Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SYOK KARDIOGENIK

Dosen Pengampuh :

Ns. Siti Khoiroh M, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aditya Saputra (201110241118)


Durotul Faridah (2011102411104)
Maaratus Solekha (2011102411084)
Mohammad Rizky M. (2011102411123)
Mutiara Septiani ( 2011102411073)
Hesti Arum W. (2011102411134)
Nur Asirah (2011102411057)
Tri Wulandari (2011102411189)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
(SYOK KARDIOGENIK)

1. Pengertian
Syok kardiogenik adalah suatu kondisi dimana jantung secara tiba-tiba tidak mampu
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini merupakan
kegawatdaruratan medis dan memerlukan penanganan secara cepat. Penyebab paling umum syok
kardiogenik adalah kerusakan otot jantung akibat serangan jantung. Namun, tidak semua pasien
dengan serangan jantung akan mengalami syok kardiogenik. Rata-rata, sekitar 7% pasien dengan
serangan jantung akan mengalami kondisi ini (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
Syok merupakan sindroma klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan manifestasi hemodinamika yang bervariasi, tetapi petunjuk yang umum adalah tidak
memadainya perfusi jaringan ketika ketidakmampuan jantung untuk memompa darah mengalami
kerusakan (Muttaqin, 2010).
Syok kardiogenik merupakan keadaan gawat darurat jantung yang menuntut
penatalaksanaan cepat dan tepat. Syok ini dapat timbul akibat infak miokard akut (IMA) atau
sebagai fase terminal beberapa penyakit jantung lainnya. Syok kardiogenik adalah kelainan
jantung primer yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak cukup untuk mendistribusi bahan-
bahan makanan dan pengambilan sisa-sisa metabolik tubuh. Darisegi hemodinamik ayok
kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan hal-hal berikut:
a. Tekanan arterial sistolik < 90 mmHg (hipotensi absolut) atau paling tidak 60 mmHg dibaah
tekanan basal (hipotensi relatif).
b. Gangguan aliran darah ke organ-organ penting (kesadaran menurun, vasokonstriksi perifer,
oliguria (urine < 30 ml/jam).
c. Tidak adanya gangguan pre-load atau proses non-miokardial sebagai etiologi syok (artimia,
asidosid atau antidepresan jantung secara farmakologik maupun fisiologik).
Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik (Bakta dan Suastika,
1999 dalam Mayoclinic, 2014

2. Klasifikasi
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart

Association (NYHA), sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Klasifikasi Fungsional gagal jantung


Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak
Kelas 1 menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau
keletihan berlebihan
Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
Kelas 2 beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan
keletihan dan palpitasi.
Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa
Kelas 3 nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang
kurang dari biasa dapat menimbulkan gejala.
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman : gejala gagal jantung
Kelas 4 kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktifitas fisik apapun.
Sumber : (Aspiani,2016)

3. Etiologi

Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :


(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic
overload).
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)

Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, gagal


jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun .
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium
menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding
yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik
dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan
(after load)
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

1. Manifestasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen
yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop
ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal (PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah menjadi
batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala- gejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis,
kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.

b. Gagal Jantung Kanan


Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena dihepar.
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan

2. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga
terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat
mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh
untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan
hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan
kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja
jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard)
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling
sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan
edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan
3. Pathway

Sumber : (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan


Indonesia dalam (PPNI,2017)

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :
o Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler,

penyimpangan aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi


atrial.

o Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan

untuk menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi

sebelummnya.

o Ekokardiografi

 Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi

volume balik dan kelainan regional, model M paling

sering diapakai dan ditanyakan bersama EKG)

 Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

 Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan

pendekatan transesofageal terhadap jantung)

o Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis

katup atau insufisiensi

o Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung.

Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau

perubahan dalam pembuluh darah abnormal


o Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan

cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik

o Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama

jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.

o Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan

alkalosis respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan

peningkatan PCO2 (akhir)

o Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan

BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik

BUN dan kreatinin merupakan indikasi

 Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid


sebagai pencetus gagal jantung.

5. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :

a. Terapi farmakologi :

Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin

converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker

(ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia

pada pasien dengan keluhan konstipasi. Obat-obatan untuk mengatasi syok

kardiogenik bekerja untuk meningkatkan aliran datrah ke jantungg dan

meningkatkan daya pompa jantung, antara lain (Mayoclinic, 2014):


 Aspirin
Aspirin dapat menurunkan proses pembentukan blood clot dan membantu menjaga
aliran darah.
 Agen trombolitik
Ageen trombolitik akan menghancurkan blood clot yang menyumbat aliran darah ke
jatung. Semakin cepat pasien mendapatkan agen trombolitik, maka semakin besar pula
kesempatan hidupnya. Trombolitik akan diberikan jika emergency cardiac
catheterization tidak tersedia.
 Superaspirin
Obat ini akan mencegah permbentukan blood clot, misalnya clopidogrel oral, platelet
glycoprotein Iib/IIIa receptor blocker.
 Antikoagulan
Oat-obatan ini misalnya heparin, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya blood
clot. Heparin dberikan secara IV atau injeksi yang diberikan selama beberapa hari
pertama setelah serangan jantung.
 Agen inotropik
a. Penatalaksanaan dengan Peralatan Medis
 Intra-aortic ballon pump (IABP)
IABP menggunakan counterpilsation internal untuk menguatkan kerja
pemompaan jantugn dengan cara pengembangan dan penegmpisan balon secara teratur
yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol
yang seirama dengan aktivtas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga
sangat penting untk menentukan status sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selama fase diastole ventrikel dan diempiskan selama sistole
dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan
diastole, yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteri kotronaria dan jantung. IABP
dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban ekrja ventrikel kiri
(Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Muttaqin 2010).
 Left ventricular assist device (LVAD)
Alat ini merupakan pompa yang dioperasikan dengan baterai yang akan
menggantikan fungsi pompa jantung. LVAD membantu jantung memompa darah ke
tubuh. Alat ini digunkaan jika terjadi kerusakan di ventrikle kiri (National Heart,
Lung, and Blood Institute, 2011).
b. Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan jika obat-obatan dan penggunaan lat bantu medis tidak bisa
mengatasi syok kardiogenik. Prosedur bedah akan megembalikan aliran darah dan
memperbaiki kerusakan jantung. Prosedur bedah yang dilakukan dalam 6 jam setelah
onset terjadinya tanda gejala syok akan meningkatkan harapan hisup lebih besar. Tipe
prosedur bedah yang digunakan antara lain:
 Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent
PCI yang juga dikenal dengan nama coronary angiplasty, merupakan prosedur yang
digunakan untuk membuka arteri koroner yang mengalami obstruksi. Kemudian pada
saat itu juga digunakan stent yang berfungsi untuk menjaga arteri koroner tetap
terbuka selama prosedur PCI.
 Coronary artery bypass grafting
Pada prosedur ini, arteri dan vena yang berasal dari baggian tubuh lainnya digunakan
untukmembuat jalan pintas pada arteri kornaria. Kemudian akan terbentuk sebuah
jalan baru untuk memberikan perfusi ke jantung.
 Pembedahan untuk memperbaiki katup jantung
 Pembedahan untuk memeprbaiki ruptur septal (didning antar ventrikel)
 Transplantasi jantung
Pembedahan jenis ini jarang dilakukan dalam keadaan emergensi seperti ini. Tindakan
ini direkomendasikan jika ini merupakan jalan yang paling baik untuk meningkatkan
harapan hisup pasien (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Data demografi
Nama Pasien : Tn.A No.Registrasi : 01103
Tanggal MRS : 28.09.2021 Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 16.05.1985 Agama : Islam
Alamat : jl.Cendana Gg.15
Pendidikan : SMP Suku : Jawa
Setatus Perkawinan : Sudah menikah Pengkajian :
Penangung Jawab : Ny.B No.telp : 085240415810
Diagnosa Medis : CHF Jaminan : BPJS
Tanggal Pengkajian : 29.09.2021

II. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan utama
a. Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit
Sesak Nafas dan Kelemahan saat Beraktivitas
b. Keluhan utana saat pengkajian Sesak Nafas dan Kelemahan saat
Beraktivitas
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat.
b. Quality of pain : kelemahan dalam melakukan aktivitas, setiap melakukan
aktivitas agak berat klien merasakan sesak napas
c. Region radiation, relief
d. Severity (scale) of pain: klien tidak dapat melakukan aktivitas terlalu
berat sehari-hari.
e. Time: keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama
timbulnya (durasi) satu jam setelah beraktivitas agak berat.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kelien pernah mengkonsumsi obat antiHipertensi
4. Riwayat keluarga
Penyakit jantung dialami oleh ibu

III. Tanda-tanda vital


TD :150/90mmHg
N :118x/menit
RR :30x/menit
S :36,8C
SPO2 : 99%
IV. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea noktural
paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
2) Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan yang
menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan klien.
Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan
oleh dispnea.
3) Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang berhubungan dengan
kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus menetukan apakah ortopnea benar-benar
berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien. Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan
tiga bantal saat tidur. Tetapi, perawat harus menenyakan alasan klien tidur dengan
menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena
menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat dianggap sebagai ortopnea.
4) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal yang sering
terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi
biasanya kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial
dan berhubungan dengan peningkatan produksi mukus.
5) Edema pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan dengan
kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan
yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30
mmHg). Pada tekanan ini, terdapat transduksi cairan ke dalam alveoli, yang sebaliknya
menurunkan tersediannya area untuk transport normal oksigen dan karbondioksida masuk
dan keluar dari darah dalam kapiler pulmonar. Edema pulmonal akut dicirikan oleh
dispnea hebat, batuk, ortopnea, ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi
pernapasan, sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah, dan berbusa
dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani.
B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya
edema ekstermitas
2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume sekucup. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal
jantung adalah kelainan katup
4) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali)
5) Penurunan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti vascular
pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang
berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah
lelah, apatis letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, atau penurunan toleransi
latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien. curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan
utama klien.Namun, gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi,
neurosis atau keluhan fungsional.
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan vertikel kiri yang dapat dikenali
dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dan crakles
pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti konstraksi
atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan dengan tepat
pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung petama (S1) dan tidak
selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi bunyi jantung pertama (S1) dan
tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan
adanya penurunan complains (peningkatan kekakuan) miokardium.Bunyi S4 umumnya
ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut. S3 terdengar pada awak diastolik
setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif
yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang diletakkan
tepat apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir
ekspirasi. Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal vertikel kiri. Sebelum crackles ditetapkan
sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam yang
bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada
di bawah diafragma.
7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap
stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien
dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan
pompa meliputi konstraksi atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut
vertikel prematur. Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya
untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya, kemudian terapi dapat
direncanakan dan diberikan dengan tepat.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila vertikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi ruang,
peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir vertikel kanan, tahanan untuk
mengisi vertikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan
ini sebaiknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan peningkatan
pada tekanan vena jugularis. Klien diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dengan
kepala tempat tidur ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, kolom darah di vena-vena
jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di
atas batas atas klavikula, namun pada klien gagal vertikel kanan akan tampak sangat jelas
dan berkisar 1 sampai 2 cm.
9) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri menimbulkan
tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah
dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak
pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan
kadar hemoglobin yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan nadi.
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang cepat
dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respons terhadap
perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bemakna dari curah sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik), sehingga menghasilkan denyut yang lemah atau theready pulse. Hipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri
yang berat dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan kekuatan denyut arteri). Pulsus
alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi
denyut ke denyut pada curah sekuncup.
B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang parah.
B5 (Bowel)
1) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh
portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi
yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafargma dan distress pernapasan.
2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen.
B6 (Bone) 1) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung ditandai dengan gagal
vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia yang menghabiskan waktu mereka untuk
duduk di kursi dengan kaki tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan
subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin penyakit vena pimer seperti
varikositis, edema pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili faktor ini daripada
kegagalan ventrikel kanan. Bila edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan di
vertikel kanan, bergantung pada lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, edema akan
ditemukan secara primer pada pegelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas
tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian yang
bergantung adalah area sacrum. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema
ekstermitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan piting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta
kelemahan.Edema sakral sering jarang terjadi pada klien yang berbaring lama. Pitting
edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan
ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal 4,5 kg. 2) Mudah
lelah Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke
jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat
distress pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit atau anoreksia
V. Pemeriksaan Penunjang
- EKG
- LAB
- AGD
VI. Pengobatan/Teraphy
- Resep dokter

Analisa Data

No Data Problem
1 DS : - Pasien mengatakan Sesak Nafas Gangguan Pertukaran Gas b.d
- Pasien mengatakan Pusing Ketidakseimbangan Ventilasi Perpusi
- Pasien mengatakan (D0003)
Penglihatan agak kabur
DO : - Pasen terlihat Sesak
TD :150/90mmHg
N :118x/menit
RR :30x/menit
S :36,8C
Analisa gas darah :
PH : 7,478 (N:7,35-7,45)
pCO2 : 21,2 (35-45mmHg)
pO2 : 192,2 (90-100mmol/L)
HCO3- : 15,9 (22-26mmol/L)
BEecf : -7,8 ( (-2) – (+2)
SO2 : 99,6% (95-100%)
-Nafas Cuping Hidung

2 DS: Pasien mengatakan Sesak Nafas Pola Nafas Tidak efektif b.d Hambatan
DO: - Pasien terlhat Sesak Upaya Nafas (D0005)
- Pasien terlihat Gelisah
- Pasien terlihat kesulitan
Bernafas
TD :150/90mmHg
N :118x/menit
RR :30x/menit
S :36,8C
-Menggunakan otot bantu
nafas diafragma

3 DS: Pasien mengatakan takut Ansietas b.d Kurang Terpapar


penyakitnya tidak sembuh-sembuh Informasi (D0080)
DO: - Pasien terlihat gelisah
- Pasien terlihat cemas
- Pasien beranya-tanya tentang
penyakitnya

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


1. Gangguan Perkuran Gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi Perfusi ( D0005)
2. Pola Nafas Tidak efektif b.d Hambatan Upaya Nafas (D0003)
3. Ansietas b.d Kurang Terpapar Informasi (D0080)

Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1. Gangguan Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)
Pertukaran Gas b.d Setelah dilakukan tindakan 1.1 Monitor frekuensi irama,
Ketidakseimbangan keperawatan diharapkan kedalaman dan upaya nafas
Ventilasi Perpusi pertukaran gas meningkat. 1.2 Monitor pola nafas
( D0003) 1.3 Monitor kemampuan batuk
Kriterian hasil : efektif
(Pertukaran gas 1.4 Monitor nilai AGD
L.01003) 1.5 Monitor saturasi oksigen
1.6 Auskultasi bunyi nafas
1.Dipsnea menurun 2.bunyi
1.7 Dokumentasikan hasil
nafas tambahan menurun pemantauan
3.pola nafas membaik 1.8 Jelaskan tujuan dan
4. PCO2 dan O2 membaik prosedur pemantauan
1.9 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktifitas dan/atau tidur
2 Pola Nafas Tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 2.1 Monitor pola nafas
Hambatan Upaya keperawatan diharapkan pola (frekuensi, kedalaman, usaha
Nafas ( D0005) nafas membaik. nafas)
2.2 Monitor bunyi nafas
Kriteria hasil : tambahan (mis: gagling,
(pola nafas L.01004) mengi, Wheezing, ronkhi)
1. Frekuensi nafas dalam 2.3 Monitor sputum (jumlah,
rentang normal warna, aroma)
2. Tidak ada 2.4 Posisikan semi fowler atau
pengguanaan otot bantu fowler
pernafasan 2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
Pasien tidak menunjukkan
tanda dipsnea Kolaborasipemberian bronkodilato,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
3 Ansietas b.d Tujuan : (Terapi reduksi I.09314)
Kurang Terpapar setelah dilakukan tindakan 3.1 Identifikasi saat tingkat
Informasi ( D0080) keperawatan diharapkan ansietas berubah
tingkat ansietas menurun. 3.2 Pahami situasi yang
membuat ansietas
Kriterian hasil : (Tingkat 3.3 Dengarkan dengan penuh
ansietas L.09093) perhatian
1.Pasien mengatakan telah 3.4 Gunakan pendekatan yang
memahami penyakitnya teang dan meyakinkan
2.Pasien tampak tenang 3.5 Informasikan secara faktual
3.Pasien dapat beristirahat mengenai diagnosis,
dengan nyaman pengobatan, dan prognosis
3.6 Anjurkan keluarga untuk
tetap menemani pasien, jika
perlu
3.7 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

