Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT IPA

“METODE KONSEP SAINS, EKSPLANASI SAINS, DAN SAINS”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Ketut Mahardika, M. Si.

Oleh :
Muhammad Fiky Mayshandy (170210104033)
Nurswantari Putri Utami (170210104034)
Afina Aninnas (170210104044)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT. atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat
IPA dengan judul “Metode Konsep Sains, Eksplanasi Sains, dan Sains”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jember, 19 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul........................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Sistem pencernaan pada manusia dan fisiologi sistem pencernaan pada
manusia................................................................................................................3
2.2 Proses pencernaan makanan pada manusia..........................................................9
2.3 Metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak didalam sel..................................12
2.4 Pengendalian saraf pada proses pencernaan makanan.........................................14
2.5 Gangguan pada sistem pencernaan manusia........................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................23
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................23
3.2 Saran....................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara tentang filsafat ilmu, pasti akan menjumpai istilah epistimologi,
metode ilmiah, dan metode eksplanasi, sebab manusia tidak hanya memerlukan
kebutuhan pokok saja, Akan tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk
mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk
memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-
cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi
adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia
karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Dalam membahas tentang prinsip eksplanasi, prinsip eksplanasi sendiri
masih ada hubungannya dengan epistemologi atau filsafat. Karena epistemologi
Memiliki Beberapa metode terutama adalah metode ilmiah dan metode ekplanasi
yang didalamnya mencakup deduksi nomologis, induksi-statistik, dan kausal
mekanik.
Realisme ilmiah dimotivasi oleh keinginan untuk membuat klaim
tentang aspirasi ontologis sains dan pencapaian epistemiknya. Di sisi
ontologis, realis berpendapat bahwa setidaknya beberapa teori ilmiah
mencoba untuk memberikan gambaran tentang konstituen materi, entitas dan
kekuatan yang menghasilkan suatu fenomena proses alami. Ilmu
pengetahuan bukan hanya upaya sistematis untuk "menyelamatkan
fenomena".Namun juga suatu upaya filosofis yang dapat menggambarkan
struktur dan kekuatan di dunia dan menangkap hukum yang mengatur alam.
Manusia memiliki rasa ingin tahu tentang mengapa dan bagaimana suatu
fenomena alam dapat terjadi. Rasa ingin tahu tersebut yang mendorong
manusia untuk mencari penjelasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut.Eksplanasi adalah jawaban-jawaban yang diberikan untuk menjelaskan
suatu fenomena.
Eksplanasi menerangkan mengapa suatu fenomena terjadi. Eksplanasi
menunjukkan rangkaian sebab-akibat yang berakhir pada fenomena yang hendak
2

diterangkan. Proses eksplasai membutuhkan inferensi ilmiah. Inferensi ilmiah


adalah suatuproses pemerolehan kesimpulan yang logis berdasarkan satu atau
lebih proposisi yang relevan. Proposisi di sini adalah pernyataan-
pernyataan yang terbukti kebenarannya, sedangkan proposisi yang
digunakan untuk penarikan suatu kesimpulan disebut premis. Terdapat tiga
kategori dasar inferensi, yakni deduksi, induksi, dan abduksi. Fenomena sains
selalu menuntut eksplanasi ilmiah berdasarkan ilmu pengetahuan yang ada.
Pengetahuan berguna bagi perilaku seseorang dalam kehidupan atau lebih
dikenal dengan istilah “relevansi praktis”. Pengetahuan memiliki ruang lingkup
yang sangat luas: pengetahuan mengungkapkan sumber semua ilmu, ilmu
moralitas, keterampilan, hubungan manusia, cara untuk mendidik dan mengatur
manusia. Keunikan pendekatan ilmu-ilmu manusia terletak pada komitmen
mereka untuk menyelidiki suatu fenomena untuk tujuan praktis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian konsep sains?
1.2.2 Bagaimana pengertian eksplanasi sains?
1.2.3 Bagaimana pengertian sains?
1.2.4 Bagaimana metode konsep sains?
1.2.5 Bagaimana hubungan antara metode konsep sains, eksplanasi sains, dan
sains?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang konsep sains
1.3.2 Untuk mengetahui tentang eksplanasi sains
1.3.3 Untuk mengetahui tentang sains
1.3.4 Untuk mengetahui metode konsep sains
1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara metode konsep sains, eksplanasi sains,
dan sains

