Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH DAKWAH PRA ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Dakwah

Dosen Pengampu : Muhammad Aris Faisol, M.Pd.

Disusun oleh :

Moch Naufal Fikri Hafizh : 43010210001

Annisa Fitri : 43010210005

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

IAIN SALATIGA

2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah dengan judul "Sejarah Dakwah Pra
Islam"

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata


kuliah Sejarah Dakwah dari Guru pengampu. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami untuk
mengetahui tentang Sejarah Dakwah pada zaman dahulu.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad


Aris Faisol, M.Pd. selaku Guru pengampu mata kuliah Sejarah Dakwah.

Akhir kata, kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk
memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Salatiga, 23 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Masalah 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Pengertian Sejarah Dakwah Pra Islam 6

B. Kondisi Kehidupan Masyarakat Pra Islam dalam Berbagai Aspek


Seperti Kehidupan Sosial Kebiasaan, Kebudayaan, Adat Istiadat,
dan Kepercayaan 7

C. Metode Dakwah Pra Islam Yang Dilakukan Para Rasul Terdahulu


11

BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15

B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah adalah ajakan kepada seseorang untuk kearah yang


lebih baik. Agama islam adalah agama dakwah artinya agama yang
menyuruh umatnya untuk senantiasa menyerukan kepada kebaikan
dan mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
kemungkaran.1 Pasti tidak asing lagi bagi kita mendengar kata
dakwah karena sering didapati dalam kehidupan sehari-hari. Pada
zaman sekarang berdakwah juga bisa melalui berbagai macam cara,
bisa di sampaikan kapan saja dan di mana saja juga dapat di akses di
situs atau sosial media apapun karena adanya kecanggihan teknologi
yang bisa di gunakan sebagai media berdakwah. Berdakwah juga
bisa di sampaikan oleh semua orang tanpa membeda-bedakan
statusnya.

Berdakwah tentunya membutuhkan seorang penceramah dan


jamaah, setelah ke duanya terpenuhi maka akan tercipta pertukaran
informasi, berdakwah di sampaikan dengan cara yang beragam
maksudnya setiap penceramah atau pendakwah pasti memiliki gaya,
karakter dan caranya sendiri agar tujuan berdakwah tadi bisa
terpenuhi yaitu bisa di pahami bahkan di terima oleh jamaah seperti
yang dilakukan para nabi terdahulu untuk menyapaikan ajaran Nya.
Sebenarnya berdakwah ini adalah metode yang sudah ada sejak
zaman dulu atau sebelum agama islam di turunkan oleh Allah untuk
memberi petunjuk kepada umatnya agar meninggalkan
kemungkaran. Oleh karena itu, mengenal sejarah dakwah pun
menjadi pokok penting kita sebagai umat islam. Untuk membahas
hal tersebut yang menjadi pokok masalah dalam tujuan tulisan ini
1
Muba Syaroh, Karakter dan Srategi Dakwah Rasulluah Muhammad SAW Pada Periode
Makkah, (STAIN Kudus: Moraref, 2016), hlm.383.

4
adalah untuk menjawab “bagaimana sejarah dakwah pra islam”,
dengan sub pokok bahasan : Pengertian sejarah dakwah pra Islam,
Kondisi kehidupan masyarakat pra Islam dan Metode dakwah pra
islam yang dilakukan para Rasul terdahulu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sejarah dakwah pra Islam?
2. Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat pra Islam dalam
berbagai aspek seperti kehidupan sosial kebiasaan, kebudayaan,
adat istiadat, dan kepercayaan?
3. Bagaimana metode dakwah yang di sampaikan para rasul
terdahulu?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dakwah pra islam
2. Untuk mengetahui kehidupan masyarakat pra islam dalam
berbagai aspek seperti kehidupan sosial, kebudayaan,
kepercayaan, dan kebiasaan
3. Untuk mengetahui metode dakwah para Rasul terdahulu

