Anda di halaman 1dari 24

1

NAMA: wellem hens p

NIM :1901110588

RESUME KEP Anak

Thalasemia

2.1.2 Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah
merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100
hari ) akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing,
muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
( Ngastiyah, 1997 : 377 ).
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang
dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah ah dan berfungsi sangat penting
untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkan
sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi
yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi
tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan titik penyakit ini
merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
2.1.2 Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin Alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orangtuanya. Jika hanya
satu gen yang diturunkan maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak akan
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a. Thalasemia mayor
karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan
kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya penderita kekurangan darah merah
yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merah menjadi cepat
rusak dan umurnya pun sangat pendek sehingga yang bersangkutan memerlukan transfusi
2

darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3 sampai 18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies Cooley. Facies
Cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk kedalam dan tulang
pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan
hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus.
Pada umumnya penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan
seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1 – 8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan laki-laki tergantung
dari berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya kian sering pula si penderita harus
menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal tanda-
tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walaupun thalasemia minor tak bermasalah namun
bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada sepanjang hidup penderitanya, tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya.
2.1.3 Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb- A dengan polipeptida rantai Alfa dan dua
rantai beta. Pada beta thalassemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta-thalassemia
yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalassemia dalam molekul hemoglobin yang
mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai Alfa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin dan defictive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai Alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai beta
dan gamma ditemukan pada thalasemia Alfa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida Alfa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin
tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada Bone marrow, produksi RBC, diluar menjadi di
3

eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik,
dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan Bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. ( Suriadi,2001 : 23-24 )
Pada thalasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut.
Bisa terjadi pada ke4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai Alfa dapat
menyebabkan kelainan ke-3 Hb yaitu Hb-A, Hb-A2, dan Hb-F. ( Hassan, 1985 : 49 )
2.1.4 Manifestasi Klinis
a. Letargi
b. Pucat
c. Kelemahan
d. Anorexia
e. Diare
f. Sesak nafas
g. Pembesaran limpa dan hepar
h. Ikterik ringan
i. Penipisan korteks tulang panjang tangan dan kaki
j. Penebalan tulang kranial
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta
thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning ( Jaundice ), luka terbuka di kulit ( ulkus,
borok ), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-
tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi :
a. Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
b. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
howell-jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
c. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang ( tidak menentukan diagnosis ) :
a. Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
4

b. Granula Fe ( dengan pengecatan prussian biru ) meningkat.


3. Pemeriksaan khusus :
a. Hb F meningkat : 20% -90% Hb total
b. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
c. Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor merupakan trait
( carrier ) dengan Hb A meningkat (> 3,5% dari Hb total )
4. Pemeriksaan lain :
a. Foto radiologi tulang kepala : gambaran hair on end korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
5. Pemeriksaan penunjang :
a. Studi hematologi : terdapat perubahan-perubahan pada sel darah merah yaitu
mikrositosis, hipokromia, anositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
imature , penurunan hemoglobin dan hematokrit
b. Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
c. Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri
eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medula, penipisan
korteks dan trabekulasi yang lebih kasar.
d. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR ( Polymerasw
Chain Reaction ) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
2.1.6 Penatalaksanaan
a. Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderotis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
( Desferal)
b. S. Plenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen ( transfusi )
( Suriadi, 2001 : 26 )
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat
pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah
masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan
5

bantuan obat melalui urine. Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih dalam
kandungan jika suami atau istri merupakan pembawa sifat ( carrier ) thalasemia maka anak
mereka memiliki kemungkinan sebesar 25% untuk menderita thalasemia. Karena itu ketika
sang istri mengandung disarankan untuk melakukan tes darah di laboratorium untuk
memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak.
2.1.7 Komplikasi
a. Fraktur patologi
b. Hepatosplenomegaly
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Difungsi organ, seperti : hepar, limpa, kulit jantung ( Suriadi,2001 : 24 )
2.1.8 Asuhan Keperawatan Thalasemia
1. Pengkajian
a. Asal keturunan / kewarganegaraan
thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut tengah ( Mediterania ).
Seperti Turki, Yunani, Cyprus. Di Indonesia sendiri thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, pakan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita ( Suriadi, 2011 )
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor
yang gejalanya lebih ringan biasanya anak baru datang berobat pada umur
sekitar 4 – 6 tahun. ( Suriadi,2011 ).
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport
d. Riwayat kesehatan keluarga
thalasemia merupakan penyakit menurun, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalasemia. Apabila kedua orang tua menderita thalasemia
maka anaknya beresiko menderita thalasemia mayor. Oleh karena itu
konseling pranikah sebenarnya diperlukan dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
e. Riwayat ibu saat hamil ( Ante Natal Core – ANC )
selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
6

