Anda di halaman 1dari 2

EKOFEMINISME

Nama : Rofi Subagja

NIM/Kelas : 2003316/4B

Mata Kuliah : Sosiologi Lingkungan

Prodi : Pendidikan Sosiologi

Istilah ekofeminisme muncul pertama kali tahun 1974 dalam buku tulisan
Francoise d’eaubonne yang berjudul le feminisme ou la mort. Dalam karya ini
diungkapkan pandangan tentang hubungan langsung antara eksploitasi alam
dengan penindasan pada perempuan. Pembebasan salah satunya tidak bisa
dilakukan tanpa membebaskan penindasan yang lain. Kedua-duanya tidak bisa
dipisahkan sebab persoalan lingkungan dan perempuan sangat ditentukan
keterpusatan yang terletak pada laki-laki (androsentrisme).

Menurut Ariel Salleh, ekofeminisme adalah pengembangan kini dalam


pemikiran ekofeminisme yang menyatakan bahwa krisis lingkungan global akhir-
akhir ini adalah diramalkan hasil dari kebudayaan patriarkhal. Ungkapan tersebut
juga diperkuat oleh pandangan Karen J. Warren, ia mengungkapkan bahwa
keyakinann nilai, sikap, dan asumsi dasar dunia barat atas dirinya sendiri dan
orang-orangnya dibentuk oleh bingkai pikir konseptual patriarki yang menindas,
yang bertujuan untuk menjelaskan, membenarkan dan menjaga hubungan antara
dominasi dan subordinasi secara umum, serta dominasi antara laki-laki dan
perempuan pada khususnya. Dari cara berpikir patriarki, dualistik, dan menindas
telah berakibat pada rusaknya alam dan kaum perempuan sebab perempuan
dinaturalisasi (dialamiahkan) dan alam difeminisasi (dianggap perempuan),
akibatnya tidak jelas kapan penindasan satu berakhir dan kapan yang lain dimulai.

Menurut Warren, jika laki-laki diberi kekuasaan atas alam, otomatis ia


akan mengendalikan perempuan. Oleh karena itu, pembebasan diperlakukan baik
bagi perempuan maupun penyelesaian masalah ekologis dalam masyarakat,
dengan mengubah hubungan sosial dan nilai-nilai yang mendominasi. Oleh karena
itu, ekofeminisme bukan gerakan atau filsafat feminisme umum, tetapi feminisme
yang membatasi diri khusus fokus kepada isu-isu lingkungan. Baik dengan
memanfaatkan model gerakan akar rumput (grass root movement), wacana
(discourse) maupun perombakan/penguatan ide-ide filosofis. Bahkan, sama
seperti biosentrisme maupun ekosentrisme, ekofeminisme juga memiliki rumusan
jelas tentang risalah etika lingkungan.

Kesimpulannya, Ekofeminisme adalah apabila perusakan terhadap alam


berarti juga melakukan perusakan terhadap kalangan perempuan. Begitu juga
sebaliknya, apabila adanya pembebasan alam berarti melakukan pembebasan pula
terhadap kalangan perempuan. Ekofeminisme yang memiliki keterkaitan erat dan
khusus antar alam dengan perempuan,merupakan cara pandang yang memiliki
intensi mulia guna ‘kesembuhan’ ibu atau bumi yang dihuni. Namun seiring
perjalanan waktu dan perubahan zaman, pola pandang ekofeminisme sekarang
dipandang lebih luas, dan disambut secara open-minded mengingat kewajiban
untuk menjaga bumi atau ‘ibu’ dari pengeksploitasian adalah tugas, kewajiban,
dan tanggung jawab seluruh insan yang tinggal dan hidup diatasnya, tanpa
terkecuali dan tanpa memandang bentuk perbedaan apapun.

DAFTAR PUSTAKA

Susilo, R. K. D. (2014). Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Anda mungkin juga menyukai