Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah (Otonomi Daerah) sejak
Januari 2001 yang lalu, menimbulkan paradigma pembangunan dari sentralistik (terpusat) ke
desentralistik (ke daerah). Adanya perubahan ini, berarti daerah harus mempersiapkan diri
dari berbagai aspek ; (1). Kesiapan SDM, (2); Kesiapan Keuangan; (3). Partisipasi masyarakat;
dan (4). Kesiapan manajemen pengelolaan potensi daerah (sumber daya alam).

Apabila kesiapan daerah belum memadai, dikawatirkan adanya kebijakan otonomi daerah
tersebut akan menjadi beban dalam melanjutkan pembangunan di daerah. Jika otonomi
daerah dipaksakan dan daerah belum siap, maka untuk mendapatkan sumber pendanaan
(PAD), justru akan mengeksplotasi potensi daerah secara besar-besaran dan akibatnya di
daerah akan terjadi kelangkaan sumberdaya (scarcity) dan akhirnya merugikan (mematikan)
kelangsungan pembangunan.

Faktor yang juga berpengaruh besar dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah partisipasi
koperasi dalam dunia usaha, dan masyarakat golongan bawah, hal ini berarti sejalan dengan
kesiapan masyarakat koperasi dalam pengembangan usaha dan kelembagaan. Tumbuhnya
partisipasi masyarakat ini, berarti tumbuhnya semangat (spirit), kesadaran, kepercayaan,
kerjasama dan inovasi untuk berkembang serta siap menghadapi persaingan dalam dunia
usaha.

Kesiapan koperasi dalam pengembangan usaha, secara tidak langsung akan menumbuhkan
sektor ekonomi yang berarti, di dalamnya akan memberikan kontribusi dalam pemasukan
(PAD) seperti pajak daerah, pajak bumi dan bangunan, retribusi, iuran dan pembayaran
ongkos-ongkos pelayanan, bahkan usaha-usaha unggulan termasuk wisata alam/buatan dapat
menarik investasi dari luar (domestik/asing) yang berarti meberikan jaminan untuk
pemasukan PAD.

goro/gel/02
2. Arah Pembangunan Era Reformasi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia berawal sejak terjadinya krisis moneter pada
pertengahan awal tahun 1997 dan berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis kepercayaan
kepada pemerintah. Keadaan ini dipicu oleh terjadinya Sistim Ekonomi Konglomerasi (SEK)
yang banyak dinodai oleh praktik-praktik bisnis yang tidak wajar seperti monopolistik,
oligopoli dan monopsomi. Di samping itu SEK juga tidak mengakar pada kepentingan rakyat
dan makin memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, antar wilayah atau antar
sektor. Dampak paling buruk yang kita rasakan adalah tinginya tingkat inflasi (mencapai ±
80% pada tahun 1998), tingginya tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi negatif, dan
tingkat kemiskinan hampir mencapai 40% dari jumlah penduduk indonesia.

Bertitik tolak dari gambaran krisis ekonomi seperti itu membuktikan bahwa SEK sudah tidak
relevan lagi untuk dipertahankan. Untuk itulah maka pada Era Reformasi ini pradigma baru
pembangunan harus dirubah. Pembangunan harus ditujukan kepada kepentingan rakyat,
bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok. Pembangunan harus
dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada Daerah Tingkat II
(Kabupaten/Kodya). Disamping itu, tingkat kemandirian harus tinggi, adanya kepercayaan
diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, adanya
persaingan sehat, serta didukung dengan industri yang berbasiskan sumber daya alam. Semua
ini merupakan ciri-ciri Sistim Ekonomi Kerakyatan (SER) yang harus kita tuju bersama.

3. Pengembangan Usaha Koperasi Berbasis Keanggotaan


Bertitik tolak dari arah pembangunan Era Reformasi ini maka Pengembangan Usaha KSU
Mega Goro diarahkan kepada ciri-ciri Sistim Ekonomi Kerakyatan, yang memang sebangun
dengan Prinsip-prinsip Koperasi maka Arah pemikiran pengembangan usaha KSU. Mega
Goro Agara dilandasi atas pemikiran sebagai berikut :
a. Berdasarkan kepentingan anggota
Bahwa usaha yang akan dirintis dan dikembangkan didasarkan oleh kebutuhan ril anggota
dan calon anggota, baik kepentingan ekonomi usahanya maupaun kepentingan lainnya.
Jadi usaha yang akan dikembangkan bukan atas dasar kepentingan pengurus atau
kepentingan pihak-pihak lainnya.

goro/gel/02
b. Menyentuh kebutuhan anggota yang paling mendasar
Bahwa pengembangan usaha koperasi yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan yang
paling mendasar dan dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya serta dapat
mengangkat harkat dan martabat anggota koperasi.
c. Dapat menjadi solusi pemecahan masalah usaha yang dihadapi anggota
Kegiatan usaha koperasi yang akan dikembangkan mempunyai kaitan langsung dengan
kegiatan usaha anggota, dan usaha ini dikatakan efektif apabila menyelesaikan masalah
usaha anggota. Contohnya, usaha kecil sektor informal di pedesaan, dalam pemenuhan
kebutuhan modal usahanya sangat sulit berhubungan dengan Bank, hingga terjerat kepada
rentenir, maka dengan kehadiran Usaha USP permasalahan usaha anggota dapat teratasi.
d. Layak dikembangkan secara ekonomis
Koperasi bukan lembaga sosial, tapi merupakan badan usaha, sehingga dalam
pengembangan usahanya harus dikelola secara profesional, koperasi perlu melakukan
peningkatan daya saing dengan jalan meningkatkan kualitas SDM, strukturisasi, efisiensi
dan dinamika pemikiran dunia usaha. Disamping itu aspek kewirausahaan juga perlu
dikembangkan untuk melihat keadaan usaha ke depan serta secara ekonomis usaha yang
akan dikembangkan layak dijalankan. Jadi perlu adanya kajian-kajian, dan belajar dari
pengalaman yang sudah-sudah serta niat baik yang tulus, iklas yang dilandasi Ilmu,
Tehnologi, Iman dan Taqwa.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, KSU. MEGA GORO AGARA merencanakan


pengembangan usaha jasa perkreditan yaitu Unit Simpan Pinjam (USP) di Kabupaten Aceh
Tenggara, dengan membentuk Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) di titik-titik strategis
sasaran pelayanan usaha. Pembentukan TPK – USP – KSU. MEGA GORO AGARA yang
dinilai layak dan dapat berkembang yaitu sebanyak 10 TPK yaitu di lokasi – lokasi strategis di
Kabupaten Aceh Tenggara.

Pembentukan TPK tersebut didasarkan atas jarak tempuh dengan desa-desa sekitarnya, relatif
dapat dijangkau dengan roda kenderaan dua dan empat, tingginya aktivitas perekonomian,
lokasi pasaran (pekan), dan jangkauan jumlah desa yang dilayani.

goro/gel/02
4. Maksud dan Tujuan Pengembangan Usaha
Secara umum maksud pengembangan usaha ini adalah untuk meningkatkan kemampuan
KSU. MEGA GORO AGARA untuk melayani kegiatan usaha yang dilakukan oleh anggota,
calon anggota dan masyarakat, khususnya dalam hal dukungan perkuatan permodalan,
disamping itu diharapkan usaha koperasi dan usaha anggota meningkat baik volume maupun
kualitasnya. Adapun tujuan pengembangan usaha adalah :
a. Mendirikan Unit Usaha Simpan Pinjam koperasi yang dikelola secara profesional, dan
berdasarkan kepentingan usaha anggota, calon anggota dan masyarakat di Kab. Aceh
Tenggara.
b. Memperankan koperasi sebagai organisasi bisnis, dengan memberikan pelayanan prima
kepada para anggota, calon anggota, anggota luar biasa dan masyarakat sekitarnya.
c. Memperankan koperasi dalam kiprah perekonomian daerah dalam mendukung era
otonomi daerah, melalui perkuatan permodalan usaha kecil sektor informal di pedesaan.
d. Kegiatan usaha yang dalakukan dapat menciptakan peluang dan kesempatan kerja.
e. Mendorong kegiatan usaha lainya untuk dapat berkembang lebih cepat khususnya kegiatan
usaha di pedesaan (usaha kecil sektor informal).

goro/gel/02
BAB II
KEADAAN WILAYAH KABUPATEN ACEH TENGGARA

1. Keadaan Umum Kabupaten Aceh Tenggara


a. Letak Geografis dan Administrasi.
Letak geografis Kabupaten Aceh Tenggara antara 23° 55’ 23” – 4 16’ 37” Lintang Utara dan
96° 43’ 23” – 98° 01’ 32” Bujur Timur dan dikelilingi oleh Bukit Barisan dan Gunung Leuser
yang memanjang dari Utara ke Selatan dengan batas sebagai berikut (lihat gambar ) :
• Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Timur dan Tamiang
• Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur dan Prop. Sumatera Utara
• Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Selatan
• Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat

Luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara sebelum pemekaran (Kabupaten Aceh Tenggara
dimekarkan jadi menjadi 2 (dua) kabupaten pada tahun 2002) adalah 9.950,990 Km 2 yang
terbagi dalam 9 kecamatan dan 229 desa, seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1
Luas Kecamatan dan Jarak Ibukota Kecamatan
Ke Ibukota Kabupaten Tahun 2001 (Sebelum Pemekaran)

Jarak Ibukota
No Kecamatan Ibukota Luas (Km2) (%) Kec. Ke Ibu
kota Kab.
1 Lawe Alas Ngkeran 2.136.530 21,7 6,5
2 Lawe Sigalagala Kuta Tengah 146.430 1,5 20,8
3 Bambel Kuning 10.550 1,1 5,5
4 Babussalam Prapat Hilir 82.100 0,8 3,0
5 Badar Purwodadi 1.765.800 17,7 5,0
6 Blangkejeren Blangkejeren 3.311.320 33,3 104,0
7 Kuta Panjang Kuta Panjang 705.460 7,1 111,0
8 Rikid Gaib Keyaran 595.375 5,9 128,0
9 Terangon Terangon 1.107.425 11,2 142,0
Sumber : Kab. Aceh Tenggara dalam angka tahun 2001
Luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara sesudah pemekaran pada tahun 2002 adalah
4.231,410 Km2 yang terbagi dalam 7 kecamatan dan 163 desa, seperti terlihat pada tabel 2.

goro/gel/02
Tabel 2
Luas Kecamatan dan Jarak Ibukota Kecamatan
Ke Ibukota Kabupaten Tahun 2002 (Sesudah Pemekaran)

Jarak Ibukota
No Kecamatan Ibukota Luas (Km2) (%) Kec. Ke Ibu
kota Kab.
1 Lawe Alas Ngkeran 2.136,530 50,49 6,5
2 Lawe Sigalagala Kuta Tengah 43,920 1,04 20,8
3 Bambel Kuning 100,550 2,38 5,5
4 Babussalam Prapat Hilir 82,100 1,94 3,0
5 Badar Purwodadi 971,190 22,95 5,0
6 Darul Hasanah Darul Imarah 794,610 18,78 6,0
7 Babul Makmur Tanoh Alas 102,510 2,42 31,0
Sumber : Kab. Aceh Tenggara dalam angka tahun 2002

Dari tabel 1 tersebut terlihat bahwa luas wilayah kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tenggara
sangat bervariasi. Luas wilayah Kecamatan yang paling luas terdapat pada Kecamatan Lawe
Alas, kemudian diikuti oleh Badar dan Darul Hasanah. Sedangkan luas terkecil wilayahnya
yaitu kecamatan Babussalam.

b. Topografi
Fisiografi wilayah Kabupaten Aceh Tenggara adalah datar di Lembah Lawe Alas dan disekitar
sungai-sungai, serta berbukit-bukit hingga bergunung kearah Barat, Utara dan Timur wilayah.
Dari Peta Topografi terlihat bahwa Kabupaten Aceh Tenggara memiliki dataran yang sempit
karena sebahagian wilayahnya bergelombang dan bergunung.

Gambaran kelas lereng wilayah Kabupaten Aceh Tenggara memiliki lahan datar (lereng 0 – 8
%) yang sangat sempit yaitu 91.556 Ha atau 9,20 % total luas wilayah. Wilayah dengan lahan
berlereng > 40 % mencapai 243.678 Ha atau 24,49 % dari total luas wilayah Aceh Tenggara,
sisanya 659.864 Ha atau 66,31 % dari total wilayah berlereng 8 – 40 %.

Sedangkan ketinggian dapat dilihat bahwa Kabupaten Aceh Tenggara didominasi oleh daerah
berketinggian lebih dari 500 m diatas permukaan laut (dpl). Wilayah ini mencapai luas 809.757
Ha atau 81,38 % total wilayah. Daerah dengan ketinggian kurang 500 m dpl adalah 185.341 ha
atau 18,62 % total wilayah.

goro/gel/02
c. Tanah
Jenis tanah diwilayah Kabupaten Aceh Tenggara meliputi regosol (utisol), potsolik merah
kuning (PMK), andosol (inceptisol), alivial, kolplek PMK dan litosol, komplek PMK, komplek
podsolik coklat dan komplek renzina litosol. Jenis tanah menunjukkan bahwa wilayah ini
didominasi oleh tanah regosol dan komplek podsolik coklat yang luasnya 399.244 Ha atau
40,12 % total wilayah dan 312.716 atau 31,42 % total wiayah. Di lembah Sungai Alas terdapat
tanah aluvial.

Kedalaman tanah efektif di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara didominasi oleh tanah
berkedalaman lebih besar dari 90 cm dengan luas 939.614Ha atau 94,42 % total wilayah.
Sisanya hanya 5,58 % atau seluas 55.484 Ha berkedalaman efektif 30 cm.

Keadaan drainese tanah menunjukkan bahwa tiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh
Tenggara tidak pernah mengalami genangan air, baik priodik maupun tahunan. Banyaknya
anak sungai dengan kecuraman yang tajam memungkinkan air permukaan bergerak bebas.

d. Iklim
Suhu rata-rata diwilayah Aceh Tenggara adalah 21 – 31 C. Wilayah ini beriklim tropis basah
dengan curah hujannya tidak merata dari suatu tempat ketempat lainnya.

Curah hujan dikabupaten Aceh Tenggara berkisar 1.705 – 2.559 mm/tahun, dengan rata-rata
hari hujan 103 – 105 hari/tahun, bulan basah terdapat pada bulan September s/d Februari dan
bulan kering terdapat pada bulan Maret s/d Agustus.

e. Hidrologi dan Hidrogeologi


Sebahagian wilayah Kabupaten Aceh Tenggara merupakan pegunungan Bukit Barisan yang
secara geologi terutama terdiri atas sedimentasi batuan upper palezoic dan mesozoic. Pada
bagian pegunungan ini terjadi patahan dibeberapa tempat. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara
merupakan hulu tiga sungai besar di Aceh, yaitu Sungai Tamiang, Kluet dan Tripa. Disamping
itu dalam wilayah ini mengalir Suangai Alas yang bermuara di pantai Barat Aceh. Ditinjau dari
pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), wilayah kabupaten ini terdiri dari empat DAS
penting DAS Kr. Tripa, DAS KR. Kluet, DAS Lawe Alas, dan DAS Kr. Tamiang yang

goro/gel/02
luasnya berturut-turut 4.025 Km, 4.060 Km, 7.557 Km, 5.630 Km. Total aliran limpasan
puncak dan debit banjir tahunan keempat DAS tersebut masing-masing 4.611,4 M3/detik.

f. Geologi dan Geologi Tata Lingkungan


Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terletak pada Zona Patahan Utama Sumatera yang masih
aktif. Keadaan strukturnya rumit dengan topografi yang dikontrol oleh patahan muda yang
terjadi pada segmen-segmen tengah sistem patahan Sumatera. Ada empat patahan utama di
daerah ini patahan lokop Kutacane, Blangkejeren – Mamas dan Patahan Lawe Alas. Susunan
batuan terdiri dari atas batuan pratersier sampai kuarter. Batuan sedimen terlipat dan sedimen
horizontal sangat dominan masing-masing mencakup luas wilayah 411.739 Ha dan 280.254
Ha. Jenis batuan lainnya adalah batuan beku dan batuan malihan.
Dari aspek geomorfologi, wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terdiri atas tiga satuan yaitu
satuan pedataran yang menempati kawasan depresi, satuan perbulitan di daerah ketinggian
diatas 250 – 900 m dpl dan satuan pegunungan tinggi yang menempati daerah ketinggian di
atas 900 m dari permukaan laut.

Satuan perbukitan berbentuk kerucut tumpul dengan lembah dan sungai yang kecuramannya
tidak begitu tajam dengan kemiringan lereng dibawah 50 %. Batuan yang membentuk satuan
ini terdiri atas batuan sedimen tersier dan batuan gunung api. Pada satuan pegunungan tinggi
terbentuk tebing-tebing yang curam berlembah sempit dengan kemiringan lebih dari 50 %.
Satuan ini dibentuk oleh batuan pratersier dan batuan malihan serta secara setempat batuan
trobosan dan batuan gunung api tersier.

g. Penggunaan Lahan.
Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara merupakan pegunungan dengan kemiringan yang tinggi.
Namun demikian wilayah ini kaya dengan berbagai jenis flora dan fauna. Oleh karena itu
sebagian besar wilayah ditetapkan sebagai hutan lindung dan cagar alam. Cagar Alam Taman
Nasional Gunung Leuser menempati luas 500.000 Ha atau 50,24 % dari total wilayah (sebelum
pemekaran, data sesudah pemekaran belum diperoleh). Luas wilayah yang dapat digunakan
untuk pemukiman (11,2 %) dan kegiatan pertanian (4,20 %) dalam arti luas relatif sangat
sempit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

goro/gel/02
Dari tabel 3 tersebut menunjukkan, bahwa luas wilayah yang digunakan untuk berbagi tujuan
budidaya adalah 51.546 Ha atau 5,19 % dari total luas wilayah. Kedalaman luas tersebut belum
termasuk hutan produksi yang telah diserahkan kepada pengusaha HPH. Potensi areal
pertanian seluas 42.093 Ha (4,29 %) selain itu masih terdapat areal yang belum dimanfaatkan
(sleeping land) seluas 11.946 Ha yang tersebar diseluruh kecamatan.

Tabel 3
Luas Wilayah (Ha) Menurut Penggunaan Lahan
Di kabupaten Aceh Tenggara (Sebelum Pemekaran)
Tahun 2000

Luas Wilayah
No. Jenis Penggunaan Lahan
Ha (%)
1. Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser 500.000 50,24 %
2. Hutan Lindung/Produksi 330.000 33,16 %
3. Padang Rumput/Alang-alang 9.453 0,90 %
4. Areal Pertanian 42.093 4,29 %
5. Perkampungan 111.463 11,20 %
Jumlah 995.099 100 %
Sumber : Kab. Aceh Tenggara dalam angka tahun 2000

Potensi areal pertanian seluas 42.093 Ha (4,29 %) selain itu masih terdapat areal yang belum
dimanfaatkan (sleeping land) seluas 11.946 Ha yang tersebar diseluruh kecamatan.

2. Keadaan Sosial
a. Kependudukan
Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2001 sebesar 149.695 jiwa yang
terbagi dalam 32.361 rumah tangga dengan kepadatan penduduk antara 9,5 – 633

jiwa/Km2 dan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 35 jiwa/Km 2 (Lihat Tabel 4).
Kecamatan yang paling padat penduduknya sampai kepada yang paling jarang dalah
berturut-turut Kecamatan Lawe Sigalagala, Kecamatan Babussalam, Kecamatan Bambel,
Kecamatan Badar, Kecamatan Babul Makmur, Kecamatan Darul Hasanag dan Kecamatan
Lawe Alas.

Sedangkan jenis mata pencaharian yang paling dominan di Kabupaten Aceh Tenggara
adalah Petani 84%, Buruh 2,4%, Pedagang 5,8%, PNS 1,4 % dan lain-lain 6,4 %.

goro/gel/02
Tabel 4
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Dirinci Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Aceh Tenggra
Tahun 2002
Kepadatan
Luas Jumlah
No. Kecamatan Penduduk
(Km2) Penduduk
(Jiwa/Km2)
1 Lawe Alas 2.136 20.176 9,40
2 Lawe Sigalagala 44 27.791 633,00
3 Bambel 101 30.485 303,20
4 Babussalam 82 32.213 392,40
5 Badar 971 16.277 17,40
6 Babul Makmur 103 11.911 116,21
7 Darul Hasanah 795 10851 14,68
Jumlah 4.232 149.695 35,33
Sumber : Monografi Kab. Aceh Tenggara, 2002

b. Adat Istiadat
Kabupaten Aceh Tenggara merupakan pinyu gerbang masuk kelurnya suku dari daerah
lain, ini disebabkan karena letak geografisnya yang langsung berbatasan dengan Provinsi
Sumatra Utara (Kabupaten Tanah Karo) dan mempunyai kesamaan bahasa dan istiadat
dengan suku tersebut.

Secara umum adat istiadat yang berkembang di Kabupaten Aceh Tenggara sesuai dengan
suku yang mendaiami daerah ini seperti suku; Alas, Gayo, Singkil, Aceh, Karo, Tapanuli
Utara, Tapanuli Selatan, Padang, Melayu dan Jawa. Agama yang dianut mayoritas adalah
Islam dan sisanya Kristen Protestan. Keragaman etnis yang mendiami Kabuapten Aceh
Tenggara ini, membawa konsensi masyarakatnya mempunyai tingkat toleransi yang cukup
tinggi, pelaksanaan adat istiadat dan ibadah kegamaan tidak menemui kesulitan dan dapat
berintraksi dengan baik.

3. Keadaan Ekonomi
a. Struktur Ekonomi

goro/gel/02
Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Aceh Tenggara atas
dasar harga konstan tahun 1993, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2001 sebesar 1,99 %
b. Sektor Pertanian
 Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan
Secara garis besar sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian di
Kabupaten Aceh Tenggara dan memberikan sumbangan sebesar 50 %. Tanaman padi
sawah adalah komoditi andalan di kabupaten ini. Selain dari tanaman padi sawah
tanaman bahan makanan lainnya juga cukup potensial seperti : jagung, kacang tanah,
kedelai, cabe, rambutan, langsat, jeruk, durian dan nenas.
 Sub Sektor Perkebunan
Komoditi perkebunan yang cukup potensial yaitu : karet, kelapa, kopi, tembakau,
nilam, kemiri, pinang dan gambir.
Komoditi-komoditi perkebunan potensial di Aceh Tenggara mengalami peningkatan
produksi yang cukup variatif. Diantaranya komoditi tanaman gambir yang merupakan
komoditi khas Kabupaten Aceh Tenggara (Kecamatan Lawe Alas dan Badar).
 Sub Sektor Perikanan
Usaha budidaya perikanan yang ada adalah perikanan darat yang dilakukan pada media
kolam dan sawah. Budidaya perikanan di sawah diusahakan secara bergilir dengan padi
sawah, dengan jenis ikan yang dibudidayakan meliputi : ikan mas, ikan mujair, ikan lele,
belut dan ikan jurung.
 Sub Sektor Peternakan
Jenis ternak yang dikembangkan meliputi : sapi, kerbau, kuda, kambing, babi, domba,
ayam dan itik. Untuk ternak besar, kerbau adalah jenis ternak yang paling banyak
diusahakan masyarakat terutama di Kecamatan Blangkejeren, Kuta Panjang, Rikit Gaib
dan Terangon.
 Sub Sektor Kehutanan
Luas hutan di kabupaten Aceh Tenggara pada tahun 1999 seluas 880.000 Ha terdiri
dari hutan lindung 168.000 Ha (19,09 %), hutan produksi terbatas 135.000 Ha ( 15,34

goro/gel/02
%), hutan suaka alam/kawasan Taman Nasional Gunung Leuser 500.000 Ha ( 56,82
%) dan hutan cadangan (hutan produksi yang dapat dikonversi) 77.000 Ha (8,75 %).
c. Sektor Perdagangan
Perkembangan dalam bidang perdagangan sangat erat kaitannya dengan perkembangan
pada bidang lainnya, khususnya dalam kebijaksanaan pengadaan dan pendistribusian
barang dan bahan-bahan penting lainnya.
Adapun usaha perdagangan daerah dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, khususnya usaha kecil formal dan usaha kecil non
formal.
d. Sektor Industri
Perkembangan sektor industri di Kabupaten Aceh Tenggara hanya bertumpu pada
perusahaan industri yang berskala kecil dan industri Kerajinan Rumah Tangga. Perusahaan
Industri yang berskala menengah hanya ada 2 perusahaan, sedangkan industri yang
berskala besar belum ada sama sekali. Perusahaan industri yang berskala kecil ada 444 buah
dan industri kerajinan rumah tangg 1.358 yang lokasinya merata disemua kecamatan
dengan beraneka jenis usaha.

Jenis industri kecil di Kabupaten Aceh Tenggara ada 2 yaitu industi kecil formal dan
industri non formal, keduanya bergerak dibidang (komoditi) :
a. Pangan yang terdiri dari :
Pengupasan kopi, pembuatan tepung beras, pembuatan gula tebu, pembuatan gula
merah, pembuatan bubuk kopi, pembuatan es batu, pembuatan tempe, pembuatan
tahu, pembuatan kerupuk gilingan rempah, pembuatan kepang, pembuatan limun,
pembuatan roti, pembuatan jamu botol, pengupasan kemiri dan perontokan jagung.
b. Sandang dan kulit terdiri dari usaha bordir, penjahit pakaian, pembuatan pakaian adat,
dan penjahit kopiah.
c. Kimia dan bahan bangunan, terdiri dari : Kilang kayu mekanis, ketam, kozen mekanis,
meubel kayu, pembuatan gambir meubel rotan, pembuatan kursi bambu, penyulingan
minyak sereh wangi, pembuatan tegel dan usaha batu bata.

goro/gel/02
d. Kerajinan dan Umum, terdiri dari : Anyaman pandan, anyaman rumbia, anyaman
bambu, gagang alsin tani, tukang tilam, pembuatan batu aji, tukang emas, pembuatan
sapu ijuk, keriting rambut, ukiran kayu, pembuatan gerabah dan kerajinan lidi.
e. Logam terdiri dari : Usaha pandai besi, tukang kaleng, tukang las dan reparasi alat-alat
elektronik termasuk reparasi jam.
f. Untuk industri kecil formal terdapat 444 unit usaha dagang mempergunakan 1.530
orang tenaga kerja, jumlah investasi Rp. 1,64 milyar dan menghasilkan output sebesar
Rp. 13,31 milyar (liha tabel 5).
Pada tahun 2001 Untuk industri kecil non formal terdapat 1.358 unit usaha dengan
mempekerjakan 3.773 orang tenaga kerja, jumlah investasi yang ditanamkan sebesar
Rp. 236,14 juta dan menghasilkan output sebesar Rp. 5,34 milyar (lihat tabel 5).
Tabel 5
Keadaan Industri Kecil Non Formal
Di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2001

Jumlah Jumlah
Jumlah Jumlah
Unit Tenaga
No. Komoditi Investasi Output
Usaha Kerja
(Rp. 000) (Rp. 000)
(UU) (Orang)
1. Pangan 562 1.934 49.600 3.353.500
2. Sandang dan kulit 57 158 25.000 280.000
3. Kimia dan Bahan Bangunan 266 641 90.360 868.500
4. Kerajinan dan umum 421 936 41.140 665.000
5. Logam 51 104 30.036 169.000
Jumlah 1.358 3.773 236.136 5.336.000
Sumber : Monografi Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2001.
BAB II
KEADAAN KSU. MEGA GORO AGARA

1. Sejarah Berdirinya KSU. Mega Goro Agara


KSU. Mega Goro Agara didirikan pada tanggal 20 Pebruari 2001 di Kutacane, yang dihadiri
sebanyak 107 peserta, yang hadir ummumnya dari unsur simpatisan, anggota dan pengurus di
lingkungan PDIP Komca Kabupaten Aceh Tenggara. Dari segi profesi umum anggota ini
sebagai wirausaha-wirausaha di berbagai sektor dan lini, yang secara aktif berperan mewarnai

goro/gel/02
roda perekonomian Kabupaten Aceh Aceh Tenggara. Pada Rapat Pendirian tersebut terpilih
pengurus pertama adalah ;
- Zul Masrul, sebagai ketua,
- M. Yusuf Ariga, sebagai sekretaris dan
- M. Yusri Rangkuti, SP sebagai bendahara.

Adapun yang melatar belakangi pendirian koperasi ini antara lain atas prakarsa beberapa
anggota, dan saran dari Pimpinan Pusat Organisasi, agar didirikan koperasi sebagai wadah
bersama dalam peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat, dapat berperan aktif dalam
kegiatan ekonomi daerah secara adil dan fair.

Pada tanggal 12 Juli 2001 Akta Pendirian KSU. Mega Goro Agara disahkan oleh pejabat yang
berwenang (Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan PKM Kabupaten Aceh Tenggara) dengan
Nomor : 152/BH/KDK.1-8/VII/2001 Tanggal 12 Juli 2001.

2. Gambaran Umum Kegiatan Usaha


Sejak saat pendirian sampai dengan saat ini, diusianya yang masih sangat dini, kegiatan usaha
KSU. MEGA GORO AGARA belum ada yang berjalan seperti yang diharapkan.
Untuk mengembangkan program-program usaha dihadapkan pada kendala terutama dalam
hal permodalan, dimana kemampuan pemupukan modal dari anggota sangat terbatas sekali,
sehingga untuk pembentukan usaha koperasi belum dapat terwujud.

3. Lokasi Usaha dan Kantor Pusat


Lokasi usaha dan Kantor Pusat KSU. MEGA GORO AGARA di Jl. Melati No. 07
Kecamatan Babussalam Kab. Aceh Tenggara. Lokasi usaha ini secara ekonomis cukup
strategis karena mudah dijangkau oleh anggota dan mitra dagang koperasi, karena didukung
oleh sarana umum yang cukup memadai dan dapat dicapai berbagai alat transportasi, sehingga
memudahkan pelayanan bagi anggota dan anggota potensial dari berbagai kecamatan di
Kabupaten Aceh Tenggara.

goro/gel/02
4. Aspek Yuridis Formal

Secara yuridis formal KSU. MEGA GORO AGARA dapat beroperasi karena telah
didukung oleh surat perizinan sebagai berikut ;
1. Badan Hukum No. 152/BH/KDK.1-8/VII/2001 Tanggal 21 Juli 2001
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) No. 516/094/III/2002
3. Surat Keterangan Izin Tempat Usaha (SKITU) No.503/076/SITU/2002
4. Tanda Daftar Perusahaan Koperasi (TDPK) No. 010820100201
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) N0. 01.177.860.0-102.000

5. Aspek Organisasi dan Manajemen

• Keanggotaan
Jumlah Anggota KSU. MEGA GORO AGARA sampai dengan saat ini, berdasarkan data
keanggotaan, tercatat sebanyak 107 orang. Pada masa yang akan datang jumlah anggota ini
diharapkan akan bertambah seiring dengan peningkatan pelayanan yang diberikan oleh
koperasi.

• Administrasi
Administrasi organisasi dan administrasi usaha direncanakan dikerjakan dengan baik dan tertib
dan dilaksanakan oleh personil yang tepat oleh KSU. MEGA GORO AGARA. Administrasi
organisasi yang digunakan adalah buku 16 yang dikeluarkan oleh pejabat.

• Pengurus
Susunan pengurus KSU. MEGA GORO AGARA, merupakan susunan pengurus kedua sejak
saat pendirian dengan susunan sebagai berikut :
Ketua I : ZUL MASRUL
Ketua II : LANTRA
Sekretaris I : M. ASWIN, SE

goro/gel/02
Sekretaris II : SEHIMA
Bendahara : M. YUSRI RANGKUTI, SP

• Badan Pengawas :

Susunan Badan Pengawas Priode 2001 s/d 2004 adalah sebagai berikut :
Ketua : M. YUSUF ISA
Anggota : LANTRA
Anggota : MAIJIN SIMANJUNTAK

• Manejer Utama :

Berdasarkan Rapat Pengurus tentang pelaksanaan kegiatan usaha koperasi, maka disadari
bahwa pengelolaan usaha harus profesional, maka diputuskan untuk mengangkat manejer
utama sebagai pengelola profesional usaha-usaha KSU. Mega Goro Agara. Adapun Manejer
utama dengan bagian unit-unit usaha lainnya sebagai pembantu manejer utama adalah sebagai
beikut :
 Manejer Utama : M. ASWIN, SE
 Bidang Unit Simpan Pinjam (USP) : SAMSUL, SE
 Bidang Industri dan Perdagangan : SAMSUL BAHRI
 Bidang Jasa Angkutan : ISWATI, ST
 Bidang Sanggar Seni Budaya : SRI MAHYUNI DARA, S.Pd
 Bidang Komoditi Pertanian : ELPIANTO
 Bidang Traveling/Keparawisataan : A. BAKRI

6. Aspek Keuangan

Jumlah asset yang dimiliki KSU. MEGA GORO AGARA saat ini (per 30 Desember 2001)
sebesar Rp. 8.889.000,- . yang merupakan modal sendiri dan yang berasal dari luar anggota
koperasi lebih rinci lihat Lampiran 1 (Neraca KSU. Mega Goro Agara Per 31 Desember
2001).

goro/gel/02
BAB IV

PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA UNIT SIMPAN PINJAM


(TPK – USP – KSU. MEGA GORO AGARA)

1. Alasan Pemilihan Usaha USP

Berdasarkan analisa potensi wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, aspek kepentingan


/kebutuhan anggota dan calon anggota koperasi, sumber daya yang dimiliki, serta potensi

goro/gel/02
pasar yang akan digarap, pangsa pasar yang mungkin diserap, kesesuai dengan kebutuhan
ril anggota, maka KSU. MEGA GORO AGARA merencanakan pengembangan usaha Unit
Simpan Pinjam (USP).

Kita ketahui bersama bahwa permasalahan utama yang dihadapi Usaha Kecil khususnya
sektor informal di pedesaan maupun perkotaan, adalah ; Kemampuan Akses Pasar yang lemah,
Kemampuan terhadap pengembangan SDM rendah, Pengusaan terhadap tehnologi rendah dan Akses
terhadap sumber-sumber keuangan seperti perbankan, dan lembaga keuangan lainnya sangat lemah,
Lemahnya kemampuan permodalan dan akses terhadap perbankan hampir merata dialami oleh
usaha kecil sektor informal yang ada di pedesaan, sehingga selalu terjerat kepada rentenir atau
yang sejenisnya. Maka dinilai kegiatan usaha yang tepat saat ini adalah mengembangakan
kegiatan usaha USP yang berbasiskan kepentingan anggota dan calon anggota yang melakukan
kegiatan usaha berbagai bidang yang ada di pedesaan.

2. Profil Tempat Pelayanan Koperasi – Unit Simpan Pinjam (TPK – USP)


Kegiatan uasah USP yang dilakukan direncanakan dengan membentuk TPK – USP (Tempat
Pelayanan Koperasi Unit Simpan Pinjam) di setiap kemukiman yang mempunyai aktivitas
ekonomi yang tinggi dan mempunyai hari pasaran (Pekan) di Kabupaten Aceh Tenggra. Ada
10 (enam ) TPK-USP yang direncanakan dibentuk yaitu sepert terlihat pada tabel 6.

Kriteria lokasi yang yang dipilih adalah antara lain mempunyai aktivitas ekonomi yang cukup
tinggi, mempunyai hari pasaran (pekan), di lokasi ini masyarakat menjual hasil bumi, hasil
ternak, hasil pertanian, hasil kerajinan, dan komoditi lainnya. Dengan demikian kegiatan TPK,
dan kegiatan ekonomi anggota dan calon anggota saling terkait.
Tabel 6
Rencana Pembentukan TPK – USP – KSU. MEGA GOROB AGARA
Di Kabupaten Aceh Tenggara

No Nama TPK Lokasi TPK Kecamatan


1 TPK – USP
Ds. Lawe Desky Babul Makmur
Unit Lawe Desky
2 TPK – USP
Ds. Lawe Sigalagala Lawe Sigalagala
Unit Lawe Sigalagala
3 TPK – USP Ds. Sp. Semadam Lawe Sigalagala

goro/gel/02
Unit Simpang Semadam
4 TPK – USP
Ds. Kuning Bambel
Unit Kuning
5 TPK – USP Kelurahan Kota
Babussalam
Unit Kelurahan Kota Kutacane
6 TPK – USP Pasar Inpres
Babussalam
Unit Pasar Inpres – Kutacane Kutacane
7 TPK – USP
Badar Badar
Unit Badar
8 TPK – USP
Ngkeran Lawe Alas
Unit Ngkeran
9 TPK – USP
Blangkejeren Blankejeren
Blangkejeren
10 TPK – USP
Mamasta Darul Hasanah
Darul Hasanah

3. Manajemen TPK - USP


♦ Aspek Sumber Daya Manusia
TPK-USP yang dibentuk tersebut dikelola secara profesional, dan dilengkapi dengan
prasarana pendukung yang memadai. Pada setiap TPK ditempatkan 3 (tiga) orang personil
yang sudah dididik dan dilatih tentang manajemen USP, dan dilakukan secara
berkesinambunngan, minimal dilatih setiap tahun sekali. Adapun ketiga personil serta
kualifikasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut
a. Koordinator 1 (satu) orang, pendidikan minimal D3 Bidang Ekonomi dan
mempunyai minat yang tinggi terhadap koperasi dan pembinaan usaha kecil.
b. Kasir 1 (satu) orang, pendidikan minimal SLTA Kejuruan Bidang Ekonomi dan
mempunyai minat yang tinggi terhadap koperasi dan pembinaan usaha kecil.
c. Petugas lapangan 1 (satu) orang, pendidikan minimal SLTA, Komunikatif, familiar
dan mempunyai minat yang tinggi terhadap koperasi dan pembinaan usaha kecil.

♦ Aspek Prasaran dan Sarana


Disamping personil tersebut sarana dan prasarana yang dibutuhkan setiap TPK adalah
minimal Perabotan kantor, Mesin ketik dan ATK lainnya serta satu unit sarana transportasi
kenderaan roda dua untuk pool kantor, dan pekerjaan lapangan.

goro/gel/02
♦ Aspek Organisai
Setiap TPK, Kordinatornya bertangungjawab sepenuhnya terhadap kegiatan USP yang
telah digariskan. Koordinator mengawasi tugas bawahannya, membimbing dan
mengarahkan. Koordinator dengan dibantu stafnya menyusun program bulanan,
semesteran dan tahunan dan melaporkan dan mempertanggungjawabkannya kepada
Kepala Bagian USP KSU Mega Goro.

♦ Aspek Administrasi dan Akuntansi


Sistim administrasi keuangan yang direncanakan diterapkan adalah sistim administrasi
USP/KSP yang dikelurkan oleh Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia, dan dilakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan dengan ketentuan
tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan Prinsip Akuntansi Koperasi
Indonesia.

4. Produk Layanan TPK – USP – KSU Mega Goro

a. Pinjaman modal kerja bagi usaha kecil sektor informal


♦ Pada tahap awal direncanakan pemberian pinjaman modal kerja kepada usaha kecil sektor
informal seperti pedagang sayur, pedagang makanan, pedagang kios, pedagang ikan,
pedagang ternak, dan pedagang hasil bumi.
♦ Maksimum pinjaman modal kerja sebesar Rp. 600.000,- dengan lama waktu pinjaman 4
(empat) bulan.
♦ Jasa pinjaman ditetapkan sebesar 3% per bulan dihitung secara merata setiap bulan.
♦ Angsuran pinjaman dilakukan secara mingguan, sesuai dengan hari pasaran atau menurut
kebutuhan anggota.
♦ Pemberian pinjaman dilakukan dengan seleksi yang cukup ketat dan rasional. Persyaratan
administrasi peminjam cukup photo copy KTP, dan alamatnya serta kegiatan usahanya
diketahui oleh petugas lapangan.
♦ Pada awal operasi usaha ini jasa pinjaman diberikan kepada anggota koperasi dan calon
anggota.

goro/gel/02
b. Simpanan
Seperti umumnya USP/KSP bahwa modal yang dikelola adalah modal anggota koperasi,
USP/KSP mempunyai prinsip “dari anggota oleh anggota dan untuk anggota. Pada tahap
awal operasi usaha ini belum ditetapkan tingkat suku jasa simpanan anggota dan belum
dikelurkan produk jasa layanan simpanan oleh anggota, namun demikian anggota dan
calon anggota yang menyimpan akan dilayani juga.

5. Perkiraan Pembiayaan Setiap TPK – USP – KSU. Mega Goro Agara


Untuk memprediksi pembiayaan setiap unit TPK yang dibentuk, dengan sistem yang akan
diterapkan dan asumsi pokok yang yang digunakan, maka dapat diperoleh biaya operasi setiap
TPK secara garis besarnya sebagai berikut ;
 Investasi :
1. Kenderaan roda dua 1 (satu) unit = Rp. 12.000.000,-
2. Perabotan kantor = Rp. 5.000.000,-
3. Peralatan Adm. Kantor = Rp. 2.500.000,-
4. Sewa kantor 1 (satu) tahun = Rp. 1.200.000,-
Jlh Investasi = Rp. 20.700.000,-
 Modal Kerja
1. Modal pinjaman kepada anggota = Rp. 60.000.000,-
2. Biaya Gaji = Rp. 21,450.000,-
3. Lumsum = Rp. 10.800.000,-
4. Adm Kantor = Rp. 13.200.000,-
5. Biaya pelatihan SDM TPK = Rp. 2.700.000,-
Jlh. Modal Kerja = Rp. 116.550.000,-

Total Kebutuhan Dana TPK = Rp. 137.250.000,-


Lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 Kebutuhan Dana untuk Pengembangan 10
(sepuluh) Unit TPK – USP – KSU. Mega Goro Agara di Kabupaten Aceh Tenggara.

6. Sumber Dana dan Komposisi Pembiayaan


Sumber dana untuk membiayai pengembangan usaha ini direncanakan dari pasilitas
pinjaman atau bantuan lunak maupun program-program khusus dari Pihak lain sebesar 100%
dengan asumsi biaya pinjaman ini sebesar 12 % pertahun dan lama pinjaman 5 tahun.

goro/gel/02
7. Rencana Pengembalian Pinjaman

Pinjaman modal tersebut direncanakan akan dikembalikan dengan asumsi tingkat bunga 12%
pertahun, lama pinjaman 5 tahun dengan perhitungan bunga menurun. Lebih rinci rencana
pengembalian pinjaman dapat dilihat pada tabel 9.

BAB V
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

1. Perkiraan Penerimaan
Perkiraan penerimaan dan biaya dapat diuraikan dengan asumsi pokok sebagai berikut :
a. Setiap TPK diperkirakan melayani anggota sebanyak 100 orang
b.Pinjaman modal kerja diberikan rata-rata Rp. 600.000,-

goro/gel/02
c. Lama pinjaman 4 bulan
d.Jasa pinjaman 3 %/Bulan
e. Angsuran pinjaman dan pembayaran jasa ditetapkan sistim mingguan
f. Perhitungan jasa dan angsuran pokok sama rata setiap bulan
g.Turnover 3 x dalam satu tahun

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diprediksikan penerimaan setiap satu TPK dalam satu
tahun operasi yaitu ;
= Rp. 600.000,- x 100 Org x 3 Kali/Org
= Rp. 180.000.000,- (Lebih rinci lihat tabel 7 dan tabel 8).

2. Perkiraan Biaya Operasi


Berdasarkan rencana dan target pertahun serta asumsi pokok yang telah dikumukakan, maka
biaya operasi setiap unit TPK, setelah diadakan pengembangan dapat diperkirakan seperti
terlihat pada tabel 7, dan Proyeksi rugi laba dan Tabel 10. Diasumsikan biaya operasi
tersebut berlaku konstan setiap tahun.

3. Proyeksi Sisa Hasil Usaha


Berdasarkan perkiraan penerimaan hasil usaha dan pengeluaran untuk kegiatan usaha, maka
dapat diperoleh proyeksi sisa hasil usaha. Lebih rinci lihat tabel 10. SHU yang
diproyeksikan selama 5 tahun tersebut menunjukkan bahwa dapat menutupi biaya
bunga dan angsuran pokok pinjaman.

4. Proyeksi Arus Kas


Proyeksi arus kas setelah adanya pengembangan dapat dilihat pada tabel 11, yang
didasarkan pada arus penerimaan kegiatan usaha dan pengeluaran setelah diadakan
tambahan investasi modal kerja USP. Berdasarkan Proyeksi Arus Kas tersebut dapat
dilihat bahwa rata-rata setiap tahun mengalami surplus kas dan dapat membiayai aktivitas
kegiatan usaha ini tanpa mengalami devisit kas, termasuk biaya pinjaman dan angsuran
pinjaman.

goro/gel/02
5. Analisa Kriteria Investasi (NPV)
Analisa kriteria investasi berdasarkan discounted criterian digunakan analisa NPV (Net
Present Value). Perhitungan NPV atas pengembangan usaha ini dapat dilihat pada tabel
12. Pada evaluasi tersebut menunjukkan NPV = (+) pada df = 6%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan usaha ini layak dan perlu dibantu, karena berdasarkan
analisa kriteria investasi NPV = +, menunjukkan bahwa pengembangan usaha ini layak
untuk dijalankan.

BAB VI
KESIMPULAN

1. Dari aspek pemasaran, sumber daya manusia, aspek yurudis formal, tingkat pesaing, serta
berdasarkan pengamatan karakteristik pelaku ekonomi sektor informal di pedesaan selama
ini, serta hambatan-hambatan yang mungkin dialami menunjukkan hasil yang positif, maka

goro/gel/02
usaha ini mempunyai prospek yang baik jika dikelola dengan baik dan profesional serta
didukung oleh sarana dan prasarana usaha yang memadai terutama permodalan.

2. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan discounted criterion menunjukkan hasil; NPV = +, pada
df 6%, maka pengembangan usaha ini secaa finansial layak untuk dikembangkan dan
dilaksanakan

3. Berdasarkan proyeksi perhitungan SHU, yang diasumsikan bahwa tingkat penjualan konstan
menunjukkan surplus kas dan dapat menutupi biaya operasi serta kemampuan membayar
bunga dan pinjaman cukup terjamin.

4. Ditinjau dari segi pengembangan koperasi khususnya sektor kegiatan usaha yang berbasis
pada potensi daerah seperti apa yang telah digariskan dalam GBHN, maka pengembangan
usaha ini cukup mendesak dan perlu dibantu khusunya dari Paket Program Pemberdayaan
ekonomi kerakyatan.

5. Dari segi kebijaksanan pembangunan daerah, maka koperasi-koperasi yang menangani


komoditi unggulan masyarakat di pedesaan, sudah sewajarnya menjadi perhatian yang serius
sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan dan segera ditangani permasalahan-permasalahan
yang dihadapinya sehingga dapat tumbuh berkembang dengan baik dan dapat berperan
sebagai wadah ekonomi kerakyatan yang mandiri dan profesional.

goro/gel/02
LAMPIRAN

goro/gel/02

Anda mungkin juga menyukai