Anda di halaman 1dari 9

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM HUKUM ACARA PIDANA

1. Tersangka/Terdakwa
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 ayat (14)
KUHAP). Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di
sidang pengadilan (Pasal 1 ayat (15) KUHAP).
Adapun yang menjadi hak-hak tersangka/terdakwa dalam hukum acara pidana,
terdapat dalam pasal 50-68 KUHAP :
a. hak untuk segera diperiksa, diajukan kepengadilan dan diadili (Pasal 50 ayat
(1), (2), dan (3) KUHAP)
b. hak untuk mengetahui dengan jelas dna bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan
b KUHAP)
c. hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim
(Pasal 52 KUHAP)
d. hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP)
e. hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
(Pasal 54 KUHAP)
f. hak untuk mendapatkan nasihat hukum dari penasihat hukum yang ditunjuk
oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi
tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-
cuma.
g. hak tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasl 57 ayat (2) KUHAP)
h. hak untuk diberitahu pada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan
tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau
jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga
(Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP)
i. hak untuk dikunjungi sanak keluarganya yang tidak ada hubungannya dengan
perkara tersangka/terdakwa (Pasal 61 KUHAP)
j. hak tersangka/terdakwa untuk berhubungan surat menyurat dengan penasihat
hukumnya (Pasal 62 KUHAP)
k. hak tersangka/terdakwa untuk menghubungi dan menerima kunjungan
rohaniawan (Pasal 63 KUHAP)
l. hak tersangka/terdakwa untuk mengajukan saksi/saksi ahli (Pasal 65
KUHAP)
m. hak tersangka/terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68 KUHAP)

2. Penyelidik dan Penyidik (Polisi)


 Penyelidik
Pengertian penyelidik terdapat dalam Pasal 1 angka 4 KUHAP
menyatakan bahwa, “penyelidik adalah pejabat polisi negara RI yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melaksanakan penyelidikan”. Jadi
setiap pejabat POLRI bisa melakukan penyelidikan, karena dasar hukumnya
pasal 1 angka 4 KUHAP.
Yang disebut sebagai pejabat POLRI (sebagai penyelidik) adalah pada
dasarnya anggota POLRI dari pangkat paling rendah (Bhayangkara II) sampai
pangkat jendral polisi (tertinggi). Dikatakan pada dasarnya karena bagi
anggota POLRI mulai dari pangkat tertentu yang akan ditetapkan kemudian
oleh UU sampai dengan pangkat Jendral polisi dia dinamakan “Penyidik”.
Berarti bagi anggota POLRI dari pangkat tertentu yang akan ditetapkan oleh
UU sampai dengan pangkat tertinggi mempunyai fungsi ganda yaitu seorang
penyidik pada suatu bisa juga berperan sebagai penyelidik karena lebih
kedalam soal kepangkatannya.
Sudah ada penyidik dan penyidik pembantu tapi masih ada penyelidik
karena ada dasar pertimbangannya :
a. Apabila nantinya ditetapkan sebagai penyidik, harus minimal
berpangkat perwira I dan bagi penyidik pembantu harus
berpangkat Bintara tinggi atau yang setingkat sedangkan di lain
pihak anggota POLRI yang memenuhi syarat kepangkatan sebagai
penyidik masih sangat terbatas.
b. Pada umumnya yang terjun kemasyarakatan untuk mencari dan
mengumpuljan informasi baik itu barang bukti, petunjuk saksi-
saksi dalam rangka membuat terang terjadinya suatu tindak pidana
pada umumnya dilakukan oleh Tamtama bukan perwira.
c. Semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat dan
terjaminnya perlindungan HAM maka dengan adanya tenaga
penyelidik ini sedini mungkin dapat dicegah dilakukannya
tindakan-tindakan memaksa seperti misalnya penangkapan,
penahanan, penggeledahan dsb, sebab kalau terjadi kekeliruan
tersebut aparat penegak hukum itu dimungkinkan untuk dipra
peradilankan.
Kewenangan penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP menyatakan
bahwa:
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 :
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
2. Mencari keterangan dan barang bukti;
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang
bertanggung jawab.
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penahanan;
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada
penyidik
(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b
kepada penyidik.
 Penyidik
Pengertian penyidik terdapat dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP
menyatakan bahwa, “penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik
Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Dengan demikian
yang berwenang melakukan penyidikan adalah :
 Pejabat polisi Negara Republik Indonesia Indonesia, atau
 Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Hal ini juga telah diatur dalam pasal 6 KUHAP yang menyatakan bahwa :
(1) Penyidik adalah :
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang


Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Bab II tentang
Syarat Kepangkatan dan Pengangkatan Penyidik, Pasal 2 ayat (1) menyatakan
bahwa :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan 11/b) atau yang
disamakan dengan itu.
PNS yang dimaksud adalah PNS yang bekerja di lingkungan POLRI dan
mempunyai keahlian khusus, misalnya ahli mengidentifikasi uang palsu,
keahlian berbahasa. PNS ini diangkat oleh KAPOLRI.

Apakah setiap PNS bisa berkedudukan sebagai penyidik? Tidak, karena PNS
yang sebagai penyidik hanya PNS-PNS tertentu saja yang memilik keahlian
khusus.

Kenapa PNS dimasukkan dalam hal penyidik? Karena dalam hukum pidana
materialnya dan menyikapi penyelesaian masalah pidana yang lain seperti
masalah imigrasi dan tidak semua pejabat POLRI memiliki keahlian dalam
kasus-kasus tersebut, sehingga dalam hal ini PNS dimasukkan ke dalam
penyidik karena PNS mempunyai keahlian dibidangnya yang berkaitan dengan
suatu kasus dimana pejabat POLRI tersebut tidak menguasainya.
Dalam pasal 1 butir 3 ada kalimat dapat melakukan tugas penyidikan,
maksudnya? Pada dasarnya pejabat-pejabat POLRI yang bertindak sebagai
pejabat pembantu bukanlah penyidik, dia tidak berwenang melakukan
penyidikan, mempunyai wewenang melakukan penyidikan karena diangkat
oleh KAPOLRI.

Kewenangan seorang penyidik diatur dalam Pasal 7 KUHAP menyatakan


bahwa :
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b


mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya
berada di bawah koordinasi dab pengawasan penyidik tersebut dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hokum yang berlaku.
Selain itu, juga dikenal adanya penyidik pembantu sebagaimana yang telah
diatur dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 10 KUHAP. Pasal 1 angka 3 KUHAP
menyatakan bahwa, “Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undangini”. Selanjutnya Pasal 10
menyatakan bahwa :
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik
Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
(2) Syarat kepangkatan sebagaiman tersebut pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Kepangkatan penyidik pembantu sesuai dengan PP 27 tahun 1983 Pasal 3 ayat
(1), Bab II tentang Syarat Kepangkatan dan Pengangkatan Penyidik, yang
menyatakan bahwa Penyidik Pembantu adalah :
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-
kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dalam lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya
berpangkat Pengatur Muda (Golongan 11/a) atau yang disamakan
dengan itu.

Kewenangan Penyidik Pembantu, diatur dalam Pasal 11 KUHAP yang


menyatakan bahwa, “penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti
tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib
diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik”. Selanjutnya Pasal 12
KUHAP menyatakan bahwa, “penyidik pembantu membuat berita acara dan,
menyertakan hukuman berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara
dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada
Penuntut Umum”.

3. Penuntut Umum (Jaksa)


Pasal 1 ayat (6) Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak
sebagi penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Wewenang Penuntut Umum/Jaksa :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau
penyidik pembantu.
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan Pasal 110 ayat (3) dan (4) KUHAP dengan
memberi petunjuk dalam penyempurnaan penyidikan dari penyidik
c. Pasal 110 KUHAP dalam hal penyidik telah selesai melakukan
penyidikan, penyidik wajiib segera menyerahkan berkas perkara ke
Penuntut Umum.
d. dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut
ternyata masih kurang lengkap, Penuntut Umum segera mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
e. dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk
dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk dari Penuntut Umum.
f. penyidikkan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari Penuntut
Umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas
waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari
Penuntut Umum kepada Penyidik.
g. membuat surat dakwaan
h. melakukan penuntutan
i. menutup perkara demi kepentingan umum (Pasal 14 huruf H KUHAP)
j. melimpahkan perkara kepengadilan
k. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang tanggal dan waktu
perkara yang akan disidangkan disertai dengan surat panggilan baik
kepada terdakwa maupun saksi untuk hadir pada sidang yang ditentukan.
l. melaksanakan penetapan hakim.

4. Hakim
 Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili ( psl 1 (8 ) ).
 Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa
dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak
di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam uu ini
( psl 1 (9) )
 Tahap mengadili yang dilaksanakan oleh hakim :
a. pemeriksaan tingkat pertama dilaksanakan oleh hakim pengadilan
negeri
b. jika ada upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan negeri,
dilaksanakan oleh hakim tinggi
c. jika ada upaya hakum kasasi terhadap putusan pengadilan tinggi,
atau jika ada upaya hukum kasasi terhadap putusan pengadilan
negeri yang membebaskan /melepaskan terdakwa dilaksanakan oleh
hakim agung
d. jika ada upaya peninjauan kembali terhadap putusan yang telah
punya kekuatan hukum tetap, dilaksanakan oleh hakim agung.

 Syarat seorang hakim yaitu harus memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman di bidang hukum.
 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian
hakim diatur dalam undang-undang.
 Seorang hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
 Dalammempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib
memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
 Hakim tidak memihak berarti tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan
penilaiannya.
 Dalam memberikan keadilan, andaikata hakim tidak menemukan hukum
tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis, untuk memutuskan
berdasarkan hukum (sebagai orang yang bertanggungjawab kepada tuhan yang
maha esa, diri sendiri, masyarakat bangsa dan negara.
 Hakim tidak memihak berarti juga bahwa hakim tidak menjalankan perintah
dari pemerintah. Bahkan jika harus demikian menurut hukum, hakim dapat
memutuskan menghukum pemerintah, misalnya tentang keharusan ganti
kerugian yang tercantum dalam KUHAP.
 Walaupun hakim itu diangkat dan digaji oleh pemerintah, namun ia tegak
berdiri sendiri menjalankan kewajibannya dan tidak dipengaruhi oleh
pemerintah. berhubung dengan kedudukannya yang istimewa itu ia perlu
mendapatkan jaminan yang cukup.
 UU tentang Mahkamah Agung ( UU No 14 Tahun 1985 ) pada psl 10
dikatakan bahwa hakim agung tidak boleh merangkap menjadi :
a. pelaksana Putusan MA
b. wali pengampu dan pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara
yang akan atau sedang diperiksa olehnya
c. penasihat hukum
d. pengusaha
 Selain itu jabatan lain yang tidak boleh di rangkap oleh hakim akan ditetapkan
dengan peraturan pemerintah. Memang masih banyak jabatan yang menurut
UUD 1945 tidak boleh dirangkap oleh hakim agung, seperti DPA, DPR, BPK,
Menteri dsb. Hal ini dapat ditafsirkan melalui psl 24 dan 25 UUD 1945.

5. Penasihat Hukum (Advokat)


Istilah penasehat hukum adalah pembela, advokat yang fungsinya adalah sebagai
pendamping tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan.
Pasal 1 butir 13 KUHAP ditentukanbahwaPenasihatHukumadalahseseorang yang
memenuhipersyaratan yang ditentukan oleh atauberdasarundang-
undanguntukmemberikanbantuanhukum.

Anda mungkin juga menyukai