Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.

C DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ” SPINAL CORD INJURY ”
DI RUANG PERAWATAN LONTAR 4 (ORTOPEDI)
RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH

FAUCIA IRENE PAPIANG


NS21.016

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………….......………….) (……...……………………………)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021
A. ANATOMI TULANG BELAKANG

Tulang belakang atau tulang punggung adalah struktur pendukung utama pada tubuh
Anda.Menurut bentuknya, ruas tulang belakang termasuk tulang pendek yang
menghubungkan berbagai bagian sistem muskuloskeletal (gerak).Berikut adalah
anatomi atau struktur dari tulang belakang yang terdiri dari tumpukan 33 tulang kecil,
yaitu:
1. Cakram tulang kecil
Pada tulang punggung, cakram tulang kecil atau diskus intervertebralis
menumpuk dan membentuk kanal.Kanal tulang belakang adalah terowongan yang
menampung dan melindungi sumsum tulang belakang serta saraf dari
cedera.Tulang kecil ini pula yang membuat Anda dapat melakukan berbagai
gerakan. Namun, tulang kecil paling bawah (sakrum dan tulang ekor) menyatu
dan tidak bergerak.
2. Tulang belakang leher (serviks)
Tulang belakang leher (serviks atau servikal) adalah bagian atas pada  tulang
belakang yang memiliki tujuh ruas, yaitu C1 – C7.Fungsi dari tulang leher adalah
untuk memutar, memiringkan, hingga menganggukkan kepala.Tulang belakang
leher membentuk huruf C ke bagian dalam sehingga juga disebut sebagai kurva
lordotik.
3. Tulang punggung tengah (torakal)
Dada atau bagian toraks dari tulang punggung memiliki 12 tulang kecil, yaitu T1–
T12. Tulang rusuk Anda ternyata menempel pada tulang punggung tengah.Bagian
ini sedikit menekuk sehingga membentuk huruf C ke belakang yang disebut
kurva kyphotic. tulang punggung tengah atau torasik ditandai dengan warna
ungu.Fungsi utama tulang belakang dada adalah untuk menahan tulang rusuk dan
melindungi jantung dan paru-paru.
4. Tulang punggung bawah (lumbar)
Ada lima tulang kecil yang membentuk tulang belakang bawah, yaitu L1–L5.
Tulang belakang lumbar menopang bagian atas serta terhubung ke area panggul.
Bagian lumbar menumpu sebagian besar berat badan Anda. Tulang-tulang ini
membantu memberikan mobilitas dan stabilitas pada punggung dan tulang
belakang, serta menjadi titik perlekatan bagi banyak otot dan ligamen.Sebagian
besar sakit punggung terjadi pada tulang belakang lumbar.
5. Sakrum
Ini adalah anatomi tulang belakang yang berbentuk segitiga dan terhubung ke
area pinggul. Ada lima tulang pendek pada sakrum, yaitu S1–S5.
Perkembangannya dimulai saat janin masuk di dalam rahim. Tulang sakrum dan
pinggul membentuk cincin yang disebut  panggul.
6. Tulang ekor
Tulang ekor terdiri dari empat tulang kecil yang membentuk potongan kecil
tulang pada bagian bawah tulang belakang. Otot dan ligamen dasar panggul pun
menempel pada tulang ekor. Letak tulang ekor ditandai dengan warna ungu pada
gambar.Lalu, ada pula jaringan yang membentuk tulang belakang atau punggung
ini, yaitu:
 Facet joints (sendi), sendi untuk fleksibilitas dan stabilitas.
 Intervertebral disc, bantalan bundar sebagai peredam guncangan tulang
belakang.
 Sumsum tulang belakang dan saraf, pembawa pesan antara otak dan otot.
 Jaringan lunak, terdiri dari ligamen, otot, dan juga tendon.
7. Gambar operasi pemasangan pen pada tulang belakang

STABILISASI

Fraktur, infeksi atau inflamasi bisa menyebabkan tulang belakang Anda menjadi
tidak stabil dan membahayakan saraf Anda. Kondisi seperti ini membutuhkan
tindakan stabilisasi oleh dokter dengan menggunakan beragam alat seperti sekrup
pedikel dan rods.stabilisasi bisa juga diperlakukan pada kasus dimana operasi
dekompresi mungkin menyebabkan instabilitas setelah operasi.

B. DEFENISI

Trauma pada tulang belakang (Spinal Cord Injury) adalah cedera yang mengenai

cervikal vertebralis dan lumbalis dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang

(Mutttaqin,2017). Trauma spinal adalah injury/cedera/trauma yang terjadi pada spinal,

meliputi spinal collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan

lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma

berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,kecelakaan olahraga, dan

sebagainya.

Trauma spinalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau

pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) atau injury saraf yang aktual maupun

potensial (price,2016).

Spinal cord injury (SCI) adalah cedera yang terjadi karena trauma spinal cord

atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan. Cedera medulla spinalis adalah
suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah

medulla spinalis ( Brunner & Suddart, 2018 ).

C. ETIOLOGI

Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal ini cukup kuat untuk

merusak cord spinalis serta kauda ekuina. Dibidang olahraga tersering karena

menyelam pada air yang sangat dangkal ( Pranida Iwan Bucori, 2016 ).

Penyebab dari cedera medulla spinalis menurut Batti Caca ( 2017 ) antara lain :

1. Kecelakaan jalan raya (paling sering terjadi).Kecelakaan jalan raya adalah

penyebab terbesar, dimana cukup kuat merusak cord spinal serta kauda ekuina

2. Olahraga

3. Menyelam pada air yang dangkal

4. Luka tembak atau luka tikam

5. Gangguan lain yang dapat mengakibatkan cedera medulla spinalis seperti

spondiliosis cervikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan

mengakibatkan cidera progresif terhadap medulla spinalis dan akar: mielitis

akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi, osteoporosis yang disebakan

oleh fraktur compresi pada vertebra, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan

penyakit vascular.
D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala pasien yang mengalami spinal cord injury ( SCI ):

1. Sakit atau tekanan yang berat dileher, kepala. Biasanya nyeri terjadi hilang timbul

2. Geli ( Kesemutan ) atau kehilangan sensasi di tangan dan jari

3. Kehilangan kontrol salah satu atau seluruh bagian tubuh

4. Inkontinensia urine yang mungkin disebabkan karena kelumpuhan saraf

5. Kesulitan berjalan dengan keseimbangan

6. Abnormal ban seperti sensation dalam thoraks- rasa sakit, tekanan.

7. Sulit bernafas setelah cedera

8. Tidak berfungsi saraf pada kepala atau tulang belakang

E. PATOFISIOLOGI

Kolumna vertebralis merupakan cincin tulang sirkumferensial yang memberikan

perlindungan ideal terhadap lika tembus dan kontusio kecepatan rendah, tetapi sendi-

sendi intervetebralis merupakan titik lemah gerak fleksi, ekstensi atau beban rotasi.

Menurut Scawartz (2016) dislokasi dan fraktur yang tidak mematahkan cincin

vertebralis, masih memungkinkan vertebra bertindak sebagai titik pengungkit bagi

vertebra dan menyebabkan jaringan lunak yang berdekatan mengalami kontusio,

teregang atau gangguan medulla spinalis.

Beban fleksi, ekstensi dan rotasi bersama dengan kelemahan relatif sendi-sendi

vertebra, menyebabkan fraktur dan dislokasi sering sekali terjadi pada titik pertemuan

antara bagian kolumna vertebralis yang relatif dengan ruas yang terfiksasi, yaitu

antara servikal bawah dan segmen torakal atas, antara segmen torakal bagian bawah

dan segmen lumbal atas, dan antara segmen lumbal bagian bawah dan sakrum.

(Scawartz ( 2016 ).
Sebagian besar kerusakan pada medulla spinalis terjadi pada saat cedera. Cedera

medulla spinalis sekunder terjadi karena gerakan kolumna vertebralis yang tidak

stabil, cedera yang terjadi akibat gerakan medulla spinalis terhadap fargmen tulang

tajam yang menonjol dalam kanalis vertebralis, dan akibat tekanan yang terus-

menerus pada medulla spinalis.

Perubahan primer yang terjadi setelah cedera medulla spinalis adalah perdarahan

kecil dalam substansia grisea akibat berkurangnya aliran darah medulla spinalis dan

hipoksia yang diikuti oleh edema. Hipoksia substansia grisea merangsang pelepasan

katekolamin yang mendukung perdarahan dan neokrosis dan menyebabkan disfungsi

medulla spinalis lebih lanjut.

a) Cedera medulla spinalis servikal

Stauffer dan Bell (2016) membedakan cedera medulla spinalis servikal dalam

dua kategori : pantaplegia respiratorius dan kuadriplegia respiratorius.

Penderita yang mengalami cedera pada tingkat fungsional C1 (artinya tingkat

C1 adalah tingkat neurologik yang dapat berfungsi normal)diklasifikasikan

sebagai pentaplegia respiratorius. Penderita ini memiliki sedikit atau tidak

memiliki sama sekali sensasi sensorik atau kontrol motorik pada kepala. Sehingga

sangat tergantung pada ventilator.

Penderita cedera pada C2 dan C3 masih dapat sedikit mengendalikan

lehernya, sehingga penderita sedikit banyak masih dapat menegakkan kepala,

penderita ini disebut kuadriplegia respiratorius.

Pusat pernafasan dimedulla spinalis terutama terletak pada tingkat C4.

Radiks saraf frenikus harus utuh bila penderita ingin dapat melakukan

pengendalian volunter terhadap ventilasi. Kapasitas ventilasi pada penderita ini

tidak akan normal namun tergantung oleh faktor lain.


Penderita dengan cedera setinggi C5 dapat mengendalikan kepala, leher,

bahu, dan diafragma dan kadang-kadang sedikit mengendalikan siku. Pada cedera

setinggi C6 pengendalian pergelangan tangan masih dapat dipertahankan. Pada

cedera setinggi C7 penderita dapat mengendalikan ekstensi siku dengan

sempurna.

b) Cemedulla spinalis torakal, lumbal, sakral

Penderita cedera ini disebut paraplegia, mekanisme cedera pada bagian ini

pada umumnya merupaakan cedera fleksi akibat terjatuh pada bagian bokong,

atau cedera hiperekstensi dimana keduanya menyebabkan fraktur kompresi.

Untuk membuat korpus torakalis mengalami suatu fraktur diperlukan suatu

pukulan yang kuat.

Penderita paraplegia mampu hidup independen dengan melakukan berbagai

aktifitas sehari-hari. Penderita yang mengalami cedera setinggi T2 sampai T12

tetap dapat mengendalikan anggota gerak atas dengan sempurna, pada cedera

setinggi S1 sampai S5 penderita mungkin masih mampu mengendalikan

tungkainya dengan sempurna tergantung pada tingkat cederanya, penderita masih

dapat mengendalikan panggul, lutut, pergelangan kaki dan kaki sehingga masih

dapat berjalan dengan tongkat. Pada cedera setinggi S1 sampai S5 penderita dapat

cukup mengendalikan kaki tapi mengalami disfungsi kandung kemih dan usus.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan patofisologi diatas maka sangat penting dilakukan pemeriksaan

diagnostik SCI yang dapat meliputi, sbb :

1. Sinar X Spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera 9 fraktur atau dislokasi )

2. CT Scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

3. MRI: untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal


4. Foto Rongent Thorax: mengetahui keadaan paru

5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

G. KOMPLIKASI

Efek dari cedera cord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera

lain dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi, 60% lebih pasien dengan

cedera cord spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks,

abdominal, atau vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi

didapat dari penilaian primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik

terhadap pasien setelah cedera cord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah

cedera cord spinal adalah aspirasi dan syok.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

Pelaksanaan Medis

Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi

lurur:

1. Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan agar

leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.

2. Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, untuk meliputi penggunaan

Crutchfield, Vinke, atau Tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak

3. Tirah bbaring total dan pakaikan brace haloi untuk paisen dengan fraktur

servikalstabil ringan.

4. Pembedahan (Laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington) untuk

mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-X ditemukan spinal

tidak aktif.

Tindakan-tindakan untuk mengurangi pembengkakan pada medulla spinalis

dengan menggunakan glukortiko steroid intravena.


Penatalaksanaan Keperawatan

- Pengkajian fisik didasarkan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan

didapatkan defisit motorik dan sensorik dibawah area yang terkena: syok spinal,

nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, kerusakan fungsi seksual pada pria, pada

wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, dan perubahan fungsi

defekasi

- Kaji perasaan pasien pada kondisinya

- Pemeriksaan diagnostik

- Pertahankan prinsip A-B-C ( Airway, Breathing, Circulation)


KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1) Riwayat Kesehatan

Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat

kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

2) Pemeriksaan fisik

a) Sistem respirasi: suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene, stokes, biot,

hiperventiilasi, ataksik)

b) Kardioveskuler : pengaruh pendarahan organ atau pengaruh TIK

c) Sistem saraf

- Kesadaran : GCS

- Fungsi saraf kranial: Trauma yang mengenai/meluas kebatang otak akan

melibatkan penurunan fungsi saraf kranial

- Fungsi sensori motor : adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan

diskriminasi suhu, anastesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang

d) Sistem pencernaan

 Bagaimana sensori adanya makanan dimulut, refleks menelan,

kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika

pasien sadar: tanyakan pola makan?

 Waspadai fungsi ADH, aldosteron: retensi natrium dan cairan

 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia

e) Kemampuan bergerak :kerusakan area motorik: hemiparesis/plegia,

gangguan gerak volunter, ROM , kekuatan otot

f) Kemampuan komunikasi: kerusakan pada hemisfer dominan: dispagia atau

hapasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.


g) Psikososial: data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien

dari keluarga

B. Diagnosa

1. Pola nafas tidak efektif b.d cedera pada medula spiinalis

2. Nyeri akut b.d agen agen cedera fisik

3. Retensi Urine b.d isfungsi neurologis (Trauma)

4. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular

5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi

6. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif

C. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah tahap dalam proses keperawatan untuk

memprioritaskan masalah berdasarkan tujuan, menetapkan kriteria hasil,

mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.

No SDKI SLKI SIKI

1. D.0005 L.01004 Manajemen Jalan Nafas

Pola nafas tidak Setelah dilakukan Tindakan (I.01011)

efektif b.d cedera keperawatan selama 3x8 jam Observasi

pada medula diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas


(frekuensi,, kedalaman, usaha
spinalis membaik pasien menurun nafas)
2. Monitor bunyi nafas
Defenisi dengan kriteria hasil: tambahan (mis. Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
Inspirasi dan/atau 1. Ventilasi semenit menurun kering)
menjadi meningkat 3. Monitor sputum
ekspirasi yang 2. Kapasitas vital menurun (jumblah,warna,aroma)
menjadi meningkat Terapeutik
tidak memberikan 3. Tekanan ekspirasi
menurun menjadi 1. Pertahankan kepatenan jalan
ventilasi adekuat meningkat nafas dengan head-tilt dan
4. Tekanan inspirasi chin-lift (jaw-thrust, jika
Data subjektif: menurun menjadi curiga trauma cervikal)
meningkat 2. Posisikan semi fowler atau
 Dipsnea 5. Penggunaan oto bantu fowler
 Ortopnea meningkat menjadi 3. Berikan minum hangat
Data objektif menurun 4. Lakukan fisioterapi dada,
6. Pemanjangan fase jka perlu
 Penggunaan ekspirasi meningkat 5. Lakukan penghisapan lendir
otot bantu menjadi menurun kurang dari 15 detik
pernafasan 7. Frekuensi nafas 6. Lakukan hiperoksigenasi
 Fase ekspirasi memburuk menjadi sebelum
memanjang membaik penghisapanendotrakeal
 Pola nafas 8. Kedalaman nafas 7. Keluarkan sumbatan benda
abnormal memburuk menjadi padat dengan forsep McGill
(mis. membaik 8. Berikan oksigen, jika perlu
Takipnea, Edukasi
bradipnea,
hiperventilasi 1. Anjurkan asupan cairan
 Kussmaul, 2000 ml/hari, jika tidak
cheyne-stokes kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. D.0077 L.08066 Manajemen Nyeri (I.08238)

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Tindakan Observasi :

agen pencideraan keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi lokasi,


karakteristik, lokasi, durasi,
fisik diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
Definisi: pasien menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
Pengalaman kriteria hasil: memperberat dan
memperingan nyeri
sensorik/ 1. Keluhan nyeri dari 4. Monitor efek samping
meningkat menjadi penggunaan analgetik
emosional yang menurun Terapeutik :
2. Meringis dari meningkat
berkaitan dengan menjadi menurun 1. Berikan teknik
3. Gelisah dari meningkat nonfarmakologis untuk
kerusakan menjadi menurun mengurangi rasa nyeri
4. Skala nyeri menurun (mis.terapi music, terapi
jaringan aktual/ pijat, aromaterapi, kompres
hangat)
fungsional, 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
dengan onset suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
mendadak/ 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
lambat daan Edukasi :

berintensitas 1. Jelaskan penyebab, periode


dan pemicu nyeri
ringan hingga 2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
ringan hingga 3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
berat yang mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
berlangsung
1. Kolaboras pemberian
kurang dari 3 analgetik, jika perlu

bulan.

Data Subjektif:

 Mengeluh
nyeri
Data Objektif:

 Tampak
meringis
 Bersikap
protektif
 Gelisah
 TTV
meningkat
 Sulit tidur
 Pola napas
berubah

2. D.0077 L.08066 Manajemen Nyeri (I.08238)

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Tindakan Observasi :

agen pencideraan keperawatan selama 3x8 jam 5. Identifikasi lokasi,


karakteristik, lokasi, durasi,
fisik diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
Definisi: pasien menurun dengan 6. Identifikasi skala nyeri
7. Identifikasi faktor yang
Pengalaman kriteria hasil: memperberat dan
memperingan nyeri
sensorik/ 5. Keluhan nyeri dari 8. Monitor efek samping
meningkat menjadi penggunaan analgetik
emosional yang menurun Terapeutik :
6. Meringis dari meningkat
berkaitan dengan menjadi menurun 1. Berikan teknik
7. Gelisah dari meningkat nonfarmakologis untuk
kerusakan menjadi menurun mengurangi rasa nyeri
8. Skala nyeri menurun (mis.terapi music, terapi
jaringan aktual/ pijat, aromaterapi, kompres
hangat)
fungsional, 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
dengan onset suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
mendadak/ 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
lambat daan
4. Jelaskan penyebab, periode
berintensitas dan pemicu nyeri
5. Jelaskan strategi meredakan
ringan hingga nyeri
6. Ajarkan teknik
ringan hingga nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
berat yang Kolaborasi :

berlangsung 1. Kolaboras pemberian


analgetik, jika perlu
kurang dari 3

bulan.

Data Subjektif:

 Mengeluh
nyeri
Data Objektif:

 Tampak
meringis
 Bersikap
protektif
 Gelisah
 TTV
meningkat
 Sulit tidur
 Pola napas
berubah