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah Dakwah Pra Islam


Kata sejarah secara bahasa (etimologi) dapat diungkapkan
bahasa Arab disebut tarikh, yang bermakna ketentuan masa atau
waktu, sedangkan ilmu tarikh berarti ilmu yang mengandung atau
yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya
peristiwa tersebut. Adapun secara terminologi berarti keterangan
yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau
pada masa yang masih ada.
Sejarawan Muslim Ibnu Khaldun mendefinisikan sejarah
adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban
dunia; tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak
masyarakat, seperti keliaran, keramah tamahan, dan solidaritas
golongan; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan
rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya
kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacam-
macam; tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang,
baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-
macam cabang ilmu pengetahuan dan keahlian; dan pada umumnya
tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena
watak masyarakat itu sendiri (Affandi, 1993: 4). Oleh karena itu,
sejarah haruslah diartikan sebagai tindakan manusia dalam jangka
waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan di tempat tertentu.2
Kata dakwah menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa
Arab, yaitu dari kata (da’a), (yad’uw), (da’watan). Maknanya
menyeru, memanggil, mengajak, dan melayani. Selain itu juga
bermakna mengundang, menuntun dan menghasung.3Pengertian
dakwah sendiri adalah misi penyebaran Islam sepanjang sejarah dan
2
Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I, Sejarah Peradaban Islam (Prakenabian hingga
Islam di Indonesia), (Surabaya: CV. Intrans Publishing, 2018), hlm. 9-10.
3
Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1965),
hlm.127.

6
sepanjang zaman. Kegiatan berdakwah dilakukan melalui lisan (bi
al-lisan), tulisan (bi al-kitabah) dan perbuatan (bi al-hal).4
Kata Pra sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah sebelum. Islam sendiri adalah agama yang diturunkan
oleh Allah (agama samawi) agama dari langi. Agama Islam adalah
agama etika atau akhlaq, dan para penganutnya yang sejati adalah
orang-orang etis atau akhlaqi, yaitu orang-orang yang berbudi
pekerti luhur. Ini sejalan dengan penegasan Nabi sendiri, bahwa
beliau diutus Allah hanyalah untuk menyempurnakan berbagai
keluhuran budi.5
Dilihat dari masing-masing pengertian tadi dapat
disimpulkan bahwa sejarah dakwah pra islam merupakan peristiwa
menyampaikan ajaran tauhid yang dilakukan oleh para nabi yang
juga merupakan sifat nubuwwah, dan telah dilaksanakan oleh para
nabi, sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Para nabi
memiliki misi menyebarkan ajaran tauhid Allah SWT sepanjang
sejarah dan sepanjang zaman tersebut telah melaksanakan tugas
mulia itu dengan sukses, namun para nabi tetap menghadapi
berbagai rintangan tentunya.6

B. Kondisi Kehidupan Masyarakat Pra Islam dalam Berbagai


Aspek seperti Kehidupan Sosial Kebiasaan, Adat Istiadat, dan
Kepercayaan

Pada masa masyarakat pra Islam di Arab disebut dengan


masa atau zaman jahiliyah yaitu zaman kebodohan. Pada zaman itu
seorang pemimpin disebut kepala suku atau kabilah dengan
mengampu tugas sebagai pengatur pemerintahan dengan segala
kekuasaannya. Tatanan sosial bangsa Arab pada zaman dahulu di

4
Al-Qur’an Surah Ali Imran [3] ayat 10
5
Dr. Nurcholish Madjid, ISLAM Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Paramadina,
2006)
6
Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si., Ilmu Dakwah Kajian Onttologi, Eistemologi, Aksiologi dan
Aplikasi Dakwah, (Bandung: Ciptapustaka Media, 2015), hlm.2.

7
pengaruhi oleh adat istiadat, semua peraturan dan perbuatan
didasarkan pada adat kebiasan.7

Jazirah Arab merupakan tempat strategis bagi lalu lintas


perdagangan karena banyak dikelilingi oleh beberapa negara dan
lautan. 8 Oleh karena itu kebanyakan Bangsa Arab pada zaman
sebelum islam masuk mereka telah melakukan berbagai kegiatan
seperti menjadi seorang pengembala sekaligus berdagang antar kota
bahkan antar negara sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Jenis ternak yang terbanyak adalah peternakan domba dan unta.
Hewan unta sendiri disamping dijadikan untuk perternakan juga
digunakan sebagai alat pengangkut barang dagangan. Pertaniannya
adalah bertani kurma dan sayur-sayuran, terutama penduduk bangsa
Badawi yang tinggal di desa-desa.9 Bangsa Badawi atau disebutkan
dalam firman Allah Q.S At-Taubah ayat ke 97 adalah kaum al-Arâb
yaitu kaum yang paling keras dalam kekafiran dan kemunafikan
(asyadd-u kufr-an wa nifâq-an).10 Kaum al-Arâb (Al-Arabia) adalah
keturunan asli bangsa Arab yang berasal dari keturunan Iran bin
Syam bin Nuh.11 Yang dimaksud dengan al-Arâb dalam firman Allah
itu bukanlah orang-orang Arab, sebagaimana sering disalah pahami,
melainkan orang-orang yang hidup mengembara, yakni kaum
badawî atau badui.12 Kepala suku atau kabilah sangat berpengaruh
sekali pada kehidupan bangsa Arab pada zaman itu.

7
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.10.
8
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.6.
9
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.10.
10
Q.s. at-Taubah/9:97. Dalam surat al-Tawbah itu juga terdapat ayat-ayat lain yang
mengandung perkataan al-a‗râb dengan pengertian yang sumbang, yaitu ayat-ayat 90, 98,
99, 101 dan 120. Pengertian serupa juga didapati pada Q., s. al-Ahzâb/33:20; Q., s. al-Fath/
48:11 dan 16; dan Q., s. al-Hujurât/49:14
11
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.11.
12
Dalam tafsir-tafsir Indonesia, al-A„râb diterjemahkan menjadi orang-orang Arab Badui
(Tafsir Departemen Agama R.I.)

8
Maka menjelaskan maksud dari firman Allah itu,
Muhammad Asad memberikan komentarnya, yaitu disebabkan oleh
cara hidup bangsa badui yang berpindah-pindah dan kekerasan serta
kekasaran yang terkandung di dalamnya, membuat para nabi lebih
sulit untuk mendakwahkan keagamaan kepada mereka daripada
mereka yang hidup menetap dan masih diperbesar lagi oleh jarak
fisik mereka dari pusat-pusat budaya yang lebih tinggi dan sebagai
akibat nya, ketidaktahuan mereka yang lebih besar akan sebagian
besar ketentuan-ketentuan keagamaan. Karena itulah maka Nabi
sering menandaskan segi keunggulan suatu pola hidup menetap atas
suatu pola hidup nomadik. Sabda beliau, orang yang tinggal di gurun
(al-bâdiyah) akan menjadi kasar dalam perangainya, diriwayatkan
oleh Tirmidzî, Abû Dâwûd, Nasâ‘î dan Ibn Hanbal dari pe-nuturan
Ibn Abbâs, dan sebuah Hadîts yang serupa, dari penuturan Abû
Hurayrah, oleh Abû Dâwûd dan Bayhaqî.13

Dalam kalimat yang lebih sederhana maksud dari orang


gurun itu perangainya akan menjadi kasar karena diambil dari pola
umum kehidupan di Jazirah Arabia pada saat itu, program-program
Nabi di Madînah sangat radikal. Sebab, seperti dikatakan Ibn
Taymîyah, pola hidup orang-orang Arab Jâhilîyah ialah tiadanya
keteraturan, dengan ciri menonjol tiadanya pranata kepemimpinan
masyarakat yang mapan, yang menjadi kebutuhan masyarakat maju,
selain daripada pranata kepemimpinan atas dasar kesukuan
(tribalism) dan keturunan saja.14

Hal itu mendasari pada adat istiadat bangsa Arab pada zaman
jahiliyah. Adat istiadat mereka ada yang baik dan ada pula yang
buruk. Perbuatan buruk yang mereka lakukan sebelum mereka
mengenal agama Islam adalah menyembah berhala, membunuh dan
mengubur anak perempuan hidup-hidup, senang berjudi, senang
13
Abû Hurayrah, by Abû Dâ‘ûd and Bayhaqî. Muhammad Asad, The Message of the
Qur'ân, (Gibraltar: Dar al-Andalus, 1980), hlm. 278, catatan 131.
14
Ibn Taymîyah, Minhâj al-Sunnah, 4 jilid (Riyâdl: Maktabat al-Riyâdl al-Hadîtsah, tanpa
tahun), jil. 1, hlm. 198.

9
munum-minuman keras dan mabuk-mabukan, hidupnya dihabiskan
untuk berfoya-foya, suka berkelahi dan suka berperang, walaupun
itu hanya hal-hal kecil atau sepele kemudian yaitu mereka percaya
adanya tahayul. Namun ada juaga adat istiadat yang baik, yaitu
seperti berjiwa pemberani, dapat dipercaya, menghormati tamu, dan
mucul para ahli syair dan ahli pidato.15

Bentuk kepercayaan bangsa Arab di zaman jahiiah itu


bermacam-macam mereka ada yang menyembah berhala, binatang,
malaikat, jin, setan.16 Hal ini bisa jadi dikarenakan terjadinya masa
fatrah yaitu masa terputusnya kenabian dalam jangka tertentu. Pada
masa itulah benar-benar dibutuhkan seorang nabi yang akan
mengembalikan manusia kepada jalan kebenaran. Khususnya setelah
terjadi penyimpangan dan perubahan terhadap agama-agama langit
yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya. Sehingga, agama
samawi itu sirna orisinalitasnya.17 Karena kebodohan mereka itulah
mereka menyembah semua itu sesuai dengan kemauan hati mereka
sendiri. Sebaliknya apabila mereka pandai, tidak akan mungkin
mereka dapat diperalat oleh kemauannya menyembah sesuatu yang
tidak bisa diberi apa-apa. Sebenarnya banyak juga yang percaya
kepada Allah. Namun cara mereka menyembah Allah itu dilakukan
dengan perantara benda-benda. Benda-benda tersebut dibentuk
patung dan diberi nama Latta, Uza, dan Mana’ah.18
Maka, datanglah kerasulan Nabi Muhammad saw. Sebagai
penyeru umat untuk kembali kepada Allah SWT dan meninggalkan
segala kemungkaran, menuju manusia yang berakhlak mulia dan
berbudi pekerti luhur.19 Kemudian zaman dakwah agama islam pun
15
Drs. Djamuri, Asy’ari, dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.10-11.
16
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.12.
17
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Dammam:
Akbar Media,1996), hlm.73.
18
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.12.
19
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Dammam:
Akbar Media,1996), hlm.73.

10
dimulai setelah Nabi Muhammad menerima wahyu keduanya dan di
wahyu kedua itulah Nabi Muhammad Saw mulai diangkat menjadi
rasul Allah SWT.20
C. Metode Dakwah Pra Islam Yang Dilakukan Para Rasul
Terdahulu
1. Nabi Ibrahim a.s.
Metode yang diterapkan nabi Ibrahim dalam berdakwah sebagai
berikut:
1. Do’a. Do’a berarti mengagungkan Allah atas Maha kuasa-
Nya dan atas ketidakmampuan selain Allah. Nabi Ibrahim
menyadari bahwa jika umat menjadi muslim, semata-mata
karena mendapat petunjuk serta bimbingan Allah SWT.
2. Praktek bersama. Nabi Ibrahim menggunakan metode
praktek bersama dalam berdakwah sebagaimana ketika
membangun ka’bah bersama nabi Isma’il, putranya. Metode
ini mengikut sertakan jasad, akal pikiran, mulut, dan hati.
Jasad nabi Ibrahim mendidik praktek beramal kebaikan
secara lahir. Akalnya memikirkan bagaimana teknis
membangun ka’bah atau teknis beramal kebaikan. Mulutnya
selalu ceramah membina agar berbuat kebaikan dengan iklas,
hatinya selalu ingat kepada Allah dan memohon petunjuk
kepadanya yang berarti praktek mendidik olah hati.
3. Khalwat (praktek mandiri). Sebagaimana dalam surat
Ibrahim (14); 37; “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah
menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati.”21 Ayat di atas menjelaskan
tentang metode kholwat atau praktek mandiri dengan
menempatkan istrinya di tempat tersendiri/khusus yaitu
dilembah yang tidak mempunyai tanaman untuk bertauhid
20
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk, Sejarah Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1998/1989),
hlm.28-29.
21
Kementerian Agama RI, Mushaf Famy bi Syauqin, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta :
Forum Pelayan Al-Qur’an, 2018), hlm.260

11
dan membuktikan Maha Kuasanya Allah SWT yaitu
keluarnya air zam-zam.
4. Keteladanan atau Uswah. Sebagaimana dalam surat al-
Mumtahanah (60): 6; “Sesungguhnya pada mereka itu
(Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu)
bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan
(keselamatan pada) hari kemudian...”22 Penggalan ayat
tersebut adalah penegasan terhadap pernyataan sebelumnya.
Dan dikecualikan dari keteladanan mereka permintaan maaf
Ibrahim untuk ayahnya, karena keteladanan yang baik yang
telah ditegaskan ini adalah yang pertama itu sendiri. Hal itu
juga merupakan pendorong bagi setiap orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian agar menjadikan mereka
sebagai teladan.
5. Nasihat. Sebagaimana dalam surat al- Baqarah (2): 132;
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-
anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini
bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam.”23 Nabi Ibrahim dalam berdakwah juga
menggunakan metode atau wasiat yang bertujuan mengajak
patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan utusan-Nya dengan
menggunakan kata-kata yang lebih menyentuh hati obyek
dakwahnya.
6. Dialog. Sebagaimana dalam surat al-Shoffat (37): 102;
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai
anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
22
Kementerian Agama RI, Mushaf Famy bi Syauqin, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta :
Forum Pelayan Al-Qur’an, 2018), hlm.549
23
Kementerian Agama RI, Mushaf Famy bi Syauqin, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta :
Forum Pelayan Al-Qur’an, 2018), hlm.20

12
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar.”24 Ayat di
atas menjelaskan Nabi Ibrahim berdakwah kepada Nabi
Isma’il dengan metode dialog (bukan monolog), untuk diajak
melaksanankan perintah Allah berupa disembelih, walaupun
akan tetap dilakukan tanpa persetujuannya.
7. Adu argumen. Nabi Ibrahim sesekali menggunakan metode
adu argument/debat yang bersumber dari akal pikiran sehat,
bukan hati iman. Hal ini akan dilakukan jika menghadapai
obyek dakwah atau kaum yang masih belum iman.
Penggunaan akal pikiran itu nantinya akan dipakai untuk
menjelaskan masalah ketauhidan.25
2. Nabi Musa a.s.
Metode yang dipakai oleh Nabi Musa AS dalam
menyampaikan dakwah kepada Fir’aun sesuai dengan tuntunan
dan perintah Allah SWT adalah dengan menggunakan metode
“Qoulan Layyinan” yang berarti perkataan yang lemah lembut.
Qoulan secara bahasa berasal dari isim masdar dari kata kerja
qola-yaqulu-qoulan yang berarti perkataan, sedangkan layyinan
secara bahasa yaitu isim masdar dari kata kerja lana-yalinu-
layyinan yang memiliki arti lembut. Menurut istilah qoulan
layyyinan adalah segala sesuatu perkataan yang lembut, baik,
lemah lembut, dengan penuh kehati-hatian dan harapan kepada
lawan bicara, dengan mengingat dasar dan tujuan dia
menyyampaikan pesannya dan takut tidak atau meninggalkan
penyampaiannya kepada lawan bicaranya.26

24
Kementerian Agama RI, Mushaf Famy bi Syauqin, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta:
Forum Pelayan Al-Qur’an, 2018), hlm.449
25
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hlm.191-196
26
M. Quroisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran, Volume 7,
(Jakarta: PT. Lentera Hati, Cet. Ke-5, 2000), hlm. 594

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah dakwah pra islam merupakan peristiwa


menyampaikan ajaran tauhid yang dilakukan oleh para nabi yang
juga merupakan sifat nubuwwah, dan telah dilaksanakan oleh para
nabi, sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw. Para nabi
memiliki misi menyebarkan ajaran tauhid Allah SWT sepanjang

14
sejarah dan sepanjang zaman tersebut telah melaksanakan tugas
mulia itu dengan sukses, namun para nabi tetap menghadapi
berbagai rintangan tentunya.

Tatanan sosial bangsa Arab pada zaman dahulu di pengaruhi


oleh adat istiadat, semua peraturan dan perbuatan didasarkan pada
adat kebiasan. Kebanyakan Bangsa Arab pada zaman sebelum islam
masuk mereka telah melakukan berbagai kegiatan seperti menjadi
seorang pengembala sekaligus berdagang antar kota bahkan antar
negara sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.

Bentuk kepercayaan bangsa Arab di zaman jahiliyah itu


bermacam-macam mereka ada yang menyembah berhala, binatang,
malaikat, jin, dan setan. Pada masa itulah benar-benar dibutuhkan
seorang nabi yang akan mengembalikan manusia kepada jalan
kebenaran.

Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. adalah dalam


rangka mengemban tugas Allah SWT. untuk mengajak umat
manusia pada ajaran Tauhid. Pelaksanaan dakwah ni berdasarkan
penerapan strategi dakwah yang efektif yang meliputi adanya tujuan,
pelaku, sasaran, materi, metode dan media/sarana. Sedangkan Nabi
Musa as. berdakwah kepada Fir’aun notabenya sebagai penguasa
Mesir kala itu dengan menggunakan qoulan layyina (perkataan yang
lemah lembut).

B. Saran

Dari penulisan makalah ini mungkin masih banyak kesalahan


yang masih terjadi karena semua yang terbuat itu tidak akan ada
yang sempurna. Maka dari itu, semua kritik dan saran yang
membangun akan kami terima yang selanjutnya akan kami pakai
sebagai bahan evaluasi kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muba Syaroh. 2016. Karakter dan Srategi Dakwah Rasulluah Muhammad


SAW Pada Periode Makkah, STAIN Kudus: Moraref.
Drs. Djamuri, Asy’ari dkk. 1998/1989. Sejarah Islam, Semarang: CV.
Aneka Ilmu

Ahmad al-Usairy. 1996. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga
Abad XX, Dammam: Akbar Media

Q.s. at-Taubah/9:97

16
Abû Hurayrah, by Abû Dâ‘ûd and Bayhaqî. 1980. Muhammad Asad, The
Message of the Qur'ân, Gibraltar: Dar al-Andalus

Dalam tafsir-tafsir Indonesia, al-A„râb diterjemahkan menjadi orang-orang


Arab Badui (Tafsir Departemen Agama R.I.)
Ibn Taymîyah. (tanpa tahun). Minhâj al-Sunnah. 4 jilid, Riyâdl: Maktabat
al-Riyâdl al-Hadîtsah
Mahmud Yunus. 1965. Pedoman Dakwah Islamiyah, Jakarta: Hidakarya
Agung,
Al-Qur’an Surah Ali Imran [3] ayat 10
Dr. Nurcholish Madjid. 2006. ISLAM Doktrin dan Peradaban. Jakarta:
Yayasan Paramadina
Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si.. 2015. Ilmu Dakwah Kajian Onttologi,
Eistemologi, Aksiologi dan Aplikasi Dakwah. Bandung: Ciptapustaka Media
Kementerian Agama RI, 2018, Mushaf Famy bi Syauqin, Al-Qur’an dan
Terjemah, Jakarta: Forum Pelayan Al-Qur’an.

Ramayulis, 2013, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

M. Quroisy Shihab. 2000. Tafsir al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian


al-Quran. Jakarta: PT. Lentera Hati.

17

Anda mungkin juga menyukai