Anda di halaman 1dari 2

Terjadinya Erupsi Gunung Semeru Menurut

Ahli Vulkanologi UGM dan ITB


Gunung Semeru  di Jawa Timur pada 4 Desember 2021 mengalami erupsi sekitar pukul 15.00.
Erupsi gunung ini disertai guguran lava dan awan panas yang merusak rumah-rumah warga
dan lingkungan sekitarnya

Menurut peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) meletusnya Gunung


Semeru memiliki dua tipe di antaranya:
Vulkanian
Peneliti Gunung Api atau Volcano Hazard Universitas Gadjah Mada (UGM)
Herlan Darmawan menjelaskan bahwa Semeru merupakan gunung api
stratovulcano yang juga menjadi gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan
ketinggian mencapai 3676 meter. Dalam catatan sejarah, Semeru sudah
meletus sejak 1818 sampai 2021.
“Letusan Gunung Semeru umumnya letusan abu bertipe vulkanian dan strombolian,” ujar
Herlan seperti dikutip dari artikel Tempo.co pada Selasa, 7 Desember 2021.

Strombolian
Sementara itu, Wahyudi yang juga peneliti Gunung Api UGM mengatakan letusan
Gunung Semeru juga bertipe strombolian, yang biasanya diikuti dengan pembentukan
kubah dan lidah lava baru. Masih mengutip artikel Tempo.co, pada saat terjadinya
letusan eksplosif biasanya akan diikuti terjadinya aliran awan panas yang mengalir ke
lembah-lembah yang lebih rendah dan alirannya sesuai dengan bukaan kawah dan
lembah-lembah di Gunung Semeru.

Sebut Wahyudi, bukaan kawah Gunung Semeru saat ini mengarah ke tenggaran atau
ke hulu Besuk Kembar, Besuk Bang, Besuk Kobokan.

Kemudian, mengutip laman Institut Teknologi Bandung di alamat itb.ac.id, Ahli


Vulkanologi Institut Teknologi Bandung Dr Eng Mirzam Abdurrachman berpendapat
bahwa terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung Gunung Semeru
membuat beban yang menutup gunung hilang, sehingga mengakibatkan erupsi.

Mirzam mengatakan meletusnya gunung api dapat diakibatkan tiga faktor, pertama
karena volume dapur magma sudah penuh, kedua karena ada longsoran di dapur
magma yang disebabkan pengkristalan magma, dan yang ketiga di atas dapur
magma.
“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru,” ujar Mirzam seperti dikutip
Tempo.co dari itb.ac.id pada Selasa, 7 Desember 2021.

Hal tersebut dikatakan Mirzam karena ketika curah hujan cukup tinggi, abu
vulkanik yang menahan di puncak berasal dari akumulasi letusan sebelumnya terkikis
oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Sehingga meskipun isi dapur
magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan atau hanya bisa
dideteksi dengan alat, Gunung Semeru tetap bisa meletus.

Anda mungkin juga menyukai