Anda di halaman 1dari 7

1

KULIAH I

HUKUM LINGKUNGAN Kls B


24 Februari 2022

H. Rhiti.
=======================================

POKOK BAHASAN

A. Pengantar

B. Lingkungan Hidup

C. Persoalan Lingkungan Hidup

D. Hukum Lingkungan, asal dan jenisnya

E. Sampai huruf H tentang Asas

I. Pencemaran dan Perusakan lingkungan (kasus-kasus)

J. Kebijakan lingkungan dan Instrumen Hukum Lingkungan

K. Pengawasan dan Sanksi Administrasi

L. Penegakan Hukum Lingkungan dan Penyelesaian Sengketa

LITERATUR

Literatur/buku-buku sumber dicantumkan dalam teks.

Peraturan Perundang-Undangan
2

LINGKUNGAN HIDUP:
DAN PERSOALANNYA

A. Pengantar

1. Tentang hukum. Benih Hukum (Lingkungan) ada dalam kesadaran “normatif” dan
“praktis” manusia tentang hidup dan relasinya dengan dunia atau alam semesta.
Singkatnya, benih itu kemudian tumbuh menjadi “hukum” dan masuk dalam sejarah
manusia. Apa jadinya bagi manusia dan lingkungan hidup, jika sama sekali tidak ada
hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan manusia dan lingkungan hidup itu?
Maka sebelum mempelajari materi Hukum Lingkungan lebih jauh, perlu diperhatikan
kembali tentang apa yang dimaksud dengan “hukum.” Tujuannya ialah untuk mengetahui
sifat Hukum Lingkungan itu. Ringkasnya hukum dapat dimaknai antara lain sebagai:
a. Moral (in abstracto) yang bersumber dari rasio atau akal budi manusia. Hukum
macam ini berasifat kodrati dan menjadi sumber utama perilaku atau tindakan
manusia (paham hukum kodrat). Hukum yang baik berisi moralitas dan keadilan.
Prinsipnya: lex injusta non est lex (hukum yang tidak adil bukanlah hukum).
St. Thomas Aquinas, salah seorang tokoh terkenal dalam aliran Hukum Kodrat (lex
naturalis/ius naturale/natural law) mengartikan hukum (lex humana positiva)
sebagai: quaedam rationis ordinatio ad bonum commune, ab eo qui curam
communitatis habet, promulgata (tidak lain daripada peraturan (ordonansi) akal budi
untuk kebaikan umum, dibuat dan diumumkan oleh yang berwenang memelihara
masyarakat (St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae. Translated by Fathers of the
English Dominican Province, Benziger Bros, edition, 1947, hlm. 1332).
b. Peraturan (tertulis) dibuat oleh lembaga yang berotoritas dan bersifat mengikat.
Hukum ini adalah “komando” dari superioritas kekuasaan bagi inferioritas. Hukum
ini juga diartikan sebagai ekspresi kekuasaan (expression of power). Demikian pula
hukum seperti ini menganut “sistem logika tertutup.” Hukum pun harus dipisahkan
dari gagasan tentang moral dan keadilan (paham positivisme hukum). Dkl. Hukum
adalah apa yang tertulis sebagai hukum, tidak peduli betapa pun tidak adil dan
amoralnya hukum itu, tetaplah disebut hukum, karena dibuat oleh penguasa (law as
properly so-called). Aliran ini mengenyampingkan hukum adat atau hukum
kebiasaan dan tidak menganggapnya sebagai hukum yang sesungguhnya.
c. Keputusan hakim. Paham ini berasal dari aliran realisme hukum (spt di Amerika
Serikat). Dkl apa yang menjadi keputusan hakim, itulah hukumnya. Dengan
demikian, hukum pun bisa diartikan sebagai “prediksi tentang apa yang akan diputus
oleh hakim terhadap kasus-kasus konkrit.” Keputusan hakim merupakan sumber
hukum utama bagi menyelesaikan kasus-kasus serupa.
d. Tatanan atau sistem sosial. Ini dianuti oleh aliran-aliran yang berparadigma
sosiologik seperti sociological jurisprudence (dari Eugen Ehrlich). Hukum positif
disebut baik, jika sesuai dengan hukum yang hidup (the living law/das lebendiges
Recht) di dalam masyarakat (adat, budaya dsb). Maka bagi aliran ini hukum
adat/kebiasaan mempunyai arti penting sebagai hukum. Sebagai sistem sosial, hukum
3