Implementasi

No Hari/Tgl/Jam Implementasi dan Evaluasi Proses Paraf


1. Kamis / 30.09.2021/ 1.1 Memonitor frekuensi,irama kedalaman dan
08.00 upaya nafas
DS : Klien mengatakan masih terasa sesak
DO: Irama Ireguler, kedalaman nafas masih
terasa dangkal

09.00 2.1 Memonitor pola nafas


RR : 29x/menit
09.20 1.5 Memonitor saturasi oksigen
SPO2 : 98%
10.00 2.4 Memposisikan semi fowler
DO : Klien terlihat lebih nyaman
10.20 3.3 Mendengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian
11.00
3.4 Menggunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
13.00
3.1 Mengidentifikasi tingkat ansietas

3.7 Menganjurkan pasien mengungkapkan


13.20 peraaan saat ini
DS : Klien mengatakan masih cemas akan
penyakit yang di derita
13.40 2.1 Memonitor Pola Nafas
RR : 29x/ menit

14.00 2.2 Memonitor bunti nafas tambahan


Ronchi (-) , Wheezing (-)

1.7 Mendokumentasikan hasil Pemantauan

2. Jumat/01.10.2021/ 1.4 Memonitor nilai AGD


08.00 PCO2 : 28,4 mmHg
PO2 : 162 mmol/L
HCO3 : 16,7 mmol/L
PH : 7,55
SPO2 : 99 %
09.00 2.1 Memonitor pola nafas
RR :26x/menit

10.00 2.4 Memposisikan semi fowler

10.30 2.2 Memonitor bunyi nafas tambahan


Ronchi (-) Wheezing (-)

11.00 3.3 Mendengarkan dengan penuh perhatian

12.00 3.5 Menganjurkan keluarga untuk tetap


menemani pasien

13.00 3.6 Menganjurkan pasien mengungkapkan


perasaan
DS : Saya mulai agak tenang , tetapi masih
memikirkan penyakit yang di derita

1.5 Memonitor Saturasi Oksigen


13.30
SPO2 : 99 %

1.7 Mendokumentasikan hasil pemantauan

3. Sabtu/02.10.2021/ 2.1 Memonitor pola nafas


08.00 RR : 24x/menit

09.00 2.4 Memposisikan semi fowler

09.30 2.2 Memonitor bunyi nafas tambahan


Ronchi (-)
Wheezing (-)

10.25 1.5 Memonitor satruasi oksigen


SPO2 : 99%
11.30 3.3 Mendengarkan dengan penuh perhatian
keluhan
Pasien
12.00 3.4 Menggunakan pendekatan yang tenang

1.1 Memonitor frekuensi irama kedalaman dan


13.00
upaya nafas
14.00
3.7 Menganjurkan keluarga untuk menemani
pasien
Evaluasi

No Hari/tgl/jam Diagnosa Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Minggu/03.10.2021 Gangguan Pertukaran S : Klien mengatakan masih terasa
Gas b.d sesak
Ketidakseimbangan O : - Klien terlihat sesak
Ventilasi Perfusi - Klien Terlihat lemah
(D0003) - Klien terlihat gelisah
Analisa Gas Darah :
pH : 7,598 ( N : 7,35-7,45)
PCO2 : 29,2 ( 35-45mmhg)
PO2 : 172,2 ( 90-100
mmol/L)
HCO3: 15,9 ( 22-26
mmol/L)
Beecf : -7,8 ((-2) – (+2)
S02 : 99 % ( 95-100%)
A: Masalah Gangguan Pertukaran
Gas teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

2. Minggu/03.10.2021/ Pola Nafas Tidak S : Klien mengatakan masih terasa


Efektif (D0005) sesak

O : Klien berakrivitas diatas tempat


tidur
TD : 140/80 mmHg
N : 105 x/menit
S : 36,5 oC
RR : 23x /menit

A : Pola Nafas Tidak Efektif


Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

3 Minggu/03.10.2021 Ansietas b.d kurang S: Kliem mengatakan sudah


terpapar informasi tenang , sudah dijelaskan dengan
(D0080) perawatnya
O : - Pasien terlihat tidak cemas
- Pasien terlihat lebih tenang
- Pasien sudah tidak
bertanya-Tanya lagi soal
penyakitnya
- Pasien lebih rileks
A: Ansietas teratasi
P: Pertahankan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai