Anda di halaman 1dari 7

20

Bahas
a
Indon
esia

U
Pasc
a N
I
Sarja
V
na E
Pend R
idika S
nI HARI
Dasa T SAGITA
NPM:
rA A2G01907
S 1
HARI SAGITA

1. Kekurangan Bahan Belajar

Faktor selanjutnya yang perlu tersedia untuk mendukung proses belajar adalah
bahan belajar atau buku yang memadai.

Bahan ajar adalah bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis,
yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran (Pannen, 1995).

Hal yang menjadi permasalahan adalah banyak sekali siswa yang tidak memiliki
buku pelajaran memadai untuk digunakan.

Agar bisa mengoptimalkan proses belajar, siswa membutuhkan buku pelajaran,


lembar latihan, dan berbagai fasilitas lain yang bisa membantu aktivitas belajar
menjadi lebih baik.

Bukan hanya siswa saja, seorang guru juga membutuhkan bahan untuk mengajar di
kelas, berbagi dengan siswa, dan membimbing mereka dalam pelajaran.

Solusinya adalah bahwa ketersediaan bahan ajar di kelas atau disekolah harus
dipenuhi oleh satuan pendidikan demi menunjang kebutuhan belajar siswa. Bahan
ajar sangat penting, artinya bagi guru maupun siswa dalam proses pembelajaran.
Tanpa bahan ajar akan sulit bagi guru untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Demikian pula tanpa bahan ajar akan sulit bagi siswa untuk mengikuti proses belajar
di kelas, apalagi jika gurunya mengajarkan materi dengan cepat dan kurang jelas.
Mereka dapat kehilangan jejak, tanpa mampu menelusuri kembali apa yang telah
diajarkan gurunya. Oleh sebab itu, bahan ajar dianggap sebagai bahan yang dapat
dimanfaatkan, baik oleh guru maupun siswa, sebagai salah satu instrumen untuk
memperbaiki mutu pembelajaran.

1. Peran Bahan Ajar bagi Guru

Menghemat waktu guru dalam mengajar. Dengan adanya bahan ajar dalam
berbagai jenis dan bentuknya, waktu mengajar guru dapat dipersingkat. Artinya,
guru dapat menugaskan siswa untuk mempelajari terlebih dahulu materi yang akan
diajarkan serta meminta mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada
di bagian terakhir setiap pokok bahasan. Sehingga, setibanya di kelas, guru tidak
perlu lagi menjelaskan semua materi pelajaran yang akan dibahas, tetapi hanya
membahas materimateri yang belum diketahui siswa saja. Dengan demikian, waktu
untuk mengajar bisa lebih dihemat dan waktu yang tersisa dapat dimanfaatkan untuk
diskusi, tanya jawab atau kegiatan pembelajaran lainnya. Mengubah peran guru dari
seorang pengajar menjadi seorang fasilitator. Dengan adanya bahan ajar, proses
pembelajaran dapat berjalan lebih efektif karena guru tidak hanya berfungsi sebagai
pengajar tetapi lebih berfungsi sebagai fasilitator yang mampu membimbing
siswanya dalam memahami suatu materi pembelajaran. Misalnya, dengan waktu
yang dimilikinya guru tidak hanya mengajar, tetapi dapat pula melakukan kegiatan-
kegiatan lain, misalnya melaksanakan tanya jawab dengan siswa atau antarsiswa
tentang hal-hal pokok yang masih belum dikuasai siswa, meminta siswa-siswanya

universitas Bengkulu
1
HARI SAGITA

untuk melakukan diskusi kelompok dalam memecahkan masalah-masalah yang


berkaitan dengan topik yang dibahas, meminta siswa untuk melaporkan hasil
pengamatannya terhadap sesuatu yang sedang dibahas, dan lain-lain. Dengan cara
demikian, akan terjadi interaksi yang aktif antara guru dan siswa, dan guru dalam hal
ini lebih berfungsi sebagai fasilitator di dalam mengelola semua kegiatan tersebut.

Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif. Dengan


adanya bahan ajar, guru akan mempunyai waktu yang lebih leluasa untuk mengelola
proses pembelajarannya sehingga dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Di
samping itu, metode pembelajaran yang dipilih tidak hanya metode ceramah satu
arah, di mana guru dianggap sebagai satusatunya sumber informasi, tetapi lebih
bersifat interaktif dengan berbagai metode yang dapat dipilih oleh guru, seperti
metode diskusi, simulasi, dan role playing. Dengan cara demikian, materi pelajaran
dapat diselesaikan tepat pada waktunya karena guru tidak lagi harus menghabiskan
waktunya untuk berceramah, tetapi ia hanya perlu membahas hal-hal tertentu yang
belum dikuasai siswa. 2. Peran Bahan Ajar bagi Siswa Siswa dapat belajar tanpa
harus ada guru atau teman siswa yang lain. Artinya, dengan adanya bahan ajar
yang dirancang dan ditulis dengan urutan yang baik dan logis serta sejalan dengan
jadwal pelajaran yang ada dalam satu semester, misalnya maka siswa dapat
mempelajari bahan ajar tersebut secara mandiri di mana pun ia suka. Dengan
demikian, siswa lebih siap mengikuti pelajaran karena telah mengetahui terlebih
dahulu materi yang akan dibahas. Di samping itu, dengan mempelajari bahan ajar
terlebih dahulu paling tidak siswa telah mengetahui konsep-konsep inti dari materi
yang dibahas dalam pertemuan tersebut dan ia dapat mengidentifikasi materimateri
yang masih belum jelas, untuk nanti ditanyakan kepada guru di kelas. Selain itu,
dengan bahan ajar yang telah dipelajari, siswa akan mampu mengantisipasi tugas
apa yang akan diberikan gurunya, setelah pelajaran selesai. Dengan demikian,
siswa lebih siap lagi untuk mengerjakan tugastugas tersebut. Siswa dapat belajar
kapan saja dan di mana saja ia kehendaki. Artinya, dengan adanya siswa diberi
kesempatan untuk menentukan sendiri kapan dan di mana ia mau belajar, tidak
hanya belajar di dalam kelas saja. Coba Anda bayangkan jika siswa tidak diberi
bahan ajar, apa yang dapat mereka baca dan pelajari di rumah atau di tempat
lainnya? Tanpa bahan ajar yang dibagikan kepada siswa, siswa akan sangat
tergantung pada Anda dalam hal menimba ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Waktu luang siswa di luar kegiatan sekolah akan jadi sia-sia jika tidak diisi oleh
kegiatan-kegiatan yang positif. Dalam hal ini, bahan ajar merupakan alternatif untuk
dijadikan

sebagai bahan bacaan, bahan belajar maupun bahan diskusi di luar kegiatan formal
sekolah. Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri. Artinya, siswa
dapat menentukan cara dan kecepatannya sendiri dalam belajar. Sebagaimana kita
ketahui kecepatan seseorang dalam mempelajari sesuatu sangat beragam, ada
siswa yang belajarnya cepat ada yang sedang dan ada juga siswa yang belajarnya
lambat, bahkan sangat lambat. Melalui bahan ajar keberagaman kecepatan belajar

universitas Bengkulu
2
HARI SAGITA

siswa dapat diakomodasi, dan diatasi. Siswa dapat belajar menurut urutan yang
dipilihnya sendiri. Pada umumnya bahan ajar berisi keseluruhan materi pelajaran
yang akan diajarkan dalam satu semester dan guru pada umumnya telah menyusun
bahan ajar tersebut sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk belajar
secara berurutan dan bertahap. Apabila bahan ajar tersebut dimiliki siswa maka
siswa dapat menentukan sendiri pola belajarnya, apakah belajar sesuai dengan
urutan yang ada ataukah memilih materi pelajaran sesuai dengan minatnya.
Misalkan, siswa telah mengetahui materi pelajaran di Bab I maka ia dapat meloncat
ke materi pelajaran di Bab II tanpa harus menunggu guru menjelaskan Bab I terlebih
dahulu. Demikian pun sebaliknya jika guru telah menjelaskan materi di Bab II,
misalnya, sementara siswa masih belum paham sepenuhnya materi di bab
sebelumnya maka ia dapat mengulang kembali pelajaran tersebut karena ada dalam
bahan ajar. Membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar mandiri. Artinya, dengan
bahan ajar yang dapat dipelajarinya sendiri, kapan dan di mana pun siswa berada
maka sedikit demi sedikit siswa akan terbiasa untuk mengarahkan dirinya sendiri
dalam belajar. Hal ini memotivasi dirinya untuk sadar akan kewajibannya sebagai
siswa, yaitu pandai mengelola waktu sehingga semua materi pelajaran dapat
dikuasai sepenuhnya dalam waktu yang telah ditentukan. Tentunya Anda
menyadari, tanpa dibantu kegiatan belajar mandiri di rumah, seperti mengerjakan
pekerjaan rumah, merangkum materi yang akan dipelajari dalam suatu pertemuan,
membaca materi yang akan dipelajari terlebih dahulu dan membuat beberapa
pertanyaan yang sesuai akan sulit bagi guru untuk menyelesaikan materi pelajaran
sesuai dengan jadwal. Terlebih lagi bila guru berhalangan hadir sehingga tidak dapat
memenuhi tugas mengajar sesuai jadwal, apa yang terjadi? Oleh sebab itu,
keberadaan bahan ajar untuk Anda maupun untuk siswa akan sangat bermanfaat
dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran.

2. pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus tepat sasaran dan tepat
waktu.

Rohman, (2009:245) menyebutkan bahwa masalah pemerataan pendidikan muncul


karena dalam UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa semua warga negara berhak
mendapatkan pengajaran/pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan
wajib diselenggarakan oleh pemerintah secara merata untuk seluruh rakyat
Indonesia. Semua warga Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak,
bukan hanya masyarakat menengah keatas yang mendapatkan pendidikan layak,
masyarakat miskin pun berhak mendapatkannya, tidak seperti kenyataan yang
terjadi di Indonesia yaitu pembangunan pendidikan pada masyarakat menengah ke
atas lebih memadai atau layak dibandingkan masyarakat miskin. Kasus ini
membuktikan bahwa pemerintah belum begitu tanggap dalam pemerataan
pendidikan.

universitas Bengkulu
3
HARI SAGITA

Faktor yang kurang mendukung pendidikan salah satunya adalah masalah


kemiskinan yang menjauhkan masyarakat dalam menjangkau pendidikan.
Kemiskinan dan pendidikan adalah dua aspek yang memiliki kaitan sangat erat
apabila digabungkan dengan kesejahteraan yang ada di masyarakat (Herlina, 2017)

Solusinya bahwa Kartu Indonesia Pintar yang diperuntukkan menuntaskan


permasalahan biaya sekolah harus benar-benar tersalurkan kepada setiap siswa
yang membutuhkan dan berhak menerimanya, jangan diberikan asal-asalan atau
selama ini dilakukan hanya orang-orang tertentu yang belum tentu membutuhkan
bahkan jauh dari sasaran yang sebenarnya.

3. Karakter siswa yang berbeda-beda

secara teoretik siswa berbeda dalam banyak hal yang meliputi perbedaan fitrah
individual2 disamping perbedaan latar belakang keluarga, sosial, budaya, ekonomi,
dan lingkungan (Salim, 1978).

Karakteristik siswa merujuk kepada ciri khusus yang dimiliki oleh siswa, dimana ciri
tersebut dapat mempenga– ruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan belajar.
Karakteristik siswa meru– pakan ciri khusus yang dimiliki oleh masing-masing siswa
baik sebagai indi– vidu atau kelompok sebagai pertimba– ngan dalam proses
pengorganisasian pembelajaran. Winkel mengaitkan karak– teristik siswa dengan
penyebutan ke– adaan awal, dimana keadaan awal itu bukan hanya meliputi
kenyataan pada masing-masing siswa melainkan pula kenyataan pada masing-
masing guru (Winkel, 2014)

Harus kita akui bahwa masing-masing orang memiliki karakter sendiri, yang tidak
dapat disamakan dengan orang lain, hukum ini juga berlaku pada siswa. Dua puluh
orang siswa yang anda hadapi, maka anda berhadapan dengan dua puluh karakter
pula. Guru harus menemukan sedikit persamaannya untuk menunjang penerapan
model dan metode pembelajaran, perumusan strategi pendekatan yang diterapkan
dan lain sebagainya.

Solusinya adalah sebagai guru dalam melakukan proses pembelajaran agar


mendapatkan hasil yang optimal bagi guru maupun bagi siswa pada khususnya,
Guru harus memahami secara penuh bahwa setiap karakter anak berbeda dan
harus mendapat perlakuan yang berbeda pula. Misal anak yang kurang rajin harus
diberikan perhatian khusus dan lain sebagainya.

4. Sikap dan perilaku mempengaruhi budaya sekolah

Budaya sekolah dipengaruhi oleh sikap dan prilakku siswanya. Saat ini banyak
sekali sikap dan prilaku anak mencerminkan identitas sekolahnya yang dikenal oleh
masyarakat apakah sekolah tersebut baik atau tidak budayanya yang dijadikan tolak
ukur untuk membentuk karakter anak yang diharapkan para orang tua.

universitas Bengkulu
4
HARI SAGITA

Solusinya guru harus membangun budaya sekolah yang sehat agar semua siswa
terbiasa menerapkan apa yang didapat disekolah untuk dibawa keluar sekolahnya.

Sikap dan perilaku sebenarnya juga adalah bagian dari karakter yang dimiliki oleh
siswa, tetapi ini lebih di fokuskan lagi karena dari semua karakter yang dimiliki oleh
siswa, sikap dan perilakulah yang paling berpengaruh dan mempengaruhi budaya
siswa di sekolah. Penanaman karakter atau akhlak yang diselenggarakan
sebagaimana termaktub dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab 2 Pasal 3 menyatakan bahwa fungsipendidikannasionaladalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

5. Minat dan bakat yang tidak tersalurkan

Banyak anak yang memiliki minat dan bakat namun tidak dapat disalurkan ini
dikarenakan oleh sekolah yang tidak begitu selektif terhadap pengembangan minat
dan bakat para siswa yang selama ini terpendam.

Berdasarkan data yang dikutip dari buku Toyota Talent (Jeffry dan David, 2007, p.5),
menjelaskan bahwa bakat alami seseorang yang didapat dari lahir berkontribusi
sebesar 10 persen (atau kurang) dari total diagram bakat yang dimiliki orang
tersebut. Berdasarkan kutipan tersebut, menunjukkan bahwa bakat seseorang dapat
ditingkatkan dengan proses pembelajaran dan latihan terus-menerus. Bakat diri
yang dapat dikembangkan menjadi kompetensi, akan berkembang dengan baik jika
diketahui sejak awal.

Solusinya adalah Guru diwajibkan untuk menemukan bakat dan minat siswa.
Penyaluran bakat dan minat siswa secara tepat dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa, sebaliknya akan menimbulkan masalah bagi guru, sekolah dan siswa itu
sendiri. Siswa yang terpendam bakat dan minatnya pada umumnya menjadi siswa
yang agresif, melawan dan suka melakukan tindakan-tindakan negatif yang
melanggar tata tertib sekolah. Gejala kenakalan siswa sebaiknya tidak direspon
secara negatif tetapi patut diapresiasi dengan baik dan dilakukan pencegahan
sehingga tidak menimbulkan bentuk kenakalan baru.

universitas Bengkulu
5
HARI SAGITA

Pannen, P. (1996). Mengajar di Perguruan Tinggi, buku empat, bagian


"Pengembangan Bahan Ajar". Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Rohman, A., & Lamsuri, M. (2009). Memahami pendidikan & ilmu pendidikan.
LaksBang Mediatama bekerja sama dengan Kantor Advokat" Hufron & Hans
Simaela"

Herlina, E. (2017). Pendidikan Dan Pelatihan Dalam Meningkatkan Model


Kerjasama Usaha Menengah Kecil Dan Mikro Dengan Usaha Besar Di Kecamatan
Cikoneng Kabupaten Ciamis. Jurnal Ekonologi Ilmu Manajemen, 1(1), 71-81.

Salim Bhreisy. Riyadus Sholihin, (Bandung: Al Ma’arif,1978)22

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran. (Yogyakarta: Sketsa, 2014),153

Jeffry K.L and David P.M, (2007). Toyota talent, Edisi Terjemahan, Erlangga; Jakarta

universitas Bengkulu
6

Anda mungkin juga menyukai