Anda di halaman 1dari 8

Dukungan Psikososial

Dukungan Psikososial, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No 24


Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 26 point D; setiap orang
berhak serta dalam perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan program
penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk Dukungan Psikososial.
Layanan psikososial ditujukan kepada korban bencana yang mengalami trauma
dan depresi.
Konsep psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan sosial. Kata psiko
mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini,
sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain,
tatanan sosial, norma, nilai aturan,system ekonomi, system kekerabatan, agama
atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Psiko sosial
diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana
tingkah laku, pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
orang lain atau pengalaman sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayat
pada kelompok masyarakat yang terkena erupsi gunung Merapi pada tahun 2010,
menunjukkan adanya permasalahan psikososial yang dihadapi oleh kelompok
korban, kelompok terancam dan kelompok terungsi. Data dari 971 responden
menunjukkan bahwa gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress
disorder) hanya sebesar 3,3 persen dari total responden. Sementara gangguan
psikologis yang atau emosi-emosi yang tidak menyenangkan yang diperoleh dari
hasil penelitian meliputi : kecemasan, depresi atau tertekan, psikosomatis serta
masalah dalam penyesuaian diri.
Tujuan dukungan psikososial adalah mengembalikan individu atau keluarga atau
kelompok pasca kejadian tertentu (bencana alam maupun bencana sosial)
sehingga menjadi kuat secara individu atau kolektif ; berfungsi optimal, memiliki
ketangguhan dalam menghadapi masalah; serta menjadi berdaya dan produktif
dalam menjalani hidupnya.
Penyuluh Sosial apabila akan turun ke lapangan dalam situasi bencana,
hendaknya memahami tahapan psikososial, sehingga kegiatan yang dilaksanakan
dapat sesuai dengan tahapan-tahapan seharusnya. Selama ini kegiatan
dukungan psikososial dilakukan kepada penyintas masih bersifat rekreasional,
seperti kegiatan bermain bersama anak-anak dan menggambar. Untuk itu
penyuluh sosial perlu mempelajari tentang tahapan dukungan psikososial.
Layanan Dukungan Psikososial dilaksanakan dalam beberapa tahapan, sebagai
berikut :

1. Rapid Assesment
Kaji cepat dapat dilakukan kepada sasaran / penyintas mulai dari kelompok
rentan, penyintas yang kehilangan anggota keluarga saat terjadi bencana,
penyintas yang mengalami luka berat, penyintas yang rumahnya hancur atau
rusak berat, orang dewasa, ibu hamil, penyandang disabilitas.
Asesmen dilakukan dengan teknik :
a. Wawancara terbuka
b. Wawancara tertutup dengan menggunakan instrument kaji cepat
c. Activity Daily Living Mapping
Metode ini digunakan untuk asesmen pada kelompok wanita dan pria
dewasa dengan menuliskan aktivitas penyintas sehari-hari sebelum
bencana, aktivitas saat ini setelah pengungsian, masalah dan harapan
penyintas.
d. Tools berupa body mapping
Body mapping digunakan untuk asesmen pada kelompok anak dan
remaja, dengan menggambar secara utuh bentuk manusia secara
abstrak, kemudian menuliskan apa yang mereka fikirkan, mereka lihat,
mereka dengar, mereka cium, mereka rasakan pada saat bencana, dan
menuliskan harapan mereka
e. Cerita dan menggambar pada anak

2. Intervensi
Intervensi yang dilakukan berupa
a. Intervensi individu dan kelompok
1) Teknik katarsis dan ventilation
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan yang
dialaminya sehubungan dengan bencana yang terjadi
2) Teknik support
Memberikan semangat bahwa apa yang sedang dihadapinya
sekarang bukanlah akhir dari kehidupannya
3) Teknik debriefing
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan / kesedihan
yang dialaminya sehubungan dengan bencana yang terjadi, kalau
bisa kesedihan tersebut dialami secara penuh dan utuh, tidak
tertunda
4) Teknik motivasi dan support
Mengajak penyintas untuk untuk meningkatkan kembali motivasi
hidupnya kearah ke depan bersama keluarganya
5) Play therapy (untuk anak-anak), dengan berbagai bentuk kegiatan,
Seperti bernyanyi bersama, menggambar,mendengarkan dongeng,
permainan (games), dan lain-lain dengan tujuan utama agar anak-
anak memiliki keceriaan

Demikian tahapan-tahapan dalam melakukan layanan dukungan psiko sosial


yang selama ini dilakukan oleh tim LDP Kementerian Sosial yang digawangi
oleh Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam.

Pertolongan Pertama Psikologis ( Versi PMI)


Merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam durasi singkat kepada
seseorang yang baru saja mengalami bencana ataupun krisis untuk membantu
keadaan pada saat itu serta mencegah timbulnya dampak psikologis yang lebih
mendalam.

Tahap-tahap Pertolongan Pertama psikologis


1. Memenuhi kebutuhan dasar/mendesak
2. Mendengarkan
3. Menerima perasaan penyintas
4. Membantu dengan langkah selanjutnya
5. Arahkan dan tindak lanjuti

Prinsip-prinsip penting dalam Dukungan Psikososial


 Rasa percaya
 Kerahasiaan
 Ikut menentukan dalam pengambilan keputusan
 Sikap tidak menghakimi
 Melibatkan tradisi/budaya lokal dalam pemulihan trauma

Program Dukungan Psikososial

Apakah psikososial itu ?


Psikososial merupakan penggabungan 2 kata yang terdiri dari :
PSIKO = internal-pikiran, perasaan, nilai, kepercayaan yang dianut individu.
SOSIAL = eksternal-hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Definisi Psikososial adalah “Hubungan dinamis antara aspek psikologi dan sosial,
dimana masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi secara
berkelanjutan.”
Dampak psikologis
Dampak yang mempengaruhi pikiran, keyakinan, perasaan, dan perilaku.
Dampak sosial
Dampak yang mempengaruhi hubungan sosial (dengan keluarga, teman,
masyarakat), kegiatan masyarakat (misalnya sekolah), dan lingkungan.

Tujuan pemberian Dukungan Psikososial


 Pembedayaan sebagai bukti pemulihan.
 Pemberdayaan terkait dengan sampai sejauh mana masyarakat/individu
yang terkena dampak bencana mampu melalui berbagai pengalaman
tersebut dengan kapasitas yang dimiliki.

Kapan dukungan Psikososial perlu diberikan ?


 Tidak semua individu mengalami gangguan psikologis, banyak pula
individu yang mampu resilien.
 Mungkin beberapa kelompok rentan bermasalah pada suatu masalah dan
kuat pada masalah yang lain.
 Konteks bencana. Masing-masing kelompok masyarakat memperlihatkan
masalah sosial dan psikologis yang berbeda-beda.
 Informasi adalah kebutuhan, namun perlu dipikirkan kapan saat yang tepat
memberikannya.

Program Dukungan Psikososial


Program Dukungan Psikososial (Psychosocial Support Programme/PSP) adalah
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan psikososial individu
maupun masyarakat agar tetap berfungsi optimal pada saat mengalami krisis
dalam situasi bencana maupun kecelakaan. PSP diberikan kepada Kelompok
masyarakat target Program dukungan psikososial PMI seperti anak-anak, remaja,
dewasa dan lansia, penyandang cacat, pekerja kemanusiaan.
Manfaat Program Dukungan Psikososial
 Membantu individu untuk mengurangi beban emosinya.
 Mengembalikan fungsi sosial indvidu di dalam lingkungannya.
 Mengurangi risiko berkembangnya reaksi normal menjadi reaksi yang tidak
normal.
 Meningkatkan kemampuan individu di dalam pemecahan masalah-masalah
yang dihadapii pasca bencana.
 Membantu para pekerja kemanusiaan untuk mengatasi masalah psikologis
yang muncul akibat dari situasi yang dihadapi.
Pelaksanaan Program Dukungan Psikososial PMI tidak dilaksanakan melalui
pendekatan individual / konseling, tetapi melalui pendekatan berbasis masyarakat.
Air dan Sanitasi (Watsan)

Program Air dan Sanitasi Darurat PMI berawal saat bencana tsunami melanda
Aceh dan beberapa kawasan di Samudera Hindia pada 2004.
Saat itu, beberapa palang merah (Perhimpunan Nasional) dari negara sahabat
seperti Palang Merah Spanyol, Perancis, dan Jerman turut berkontribusi
menangani air bersih untuk para pengungsi dengan menggunakan berbagai
peralatan pengolahan air yang mereka miliki.
Setelah operasi berakhir, para Perhimpunan Nasional ini menghibahkan
peralatan-peralatan tersebut kepada PMI untuk digunakan dalam penanganan
bencana di masa depan.
Sejak 2005, Tim Air dan Sanitasi PMI telah terlibat dalam beberapa operasi
penanggulangan bencana seperti gempa Nias 2005, letusan Merapi 2006, banjir
Pakistan 2007, gempa Sichuan Cina 2008, gempa Padang 2009, gempa Haiti
2010, banjir Wasior Papua, gempa dan tsunami Mentawai dan letusan Merapi
yang terjadi kembali pada 2010.
Untuk mendukung pelayanan air dan sanitasi, PMI mendirikan Pusat Air dan
Sanitasi Darurat PMI di Jatinangor Bandung Jawa Barat yang tidak hanya
dilengkapi dengan berbagai perlengkapan operasional dan gudang penyimpanan
mesin pengolahan air bersih, tetapi juga memiliki relawan yang ahli di bidang air
dan sanitasi.

Kapasitas Program Watsan PMI


Saat ini program watsan darurat PMI memiliki berbagai alat water treatment plant
(WTP). Dalam kapasitas penuh, tim ini mampu memproduksi lebih dari 2 juta liter
air per hari, yang seharusnya cukup untuk memenuhi lebih dari 100.000 orang
setiap harinya.
STANDAR MINIMAL PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN SANITASI DI DAERAH
BENCANA

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan.


Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada
buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Akibatnya berbagai jenis
penyakit menular muncul.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Saat ini
sudah ada standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana dan penganan pengungsi. Standar ini mengacu pada standar
internasional. Kendati begitu di lapangan, para pelaksana tetap diberi keleluasaan
untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.
Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam menangani korban
bencana khususnya di pengungsian dalam hal lingkungan adalah:

A. Pengadaan Air.
Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak
cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling
mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan
dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang
sudah tercemar sampai tingkat tertentu.
Tolok ukur kunci
1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per
orang per hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang

B. Kualitas air
Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk
keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan
rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap
kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau
radiologis dari penggunaan jangka pendek.
Tolok ukur kunci ;
1. Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan
bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per
100 mili liter
2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko pencemaran
semacam itu sangat rendah.
3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada
waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air
harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai
standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5
miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
5. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan
pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian
jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu
yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian
tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk
mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak
ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat
konsumsi air itu.
C. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–
20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada
jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang
untuk laki–laki.
Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga
untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

D. Pembuangan Kotoran Manusia


Jumlah Jamban dan Akses
Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan
jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara
mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam
Tolok ukur kunci :
1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban
perempuan)
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak
di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban
hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
4. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak
30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran
sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari
jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun
mata air, suangai, dan sebagainya
6. 1 (satu) Latrin / jaga untuk 6–10 orang

E. Pengelolaan Limbah Padat


Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat
Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran
akibat limbah padat, termasuk limbah medis.
1. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
2. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah
pemukiman atau tempat–tempat umum.
3. Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat
tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan
dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
4. Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–
tempat khusus untukmembuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan,
dengan system pengumpulan sampah secara harian.
5. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan
hidup dapat terhindarkan.
6. 2 (dua) drum sampah untuk 80 – 100 orang
Tempat/Lubang Sampah Padat
Masyarakat memiliki cara – cara untuk membuang limbah rumah tangga
sehari–hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
1. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari
sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100
meter jaraknya dar lubang sampah umum.
2. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

F. Pengelolaan Limbah Cair


Sistem pengeringan
Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari
risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari
sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–
prasarana medis. Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat
keberhasilan pengelolaan limbah cair :
1. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan /
sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat
pemukiman
2. Air hujan dan luapan air / banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
3. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan
air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

Drainase
Pada kasus banjir dan paska banjir, sering air menggenang beberapa saat bahkan hari,
maslaha drainase aalah merupakan factor penting.
Adanya sungai yang besar dalam suatu wilayah, dalam rangka menyelesaikan
permasalahan banjir lokal sistem drainase yang ada cenderung untuk langsung
mengarahkan pembuangan akhir pada sungai tersebut yang dasar sungainya berada
jauh lebih rendah dari dataran kota. Di Kota yang mengalami perkembangan, banyak
terjadi perubahan fungsi saluran, dari semula saluran irigasi menjadi saluran drainase.
Saluran drainase berfungsi membuang air ke badan air tetapi sebaliknya saluran irigasi
berfungsi mambawa air ke daerah pertanian, artinya secara karakter fisik luas
penampang basah pada saluran irigasi semakin hilir semakin sempit bahkan habis,
karena airnya terbagi habis ke sawah-sawah. Meskipun demikian saluran irigasi dirubah
menjadi drainase.
Secara umum sistem drainase terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu drainase makro dan
drainase mikro. Saluran pembuangan makro adalah saluran pembuangan yang secara
alami sudah ada yang terdiri dari sungai besar . Saluran drainase regional (makro),
adalah saluran drainase yang berawalan dari luar batas administrasi kota, awalan atau
hulunya berada relatif jauh dari batas kota. Lajur salurannya melintas dalam wilayah kota.
Saluran pembuangan mikro adalah saluran yang sengaja dibuat mengikuti pola jaringan
jalan. Pada akhirnya saluran ini bermuara pada saluran makro yang dekat dengan
saluran mikro tersebut. Saluran drainase kota (mikro), adalah saluran drainase yang
mempunyai hulu atau awalan aliran berada di dalam wilayah kota
genangan air
Beberapa wilayah kota besar seperti di Kota Bogor masuk dalam daerah rawan banjir.
Sering terjadi genangan air, sampai meluas, kenapa bisa terjadi seperti ini ? Penyebab
utama permasalahan yang terkait dengan hal ini dikarenakan kondisi sistem drainase di
kota, yaitu antara lain :
 Belum terintegrasinya sistem drainase satu wilayah dengan wilayah lain disekitarnya.
Karakteristik topografi yang sangat variatif, dimana merupakan lahan pedataran
dengan kemiringan relatif landai hingga lereng agak curam dengan keterbatasan
kapasitas tampung dan laju aliran sistem drainase yang ada. Masih terbatasnya
prasarana drainase mikro dan tidak berfungsinya sistem drainase yang ada,
diindikasikan dengan munculnya areal rawan permasalahan genangan banjir &
rawan longsor.
 Meningkatnya intensitas curah hujan
Karakteristik iklim dengan angka curah hujan setiap tahunan cukup, dimana selama
perioda meningkatnya angka curah hujan seringkali terjadi peningkatan debit
limpasan air permukaann. Akumulasi debit limpasan permukaan akibat meningkatnya
intensitas curah hujan yang berasal dari bagian hulu dan tengah yang langsung
terkonsentrasi masuk kedalam areal cekungan atau wadah buangan alami seringkali
menimbulkan terjadinya luapan dan genangan banjir pada areal cekungan dan lahan
yang elevasinya relatif rendah di bagian hilir.
 Pendangkalan dan penyempitan jaringan drainase makro. Penurunan kapasitas
saluran drainase alamiah, umumnya terjadi akibat meningkatnya laju erosi
permukaan dan sedimentasi pada alur sungai yang relatif landai sehingga
menimbulkan masalah pendangkalan dan penyempitan berlangsung relatif cepat
menyebabkan penyusutan penampang alir saluran. Kapasitas prasarana jaringan
drainase yang sudah ada umumnya masih kurang berfungsi efektif menampung
sementara dan mengalirkan kelebihan air. Kondisi demikian juga disebabkan
kurangnya efektifnya kegiatan antisipasi O&P jaringan irigasi dan drainase.
 Berubah fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase Perubahan penggunaan
lahan yang sangat signifikan dari budidaya kawasan pertanian, menjadi budidaya
kawasan perkotaan dan permukiman / perumahan. Seringkali saluran irigasi yang
seharusnya dimanfaatkan sebagai penyuplai air pada areal persawahan berubah
fungsi menjadi saluran drainase permukiman dan drainase jalan. Karena sistem
jaringan irigasi dan drainase tersebut saling terkoneksi, kondisi demikian
menyebabkan efektifitas fungsi dan kapasitas pelayanan saluran irigasi dan drainase
berkurang.
 Mix Drain, Terjadi akibat penyimpangan perilaku pengelolaan sampah dan limbah
serta penggunaan lahan yang keliru diperkotaan/ areal pemukiman yang padat
penduduk dan pusat kegiatan perdagangan/pasar tradisionil, sehingga membebani
kapasitas normal saluran drainase sehingga harus berfungsi sebagai wadah
buangan limpasan air hujan maupun limbah domestik dan sampah padat.

Bangunan Air

Bangunan air dalam hal ini adalah bangunan yang berfungsi dan sebagai prasarana
pengaliran air, antara lain bangunan bendung, bendungan, bangunan bagi, bangunan
sadap, bangunan terjun, bangunan pelimpah, gorong-gorong, jembatan, bangunan talang
dan lain sebagainya. Secara umum kondisi bangunan air harus berfungsi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai