Penyusun:
Masayu Michelle Almira
Asal Sekolah:
SMA Tarakanita Gading Serpong
Jl. Raya Cengkir Tengah No. 1, Sektor 7 Gading
Serpong, Bencongan Indah, Kelapa Dua, Tangerang,
Banten, 15810
2021
ABSTRAK
Latihan fisik dapat menyebabkan berbagai perubahan fungsi tubuh diantaranya
adalah peningkatan terhadap suhu tubuh. Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan
karena sebagian besar energi saat aktivitas diubah menjadi panas. Panas yang
dihasilkan itu harus segera dikeluarkan agar ketahanan tubuh berjalan dengan baik.
Kecepatan pengeluaran panas tubuh tergantung dari faktor lingkungan, diantaranya
adalah suhu dan kelembaban relatif udara. Semakin meningkat kelembaban udara,
semakin meningkat pula suhu tubuh saat latihan dan sebaliknya semakin menurun
kelembaban relatif udara maka suhu tubuh akan semakin menurun. Perubahan suhu
tubuh ini tidak terus menurun, akan tetapi diatur oleh sistem saraf. Peningkatan
panas tubuh berkelanjutan dapat disebabkan karena latihan fisik berkepanjangan
dalam waktu yang lama yang dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban yang
tinggi. Peningkatan suhu tubuh ini dapat disebabkan karena menurunnya cairan
tubuh akibat dari pengeluaran keringat berlebih. Untuk menanggulangi penurunan
cairan tubuh maka perlu mengkonsumsi cairan yang sesuai dengan cairan yang
keluar. Proposal ini ditulis dengan tujuan untuk menguraikan efek dari latihan fisik
terhadap perubahan suhu tubuh.
Kata kunci: cairan tubuh, kelembaban relatif, latihan fisik, pengeluaran keringat,
suhu tubuh.
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan suhu tubuh, makhluk hidup tingkat tinggi seperti hewan dan
manusia dibagi menjadi dua, yaitu makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh relatif
konstan (homeotherms), dan makhluk hidup yang beradaptasi dengan perubahan
lingkungan (poikilotherms). Hewan melata, dan serangga adalah contoh
poikilotherms, ketika suhu lingkungan dingin, suhu badannya menjadi sangat
rendah dan laju metaboliknya menurun atau bahkan tidak aktif. Akan tetapi pada
suhu lingkungan yang panas, mereka harus mencari tempat untuk berlindung atau
mengalami kematian. Sedangkan makhluk hidup pada level yang lebih tinggi,
seperti manusia, monyet, anjing, beruang, dan burung termasuk homeotherms.
Mereka memiliki kemampuan untuk tidak tergantung atau dipengaruhi oleh suhu
lingkungannya karena dapat memelihara suhu tubuh yang konstan. Keberfungsian
dari sistem pengaturan suhu tubuh, pada saat istirahat, aktivitas keseharian, maupun
pada saat latihan, memiliki komponen utama sebagai berikut:
(1) Pusat pengaturan suhu tubuh, terdapat di sistem saraf pusat yang berfungsi
sebagai koordinator informasi yang masuk melalui sensor, untuk kemudian
memberikan reaksi.
(2) Reseptor suhu atau sensor, sangat sensitif pada stimulus suhu (panas dan dingin)
dan memberikan input pada pusat koordinasi suhu yang terletak di sistem saraf
pusat.
(3) Efektor suhu atau organ, yang diperintah oleh pusat koordinasi melaksanakan
proses pengaturan suhu. (Foss, Keteyian: 1998).
Aktivitas yang terjadi dalam tubuh seperti transport O2, metabolisme seluler, dan
kontraksi otot tidak terpengaruh oleh suhu lingkungannya, baik panas maupun
dingin selama suhu internal tubuh terpelihara. Bila manusia bukan makhluk
homeotherms, tidak mungkin akan dapat bertahan hidup di planet bumi ini.
1.4. Hipotesis
Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36.5 sampai 37.5°C.
akan tetapi pada pagi hari bisa berkurang sampai 36°C, dan pada saat latihan suhu
tubuh dapat meningkat sampai mendekati 40°C tanpa efek sakit, karena perubahan
tersebut merupakan kondisi fisiologis yang normal. Akan tetapi, suhu tubuh juga
dapat meningkat akibat adanya perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban udara
yang relatif tinggi. Suhu inti tubuh biasanya didefinisikan sebagai suhu dari
hipotalamus, pusat pengaturan suhu tubuh. Metode yang paling popular digunakan
untuk mengukur suhu inti tubuh adalah secara oral, meskipun memiliki beberapa
kelemahan. Pada saat berolahraga peningkatan ventilasi paru akan menyebabkan
terjadinya evaporasi, yang kemudian menyebabkan penurunan suhu pada
termometer, sehingga menghasilkan perhitungan yang tidak akurat. Metode lain
yang sering digunakan untuk pengukuran suhu inti tubuh pada saat melakukan
penelitian, biasanya dengan pengukuran pada rectal. Biasanya temperatur rektal
lebih tinggi 0.6°C daripada suhu oral. Pengukuran rectal. Sering dianggap lebih
akurat, tetapi juga masih memiliki kelemahan. Aktivitas yang berat pada suatu
kelompok otot lokal akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi pada wilayah
tersebut, sehingga dapat menyebabkan terjadi penyimpangan pada saat pengukuran
suhu inti tubuh. Menghasilkan pengukuran yang lebih akurat, thermistor harus
diletakan dengan kedalaman 5-8 cm pada rectum. Selain suhu inti, biasanya juga
sering dilakukan pengukuran suhu kulit. Suhu kulit (temperatur kulit dipengaruhi
oleh lingkungan, laju metabolisme, pakaian, dan tingkat hidrasi). Oleh karenanya
suhu kulit merujuk pada kemampuan kulit untuk melepaskan panas ke lingkungan.
Mekanisme pengaturan suhu pada tubuh, dapat dibedakan menjadi proses fisik dan
proses kimiawi. Prinsip kerja pada pengaturan fisik adalah dengan melakukan
pengaturan tahanan pada aliran panas, sedangkan mekanisme kerja pengaturan
secara kimiawi adalah dengan melakukan pengaturan pada laju metabolisme
tubuh. Suhu tubuh memiliki korelasi positif dalam proporsinya secara langsung
dengan jumlah panas yang disimpan. Ketika simpanan panas pada tubuh
meningkat, seperti pada saat seseorang mengalami demam atau sedang
berolahraga, maka suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya ketika simpanan panas
tubuh menurun, seperti pada kondisi hipotermia maksimal suhu tubuh pun akan
mengalami penurunan. Suhu rata-rata tubuh (MBT/mean body temperature) dapat
diketahui dengan melakukan pengukuran suhu inti dan suhu kulit. Hal tersebut
dilakukan dengan cara mengukur suhu rectal, dan mengukur suhu kulit pada
beberapa tempat di tubuh, kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus
(Roberg, Robert: 2002).
Menurut Edi Purwanto (2019), sistem peredaran darah pada manusia dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu peredaran darah paru-paru (peredaran darah kecil)
dan peredaran darah sistemik (peredaran darah besar). Karena dua sistem peredaran
darah ini, sistem peredaran darah pada manusia disebut sistem peredaran darah
ganda.
a) Peredaran darah kecil merupakan peredaran darah dari bilik kanan jantung
menuju paru-paru dan akhirnya kembali lagi ke jantung pada serambi kiri.
Pada peredaran darah kecil inilah darah melakukan pertukaran gas di paru-
paru. Darah yang banyak mengandung zat sisa metabolisme dan karbon
dioksida kembali ke serambi kanan jantung melalui pembuluh balik.
b) Peredaran darah besar. sistemik ini mengalir dari jantung ke seluruh tubuh,
kemudian kembali lagi ke jantung. Peredaran darah manusia selalu melalui
pembuluh darah. Oleh karena itu, peredaran darah manusia disebut
peredaran darah tertutup. Darah melepaskan karbon dioksida dan
mengambil oksigen dari alveoli paru-paru. Oleh karena itu, darah yang
berasal dari paru-paru ini banyak mengandung oksigen.
Sistem peredaran (Sistem Kardiovaskuler) terdiri atas arteri, arteriola,
kapiler, venula dan vena.
a) Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung
tekanan darah yang paling tinggi. kelenturannya membantu
mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung.
b) Arteri yang lebih kecil dan arteriola memiliki dinding berotot yang
menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran
darah ke daerah tertentu.
c) Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari
jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung). Kapiler
memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam
jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke
dalam darah. dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula.
d) Venula mengalirkan darah ke dalam vena kemudian kembali ke jantung.
vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar
daripada arteri; sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama
tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah
tekanan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Minggu ke 1 2 3 4 5
1 Persiapan
Percobaan
2 Pelaksanaan dan
Pengambilan data
3 Analisis data
1. Variabel Bebas
Kecepatan treadmill
2. Variabel Terikat
Suhu tubuh yang dihasilkan
3. Variabel Kontrol
Durasi olah raga
Kelompok
Pembagian Kelompok Percobaan
Percobaan Percobaan
Jalan biasa di atas treadmill
Perlakuan 1 dengan kecepatan 3 km/jam
Kelompok selama 10 menit
perlakuan Jalan cepat diatas treadmill
Perlakuan 2 dengan kecepatan 6 km/jam
selama 10 menit
Berlari diatas treadmill
Perlakuan 3 dengan kecepatan 12
km/jam selama 10 menit
Kelompok
Kontrol negatif Diam di tempat 10 menit
kontrol
(tidak melakukan apapun)
Jumlah partisipan dari tiap kelompok perlakuan dan kontrol pada penelitian ini
ditentukan menggunakan rumus Federer. Berikut adalah perhitungan
menggunakan rumus Federer dari penelitian ini:
Rumus Federer = (t – 1)(n – 1) ≥ 15
Dimana, t = banyak perlakuan
n= banyak pengulangan
↔ (t – 1)(n – 1) ≥ 15
↔ (4 – 1)(n – 1) ≥ 15
↔ 3(n – 1) ≥ 15
↔ (n – 1) ≥ 5
↔n≥6
Jadi, jumlah partisipan dari tiap kelompok perlakuan dan kontrol adalah 6 orang.
3. Timer 6 buah
4. Treadmill
3.7 Cara kerja
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, saya harus menyiapkan termometer, treadmill, google form,
dan mengumpulkan 6 orang untuk saya analisis hasil suhunya.
2. Tahap Percobaan
● Mengukur suhu tubuh awal menggunakan termometer dan dicatat.
● Melakukan jalan biasa di atas treadmill dengan kecepatan 3 km/jam
selama 10 menit, lalu diukur suhunya dan dicatat.
● Istirahat selama 10 menit (tidak melakukan apapun)
● Melakukan jalan cepat diatas treadmill dengan kecepatan 6 km/jam
selama 10 menit, lalu diukur suhunya dan dicatat
● Istirahat selama 10 menit (tidak melakukan apapun)
● Melakukan lari diatas treadmill dengan kecepatan 12 km/jam selama 10
menit, lalu diukur suhunya dan dicatat.
● Istirahat selama 10 menit (tidak melakukan apapun).
3. Tahap analisis data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan akan dimasukan kedalam tabel hasil
percobaan, kemudian dianalisis secara kuantitatif. Dilihat apakah terdapat
perubahan suhu pada partisipan setelah dilakukan percobaan, agar diketahui
ada atau tidaknya pengaruh aktivitas olahraga terhadap suhu tubuh.
Tabel 3. Tabel Hasil Percobaan Pengaruh
Kecepatan Treadmill Terhadap Suhu Tubuh
Manusia dalam Aktivitas Olahraga
Partis
ipan Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Kelompok
Negatif