dibentuk berdasarkan praksis hidup sosial masyarakat (Niklas Luhmann, Law as a


Social System, Oxford University Press, 2004). Berkaitan dengan ini hukum juga
dianggap sebagagai institusi sosial (Hamish Ross, Law as a Social Institution,
Oxford, Oregon, 2001).
e. Jiwa bangsa (Volkgeist). Hukum sebagai “jiwa bangsa” diantut oleh Mazhab Sejarah
dengan tokoh utama adalah von Savigny. Hukum sebuah bangsa/negara tidak berasal
dari bangsa atau negar lain, tetapi dari negara yang bersangkutan itu sendiri.
f. Komunikasi. Hukum sebagai komunikasi berasal dari tulisan M. Van Hoecke.
Hukum adalah komunikasi (sosial, politik dan budaya) antar semua unsur dalam
negara. Komunikasi yang dimaksud van Hoecke itu sebetulnya lebih bersifat
institusional dan politik daripada sosial dan budaya.
g. Produk politik. Ini adalah pendapat dari Gerakan Studi Hukum Kritis. Hukum,
khususnya hukum positif adalah hasil dari pergulatan politik dari partai-partai politik.
Suatu UU misalnya, tidak hanya sekedar produk hukum belaka, melainkan terutama
merupakan produk politik. Dengan kata lain, politik menentukan adanya hukum.
Hukum Lingkungan di Indonesia menganut yang mana?
Pertanyaan itu baru bisa dijawab setelah Hukum Lingkungan tuntas dipelajari. Namun
sebelum dipelajari lebih jauh, perlu dikatakan terlebih dahulu di sini, bahwa Hukum
Lingkungan Indonesia lebih bernuansa positivisme daripada aliran yang lain. Ini karena
sumber utama Hukum Lingkungan Indonesia adalah peraturan perundang-undangan alias
hukum positif. Kearifan lokal sebagaimana terdapat dalam adat atau kebiasaan
masyarakat memang diakui sebagai salah satu asas atau prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, namun asas itu bukanlah norma.
2. Lingkungan hidup pertama-tama tidak hanya indah dan berguna dalam dirinya sendiri
melainkan juga bermasalah bagi manusia dan makhluk lain ketika lingkungan hidup dan
isinya itu menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Misalnya masalah
kelangkaan sumber daya dan degradasi (pencemaran dan perusakan/kerusakan) yang
penyebabnya adalah manusia sendiri. Erick Fromm bahkan menyebut “lingkungan hidup
sebagai sumber penyakit” (Erick Fromm, Lingkungan Hidup Sumber Penyakit,
Gramedia, Jakarta, 1989). Lingkungan hidup bahkan dipenuhi dengan racun (karena
diracuni oleh manusia) seperti ditulis Rachel Carson dalam bukunya yang terkenal The
Silent Spring (Rachel Carson, The Silent Spring (edisi Indonesia Musim Bunga yang
Bisu), Gramedia, Jakarta, 1982).
Masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh alam/lingkungan hidup sendiri dapat
dipulihkan sendiri oleh alam/lingkungan hidup itu berdasarkan prinsip keseimbangan.
Tentang ini tidak dibahas dalam tulisan ini. Dapat dibaca sendiri dalam buku-buku
tentang ekologi dan ekosistem.
3. Karena kesadaran akan vitalnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup spesies
manusia dan makhluk lain di bumi dan masalah-masalah yang ada di dalamnya, maka
diperlukan berbagai upaya untuk melestarikannya dan mengendalikan masalah-masalah
itu. Salah satu upaya ialah melalui hukum, yang kemudian dikenal dengan nama: Hukum
Lingkungan. Hukum ini bukan hukum alam, melainkan hukum yang sengaja diciptakan
4

manusia demi mengatur perilakunya sendiri dengan tujuan melindungi atau


menyelamatkan lingkungan hidup.
4. Munculnya Hukum Lingkungan seperti yang dikenal dewasa ini tidak terlepas dari
konstelasi kesadaran ekologik global. Untuk mengetahuinya secara lebih jelas, baca buku
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Edisi VIII, Cet. 22), Gadjah Mada
University Press, hlm 6-39).Penting untuk dipelajari di sini ialah a. Hukum Lingkungan
di Indonesia pada periode sebelum kemerdekaan (zaman Belanda dan Jepang), sesudah
kemerdekaan dan sekarang, b. Persiapan Indonesia menghadapi Konferensi Stockholm
1972, yakni Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan
Nasional (Bandung, 15 s/d 18 Mei 1972) dengan makalah tunggal dari Mochtar
Kusumaatmadja, “Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia”, dan c.
Deklarasi Stockholm 1972, khususnya Prinsip 21 tentang tanggung jawab negara (dalam
konteks internasional).

B. Lingkungan Hidup

1. Apa itu lingkungan hidup? Sebetulnya lingkungan hidup secara gampang ialah “dunia
yang melingkupi dan dialami oleh manusia dan makhluk hidup lain.” Dalam arti luas
lingkungan hidup adalah “keseluruhan yang melingkupi,” alam termasuk sesama manusia
dan semua sarana politik, sosial dan budayanya (Michael Kloepfer, Umweltrecht, C.H.
Beck’sche Verlagsbuchhandlung, Muenchen, 1989, hlm. 11). Pengertian yang agak
filosofis ini menunjuk lingkungan hidup sebagai realitas yang seolah-olah bulat dan
tunggal. Dalam pandangan postmodernisme, realitas itu tidak bulat dan juga tidak tunggal,
melainkan beraneka ragam dan kompleks. Saling melingkupi adalah realitas dunia yang
ingin dilihat sebagai sesuatu yang utuh, dalam pengertian sebagai asumsi atau anggapan-
anggapan. Dengan demikian, lingkungan hidup adalah Lebenswelt (lingkungan kehidupan
manusia yang luas dan kompleks).
2. Selain itu ada juga yang mengartikan lingkungan hidup sebagai “keberanekaragaman dan
keberbedaan yang luas dari hewan, manusia, tumbuhan dan elemen-elemen tidak hidup
yang ada di bumi yang perlu dihargai dan dilindungi” (Ricardo Timm de Souza, “Umwelt
und Philosophie” dalam Herman Weber, ed., KAAD, Bonn, Jerman, hlm. 72).
Pengertian lingkungan hidup menurut Ricardo de Souza itu tidak begitu jelas, apakah
keberanekaragaman dan keberbedaan itu mengandung arti “keterpisahan” lingkungan
sebagai fenomena yang harus dilindungi ataukah tidak. Tampaknya itu adalah
“keterpisahan” dan karenanya tidak ditekankan pada aspek kesatuan. Yang perlu dihargai
dan dilindungi adalah keberanekaragaman dan keberbedaan itu saja.
3. Dalam arti sempit, lingkungan hidup meliputi sumber daya alam (natural resources) dan
ekosistem alami yang bersifat fisik (natural ecosystem). Diduga, bahwa setiap kali orang
menyebut kata “lingkungan hidup”, maka yang dimaksud dalam pikiran adalah
lingkungan dalam arti sempit itu, yakni yang bersifat fisik atau alam, atau yang di luar
dirinya, tanpa menginherenkan manusia (yang memberi arti itu) ke dalamnya. Manusia
seolah-olah dikeluarkan dari lingkungan hidup. Di satu pihak itu “logis”, karena yang
dimaksud adalah lingkungan hidup manusia (Umwelt), yang melingkupi atau mengitari
manusia, sehingga manusia tidak termasuk dalam pengertian lingkungan hidup itu sendiri.
5

Di lain pihak, mengekslusifkan manusia dari lingkungan hidup menyangkal prinsip


ekologis, karena manusia termasuk dalam pengertian realitas lingkungan hidup, meskipun
tidak identik dengannya. Pengertian model cartesian (filsafat Rene Descartes: aku bukan
dunia, bukan lingkungan hidup dan lingkungan hidup hanya ada sejauh pikiranku
menyadarinya) ini mengakibatkan manusia memandang dirinya sendiri lebih penting
daripada lingkungan hidup (antroposentris) dan menjadi ukuran dari segala sesuatu
termasuk menjadi ukuran bagi lingkungan hidup. Antroposentrisme ini adalah pereduksian
terhadap kesatuan realitas.
4. Pasal 1 angka 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) mengartikan lingkungan hidup sebagai “kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.” Penjelasan otentik pasal ini
menyatakan pengertian tsb “cukup jelas.” Walau demikian, perlu sedikit keterangan
tentang pengertian lingkungan hidup tsb, khususnya tentang unsur-unsurnya menurut
UUPPLH:
a. Kesatuan ruang. Lingkungan hidup senantiasa berupa ruang. Apa itu ruang? Pasal 1
angka 1 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengartikan ruang sebagai
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang (demikian pula
dengan lingkungan hidup dalam arti ekologis tidak dapat dibatasi, karena merupakan
satu kesatuan. Ruang dibatasi dalam konteks administrasi dan kedaulatan.
Perhatikan: hubungan antara lingkungan hidup dan ruang!
Dari pengertian ruang itu dapat diangkat sebuah topik penelitian untuk skripsi
misalnya: Pengaruh Penataan Ruang Bagi Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.
b. Benda, daya, keadaan dan makhluk hidup (termasuk manusia). Itu adalah isi
dari ruang itu: manusia dan perilaku serta pemikiran, sikap dan pandangannya,
berbagai sumber daya alam dsb. Jadi isi dari ruang itu tidak hanya satu hal saja,
melaikan plural atau beranekaragam. Maka di sini kesadaran akan hidup bersama
sambil menjaga keseimbangan dalam realitas ruang yang beraneka macam isnya itu
menjadi penting.
c. Manusia dan perilakunya. Dari sini lingkungan hidup tidak hanya yang berisifat
fisik saja, melainkan juga lingkungan sosial budaya atau lingkungan peradaban.
Perilaku manusia sangat berpengaruh bagi lingkungan hidup. Perilaku itu juga
ditentukan oleh ideologi atau pandangan hidup yang dianut.
d. Saling mempengaruhi. Karena lingkungan hidup merupakan satu kesatuan ruang
(berupa sistem alami yang besar atau ekosistem) yang terdiri dari bagian-bagian
(komponen lingkungan hidup) yang saling berkaitan, maka gangguan terhadap satu
komponen akan mempengaruhi komponen lain. Misalnya: kerusakan hutan akan
berpengaruh terhadap udara, air tanah, dan keanekargaman hayati. Pencemaran air
sungai misalnya tidak hanya mengakibatkan air itu tidak dapat dipergunakan lagi
sesuai peruntukannya, melainkan juga dapat mengganggu seluruh komponen
ekosistem terkait air: ikan, bahan baku air minum, pengairan dsb.
6

5. Perhatikan Penjelasan Umum UUPPLH tentang Lingkungan Hidup Indonesia. “Negara


Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua
samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam
yang tinggi nilainya. Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua
di dunia dengan jumlah penduduk yang besar. Indonesia mempunyai kekayaan
keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu
dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara
berdasarkan wawasan Nusantara. Indonesia juga berada pada posisi yang sangat
rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi turunnya produksi
pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta
penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan
punahnya keanekaragaman hayati.”
6. Perhatikan kata-kata atau frasa yang dicetak tebal di atas.
7. Baca pengertian ekosistem (Pasal 1 angka 5 UUPPLH). Perhatikan unsur-unsurnya:
a. Tatanan unsur lingkungan hidup;
b. Kesatuan utuh menyeluruh;
c. Saling mempengaruhi;
d. Keseimbangan dan produktivitas.
Ekosistem terdiri dari a biotic dan biotic community yang bisa terdapat dalam ekosistem
alamiah dan ekosistem buatan (artificial ecosystem). Biotic community (masyarakat
organisme hidup) menempati wadah atau habitat, yaini a biotic community (masyarakat
benda mati). Ekosistem alamiah (natural ecosystem) adalah ekosistem yang asli,
sebagaimana adanya. Ekosistem alamiah ini kini terancam punah, karena ulah manusia.
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu,
misalnya untuk konservasi (pemeliharaan) sumber daya hayati atau sumber daya alam
tertentu untuk yang dapat digunakan manusia atau untuk pemeliharaan saja tapa
pemanfaatan (preservasi). Pertanyaan: apa arti penting ekosistem bagi Hukum
Lingkungan?

C. Persoalan Lingkungan Hidup


Ada cukup banyak persoalan lingkungan hidup yang penyebabnya (pada tahun 1980-an)
adalah 4 P, yakni population (penduduk), poverty (kemiskinan), pollution (pencemaran) dan
juga perusakan serta policy (kebijakan). Kini penyebabnya bisa bermacam-macam di
samping 4 P tersebut (Baca buku Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Penerbit
Kompas, Jakarta, 2010). Bila diringkas, persoalan lingkungan hidup adalah turun kualitas
lingkungan hidup yang disebabkan baik oleh pencemaran maupun perusakan. Secara
ekologik pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu sama dalam hal akibat yang
ditimbulkannya. Perbedaannya hanya pada isitilah teknis hukumnya (dijelaskan lebih jauh
pada materi tentang pencemaran dan peruskan lingkungan. Salah satu sarana untuk
mengendalikan persoalan lingkungan hidup itu adalah Hukum Lingkungan.
7

D. Hukum Lingkungan
1. Ada beberapa pengertian tentang Hukum Lingkungan, di antaranya ialah”
a. Hukum Lingkungan (positif) adalah kumpulan peraturan perundang-undangan (the
body of rules) yang mengatur perilaku manusia dengan tujuan melindungi kualitas
lingkungan.
b. Ben Boer: Environmental law can be generally difined as the body of law which
contains elements to control the human impact on the earth. Elements of
environmental law can be found throughout a society’s legal codes, whether
specifically referred to as ‘environment’ or not.
c. Lal Kurukulasurya & Nicholas A. Robinson: Environmental law can be generally
defined as the body of law that contains elements to control the human impact on the
earth and on public health.
d. UNEP: the body of law which contains elements to control the human impact on the
environment.
Tentang pengertian Hukum Lingkungan tersebut di atas dapat dibaca lebih lanjut dalam
A’an Efendi, Hukum Lingkungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014 (Bab II).
2. Koenadi Hardjasoemantri membagi Hukum Lingkungan menjadi Hukum Lingkungan
Klasik yang berorientasi pada penggunaan/pemanfaatan/eksploitasi lingkungan dan
sumber daya alam tanpa peduli pada pelestariannya (used-oriented law) dan Hukum
Lingkungan Modern (environment oriented law) yang berorientasi pada perlindungan
kualitas lingkungan hidup. Hukum Lingkungan yang kita pelajari kini adalah Hukum
Lingkungan Modern.
3. Hukum Lingkungan berdiri sendiri sebagai sebuah cabang dari ilmu hukum. Karakternya
adalah administratif. Maka Hukum Lingkungan dalam hal ini adalah instrumen yuridik
administratif bagi perlindungan lingkungan melalui pengaturan perilaku manusia dalam
relasinya dengan lingkungan hidup. Sifat hukum ini adalah keperdataan, kepidanaan,
administrasi, dan ketatanegaraan.
4. Asas-asas Hukum Lingkungan: dalam literatur Indonesia hampir tidak ditemukan uraian
yang jelas tentang asas-asas hukum ini. Nyaris dikatakan, bahwa Hukum Lingkungan di
Indonesia tidak punya asas-asas hukum. Yang ada ialah asas-asas yang terdapat dalam
UUPPLH (Pasal 2) yang diambil begitu saja dan dijadikan sebagai “asas-asas Hukum
Lingkungan.” Asas hukum tidaklah sama dengan asas undang-undang. Karena itu, di sini
dikutip asas-asas Hukum Lingkungan dari negara lain (sebagai materi tambahan). Asas-
asas itu ialah asas pemeliharaan (Vorsorgeprinzip) dan pengurangan risiko/bahaya
(Gefahrenabwehr), asas pencemar atau perusak bertanggung jawab (Verursacherprinzip)
dan asas kerja sama atau partisipasi masyarakat (Kooperationsprinzip) (diambil dari
Pruem, Umweltschutzrecht. Eine Systematische Einführung. Metzner Verlag, Frankfurt
am Main, 1989, hlm. 64-71).

Anda mungkin juga menyukai