1.4 Manfaat
3

1.4.1 Untuk mahasiswa berguna untuk rujukan penyusunan makalah selanjutnya.


1.4.2 Untuk pembaca berguna untuk menambah wawasan pengetahuan tentang
hakikat manusia dalam berpikir.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Konsep Sains


Kata “sains” diadaptasi dari kata Inggris “science” yang sebenarnya
berasal dari bahasa latin “scientia” yang berarti mengetahui atau pengetahuan
(to know, knowledge) dan perkataan latin juga “scire” yang berarti belajar
(to learn). Dua istilah itu identik atau bisa diidentikkan dengan istilah Arab,
‘alima, ‘ilm (mengetahui, pengetahuan) dan thalab al’-ilm (belajar atau mencari
ilmu), yang dalam tradisi Islam, masih dibedakan dengan istilah idrak
(persepsi), yang ber-tumpu pada pencerapan inderawi dan ‘irfan (pengenalan),
yang bertumpu pada pengalaman spiritual, sebagaimana dalam tradisi sufi,1
sementara ‘ilm disebut sebagai pengetahuan yang bertumpu pada akal atau
gabungan antara akal dengan sensibilitas. Pengertian sains sebagai pengetahuan
atau sebagai bagian dari pengetahuan ini tampaknya merupakan pengertian
paling dasar, sehingga ciri-ciri dasar dari apa yang disebut pengetahuan melekat
pada sains, meski begitu sains mempunyai ciri-ciri khu-sus yang berbeda dengan
pengetahuan jenis yang lain.2 Selain itu pengertian sains sering dikaitkan dengan
ruang lingkup atau isu yang juga menjadi ciri khasnya, yaitu sebagai aktivitas
ilmiah, sebagai metodologi, dan sebagai disiplin ilmu.
2.2 Eksplanasi Sains
Terdapat 2 basis dasar eksplanasi yang ditawarkan iilmu alam (sains) dan
kemudian dibandingkan dengan model eksplanasi dan pemahaman yang dipakai
dalam ilmu sosial. Adapun tipe-tipe dasar eksplanasi dalam sains, yaitu:
a. Eksplanasi deduktif-nomologis
John Dewey mendeskripsikan pengamatan yang dia buat ketika mencuci piring,
dia mengambil sebuah gelas percobaan dari busa sabun dan meletakkan naik turun
di piring. Kemudian dia menyaksikan busa itu muncul dari bawah tepian piring
dan akhirnya kembali ke sisi dalam dari gelas percobaan. Mengapa bisa terjadi?
Ringksa eksplanasi dari Dewey ini membuktikan dalam perpindahan dari gelas
percobaan ke piring, udara dingin secara perlahan menghangat, yang berawal dari
busa panas. Pemanasan udara disertai dengan peningkatan tekanan udara dan
5

menghasilkan ekspansi lapisan bisa antara piring dan gelas uji. Secara perlahan,
gelas mendingin disertai dengan pendinginan udara di dalamnya, yang hasilnya
busa mengecil.
Catatan uji ini dapat dianggap sebagai argumen yang berdasar atas
peristiwa yang dapat dijelaskan oleh fakta-fakta hasil eksperimen. Secara garis
besar, ini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu fakta-fakta yang bersifat
khusus (gelas, piring dan busa) dan uniformitas yang direpresentasikan dalam
hukum-hukum umum (argumen tentang hukum gas dan hukum-hukum lain yang
merumuskan tentang perubahan panas antara benda dengan temperatura yang
berbeda , sifat elastis dari busa dsb.
Eksplanasi semacam ini juga dapat dianggap sebagai deductive
nomoligical character. Penjelasan tentang gambar pada cermin atau pelangi,
semua penjelasan ini dapat termasuk dibawah hukum refleksi atau refraksi.
Contoh hukum umum (general law) adalah “ketika logam dipanaskan dibawah
tekanan yang konstan maka volume akan bertambah”.
b. Eksplanasi probabilistik
Dalam eksplanasi ini, ada hukum-hukum umum yang dapat berlaku jika berada
dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh: kasus meredanya serangan demam alergi
dalam sebuah kasus dapat dikenali dan kemudian dijelaskan dengan mengacu
pada pemberian 8 miligram Chlortrimeton. Namun jika kita ingin
menghubungakan kejadian sebelumnya dengan explanandum dan kemudian untuk
memantapkan arti penting dari eksplanatory ini kemudian, kita tidak dapat
memunculkan sebuah hukum umum bahwa penggunaan 8 miligram antihistamin
itu selalu (pasti) akan menghambat serangan demam alergi. Kita hanya
mengemukakan hanya generalisasi kira-kira dari kejadian itu dimana penggunaan
obat kemungkinan besar (probabilitas tinggi) akan berdampak meredanya
serangan demam.
Ekplanasi probablilistik ini adalah nomological oleh karena ini
mensyaratkan adanya hukum umum, akan tetapi karena hukum umum ini lebih
bersifat statistik daripada sebuah kepastian yang universal, hasil dari argumen
ekplanatori lebih induktif daripada deduktif dalam karakter.
6

Oleh karena karakter iduktif inilah, ekpanasi probabilistik berbeda dari


nomological dalam beberapa penilaian penting. Hukum-hukum umum yang
berlaku dalam deductive nomological explanation itu dapat digunakan hanya atas
dasar sebuah serangkaian bukti yang terbatas yang dengan pasti tidak
membutuhkan verifikasi yang melelahkan namun hanya lebih kurang probabilitas
yang kuat tentang ini, oleh karena itu semua ilmu sains. Argumen ini gagal untuk
membedakan secaara tepat antara pernyataan yang dibuat oleh hukum dan tingkat
konfirmasi atau probabilitas yang ada pada bukti. Semua tembaga adalah
penghantar panas yang baik.
c. eksplanasi elliptik dan partial: eksplanasi singkat
Saat seorang ahli matematika membuktikan sebuah dalil, dia akan sering
meninggalkan (mengabaikan) proposisi-proposisi yang dia syaratkan dalam
argumennya, dan yang telah dia pilih sebagai persyaratan karena mereka telah
mengikuti sistem postulat yang berasal dari dalil-dalil yang telah mapan
sebalumnya, jika yang terakhir berbentuk hipotesis maka dia sekedar menduga
bahwa pembacanya akan mampu memberikan item-item yang hilang jika mereka
mengingnkan, Jika penilaian standar ideal, formulasi dari bukti itu adala elliptik
atau tidak lengkap namun berangkat dari idealisme.
Saat kita menjelaskan gumpalan mentega yang melelah karena kita
letakkan di wajan yang panas, atau pelangi yang muncul karena sinar matahari
direfelksikan dan direfraksikan oleh butiran air, kita bisa menawarkan sebuah
formulasi elliptic.
Seringkali terjadi dimana pernyataan yang ada di ekplanan hanya menjelaskan
sebagian ekplanandum. Sebagai contoh yang diambil dari Psychopathology of
Everydaylife dari Sigmund Freud: “pada selembar kertas terdapat catatan harian
singkat saya menemukan data yang tidak tepat, kamis, 20 oktober, terkurung
terkumpul dalam data bulan september.” Tidak sulit untuk menjelaskan harapan
ini sebagai ekspresi keinginan
d. ekplanasi nomologis
Beberapa eksplanasi sejarah berkarakter nomological, mereka bermaksud untuk
memperlihatkan fenomena ekplanandum hasil dari antesencen (faktor pendahulu)
7

dan -barangkali kondisi, hubungan-hubungan dan sangat mengandalkan


generalisasi yang relevan. Sebagai contoh: “ seiring dengan meningkatnya
aktivitas pemerintah, penduduk semakin berkembang- termasuk kepentingan-
kepentingan pribadi juga semakin bertambah, terkait dengan kelanjutan dan
ekspansi fungsi-fungsi pemerintah. Orang-orang yang memiliki pekerjaan tidak
suka kehilangan itu semua, mereka yang terbiasa dengan ketrampilan-ketrampilan
tertentu tidak terlalu senang dengan perubahan; mereka yang telah terbiasa dengan
praktek-praktek kekuasaan tidak suka untuk melepaskan kontrol (yang selama ini
mereka miliki). Oleh karena itu, pegawai pemerintah dan biro-biro tidak hanya
memperkuat posisi mereka terhadap serangan, namun juga mempeluas lingkup
operasional mereka.”
Generalisasi psikologi di atas secara eksplisit mengemukakan sebuah
keinginan yang masuk akal yang harus dipahami sebagai ekpresi, bukan
keseragaman, namun sebuah tendensi kuat, yang boleh jadi diformulasikan
dengan sebuah pernyataan kemungkinan sehingga ekplanasi yang disarankan ini
memiliki karakater probabilistik.
Generalisasi ini biasa dipakai sebagai dasar ekplanasi sejarah.
Bagaimanapun, sebagai sebuah aturan, generalisasi yang menjadi dasar sebuah
eksplanasi sejarah sebagian besar tetap tidak dapat ditentukan dan sebagian besar
catatan eksplanasi yang konkrit harus dikualifikasi sebagai ekplanasi parsial atau
eksplanasi ringkas. Sebagai contoh adalah tulisan Turner The Significance od the
Frontier in American History yang mempertahankan pendapat bahwa “hingga hari
ini, Sejarah Amerika sebagian besar adala tentang kolonisasi daerah Barat.”
Keberadaan daerah bebas, resesi yang berkelanjutan, dan munculnya kawasan
pemukiman di daerah Barat menjelaskan perkembangan Amerika. Kekhasan dari
lembaga Amerika adalah fakta bahwa mereka dipaksa untuk beradatasi dengan
perubahan yang berlangsung di seluruh benua, memenangkan pertempuran
melawan “keliaran” dan dalam setiap tahap kemajuan, kompleksitas kehidupan
kota , diluar dari kondisi ekonomi dan politik daerah frontier. Apa yang dia
kemukakan dalam thesisnya adalah Pedagang Indian di daerah Frontier dimana
pedagang Indian itu melewati Benua dengan waktu yang sangat cepat. Ekplanasi
8

terhadap kecepatan ini sebelumnya terjalin dengan efek dari pedagang pada
Indian. Pos-pos dagang dibiarkan (didiami) pada suku-suku tak bersenjata – atas
belas kasihan dari mereka yang membeli senjata, sebuah kebenaran yang oleh
Indian ditulis dalam bentuk darah, dan kemudian suku-suku yang jauh dan
terasing memberikan sambutan pada para pedagang. Di sini tidak diebtukan
adanya sebuah hukum-hukum umum namun jelas bahwa eksplanasi singkat ini
mengangkat fakta-fakta khusus seperti suku terasing dan jauh telah mendengar
kemujaraban dan kegunaan dari senjata api, dan di situ tidak ada pola kebudayaan
ata kelembagaan yang mencegah pemakaian senjata api oleh suku-suku tersebut;
namun sebagai tambahan, catatan-catatan ini juga bertumpu pada asumsi -
bagaimana umat manusia condong untuk berperilaku dalam situasi datangnya
bahaya dan kesempatan, yang diacu oleh Turner.
e. eksplanasi genetik
Dalam rangka untuk membuat kejadian dalam fenomena sejarah itu dapat
dipahami, seorang sejarahwan akan sering menawarkan sebuah eksplanasi genetik
yang bertujua memperlihatkan tahapan-tahapan pokok dalam sebuah rangkaian
peristiwa yang akan menjadi sebuah fenomena (yang dihadirkan kembali). Contoh
adalah karya dari H Boemer Luther and the Reformation, dimana dia
menerangkan bahwa hingga akhir abad ke-19, indulgences masih merupakan
suatu kuantitas yang belum diketahui, dalam pandangan para sarjana yang
menanyakan pada dirinya sendiri, darimana ini berasal? Jawaban diberikan oleh
Adol Gottlob yang memecahkan persoalan dengan menanyakan kepada dirinya
sendiri apa yang membuat Paus dan Uskup menawarkan indulgences? Sebagai
dampaknya, asal dan perkembangan dari kuantitas yang tidak diketahui semakin
terang dan keraguan – yang melekat pada makna asli, semakin menghilang
Asal dari indulgences harus dilacak sejak dari abad ke-9, saat Paus merasa
prihatin dengan peperangan meawan Islam. Para pejuang Muslim telah
diyakinkan oleh ajaran Islam bahwa jika merka terbunuh di peperangan maka ruh
mereka akan langsung masuk surga; namun para pejuang Kristen masih takut
bahwa dia masih bisa kalah (tersesat) jika belum memperoleh penebusan dosa.
Untuk menghapus keraguan tersebut, Paus Johanes VII pada tahun 877
9

menjanjikan adanya pengampunan dosa bagi para ksatria Salib yang terbunuh di
pertempuran. Keikutsertaan dalam Perang Salib sama dengan penebusan dosa,
remisi atas dosa akan diberikan sebagai imbalan atas ekspedisi melawan musuh
geraja. Oleh karena itu, dikenalkan indulgence Salib yang merupakan tanda remisi
terhadap dosa bagi semua yang ikut dalam perang agama. Pada era berikutnya
berkembang keyakinan bahwa siapapun yang mendapat indulgence tidak hanya
mendapat remisi atas segala dosa dari geraja namun juga terbebas dari api neraka.
Keuntungan dari indulgence ini kemudian berkembang pada siapapun yang secara
fisik tidak mampu berperang, bisa menyumbang dana yang diperlukan untuk
mengirimkan seorang prajurit di perang salib: pada tahun 1199 Paus Innocent III
memperkenalkan pembayaran uang sebagai jumlah kualifikasi untuk keuntungan
indulgences perang salib.
Saat perang salib usai, muncul cara baru untuk memperoleh dana melalui
indulgences. Ada sebuah lembaga yang disebut dengan jubilee indulgences untuk
memperingati setiap seratur tahun, demi keuntungan para peziarah yagn datang ke
Roma. Pada tahun 1300, indulgences ini telah menghasilkan banyak uang dan
interval jubilee ini diperpendek, tidak 100 namun menjadi 50, 33 bahkan 25
tahun. Dan pada sejak tahun 1393, jubilee indulgences tidak hanya dilakukan di
Rome namun juga dimana-mana di Eropa, melalui agen-agen khusus yang
diberdayakan untuk memberikanpengampunan dosa melalui pembayaran
sejumlah uang. Pada tahun 1477, deklarasi Sixtus VII mnyatakan indulgences
dapat membebaskan seseorng, bahkan orang yang sudah mati dari api neraka.
Catatan genetik semacam ini dapat memberikanpemahaman sebuah
fenomena sejarah. Dalam eksplanasi genetik, setiap tahap harus diperlihatkan
menuju ke berikutnya dan dengan demikian dikaitkan dengan tahap berkutnya
dengan sebuah prinsip-prinsip umum yang membuat (keterkaitan) tahap
berikutnya itu masuk akal.
f. eksplanasi oleh karena sebab-motiv
Jenis eksplanasi ini lebih sering dianggap sebagai sui generis, yaitu eksplanasi
dari aksi dalam pengertian aksi yang berdasar akal sehat, yang akan mencakup
10

ujung akhir yang akan digapai oleh seorang agen dan arah alternatif dari aksi yang
dia yakini terbuka kepadanya.
2.3 Metode Konsep Sains
Metode sains adalah cara untuk mendapatkan atau menemukan
pengetahuan yang benar danbersifat ilmiah. Metode sains mensyaratkan asas dan
prosedur tertentu yang disebut kegiatanilmiah.
Adapun langkah-langkah metode sains secara garis besar adalah:
(1) menemukan masalah dan merumuskan masalah
(2) mengumpulkan keterangan untuk memecahkan masalah
(3) menyusun dugaan atau hipotesa
(4) menguji dugaan dengan melakukan percobaan atau eksperimen
(5) menarik kesimpulan
(6) menguji kesimpulan dengan mengulang percobaan
2.4 Hubungan Antara Metode Konsep Sains, Eksplanasi Sains, dan Sains
11

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
12

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.


Mudhofir, A. 2005. Pengenalan Filsafat. Yogyakarta: Liberty.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Burnt
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai