Anda di halaman 1dari 14

I.

Sejarah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam dari masa ke masa

A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam Pada Zaman Rasulullah


Misi mulia Rasulallah Saw. di muka bumi adalah membangun masyarakat yang beradab.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengkonstruksi secara mendasar pemahaman manusia
terhadap keberadaannya di dunia. Rasulallah Saw. menganjurkan agar manusia saling
menghormati dan menyayangi dalam penyelenggaraan hidupnya sesuai dengan al-Quran dan
hadits. Rasulallah Saw. melarang manusia melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai agama
karena alasan kemuliaannya di dunia, jabatan, kekayaan atau lainnya. Sebab apapun yang
dilakukan manusia akan sia-sia karena pada hakikatnya manusia yang mulia dilihat dari
ketakwaannya. Muhaimin, dkk., Studi Islam Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan, (Jakarta:
Kencana, 2014), hlm. 231 Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam (Q. 49
al-Hujrat: 13) berikut ini:

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Ajaran Rasulallah Saw. menjadikan manusia sebagai pribadi bebas dalam mengoptimalkan
potensi dirinya. Kebebasan merupakan unsur kehidupan yang paling mendasar untuk
dipergunakan sebagai syarat untuk mencapai keseimbangan hidup. Nilai-nilai manusiawi inilah
yang menyebabkan ajaran Rasulallah Saw. berlaku sampai akhir zaman. Kehidupan yang
didasarkan nilai-nilai Tauhid menjadikan masyarakat mampu mengembangkan pengetahuan, ia
mampu mengubah sesuatu yang lebih bermanfaat dalam menerima berbagai masalah dalam
kehidupan ini. Setelah wafatnya Rasulallah Saw. pemimpin pemerintahan dipegang oleh
Khulafaurasyidin, terutama tercermin dari kebijakan-kebijakannya berbeda antara satu khalifah
dengan khalifah yang lain. Munculnya berbagai kebijakan tersebut sebagai akibat dari timbulnya
masalah-masalah baru. Salah satu masalah pada waktu itu, berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat sehingga problem teknis untuk mengatasi masalah-masalah
perniagaan (muamalah) muncul pada waktu itu. Sejumlah aturan (ijtihad) yang merujuk pada al-
Quran dan hadits hadir untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi yang ada. Masalah
muamalah menjadi bagian penting dari perkembangan masyarakat di dominan dalam
mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Perkembangan ekonomi Islam menjadi suatu yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
sejarah Islam. Walaupun literatur tidak secara implisit menyebutkan keberadaan pemikiran
ekonomi Islam, tetapi hal ini diakibatkan perkembangan ekonomi Islam tidak dipisahkan dari
perkembangan sosial kemasyarakatan. Di samping itu, ekonomi bukan ilmu spesifik yang
menjadikan alasan untuk dipisahkan dari perkembangan sosial kemasyarakatan di masa
Rasulallah Saw. dan Khulafaurasyidin. Tetapi, bukan berarti pemikiran tentang ekonomi Islam
minim, tetapi hal ini menunjukkan tidak adanya pemisahan antara satu urusan dengan urusan lain
dalam mencari keridhan Allah Swt.

Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Rasulallah Saw. dipilih sebagai seorang Rasul (utusan
Allah Swt). Rasulallah Saw. mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal
yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah),
juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi
perhatian Rasulallah Saw. Karena

Rasulallah Saw. biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi
tiga bagian, bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya, bagian kedua untuk kerabatnya dan
bagian ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam
perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagi diantara para prajurit yang ikut dalam perang,
dalam kasus tertentu beberapa orang yang tidak ikut serta dalam perang juga mendapat bagian.
Penunggang kuda mendapatkan dua bagian, untuk dirinya sendiri dan kudanya. Bagian untuk
prajurit wanita yang hadir dalam perang untuk membantu beberapa hal tidak mendapatkan
bagian dari rampasan perang. Selain pertempuran-pertempuran kecil, perang pertama antara
orang-orang Mekah dan muslim terjadi di Badar. Perang ini orang Mekah menderita kekalahan
dan banyak yang ditawan oleh orang muslim. Rasulallah Saw. menetapkan besar uang
tebusannya rata-rata 4.000 dirham untuk tiap tawanan. Tawanan yang miskin dan tidak dapat
memberi jumlah tersebut diminta untuk mengajar sepuluh orang anak muslim. Melalui tebusan
tersebut kaum muslim menerima uang melainkan juga mendorong keadilan antara generasi dan
mewujudkan sikap egaliter dalam Islam.

Pada tahun ke-2 setelah hijrah shadaqah fitrah diwajibkan. Shadaqah yang juga dikenal dengan
zakat fitrah ini diwajibkan setiap bulan puasa Ramadhan. Besarnya satu sha kurma, gandum
(berley), tepung keju atau kismis, atau setengah sha gandum untuk tiap muslim, budak atau
orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum shalat Id fitri.

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 H sementara shadaqah fitrah pada tahun ke-2 H. Akan tetapi
ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum tahun ke-9 H. ketika Maulana Abdul
Hasan berkata zakat diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya.11
Sebelum diwajibkan zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan
hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 H. ketika dasar
Islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang-orang berbondong-
bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-
barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang
berbeda-beda. Para pengumpul zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para
pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.

a. Sumber Pendapatan Primer di Masa Rasulallah Saw

Pendapatan utama bagi negara di masa Rasulallah Saw. adalah zakat dan ushr. Keduanya
berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban
agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara
ekplisit di dalam al-Quran (Q. 9 al-Taubah: 60) berikut ini:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.
Sumber Pendapatan Sekunder di Masa Rasulallah Saw Di antara sumber-sumber pendapatan
sekunder yang memberikan hasil adalah:

1. Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya dalam kasus perang Badar pada perang lain
tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang.
2. Pinjaman-pinjaman setelah menaklukan kota Mekah untuk pembayaran uang pembebasan
kaum muslimin dari Judhayma atau sebelum pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000
dirham menurut Bukhari) dari Abdullah bin Rabia dan meminjam beberapa pakaian dan
hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah.
3. Khumus fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli warits
atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
4. Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah Swt. dan
pendapatannya didepositokan di Baitul Mal.
5. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslimin yang
kaya dalam rangka menutup pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi
pada masa perang Tabuk.
6. Khumus atau rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
7. Zakat fitrah, zakat yang ditarik pada masa bulan Ramadhan dan dibagi sebelum shalai id.
8. Bentuk lain shadaqah seperti kurban dan kaffarat. Kaffarat adalah denda atau kesalahan
yang dilakukan seseorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu pada musim haji

Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa hidup Rasulallah Saw. juga tidak tersedia,
tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak dijalankan
sebagaimana mestinya. Dalam kebanyakan kasus pencatatan diserahkan kepada pengumpul
zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasulallah Saw. Beliau
juga memberi nasihat kepada pengumpul zakat mengenai hadiah yang ia terima.

Setelah melakukan berbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta pertahanan dan
keamanan, Rasulallah Saw. meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dengan
ketentuan-ketentuan al-Qur’an. Seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya
dalam kehidupan seharihari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dihapus dan digantikan
dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qurani, yaitu persaudaraan, persamaan,
kebebasan dan keadilan.

Peletakan dasar-dasar Sistem Keuangan Negara yang dilakukan oleh Rasulallah Saw. merupakan
langkah yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam
sebagai sebuah agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang
relatif singkat.

B. Perekonomian Islam para Masa Khulafa’ al-Rasyidin


a. Masa Abu Bakar
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah pertama.
Abu Bakar mempunyai nama lengkap Abdullah bin Abu Quhafah al-Tamimi. Masa
pemerintahan Abu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahunan. Dalam
kepemimpinannya Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negerinya, di antaranya
kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang membayar zakat. Berdasarkan musyawarah
dengan para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa
yang disebut sebagai perang Riddah (perang melawan kemurtadan) (Yatim, 2000).