resiko thalasemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai resiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memastikan diagnosis maka
ibu segera dirujuk ke dokter.
f. Pertumbuhan dan perkembangan
sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia mayor
pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan
dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan
ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
g. Pola makan
Anoreksia menyebabkan anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya
h. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak Usinya. Anak banyak tidur/
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
i. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
anak seusianya yang normal
2. Kepala dan bentuk muka
anak yang belum / tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
yang khas yaitu itu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata
lebar dan tulang dahi terlihat melebar.
3. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5. Dada: pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6. Abdomen : kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat
pembesaran limpa dan hati ( hepatosplenomegali )
7. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan bb-nya
7

berkurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8. Kulit : warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering
mendapatkan transfusi darah maka kulit menjadi kelabu seperti besi
akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
( hemosiderosis )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubih b.d anoreksia
b. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit thalasemia
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan
hasil
1. nutrisi kurang dari Setalah dilakukan Observasi
kebutuhan tubuh b.d tindakan
a. Identifikasi status nutrisi
anoreksia keperawatan 1x24
b. Identifikasi alergi dan
jam diharapkan
intoleransi makanan
nutrisi pasien
c. Identifikasi makanan yang
membaik dengan
disukai
kriteria hasil :
d. Identifikasi kebutuhan kalori
1. porsi makan yang
dan jenis nutrient
dihabiskan
e. Identifikasi perlunya
meningkat
penggunaan selang
2. kekuatan otot
nasogastrik
pengunyah
f. Monitor asupan makanan
membaik
g. Monitor berat badan
3. Nafsu makan
h. Monitor hasil pemeriksaan
membaik
laboratorium

Terapeutik

a. Lakukan oral hygiene


sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
8

pedoman diet (mis. Piramida


makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
g. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

a. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlU
9

2. Ansietas b.d kurangnya Setelah dilakukan Observasi


pengetahuan tentang tindakan
a. Identifikasi saat tingkat
penyakit thalasemia keperawatan 1x24
anxietas berubah (mis.
jam diharapkan
Kondisi, waktu, stressor)
ansietas pasien
b. Identifikasi kemampuan
membaik dengan
mengambil keputusan
kriteria hasil :
c. Monitor tanda anxietas
1. Perilaku gelisah
(verbal dan non verbal)
membaik
2. Konsentrasi
Terapeutik
membaik
a. Ciptakan suasana  terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
b. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan ,
jika memungkinkan
c. Pahami situasi yang
membuat anxietas
d. Dengarkan dengan penuh
perhatian
e. Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
f. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
g. Diskusikan perencanaan 
realistis tentang peristiwa
yang akan datang

Edukasi

a. Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin
1
0

dialami
b. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
d. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
f. Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi
ketegangan
g. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat Latih teknik
relaksasi

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian obat


anti anxietas, jika perlu

2.2 Leukemia
2.2.1 Definisi
Leukemia merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi (pertumbuhan sel imatur)
sel leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering disertai adanya leukosit dengan jumlah
yang berlebihan, yang dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. (Hidayat,
2006).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
1
1

multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir
fatal. (Nursalam, 2005).
Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen-elemen sumsum normal. (Baughman, 2000, hal : 336).

Leukemia merupakan proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. (Ngastiyah, 1997).
Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imaturdalamjaringan
pembentukan darah. (Suriadi, 2006) Jadi dapat disimpulkan bahwa leukemia adalah penyakit
akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya
leukosit jumlah yang berlebihan dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya
berakhir fatal.
Leukemia dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu :
1.Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia granulositik akut (LGA) yang di
karakteristikkan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. LMA sering terjadi pada semua
usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum tulang dan
ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan, dan
infeksi, tetapi jarang disertai keterlibatan organ lain.
2.Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA sering menyerang pada masa anak – anak dengan presentase 75% - 80%. LLA
menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar
(trombositopeni), dan infeksi (neutropenia). Limfoblas biasanya di temukan dalam darah tepi
dan selalu ada di sumsum tulang, hal ini mengakibatkan terjadinya limfadenopati,
splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70% anak dengan leukemia limfatik akut kini bisa
disembuhkan.
3.Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK terjadi pada manula dengan limfadenopati generalisata dan peningkatan jumlah leukosit
disertai limfositosis, Perjalanan penyakit biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah
hanya jika timbul gejala.
4. Leukemia Mielositik Kronis (LMK)
LMK sering juga disebut leukemia granulositik kronik (LGK), gambaran menonjol adalah
a. Adanya kromosom Philadelphia pada sel-sel darah. Ini adalah
kromosom abnormal yang ditemukan pada sel-sel sumsum tulang.
1
2

b. Krisis blast fase yang dikarakteristikkan oleh poroliferasi tiba-tiba dari


jumlah besar mieloblast

2.2.2 Etiologi
Terjadinya leukemia banyak hal yang mempengaruhi diantaranya :
1. Faktor Eksogen
a. Radiasi, khususnya yang mengenai sumsum tulang, kemungkinan leukemia meningkat
pada penderita yang diobati dengan radiasi atau kemoterapi.
b. Zat kimia, seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen anti neoplastik.
Terpapar zat kimia dapat menyebabkan displasia sumsum tulang belakang,anemia aplastik
dan perubahan kromosom yang akhirnya dapat menyebabkan leukemia.
c. Infeksi virus, pada awal tahun 1980 diisolasi virus HTLV-1 (Human T Leukemia Virus )
dari leukemia sel T manusia pada limfosit seorang penderita limfoma kulit dan sejak itu
diisolasi dari sample serum penderita leukemia sel T.
2. Faktor Endogen
a. Bersifat herediter, insiden meningkat pada beberapa penyakit herediter seperti sindrom
down mempunyai insiden leukemia akut 20 x lipat dan riwayat leukemia dalam keluarga .
insiden leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insiden
yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot.
b. Kelainan genetic, mutasi genetic dari gen yang mengatur sel darah yang tidak diturunkan.
(Price, 2006 : 248)

2.2.3 Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang
yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi
seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan
tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan. Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau
perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi.
1
3

Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan
gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
2.2.4 Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,


neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.

a. Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.
Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada),
infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.

b. Leukemia Mielositik Akut

Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga
menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.

c. Leukemia Limfositik Kronik

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan.
Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga.
Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.

d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai
infeksi.
1
4

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.

1 Pemeriksaan Darah Tepi

penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari
50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari
50.000/mm3.

2 Pemeriksaan Sumsum Tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat
perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).
Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK
ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang
berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan
pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.

2.2.6 Penatalaksanaan

a. Kemoterapi pada penderita LLA

 Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.

 Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)


1
5

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

 Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi
radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.

 Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95%
anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang
dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

Kemoterapi pada penderita LMA

 Fase induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel
leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah
tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi.
Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

 Fase konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi
biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan
dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.

Kemoterapi pada penderita LLK

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan prognosis. Salah
satu sistem penderajatan yang dipakai ialah <100.000/mm3dengan/tanpa gejala pembesaran
1
6

hati, limpa, kelenjar. Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan
kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II,
pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan
kemoterapi intensif. Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien
dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-
rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan
hidup kurang dari 2 tahun.

Kemoterapi pada penderita LGK/LMK

 Fase Kronik

Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari
gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif
merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi
sumsum tulang.

 Fase Akselerasi,

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

b. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.

c. Transplantasi Sumsum Tulang

sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka
keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis
dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA
transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap
1
7

pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap
pengobatan.

d. Terapi Suportif

2.2.7 Komplikasi
Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka
anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses
terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.

1. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada


keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat
menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom.
2. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan
ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang
pesat.
3. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan
leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar,
bahkan beresiko untuk pecah.
4. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus
leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke.
5. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat menurunkan kadar
leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
6. Kematian.
2.2.8 Asuhan Keperawatan Leukemia
A. Pengkajian
1) Identitas
Meliputi, nama, usia, jk, suku , agama, alamat. Leukemia banyak menyerang laki-laki dari
pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa. Bisa
juga terjadi pada anak-anak.
1
8

2) Keluhan utama
Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah, lelah, wajah
terlihat pucat, anemis, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda anemia
yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-tanda leucopenia yaitu demam dan
adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati,
hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria,
hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan hematologis
serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
6) Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji tentang bagaimana respon klien terhadap penyakit
leukemia yang sedang dialaminya. Apakah ada perubahan gambaran peran dan fungsinya
terhadap penyakit yang dialaminya sekarang. Kemudian tanyakan bagaimana cara keluarga
memberikan dukungan ketika pasien dengan keadaannya sekarang.
7) Keadaan umum
Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat composmentis
selama belum terjadi komplikasi.
8) Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg)
b. Nadi :
c. Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
d. RR : Dispneu, takhipneu
9) Pemeriksaan B1-B6
a. B1 (Breath):
RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot
sternokleidomastoid.
b. B2 (Blood):
TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl, leukosit 70.500
1
9

ml3, trombosit 44.000ml3


c. B3 (Brain): sakit kepala
d. B4 (Bladder):
Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine. Mengkaji apakah menggunakan alat bantu
untuk berkemih.
e. B5 (Bowel):
BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati
f. B6 (Bone):
Nyeri tulang dan sendi

B. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Risiko perdarahan b.d perubahan faktor pembekuan
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
1. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
menurunnya sistem tindakan selama 1x24 Observasi :
pertahanan tubuh jam di harapkan bebas - Monitor tanda dan
dari resiko infeksi gejala infeksi lokal
KH : dan sistemik
1. normotermia Terapeutik :
2. hasil kultur negative - Batasi jumlah
Peningkatan pengunjung
penyembuhan - Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
2
0

gejala infeksi
- Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
- Anjurkan
meningktkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu

2. Risiko perdarahan b.d Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan


perubahan faktor tindakan selam 1x24 Observasi :
pembekuan jam diharapkan px - Monitor tanda dan
tidak menunjukkan gejala perdarahan
bukti perdarahan - Monitor nilai
KH : hematokrit/hemoglo
1. tidak anemis bin sebelum dan
2. HB 12 gr/% setelah kehilangan
darah
- Monitor tanda-tanda
vital ortostatik
- Monitor koagulasi
(mis. Prothrombin
time (TM), partial
2
1

thromboplastin time
(PTT), fibrinogen,
degradasi fibri dan/
platelet)
Terapeutik :
- Pertahankan bed
rest selama
perdarahan
- Batasi tindakan
invasif, jika perlu
- Gunakan kasur
pencegajan
dekubitus
- Hindari pengukuran
suhu rectal
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
- Anjurkan
menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
- Anjurkan
menngkatkan
asupan cairan untuk
menghindari
konstipasi
- Anjurkan
menghindri aspirin
antau antikoagulan
- Anjurkan
meningkatkan
asupan makan dn
vitamin K
- Anjurkan segera
2
2

melapor jika terjadi


perdarahan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jik
perlu
- Kolaborasi
pemverian produk
darah, jika perlu
- Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika perlu
2
3

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid yang
menyusun molekul globin dalam hemoglobin. Gejala Klinis Thalasemia mayor, gejala klinik
telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu: lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang, tidak dapat hidup tanpa
transfusi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.
leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah”
yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini
akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus
menyebabkan kematian.
Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang kemungkinan
berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering, kemudian karena radiasi,
zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic. Sampai saat ini, leukemia
merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Adanya mediastinal
massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

3.2 Saran
Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat menjalani
hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup pasien, dan
menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk
yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang dianjurkan.
Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk mengurangi dampak
bertambah parahnya penyakit thalasemia dan leukemia pasien.
2
4

DAFTAR PUSTAKA
https://pdfcoffee.com/askep-thalasemia-pada-anak-10-pdf-free.html

https://www.slideshare.net/renarasyidah/asuhan-keperawatan-leukemia-pada-anak-jg
https://www.academia.edu/34567605/Askep_Leukimia_docx
https://id.scribd.com/doc/219410713/Laporan-Pendahuluan-Leukemia-Pada-Anak

Anda mungkin juga menyukai