perlu diketahui istilah-istilah yang
dipakai dalam kajianya. Dua istilah yang lazim dipakai adalah kesadaran beragama
(religious conciousnes), dan pengalaman beragama (religious of experience).

10
Ibid. Hlm. 16
11
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Hlm. 7.
12

Menurut Zakiah Darajat, kesadaran beragama (religious conciousnes) adalah


aspek mental dari aktivitas agama. Aspek ini merupakan bagian/segi agama yang
hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi. Sedangkan yang
dimaksud dengan pengalaman agama (religious of experience) adalah unsur perasaan
dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang
dihasilkan dalam tindakan (amaliyah) nyata.12  Karenanya, psikologi agama tidak
mencampuri segala bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu
agama, termasuk tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan
agama.

Tegasnya psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa


yang memantul dan memperlihatkan diri dalam perilaku dalam kaitannya dengan
kesadaran dan pengalaman agama manusia. Kedalamnya juga tidak termasuk unsur-
unsur keyakinan yang bersifat abstrak (gaib) seperti tentang Tuhan, surga dan neraka,
kebenaran sesuatu agama, kebenaran kitab suci dan lainnya, yang tak mungkin teruji
secara empiris.

Dengan demkian, psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah
mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam
kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya. Persoalan pokok dalam
psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama dan tingkah laku agama,
kata Robert H. Thouless. Atau kajian terhadap tingkah laku agama dan kesadaran
agama.13

12
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Hlm. 8.
13
Jalaluddin, Op. Cit,  Hlm. 17.
13

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari


tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama
yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.

Prof. Dr. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama
mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan
akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama,
yang dianut). Oleh karena itu, menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang
menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai:

1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai


kehidupan beragama orang biasa (umum).
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap
Tuhannya.
3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya
hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan
yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut
memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang
terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya.

 
14

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang: Uin
Malang Press, 2008.

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Anda mungkin juga menyukai