3. D.0050 L.04034 Kateterisasi Urine (I.04148)


Retensi Urine b.d Setelah dilakukan Tindakan Observasi

isfungsi neurologis keperawatan selama 3x8 jam 1. Periksa kondisi pasien (mis.
Kesadaran, tanda-tanda
(Trauma) diharapkan eliminasi urine vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih,
Defenisi pasien membaik dengan inkontinensia urine, refleks
berkemih)
Pengosongan kriteria hasil: Terapeutik

kandung kemih 1. Sensasi berkemih 1. Siapkan peralatan, baha-


menurun menjadi bahan dan ruangan tindakan
yang tidak lengkap meningkat 2. Siapkan pasien: lepaskan
2. Distensi kandung kemih pakaian bawah dan
Data Subjektif: menurun meningkat posisikan dorsal rekumben
menjadi menurun (untuk wanita) dan supine
 Sensasi penuh 3. Urine menetes (dribbiling) ( untuk laki-laki)
pada kandung meningkat menjadi 3. Pasang sarung tangan
kemih menurun 4. Bersihkan daerah perineal
 dribbling 4. Frekuensi BAK atau preposium dengan
Data Objektif memburuk menjadi cairan NaCl atau aquades
membaik 5. Lakukan insersi kateter
 Disuria/anuria 5. Karakteristik urine urine dengan menerapkan
 Distensi Memburuk menjadi prinsip aseptik
kandung membaik 6. Sambungkan kateter urine
kemih dengan urine bag
 Inkontinensia 7. Isi balon dengan NaCl 0,9%
berlebih sesuai anjuran pabrik
 Residu urine 8. Fiksasi selang kateter diatas
150 ml atau simpisis atau dipaha
lebih Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemasangan
kateter urine
2. Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter
4. D.0054 L.05042 Dukungan Ambulasi (I.06171)

Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Observasi

mobilitas fisik b.d keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
gangguan diharapkan mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
neuromuskular pasien meningkat dengan 3. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
Defenisi: kriteria hasil: memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum
Keterbatasan 1. Pergerakan ekstremitas selama melakukan ambulasi
dalam gerakan dari menurun ke Terapeutik
meningkat
fisik dari atau satu 2. Kekuatan otot dari 1.Fasilitasi aktivitas ambulasi
menurun sampai dengan alat bantu ( tongkat,
lebih ektermitas meningkat kruk)
3. Rentang gerak (ROM) 2. Fasilitasi melakukan
secara mandiri. menurun sampai mobilisasi fisik, jika perlu
meningkat 3. Libatkan keluarga untuk
Data Subjektif: 4. Nyeri menurun membantu pasien dalam
 Mengeluh sulit 5. Kecemasan menurun meningkatkan ambulasi
mengerakkan 6. Kaku sendi menurun Edukasi
aktivitas 7. Gerakan tidak
 Nyeri saat terkoordinasi menurun 1. Jelaskan tujuan dan
bergerak 8. Gerakan terbatas prosedur ambulasi
 Enggan menurun 2. Anjurkan melakukan
melakukan 9. Kelemahan fisik ambulasi dini
pergerakan menurun
 Merasa cemas
saat bergerak
Data Objektif:
 Kekuatan otot
menurun
 Rentang gerak
(ROM)
menurun
 Sendi kaku
 Gerakan tidak
terkoordinasi
 Gerakan
terbatas
 Fisik lemah
meningkat/
menurun
 Perubahan
kontraktilitas
5. D.0080 L.09093 Reduksi Ansietas (I.14577)

Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Terapeutik:

kurang terpapar keperawatan selama 3x24 jam 1. Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
informasi maka diharapkan tingkat kepercayaan
2. Temani pasien untuk
Defenisi: ansietas berkurang dengan mengurangi kecemasan, jika
kemungkinan
Kondisi emosi dan kriteria hasil: 3. Pahami situasi yang
membuat ansietas
pengalaman 1. Verbilisasi khawatir akibat 4. Dengarkan dengan penuh
kondisi yang dihadapi perhatian
subyektif individu berkurang 5. Gunakan pendekatan yang
2. Perilaku gelisah berkurang tenang dan meyakinkan
terhadap objek 3. Keluhan pusing berkurang 6. Tempatkan barang pribadi
4. Perilaku gelisah berkurang yang memberikan
yang tidak jelas 5. Konsentrasi meningkat kenyamanan
6. Pola tidur meningkat 7. Motivasi mengidentifikasi
dan spesifik akibat situasi yang memicu
kecemasan
antisipasi bahaya
Edukasi:
yang
1. Jelaskan prosedur,
memungkinkan termaksud sensasi yang di
alami
individu 2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
melakukan pengobatan, dan
proknosis
tindakan untuk 3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
menghadapi perlu
4. Anjurkan melakukan
ancaman. kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
Data subjektif: 5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
▪ Merasa 6. Latih kegiatan pengalihan
bingung untuk mengurangi
▪ Merasa ketegangan
khawatir 7. Latih tehnik relaksasi
dengan akibat
dari kondisi Kolaborasi:
yang dihadapi
▪ Sulit 1. Kolaborasi pemberian obat
konsentrasi anti ansietas, jika perlu
▪ Mengeluh
pusing
▪ Anoreksia
▪ Palpitasi
▪ Merasa tidak
berdaya
Data objektif:

▪ Tampak
gelisah
▪ Tampak tegang
▪ Sulit tidur
▪ TTV
meningkat
▪ Diaforesis
▪ Tremor
▪ Muka tampak
pucat
▪ Suara bergetar
▪ Kontaak mata
kurang
▪ Sering
berkemih
▪ Berorientasi
pada masa lalu
6. D.0142 L.14137 Pencegahan Infeksi (I.14539)

Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan asuhan Observasi:

efek prosedur keperawatan selama 3x24 1. Monitor tanda dan gejala


infeksi lokaldan sistemik
invasif jam maka diharapkan tingkat Terapeutik:

Defenisi: infeksi meningkat dengan 1. Batasi jumblah pengunjung


2. Berikan perawatan kulit
Berisiko kriteria hasil: pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan
mengalami 1. Kebersihan tangan sesudah kontak dengan
meningkat pasien dan lingkungan
peningkatan 2. Kebersihan badan pasien
meningkat 4. Pertahankan teknik aseptik
terserang 3. Nafsu makan meningkat pada pasien
4. Demam, kemerahan, 5. Pertahankan teknik aseptik
organisme nyeri, bengkak menurun pada pasien beresiko tinggi
5. Vesikel menurun Edukasi:
patogenik. 6. Cairan berbau busuk
menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala
Data Subjektif: - 7. Drainase purulen menurun infeksi
8. Piuria menurun 2. Ajarkan bagaiman cara
Data Objektif: - 9. Periode malaise menurun mencuci tangan yang benar
10. Kadar sel darah putih 3. Ajarkan etika batuk
membaik 4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
PATWAY
Trauma atau cedera Cedera
Kecelakaan lalu Jatuh dari tulang belakang Olahraga
lintas ketinggian

Spinal Cord Injury

Cedera Kurang Fraktur vertebra


columna terpajan
vertebralis informassi
Gangguan neurologis
pada cord spinalis
Cedera medulla Stressor bagi
spinalis klien
Hilangnya fungsi
Peningkatan motorik dan sensorik Kelemahan otot
Dilakukan hormon kortisol pernafasan
Pembedahan dalam tubuh

Suplai oksigen
Adanya luka Ansietas Kerusakan saraf
menurun
insisis ekstremitas bawah

Inkontinuitas Buffer Kelumpuhan Mekanisme


jaringan kulit pertahanan atau cacat konpensasi
terganggu

Penurunan Pola nafas tidak


Jaringan Port de entry aktivitas
mengeluarkan zat kuman patogen efektif
kimia (bradikinin,
serotonin) Gangguan
Resiko infeksi
mobilitas fisik
Nyeri akut

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3. Jakarta:
ECG
Carpenito, Lynda Juall. 2016. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : ECG

Doengoes, Marilyn E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : ECG

Hudak and Gallo. (2017). Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa kariasaa IM. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan,
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: ECG

Price, Sylvia Anderson. (2016). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
ECG
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Reksoprodjo Soelarto, (2018). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara, Jakarta

Sjamsuhidajat. R, (2017), Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai