Anda di halaman 1dari 12

Home / INFO PENDIDIKAN / SD.

SMP / SEJARAH / SEKOLAH / SISWA / Wajib Baca Buku 15 Menit Sebelum


Waktu Belajar

Wajib Baca Buku 15 Menit Sebelum Waktu Belajar

04:16

INFO PENDIDIKAN SD.SMP SEJARAH SEKOLAH SISWA

Dalam rangka penumbuhan karakter bagi siswa untuk gemar membaca, maka Mendikbud memberikan
instruksi wajib untuk membaca selama 15 menit, hal disampaikan langsung Menteri Anies Baswedan,
penumbuhan budi pekerti ini kiranya perlu diterapkan dengan baik di sekolah, dari siswa maupun Guru.

Berikut berita yang kami lansir dari dikdas kemdikbud....

Wajib Baca Buku 15 Menit Sebelum Waktu Belajar

Salah satu kewajiban yang baik diterapkan di sekolah adalah membiasakan siswa membaca buku. Hal itu
bisa dilakukan pada 15 menit pertama sebelum hari pembelajaran di mulai.

“Buku apapun yang layak dibaca anak-anak. Silakan mereka pilih sendiri bukunya,” ujar Anies Baswedan,
Menteri Pendidikan dan

">

Kebudayaan, saat menyampaikan sambutan pada Rapat Koordinasi Penumbuhan Budi Pekerti di Gedung
Ki Hadjar Dewantara lantai III Kompleks Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2015.

Anies ingin siswa dibebaskan untuk memilih buku yang ingin dibacanya. Mereka jangan dipaksa untuk
membaca buku yang tak sesuai dengan minatnya. Guru dapat mengajak mereka ke perpustakaan,
meminjamnya, dan mengembalikannya ke tempat semula.

Upaya ini dilakukan, tambahnya, lantaran minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. “Indonesia
adalah salah satu negara dengan tingkat minta baca paling rendah di dunia. Kenapa? Karena kita sama-
sama tidak suka membaca,” tegas Anies. Dengan membiasakan siswa membaca, diharapkan lambat laun
minat baca masyarakat Indonesia meningkat.

http://www.gurusd.net/2015/07/
Mendikbud Anies Baswedan membuat gerakan “Membaca 10 Menit Sehari” bagi anak. Tujuannya untuk
mengasah kebiasaan anak-anak untuk membaca buku setiap hari selama 10 menit, ataupun orang tua
membacakan cerita pada anak selama 10 menit.

"Harus dibiasakan budaya membaca sejak dini agar menjadi kebiasaan, sehingga melahirkan generasi
yang memiliki budaya membaca," kata Anies Baswedan.

Menteri Anies Baswedan mengatakan, gerakan 10 menit membaca akan diterapkan di sekolah, di
rumah, dan di manapun. “Intinya adalah membuat anak-anak membaca," jelas Anies Baswedan.

Menteri Anies Baswedan berjanji untuk merealisasikan gerakan ini, ia dan kementeriannya akan
mendirikan perpustakaan yang memadai di setiap sekolah dasar agar dapat menarik anak untuk
berkunjung ke perpustakaan.

http://jokopedia.org/joko/Halaman ini terakhir diubah pada 03.06, 8 Juni 2015.


erpustakaan Di Era Keterbukaan Informasi: Sebuah Tantangan Yang Harus Dihadapi

Abstrak :

Di era keterbukaan informasi, kebutuhan akan informasi masyarakat semakin meningkat. Dengan
bantuan internet akses informasi semakin dipermudah. Melalui komputer, hand phone, ipad dan
teknologi lainnya, informasi dapat kita peroleh. Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi harus
mampu melayani kebutuhan informasi penggunanya, apalagi dengan kehadiran teknoogi informasi pola
perilaku masyarakat sedikit berubah terutama dengan kehadiran NetGen. Agar perpustakaan mampu
bersaing dengan lembaga penyedia informasi lain, perpustakaan diharapkan mampu menyediakan
kebutuhan informasi penggunanya dan mampu meningkatkan layanannya.

Artikel Lengkap :

A. PENDAHULUAN

Di abad milenium ini, perkembangan teknologi semakin pesat dan canggih. Hal ini berpengaruh pada
budaya masyarakat indonesia. Kebutuhan akan informasi masyarakat kini semakan tinggi, dulu informasi
hanya sebagai pelengkap atau bisa dikatakan orang masih bisa hidup tanpa adanya informasi. Di era
kini informasi terus dicari, karena informasi kini telah menjadi kebutuhan masyarakat.

Informasi akhir-akhir ini mudah sekali diakses, kita tidak harus pergi ke perpustakaan. Dengan bermodal
hand phone pintar, tablet, ataupun ipad kita bisa mengakses informasi di manapun kita berada.
Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi harus tanggap dengan budaya masyarakat yang
seperti ini. Apalagi generasi muda saat ini, pola perilaku sedikit berbeda dengan perilaku orang dulu.
Mereka tergolog dalam NetGen, yang menuntut pelayanan yang serba cepat dan tepat. Agar
perpustakaan tidak jauh ditinggalkan oleh para penggunanya, perpustakaan harus mampu menyediakan
layanan yang dibutuhkan penggunanya. Bagaimana strategi-strategi yang harus dipersiapkan
perpustakaan untuk menghadapi masyarakat NetGen. Makalah ini berupa paparan atau gagasan
tentang apa yang perlu dipersiapkan perpustakaan menghadapi masyarakat pengguna di era ini.

B. KEBUTUHAN INFORMASI (INFORMATION NEEEDS)

Perkembangan peradaban dewasa ini, membuat masyarakat tidak bisa lepas dengan kebutuhan
informasi. Informasi yang dulunya sebagai pelengkap, kini menjadi sebuah kebutuhan. Informasi
merupakan alat untuk mengambil keputusan baik yang besifat privat maupun publik. Tanpa adanya
informasi yang pasti, kita tidak akan bisa membuat keputusan yang maksimal. Sebagai dosen/mahasiswa
misalnya, memerlukan informasi yang pasti untuk menunjang proses pembelajaran, penelitian,
membuat makalah ataupun tugas akhir. Petani misalnya, memerlukan informasi penting terkait dengan
permasalahan dibidang pertanian yang dihadapinya serta pemasaran produknya. Begitu pula dengan
para pembisnis membutuhkan informasi yang terkait dengan permasalahan bisnis serta customer yang
dilayaninya. Hampir semua sektor membutuhkan informasi dan informasi yang dibutuhkan sangat
beragam.

Seiring dengan perkembangan teknologi terutama internet, kita semakin dipermudah dalam
memperoleh informasi. Hanya saja dibutuhkan kejelian dalam memilih informasi yang kita butuhkan,
karena informasi yang kita dapat dari internet itu beragam dan banyak. Perpustakaan sebagai salah satu
lembaga penyedia dan pengelola informasi harus bisa menyediakan informasi yang diperlukan oleh
para penggunanya, baik yang tersedia diperpustakaan secara fisik maupun yang bisa diakses via
internet.

C. KEBERAGAMAN PENGGUNA PERPUSTAKAAN

Tujuan dari perpustakaan yaitu menyediakan kebutuhan informasi bagi penggunanya. Semua
tergantung dari lembaga induk yang membawahinya, misalnya perpustakaan perguruan tinggi berarti
perpustakaan tersebut harus menyediakan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh seluruh civitas
akademika di perguruan tinggi tersebut. Begitu pula dengan perpustakaan sekolah maupun
perpustakaan umum, harus menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya.

Pengguna perpustakaan, dimana dalam UU No. 43 tahun 2007 disebut sebagai pemustaka, dalam suatu
perpustakaan sangat beragam. Misalnya untuk perpustakaan perguruan tinggi, di sini yang dilayani
bukan hanya mahasiswa saja, namun juga dosen, staff dan karyawan, dan pengunjung dari luar. Untuk
itu pihak pustakawan harus memberikan pelayanan yang sesuai.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, maka berkembang pula sifat dan karakter para
pemustaka. Ada yang menuntut pelayanan serba cepat, ada yang lebih suka koleksi digital/elektronik,
ada pula yang masih tetap menyukai buku teks (teks books). Menurut Tapscott (2009), menjelaskan
bahwa ada beberapa kategori generasi dan demografi akibat dari pengaruh teknologi informasi
terutama di Amerika Serikat. Kategori tersebut yaitu:

1. Generasi Baby Boom (1946-1964; setelah perang dunia, jumlah bayi melonjak drastis; kehidupannya
dipengaruhi tivi)

2. Generasi X (1965-1976; jumlah bayi agak menurun; setelah bayi dewasa sulit cari kerja karena hampir
semua pekerjaan sudah diambil kakak-kakaknya; dipengaruhi tivi dan internet).
3. Generasi Net/ Generasi Z (1977-1997; waktu tumbuh dewasa, teknologi internet sudah menjadi
bagian hidupnya).

4. Generasi Kemudian/Next Generation (1998-sekarang), kita belum tahu karakternya setelah dewasa
nanti.

Hal ini sedikit berbeda dengan perkembangan masyarakat di Indonesia. Perkembangan masyarakat di
Indonesia tidak merata dan internet mulai masuk di Indonesia dan meluas tahun 1995an. Menurut
Djunaedi (2013), perkembangan generasi di Indonesia sebagai berikut:

a. Generasi Baby Boom; ada, meskipin tidak merata yaitu tahun 1950-1975an.

b. Generasi X; ada juga, meskipun tidak merata yaitu tahun 1975-1993an.

c. Generasi Net/ Net Gen/Generasi Z; ada juga, meskipun tidak merata yaitu 1994-sekarang.

d. Generasi kemudian/next generation

Sebagai pustakawan kita harus paham tentang perbedaan antar generasi ini, karena setiap generasi
punya karakter sendiri-sendiri terutama dalam hal pelayanan. Karakter generasi Baby boom tentu
berbeda dengan generasi NetGen. Menurut Tapscott (2009:34-36 dan 73-96), ada delapan karakter
NetGen, yaitu:

a) Mereka menginginkan kebebasan: bebas memilih sampai bebas berekspresi.

b) Mereka suka merubah yang sudah standar untuk disesuaikan dengan dirinya (customize, personalize)

c) Mereka suka mengkaji sesuatu dengan seksama, tidak mudah menerima begitu saja.

d) Mereka menekankan pada kejujuran dan keterbukaan dari perusahaan yang menawari mereka
produk atau pekerjaan.
e) Mereka mencampur “rekreasi” sambil bekerja, atau sebaliknya bekerja sambil rekreasi, dimana saja,
kapan saja.

f) Mereka generasi yang terbiasa berkolaborasi dan bersilaturahmi, berjejaring.

g) Mereka menginginkan kecepatan (tidak hanya di videogame).

h) Mereka adalah inovator (berdasar informasi dan pengetahuan yg melimpah di internet).

Generasi NetGen sering juga disebut generasi Z, di mana generasi ini lahir di saat teknologi informasi
dan komunikasi berkembang dengan pesat. Mahasiswa sekarang ini banyak yang tergolong generasi ini,
di mana teknologi telah menjadi bagian hidup mereka. Dapat dikatakan NetGen ini sangat bergantung
dengan teknologi, karena mereka merupakan penduduk asli dunia digital/digital natives. Generasi ini
juga menuntut semuanya serba cepat alias instan dalam berbagai hal.

Dengan melihat karakter pemustaka yang seperti ini perpustakaan harus tanggap, apalagi dengan
perkembangan teknologi yang begitu cepat. Pengguna perpustakaan perguruan tinggi rata-rata
mahasiswa yang kebanyakan tergolong generasi NetGen, untuk itu perpustakaan harus berbenah diri.
Perpustakaan dituntut harus mampu melayani semua kalangan yang membutuhkan informasi, namun
untuk generasi NetGen perpustakaan harus meningkatkan pelayananya, dari yang semula manual kini
harus berbasis teknologi. Dari yang semula internal akses kini harus eksternal akses, sehingga
masyarakat mengguna semakin mudah dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Hal ini
dilakukan juga untuk tetap mempertahankan eksistensi perpustakaan sendiri di tengah maraknya
lembaga penyedia informasi lain, jika perpustakaan tidak mengikuti arus pengguna maka perpustakaan
tersebut akan ditinggalkan oleh para penggunanya.

D. KONSEP PERPUSTAKAAN MASA KINI

Berdasarkan UU No. 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan menyebutkan bahwa perpustakaan adalah
institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan
sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan
rekreasi para pemustaka. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa perpustakaan merupakan salah
satu lembaga penyedia informasi yang diperuntukan untuk para penggunanya, baik untuk keperluan
pendidikan, penelitian, maupun yang lainnya.
Perkembangan perpustakaan di era ini sangat cepat, sesuai dengan cirinya “Library is the growing
organism” (perpustakaan merupakan organisasi yang berkembang). Perkembangan ini tentunya tidak
bisa lepas kaitanya dengan teknologi informasi. Munculnya teknologi Informasi di dunia perpustakaan
menjadi langkah awal menuju reformasi dunia perpustakaan sendiri. Perpustakaan yang dulunya serba
manual (segala kebutuhan pemustaka dilayani oleh pustakawan), di mana katalogisasi sebagai tulang
pokok kualitas pelayanan perpustakaan. Kini perpustakaan harus berganti arah yaitu pelayanan yang
berbasis teknologi informasi.

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, perpustakaan dituntut untuk
lebih aktif, dinamis, cepat, tepat dan akurat dalam segala hal baik dalam pelayanan maupun
penelusuran sumber informasi. Hal ini dilakukan untuk menghadapi net generasi yang menuntut
pelayanan yang serba cepat dan lebih aktif. Selain itu, penyesuaian ini dilakukan untuk
mempertahankan eksistensi perpustakaan di tengah maraknya lembaga lain yang bidangnya
menyerupai perpustakaan.

Dalam layanan informasi perpustakaan, semula pengguna hanya dapat menemukan informasi yang ada
di perpustakaan tersebut secara manual, kemudian berkembang dengan memanfaatkan komputer dan
intranet dapat ditelusur melalui OPAC, dan berkembang lagi dapat diakses melalui internet atau yang
sekarang dikenal dengan istilah Library 1.0. Dengan cara ini pemakai sudah banyak yang terpuaskan
karena dapat dengan cepat menemukan informasi yang mereka butuhkan.

Kemudian muncul yang namanya library 2.0 yang sebenarnya berawal dari web 2.0. Web 2.0 sendiri
pada dasarnya merupakan istilah pemasaran yang diperkenalkan oleh penggiat internet (komersial dan
nonkomersial) untuk menandai tren dan pola penyebaran informasi yang terjadi beberapa tahun
belakangan ini. Inti dari library 2.0 adalah perubahan orientasi kepada pemakai. Yaitu suatu model yang
menganjurkan perubahan yang beralasan dan terus menerus, dengan mengundang partisipasi pemakai
dalam mengkreasikan layanan, baik secara fisik maupun maya sesuai dengan keinginan mereka, yang
didukung oleh evaluasi layanan secara konsisten. Layanan tersebut juga berusaha untuk mendapatkan
pengguna baru dan layanan yang lebih baik dan terbaru melalui penawaran pengembangan kepada
pemakai. Setiap komponen berusaha sendiri untuk meningkatkan layanan yang lebih baik kepada
pengguna.

Sejalan dengan perkembangan teknologi dan hadirnya jaringan internet di Indonesia, perpustakaan
menghadapi tantangan yang semakin berat. Seakan internet menjadi pesaing dunia perpustakaan.
Melalui internet kita bisa mengakses informasi dalam bentuk teks, gambar, audio maupun video, yang
bisa diakses di manapun kita berada. Bahkan akhir-akhir ini banyak ebook yang secara gratis bisa di
akses melalui internet. Kebanyakan orang bahkan lebih suka memanfaatkan internet dari rumah dari
pada harus datang ke perpustakaan. Melihat kondisi ini, perpustakaan harus mulai berbenah, agar tetap
eksis. Konsep library 2.0 kini sudah mulai ditinggalkan. Kini munculah istilah baru yang dinamakan library
3.0. Konsep ini memang belum terlalu dikenal di Indonesia, namun sudah banyak diterapkan di dunia
internasional. konsep library 3.0 merupakan tranformasi lanjutan setelah konsep library 2.0. Dengan
tranformasi web yang akan berciri semantik serta ontologi maka web juga berkembang menjadi
Web.3.0. Melalui web Semantic ini, berbagai perangkat lunak akan mampu mencari, membagi, dan
mengintegrasi informasi dengan cara yang lebih mudah. Layanan opac di konsep one stop service.
Virtual Reference Service untuk melayani pengguna yang jauh dari perpustakaan. GeoTagging ini
membantu pengguna untuk menemukan informasi spesifik yang terletak di lokasi tertentu. Ontologies
adalah teknik untuk memberikan hubungan semantik kaya antara istilah dan pikiran pengetahuan.
Ubiquitous contents, konsep ini mengarah pada berbagai bentuk informasi dapat diakses dimana saja
tanpa terbatas waktu dan dapat mengggunakan perangkat apa saja. Menurut Ida dalam Keswara
(2013), konsep perpustakaan 3.0 ini merupakan interaksi antara user dan perpustakaan secara online,
termasuk dalam berjejaring dan terkoneksi antarperpustakaan sehingga semua informasi dapat diakses
tanpa harus menunggu pustakawan dan perpustakaan sebagai pusat informasi juga wajib berkembang
seiring perkembangan teknologi informasi (TI).

E. TANTANGAN YANG DIHADAPI PERPUSTAKAAN

Perkembangan teknologi informasi berpengaruh pada perilaku pengguna perpustakaan. Seiring dengan
perubahan perilaku pengguna, perpustakaan sebisa mungkin harus bisa mengikuti arus dari pengguna,
agar perpustakaan tidak ditinggalkan nantinya. Perpustakaan dikatakan berhasil, mana kala
perpustakaan itu mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya. Pengguna potensial perpustakaan,
terutama perpustakaan perguruan tinggi adalah NetGen/generasi Z, yang dalam layanan selalu
menuntut kecepatan, ketepatan, dan wujudnya kebanyakan digital. Melihat kondisi seperti ini,
perpustakaan harus tanggap baik untuk peningkatan layanan, maupun fasilitas yang dibutuhkan
pengguna.

Perkembangan komputer semakin canggih, bahkan akhir-akhir ini muncul yang namanya ipad, tablet,
handpone cerdik, dan sejenisnya. Teknologi ini semakin memudahkan seseorang dalam mengakses
informasi. Perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi setidaknya harus mampu mengimbangi
teknologi seperti ini, agar kiprahnya tidak semakin tergeser. Penggunaan teknologi informasi di
perpustakaan merupakan salah satu alternatif bagi pihak perpustakaan. Informasi yang disediakan
perpustakaan harus mudah diakses, baik dari perpustakaan sendiri maupun dari manapun kita berada.
Perpustakaan, terutama di Indonesia sebaiknya mulai mengarah ke library 3.0, sebuah konsep yang
sudah berjalan di luar negeri. Dalam konsep ini terdapat web semantic, yang melalui web ini berbagai
perangkat lunak akan mampu mencari, membagi, dan mengintegrasi informasi dengan cara yang lebih
mudah. Hal ini di samping untuk memberikan pelayanan terhadap NetGen, juga sebagai bentuk
perwujudan pemanfaatan teknologi di perpustakaan.

Peningkatan layanan perpustakaan, sudah menjadi kewajiban dari setiap perpustakaan. Untuk
menghadapi NetGen selain menerapkan konsep library 3.0, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan
perpustakaan, yaitu:
1. Optimasi sistem automasi perpustakaan dan pengembangan perpustakaan digital.

2. Mulai memperhatikan pengadaan sumber elektronik atau koleksi digital

3. Peningkatan pengetahuan, keterampilan hard skills dan soft skills pustakawan

4. Peningkatan fasilitas bagi generasi digital seperti, colokan listrik, wifi/hotspot, kecepatan data
internet, perabotan yang informal dan santai, fasilitas audio video.

5. Dalam mendesain penataan ruangan hendaknya memberikan ruang lebih bagi pemustaka agar dapat
saling berinteraksi dan kolaborasi.

Menurut Wulansari (2011) strategi pelayanan perpustakaan juga harus dikembangkan, karena NetGen
menuntut pelayanan yang cepat dan mudah, biasanya mereka menyukai sesuatu yang bisa diakses
secara online. Beberapa strategi pelayanan yang bisa diterapkan, antara lain:

1. Net generation merupakan pengguna yang cerdas dan mandiri dalam menggunakan teknologi
informasi. Layanan perpustakaan harus mempertimbangkan hal ini.

2. Menyediakan layanan perpustakaan yang dapat diakses melalui mobile phone, misalnya pertanyaan
sederhana tentang jam layanan perpustakaan, memesan project room, dll.

3. Layanan informasi dan referensi melalui chatting, bukan email saja. Net generation merupakan
pengguna yang multitasking, jadi mereka dapat bertanya dan menunggu jawaban dari pustakawan
sambil mengerjakan aktifitas yang lain.

4. Mengembangkan program literasi informasi melalui tutorial, latihan, dan panduan yang mudah
dipahami oleh pengguna dengan permainan yang interaktif dan menarik. Net generation merupakan
pengguna yang cerdas dan terampil dalam menggunakan teknologi informasi. Namun mereka tetap
membutuhkan arahan dari pendidik (dalam hal ini dosen dan pustakawan) agar tidak tenggelam dalam
hal-hal yang bersifat non-edukatif, tetapi juga dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk keperluan
akademisnya, dengan memanfaatkan sumber informasi yang berkualitas dapat dipertanggungjawabkan
dan memanfaatkannya secara etis.
Dalam meningkatkan layanan perpustakaan, tentu tidak dapat lepas dengan peran pustakawan. Dalam
hal pustakawan juga harus meningkatkan kinerjanya, agar mampu memberikan layanan yang maksimal.
Dengan penerapan konsep library 3.0 Pustakawan dituntut harus proaktif terhadap penggunaan alat dan
teknologi terbaru untuk menciptakan sistem perpustakaan virtual. Menurut Shapiro dan Hughes dalam
Pendit (2007), ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki pustakawan dalam era digitalisasi yaitu:

a. Tool literacy, yaitu kemampuan memahami dan menggunakan alat teknologi informasi, baik secara
konseptual maupun praktikal, keteranpilan pmenggunakan perangkat lunak, perangkat keras,
multimedia, dsbnya.

b. Resource literacy, yaitu kemampuan memahami bentuk, format, lokasi, dan cara mendapatkan
informasi terutama dari jaringan informasi yang selalu berkembang.

c. Social-structural literacy, pemahaman yang benar bagaimana informasi dihasilkan oleh berbagai pihak
dalam masyarakat.

d. Reserach literacy, kemampuan menggunakan peralatan berbasis teknologi informasi sebagai alat riset

e. Publishing literacy, kemampuan menerbitkan informasi dan ide ilmiah pada kalagan luas dengan
memanfaatkan komputer dan internet

f. Emerging technology literacy, kemampuan terus menerus menyesuikan diri dengan perkembangan
teknologi dan bersama komunitasnya menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi untuk
kepentingan pengembangan ilmu.

g. Critical literacy, kemamuan mengevaluasi sercara kritis terhadap untung ruginya menggunakan
teknologi telematikan dalam kegiatan ilmiah.

Dengan kolaborasi yang bagus antara perpustakaan, pustakawan, sistem serta konsep sebuah
perpustakaan, diharapkan perpustakaan akan lebih disegani oleh masyarakat pengguna sehingga
perpustakaan nantinya diharapkan benar-benar menjadi pusat informasi dari segala penjuru.

F. SIMPULAN
Terkait dengan perkembangan teknologi informasi, berkembang pula pola perilaku masyarakat.
Masyarakat di era ini lebih memandang informasi sebagai kebutuhan. Informasi tersebar dimana-mana
baik melalui media internet, buku, televisi, maupun radio. Pengaksesan informasi sekarang ini lebih
mudah, dengan bantuan hand phone pintar, ipad, tablet, maupu komputer kita sudah bisa mengakses
informasi.

Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi, harus paham mengenai masyarakat pengguna yang
dilayaninya, terutama dengan kehadiran NetGen. Perpustakaan harus meningkatkan strategi
pelayananya agar kiprah perpustakaan tidak tergantikan dengan lembaga penyedia informasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdibud. 2008. “Undang-Undang Republik Indonesia No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan” dalam
http://kelembagaanfiles.pnri.go.id/pdf/about_us/official_archives/public/normal/
UU_43_2007_perpustakaan.pdf diakses Rabu, 23 Februari 2012 pukul 11.24 WIB.

Djunaedi, Achmad.2013. Memahami Perbedaan Karakteristik Antar Generasi. MIP: Bahan kuliah Isu-Isu
Kontemporer.

Keswara, Ratih. 2013. “Perpustakaan 3.0 solusi kurangnya pustakawan”.


http://nasional.sindonews.com/read/2013/09/06/15/780186/perpustakaan-3-0-solusi-kurangnya-
pustakawan.

Pendit, Putu laksman. 2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta:
Sagung Seto.

Prasetiawan, Imam Budi. 2011.Keberaksaraan Informasi (Information Literacy) bagi SDM Pengelola
Perpustakaan di Era Keterbukaan Informasi. Jakarta: Pelatihan Penmgelola Perpustakaan di lingkungan
Kementrian Perindustrian.

Pram .2012. “Era keterbukaan informasi dan plagiarisme Sebuah pandangan dari pustakawan”, di unduh
dari http://pram-perpus.blogspot.com/2012/01/era-keterbukaan-informasi-dan.html diakses Jumat, 23
Mei 2014 pukul 12.35 WIB.
Priyatma, Johanes Eka. 2014. Perpustakaan 3.0 Perpustakaan Masa Depan dan Masa Depan
Perpustakaan. Yogyakarta: Seminar Tantangan Perpustakaan di Era Digital (Digital Natives go to the
Libraries: a Challenge) Universitas Sanata Dharma.

Sismalib. 2013. “Tantangan dan Strategi Perpustakaan Dalam Penyediaan Layanan Bagi Generasi Digital”
di unduh dari http://sismalib.wordpress.com/2013/06/23/tantangan-dan-strategi-perpustakaan-dalam-
penyediaan-layanan-bagi-generasi-digital/ di akses Jumat, 23 Mei 2014 pukul 12.36 WIB.

Setiyaningsih, Heni. Library 3.0: Konsep Masa Kini, diunduh dari


http://henisetiyaningsih.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses Senin 26 Mei
2014 Pukul 09.12 WIB

Suwanto, Sri Ati . “Layanan perpustakaan elektronik dengan konsep Library 2.0”.
/repository.petra.ac.id/15260/1/net_generation1.pdf Jumat, 23 Mei 2014 pukul 12.45 WIB.

Tapscott, Don. 2009. Grown Up Digital, di unduh dari http://dontapscott.com/books/grown-up-digital/


di akses Senin, 26 Mei 2014.

Wulansari, Diah. 2011. “Mengembangan Perpustakaan Sejalan Dengan Kebutuhan Net Generation” di
unduh dari digilib. undip.ac.id/index.php/component/content/article/38-lain/artikel/55-
mengembangan-perpustakaan-sejalan-dengan-kebutuhan-net-go diakses Jumat, 23 Mei 2014 pukul
12.350 WIB

http://perpusnas.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=333

Majalah : Visi Pustaka

Edisi : Vol.16 No.2 - Agustus 2014

Judul :

Perpustakaan Di Era Keterbukaan Informasi: Sebuah Tantangan Yang Harus Dihadapi

Anda mungkin juga menyukai