Sebelum menjadi Khalifah Abu Bakar tinggal di Sikh yang terletak di pinggiran kota Madinah.
Setelah berjalan 6 bulan dari kekhalifahannya, Abu Bakar pindah ke pusat kota Madinah dan
bersamaan dengan itu sebuah Baitul Mal dibangun. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan
keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal ini. Abu Bakar diperbolehkan mengambil dua
setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan beberapa waktu.
Ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan
menurut keterangan 6000 dirham per tahun (Al-Usairy, 2006). Namun di sisi lain, beberapa
waktu menjelang wafatnya Abu Bakar, ia banyak menemui kesulitan dalam mengumpulkan
pendapatan negara sehingga ia menayakan berapa banyak upah atau gaji yang telah diterimanya.
Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunangannya sebesar 8000 dirham, ia langsung
memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil
penjualannya diberikan kepada negara. Juga, Abu bakarr mempertanyakan tentang berapa
banyak fasilitas yang telah dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahukan tentang
fasilitasnya, ia segera menginstruksikan untuk mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada
pemimpin berikutnya nanti .

Dalam menjalankan pemerintahan dan roda ekonomi masyarakat Madinah Abu Bakar sangat
memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Abu Bakar juga mengambil langkah-langkah yang
strategis dan tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui (a’rabi)
yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan membayar zakat sepeninggal
Rasulullah saw. Dalam kesempatan yang lain Abu Bakar mengintruksikan pada pada amil yang
sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah
digabung tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau
kekurangan penerimaan zakat. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijakan sebagai pendapatan
negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum
Muslimin hingga tidak ada yang tersisa

Prinsip yang digunakan Abu Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal adalah prinsip
kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah saw. dan
tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat
yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria dengan wanita. Dengan
demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul mal tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum Muslimin,
bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara.
Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian hak yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila
pendapatan meningkat seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada
seorangpun yang dibiarkan dalam kemiskinan.

C. Tradisi Dan Prakek Ekonomi Daulah Abbasiyah (132-656 H/750-1258 M)


Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasaan Islam setelah berhasil menggulingkan pemerintahan
dinas Bani Umayyah pada tahun 750 H. Para pendiri dinasti ini adalah keturunan al-Abbas,
paman Nabi Muhammad SAW, sehingga khilafah tersebut dinakamakan khilafah Abbasiyah.
Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas
(132-136H) (Amalia, 2010). Pada masa Daulah Bani Abbasiyah, pusat pemerintahan Islam
dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad. Dalam kurun waktu lebih dari lima abad dinasti ini
berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial dan budaya. Berdasarkan hal ini, Ahmad Syalabi membagi membagi masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi tiga periode, yaitu: a) Periode pertama, berlangsung dari tahun 132 H
sampai 232 H. Pada periode ini, kekuasaan berada ditangan para khalifah secara penuh. b)
Periode kedua, berlangsung dari tahun 232 H sampai 590H. Pada periode ini kekuasaan politik
berpindah dari tangan khalifah kepada golongan Turki (232 H-334 H), dan Bani Saljuk (447 H-
590 H). c) Periode ketiga, berlangsung dari tahun 590 H sampai 656 H. Pada periode ini
kekuasaan kembali di tangan khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
Diantara periode-periode pemerintahannya tersebut, dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasan
pada periode pertama. Pada masa ini, secara politis, para khalifah benar-benar tokoh yang kuat
dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran
masyarakat mencapai puncaknya. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Karena Abdullah Al-Saffah hanya
memerintah dalam waktu yang singkat, pembina yang sesungguhnya dan Daulah Abbsiyah
adalah Abu Ja’far Al-Manshur (136-148 H).

Perkembangan ekonomi islam pada Dinasti Umayyah dan Abbasiyah merupakan sebuah catatan
sejarah yang dapat diambil pelajarannya. Sebuah sistem yang kuat tentunya di dukung pula oleh
elemen-elemen lainnya, sehingga sebuah sistem itu dapat berjalan dengan baik. Terutama oleh
penguasannya. Masa kekhalifahan bani umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada
kekuasaan muawiyyah bin abu sofyan. Pemikiran ekonomi islam bani umayyah pada masa
pemerintahan bani umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para
fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhna rentang waktu antara zaman kehidupan
Rasulullah dan masa pemerintahan tersebut. Khalifah abbasiyah atau kekuasaan dinasti bani
abbas, sebagai mana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani umayah. Kekuasaannya
berlangsung rentang waktu yang panjang . selama dinasti bani abbasiyah berkuasa dimana pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuain dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya.
D. Menuju Sistem Eknomi Alterntaif (Islam) Masa Depan
Setelah kita meyakini bahwa sistem ekonomi Islam tersebut memang ada secara yuridis dan
defacto, kini tugas kita adalah memformulasikan bangun dan konsep ekonomi Islam tersebut
dalam bentuk Sistem ekonomi Islam yang dapat diakui dan diterima sebagai satu alternatif
sistem ekonomi yang akan mampu menjawab berbagai persoalan ekonomi yang belum
terpecahkan oleh kedua sistem sebelumnya yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sosialis.

Penyusunan kembali konsep dan teori ekonomi Islam dalam metodologinya, dapat menempuh
dua alternatif. Pertama, tetap merujuk pada teori lama, namun melakukan banyak revisi sesuai
dengan prinsip dan karakteristik ekonomi Islam itu sendiri dan ini merupakan alternatif yang
paling mudah dilakukan karena tiada memerlukan kajian yang terlalu mendalam serta waktu
yang cukup lama. Kedua, adalah melakukan rekonstruksi sejarah lewat karyakarya terdahulu
seperti yang tertuang pada tabel terhadap pemikiran ekonomi Islam dan memformulasikan
kembali sesuai dengan prinsip dan karakteristik ekonomi Islam, sehingga melahirkan satu konsep
baru yang benar benar merupakan hasil kajian dan pemikiran mendalam terhadap sistem
ekonomi Islam. Tentu saja alternatif kedua ini membutuhkan waktu, biaya serta semangat yang
sangat besar. Dan diperlukan pengujian berulang ulang atas teori tersebut sehingga mampu
diakui oleh masyarakat pengguna.

Sejalan dengan penulis, Ahmad Dimyati melakukan pemetaan, model pemikiran yang
berkembang dalam ekonomi Islam, terkait dengan keterlibatan etika sebagai dasarnya, terdapat
beberapa model pemikiran; Pertama, etika yang didasarkan langsung kepada sumber-sumber
utama nilai Islam (al-4XU·DQ GDQ DO-Sunnah). Kedua, upaya menggali pemikiran para
sarjana klasik yang diyakini telah berhasil melakukan formulasi sistem etika Islam, kemudian
diterapkan di bidang ekonomi, baik secara tekstual maupun disertai interpretasi dan modfikasi
baru. Ketiga, mengambil sistem ekonomi (konvensional) - yang pada kenyataannya memang
telah menyediakan dan berhasil membuktikan secara empirik akan eksistensinya - sebagai
kerangka dasar sistem ekonomi Islam. Keempat, mengupayakan berlangsungnya proses sintesis
antara nilai-nilai Islam dengan sistem dan teori ekonomi konvensional, sebagai cara untuk
melahirkan sistem ekonomi Islam yang tidak sekedar memenuhi tuntutan normatif atau paling
banter epistemologis, namun lebih dari itu agar dapat dibentuk suatu kerangka aksi yang jelas
sebagai wujud implementasi sistem ekonomi Islam itu sendiri.

II. Prinsip-Prinsip Ekonomi Dalam Islam


Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang merupakan bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima
nilai universal yakni : tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah
(pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-
teori ekonomi Islam.1 Namun teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan
menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa member dampak pada
kehidupan ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga
prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip
derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.
Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep yang
memayungi kesemuanya, yakni konsep Akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah
yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya. Nilai- nilai Tauhid (keEsaan Tuhan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian),
khilafah (pemerintah, dan ma’ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi
Islam :

1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “Tiada
sesuatupun yang layak disembah selain Allah dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya,
selain daripada Allah” karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus
pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena itu, Allah
adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk memiliki untuk sementara waktu,
sebagai ujian bagi mereka.
Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan.
Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu segala aktivitas
manusia dalam hubungannya dengan alam dan sumber daya serta manusia (mu’amalah)
dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya manusia akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis
2. ‘Adl
Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-
bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka
bumi harus memelihara hukum tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan
mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala sesuatu yaitu Allah. Fungsi
Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat
keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model
yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-
sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi
serta bisnis pada khususnya adalah Sidiq (benar, jujur), amanah ( tanggung jawab, dapat
dipercaya, kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas) dan tabligh
(komunikasi keterbukaan dan pemasaran).
3. Khilafah
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah dibumi
artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia
adalah pemimpin. Nabi bersabda: “setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya”. Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia
sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala Negara. Nilai ini mendasari
prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya
adalah untuk menjaga keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi
agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi.

Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat penting dalam
perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai
dengan syari’ah, dan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia.
Semua ini dalam kerangka mencapai tujuan-tujuan syari’ah untuk memajukan kesejahteraan
manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan
manusia.
Status khalifah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia, tidak ada
hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu.
Namun tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam hal
kesempatan, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan
kemampuannya. Individu-individu diciptakan oleh Allah dengan kemampuan yang berbeda-beda
sehingga mereka secara instinktif diperintahh untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling
memaafkan keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa
Islam memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjaannya dalam
kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya
saja pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan pada saat lain menjadi pekerja.5 Pada saat
lain situasinya bisa berbalik, mantan majikan bisa menjadi pekerja dan sebagainya dan hal serupa
juga bisa diterapkan terhadap budak dan majikan.

Selain pemaparan di atas, prinsip-prinsip mendasar dalam ekonomi Islam mencakup antara lain
yaitu
a. Landasan utama yang harus dijadikan pegangan bagi seseorang khusunya dalam dunia
perekonomian adalah Iman, menegakkan akal pada landasan Iman, bukan iman yang harus
didasarkan pada akal/pikiran. Jangan biarkan akal/pikiran terlepas dari landasan Iman.
Dengan demikian prinsip utama ekonomi Islam itu bertolak kepada kepercayaan/keyakinan
bahwa aktifitas ekonomi yang kita lakukan itu bersumber dari syari’ah Allah dan bertujuan
akhir untuk Allah
b. Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi Islam
menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Ekonomi Islam mengajarkan manusia
untuk bekerjasama dan saling tolong menolong. Islam menganjurkan kasih saying antar
sesame manusia terutama pada anak yatim, fakir miskin, dan kaum lemah
c. Ekonomi Islam memerintahkan kita untuk bekerja keras, karena bekerja adalah sebagai
ibadah. Bekerja dan berusaha merupakan fitrah dan watak manusia untuk mewujudkan
kehidupan yang baik, sejahtera dan makmur di bumi ini.
d. Prinsip keadilan sosial dalam distribusi hak milik seseorang, juga merupakan asas tatanan
ekonomi Islam. Penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang dalam ekonomi Islam
bukanlah hak milik nutlak, tetapi sebagian hak masyarakat, yaitu antara lain dalam bentuk
zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya.
e. Prinsip jaminan sosial yang menjamin kekayaan masyarakat Muslim dengan landasan
tegaknya keadilan.

III. Permasalahan Ekonomi Islam


Permasalahan dalam ekonomi Islam adalah distribusi yang tidak merata sedangkan
konvensional adalah kelangkaan. Solusi yang ditawarkan Islam antara lain: Masyarakat
mempunyai hak khiyar Khiyar Syarat (hakpilih) yang dijadikansyarat keduanya Masyarakat
menyelesaikannya dengan media al-shulhu (perdamaian).
Inti dari masalah ekonomi yang kita pahami selama ini adalah kebutuhan manusia yang
tidak terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Para ahli ekonomi konvensional
menyebutnya sebagai masalah kelangkaan. Kelangkaan atau kekurangan berlaku sebagai
akibat dari ketidakseimbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor yang
tersedia dalam masyarakat. Disuatu pihal dalam masyarakat selalu terdapat keinginan yang
relatif tidak terbatas untuk menikmati berbagai jenis barang dan jasa yang dapat memenuhi
kebutuhan mereka. oleh sebab itu masyarakat tidak dapat memperoleh dan menikmati semua
barang yang mereka butuhkan atau inginkan. Mereka harus membuat membuat pilihan.
a. Kebutuhan Masyarakat
Yang dimaksudkan dengan kebutuhan masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk
memperolehbarang dan jasa Keinginan untuk memperoleh barang dan jasa dapat
dibedakan kepada dua bentuk :
1. Keinginan yang disertai oleh kemampuan untuk membeli
2. Keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan untuk membeli.
Barang yang dibutuhkan manusia terdiri dari benda yang dapat dilihat dan diraba
secara fisik seperti baju, sepatu, makanan dan minuman. Jasa bukanlah berbentuk
benda sebab ia merupakan layanan seorang atau suatu barang yang akan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Banyak pemikir ekonom muslim yang membahas tentang
permasalahan ekonomi dalam Islam diantaranya adalahBaqr As-sadr dan Alghazali.

a. Pemikiran Ekonomi Baqr As-Sad


Imam al-Sayid al-Stahid Muhamad Baqir bin Al-Sayyid Hairar IbnIsmail al-Sadr
lahir di Kazhimiyyah, pinggiran Kora Baghdad, Irak pada tanggal 01 Maret 1935 .
Muhamad Baqir al-Sadr marupakan pemikir muslimyang produktif
dalammenghasilkan karya diberbagai bidang disiplin ilmu. Walaupun tidak memiliki
latar belakang pendidikan ekonomi, akan tetapi Baqir al-sadr piawai
dalammenjelaskan pemikiran teori-teori ekonomi konvensional. Kitab Iqtishduna
telah terbukti sebagai salah satu studi komparatif yang laing tajam
dalamsistemekonomi Islam, kapitalis dan sosialis Marxisme,dan dikutip oleh hampir
semua ekonomi modern.

Menurur umala ini masalah ekonomi muncul karna adanya distribusi yang tidak
merata dan adil sebagai akibat sistemekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak
yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber
daya sehingga menjadi sangat kaya sementara yang lemah menjadi sangat miskin
karena tidak memiliki sumber daya.

Menurut Al-Sadr sitribusi sumber-sumber produksiyang menjadi dasar, mendahulu


proses produksi itu sendiri. Jadi, dalam perspektif nya yang pertam adalah sumber
produksi kemudian produksi. Dari sini dapat dipahami bahawa yang menjadi titik
awal atau tingkatan pertamasistemekonomi, bukan produksi sebagaimana dalam
ekonomi politik tradisional. Dalam sistem ekonomi Islamdistribusi sumber produksi
mendahulu proses produksi otomatis berada pada tingkatan kedua.
Teori distribusi secara Islami menurut ulama ini terbagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu
:
1. Pekerja yang melakukan kerja pada kekayaan alammenjadi pemilik hasil
kerjanya, yakni peluang
2. Usaha untuk memanfatkan atau mengambil keuntungan dari kekayaan dari
kekayaan alam apa pun membuat sin pelaku usaha ememperolej hal dari
kekayaan alam tersebut.
b. Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
Hujatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muahad Al-Tusi Al-Ghazali lahit di
Tus, sebuah kota kecildi khurasan, Iran, pada tahun 450 H (1058). Sejak muda,
Alghazali hidup dalam dunia Tasawuf Al-ghazali juga sangat antusias dengan
ilmu pengetahuan. Seperti halnya paracendikiawan muslimterdahulu perhatian
Al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang
tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Pemikiran sosio ekonomi Al-Ghazali berfokus pada perilaku individu berakar
dari sebuah konsep yang disebut dengan “Fungsi kesejahteraan sosial Islami”.
Menurut Alghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung
pada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar yakni agama(al-dien), hidup
atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan (nasl) harta atau kekayaan (mal) intelek
atau akal (Aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama
kehidupan umat manusia adalah untuk mencapai kebaikan kehidupan dunia dan
akhirat.

Anda mungkin juga menyukai