Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN 4

DIKSI (PILIHAN KATA)

Agar tuturan dapat diterima secara tepat dan memadai, perlu dipilih kata-kata yang
akan dipergunakan secara tepat. Di dalam pemilihan itu perlu dipertimbangkan dua hal,
yakni ketepatan dan kesesuaian. Dalam hal ini, ketepatan berkaitan dengan makna dan
aspek logika kata-kata, sedangkan kesesuaian berkaitan dengan kecocokan antara
kata-kata yang dipakai dan situasi/kesempatan serta keadaan pembaca atau berkaitan
dengan aspek sosial kata-katanya. Berkaitan dengan itu, jika dapat disadari bahwa kata
merupakan alat penyalur gagasan, maka hal itu berarti semakin banyak kata yang dikuasai
seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup
diungkapkannya (Keraf, 2002:21). Dengan demikian, agar dapat dipilih kata yang
setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Dengan
bantuan kamus, dapat diperoleh ketepatan dalam pemakaian kata.
Dalam hal ketepatan, kata-kata mesti dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak
memungkinkan terjadinya kesalahan pemahaman. Di dalam hal ketepatan itu dapat
dipertimbangkan di antaranya kedekatan fonem, kata-kata bermakna denotasi dan konotasi,
kata konkret dan abstrak, kata populer/umum dan kata kajian/teknis, kata umum dan
khusus, pemakaian jargon, slang atau kata percakapan, perubahan makna yang mungkin
terjadi dalam pemakaian kata-kata yang ditetapkan, kata asing dan serapan, serta
dimungkinkannya dipergunakan kata-kata baru.
Dengan mempertimbangkan kedekatan fonemnya patut diperhatikan relasi homonim,
homofon, dan homograf. Kata rapat ‘kedekatan jarak’ berhomonimi dengan rapat
‘pertemuan’, salam ‘nama suatu daun’ dekat dengan salam ‘ungkapan selamat’, dan buku
‘ruas’ dapat diperbandingkan dengan buku ‘kitab’. Selanjutnya, bank ‘lembaga penyimpan
uang’ berhomofoni dengan bang ‘abang’, kata sanksi ‘hukuman’ diperbandingkan dengan
sangsi ‘ketidakyakinan’, dan massa ‘khalayak’ dekat dengan masa ‘waktu’. Adapun sedan
‘sejenis mobil’ berhomografi dengan sedan ‘tersedu-sedu’, teras ‘bagian terbuka di depan
rumah’ berkaitan dengan teras ‘tingkat atas’, dan seram ‘nama pulau di Indonesia’ dekat
dengan seram ‘mengerikan’. Kata-kata itu hendaknya ditempatkan di dalam konteks yang
spesifik agar maknanya menjadi jelas.
Selanjutnya, perlu pula dipertimbangkan agar kata bermakna denotatif dan konotatif
tidak dipakai secara sembarangan karena adanya perbedaan penafsiran. Denotasi berarti
arti kata secara objektif/apa adanya (arti literer/konseptual), sedang konotasi berarti arti kata
sampingan/tambahan yang berkaitan dengan kondisi dan situasi tertentu (arti
asosiatif/operasional), contohnya amplop dapat berarti denotasi ‘wadah kertas untuk
mengirimkan surat’ dan berarti konotasi ‘uang suap’. Hal serupa dapat pula terjadi pada
contoh ping pong, kambing hitam, panjang tangan, dan kepala batu.
Kata abstrak dan kata konkret perlu pula dipertimbangkan agar acuan kata menjadi
jelas. Dalam hal ini, kata abstrak berkaitan dengan konsep, seperti demokrasi,
kemanusiaan, dan habitat, sedang kata konkret berkaitan dengan objek, seperti bunga,
ayam, dan kursi.
Dalam pada itu, kata populer dan kata kajian perlu pula dipergunakan secara hati-hati.
Kata populer dan kata kajian dapat dipilih dengan mempertimbangkan kesempatan
pemakaiannya. Sebagai contoh kata memeriksa yang merupakan kata populer/umum dapat
diperbandingkan dengan kata kajian/teknis scan, diagnosis, razia, survei, otopsi, dan
terawang. Secara berturut-turut kata scan, diagnosis, razia, survei, otopsi, dan terawang
lazim dipakai dalam bidang teknologi komputer, kedokteran, kepolisian/lalu lintas,
antropologi/ilmu sosial, kriminologi, dan aktivitas paranormal. Kata-kata teknis itu tidak
secara serta merta dapat dipergunakan secara saling menggantikan karena kata-kata itu
memiliki lingkungan pemakaiannya masing-masing seperti dapat dicontohkan sebagai
berikut.
a. Dengan melakukan scanning kita dapat memeriksa apakah suatu file terinfeksi virus
atau tidak. (Benar)
b. Dengan melakukan razia kita dapat memeriksa apakah suatu file terinfeksi virus atau
tidak. (Salah)
c. Dari hasil diagnosis dokter dapat diketahui bahwa ia sekadar menderita flu biasa.
(Benar)
d. Dari hasil otopsi dapat diketahui bahwa ia sekadar menderita flu biasa. (Salah)

Kata umum dan kata khusus selayaknya juga dipakai secara saksama. Kata umum
dan kata khusus dapat dibedakan dari ruang lingkup pemakaiannya.
Dari piramida terbalik di atas dapat dinyatakan bahwa semakin ke atas makna suatu
kata menjadi semakin abstrak, semakin umum, semakin luas lingkupnya, dan semakin tidak
jelas, sedangkan semakin ke bawah suatu kata menjadi semakin konkret, semakin khusus,
semakin sempit lingkupnya, dan semakin jelas.
Jargon, slang, dan kata-kata percakapan sering pula muncul dalam pertuturan. Jargon
merupakan ragam bahasa yang mengandung kata-kata teknis yang berkaitan dengan
profesi bidang-bidang tertentu. Slang merupakan ragam bahasa yang kata-katanya tidak
baku, tetapi dibuat menjadi bentuk baru dan biasanya bersifat temporer/sementara. Adapun
kata-kata percakapan merupakan kata-kata yang timbul karena alasan kepraktisan. Jargon
dapat dimisalkan dengan blueprint (cetak biru), deadline (tenggat akhir), juklak (petunjuk
pelaksanaan), waskat (pengawasan melekat), makalah (karangan ilmiah), KRS (Kartu
Rencana Studi), point (kata yang digunakan sebagai tanda adanya penumpang yang akan
naik bus kota), dan arisan (kata yang dipakai sebagai tanda tiap-tiap penumpang bus kota
mesti membayar ongkos perjalanan). Slang dicontohkan dengan kece, memble, mejeng, bo,
dan lain-lain. Sementara itu, kata percakapan dapat dimisalkan dengan trims (terima kasih),
SGPC (sego pecel), perpus (perpustakaan), dan Paris (Parangtritis).
Perubahan makna perlu pula diperhatikan agar dapat lebih berhati-hati dengan
pertuturan yang hendak disampaikan. Secara diakronis suatu kata seringkali bergeser atau
berubah artinya. Perubahan itu bisa menjadi meluas seperti berlayar dan bengkel,
menyempit seperti guru, kiai, dan pelajar, meninggi atau bermakna amelioratif seperti wanita
dan pramuniaga, dan merendah atau peyoratif seperti bini, perempuan, dan gelandangan.
Selanjutnya, kata asing dan kata serapan yang dimungkinkan muncul pula dalam
penyusunan kalimat. Yang dimaksud dengan kata asing ialah kata yang diserap dengan
mempertahankan bentuk aslinya, sedang kata serapan ialah kata asing yang diserap dan
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Kata asing dapat dimisalkan dengan stem,
personal, coaching, softball, dan keyboard, sedangkan kata serapan dapat dicontohkan
dengan hobi, asosiasi, standar, kualitas, dan impor. Adapun kata-kata baru layak pula
dipertimbangkan agar penyerapan informasi tuturan menjadi maksimal. Kata-kata baru itu
dapat dicontohkan dengan ampu ‘otoritas melakukan sesuatu’, taksa ‘dwimakna’, sangkil
‘berdaya guna;, mangkus ‘berhasil guna’, kinerja ‘penampilan/unjuk kerja’, penyelia
‘supervisor’, cenayang ‘paranormal’, dan pindai ‘scan’.
Butir kedua selain ketepatan yang perlu diingat ialah kesesuaian. Di dalam kesesuaian
itu perlu dipertimbangkan nilai-nilai sosial, penggunaan kata baku dan nonbaku, dan
sasaran tulisan. Agar selaras dengan nilai-nilai sosial, pemakaian kata-kata berikut ini
haruslah disesuaikan dengan kondisi sosial atau keadaan masyarakat lingkungannya,
misalnya permaisuri - istri - bini, mangkat - wafat - meninggal - mati - mampus. Sementara
dalam kata baku - tak baku dapat dimisalkan dengan hakikat - hakekat, tidak - enggak, dan
memikirkan - mikirin. Adapun dalam hal sasaran tulisan perlu diperhatikan bahwa berbeda
sasaran/tujuan penulisannya, berbeda pula pemakaian bahasanya.
Pertimbangan ihwal diksi selintas tidak terlalu penting, tetapi manakala kita
membentuk pernyataan berupa kalimat dan di dalamnya terdapat kata yang muncul
berulang seperti terlihat dalam contoh berikut
a. Tanggal dua gigi kakek kami tanggal dua.
b. Siswa-siswa diminta mengarang tulisan pendek tentang kerangka binatang purba
yang mengarang.
c. Bisa ular yang tidak segera dinetralisasi bisa dengan cepat menghentikan kerja
jantung.
menjadi jelas bahwa kita berhadapan dengan masalah diksi disebabkan oleh
kekurangvariasian pemakaian kata yang dapat berdampak kepada pemahaman yang
mendua/ambigu. Dengan mempertimbangkan pilihan kata, kalimat-kalimat itu dapat diubah
misalnya, menjadi
a. Pada tanggal dua gigi kakek kami lepas dua.
b. Siswa-siswa diminta membuat tulisan pendek tentang kerangka binatang purba yang
mengarang.
c. Bisa ular yang tidak segera dinetralisasi dapat dengan cepat menghentikan kerja
jantung.

Untuk menyempurnakan penguasaan kita atas pilihan kata dapat dilakukan perluasan
kosakata dan pengaktifan kosakata. Dengan perluasan kosakata kita dapat menguasai
kosakata dengan beberapa hal, seperti proses belajar, konteks, kamus, dan analisis kata,
sementara dengan pengaktifan kosakata dapat dilakukan dengan cara tidak sengaja
ataupun sengaja. Dengan cara sengaja dapat dipertimbangkan peningkatan frekuensi,
penajaman pemaknaan, dan penertiban pemakaian kata. Dengan proses belajar dapat
diingat penguasaan siswa secara bertahap atas kata pipis, ke kamar mandi, dan ke
belakang seiring dengan pertambahan usia dan tingkat pendidikannya. Semakin dewasa ia,
semestinya semakin santun pilihan katanya untuk menyatakan ‘buang air kecil’. Dengan
pemahaman atas konteks ungkapan kepala batu dimungkinkan tidak mengacu kepada
acuan ‘seseorang yang kepalanya terbuat dari batu’, tetapi ‘seseorang yang berpendirian
teguh dan pendapatnya tidak dapat diubah’. Dengan bantuan kamus dapat diketahui bahwa
kata enak, tidak saja dapat digunakan untuk ‘sensasi positif pada indera pengecap’, tetapi
pegunungan enak (sejuk), sepatu ini enak (pas ukurannya), guru itu enak (tidak mudah
marah, bersahabat, dan tidak sering memberi tugas), kamar kosmu enak (nyaman),
pekerjaannya enak (mudah dilakukan dan menyenangkan). Adapun dengan analisis kata
dapat diketahui bahwa kata bapak memiliki frekuensi pemakaian lebih tinggi daripada ayah
disebabkan oleh kemungkinannya digunakan sebagai ‘orang tua laki-laki’ dan ‘bentuk
sapaan kepada laki-laki yang lebih tua’, misalnya dalam contoh
a. Arisan bapak-bapak diadakan tiap tanggal 5. (Lazim)
b. Arisan ayah-ayah diadakan tiap tanggal 5. (Tidak lazim)
Selanjutnya, kosakata dapat diaktifkan pemakaiannya dengan cara tidak sengaja dan
sengaja. Dengan cara sengaja frekuensi pemakaian kata yang baku dapat ditingkatkan,
misalnya pemakaian jadwal daripada jadual, mengubah daripada merubah, dan menaati
daripada mentaati. Penajaman makna dapat difokuskan kepada kata-kata bermakna spesifik
daripada bermakna generik, seperti menjinjing - membawa, taksi - kendaraan umum, dan
merah - warna. Adapun penertiban pemakaian dapat dipertimbangkan dengan tujuan
pemenuhan atas prinsip ketepatan diksi, seperti pukul - jam, di sekolah - disekolah, dan
pascapanen - paskapanen.

Sumber: Wibowo, Ridha Mashudi. 2020. Cermat Menulis dalam Bahasa


Indonesia. Cetakan ke-4 (Revisi). Yogyakarta: TS Publisher.

Anda mungkin juga menyukai