Anda di halaman 1dari 45

BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh bakteri salmonella tyhpi atau salmonella parathypi A,B dan C. Penularan

tifoid melalui fekal dan oral yang masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi (Kardiyudiani & susanti 2019).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi salmonellaThypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman

yang sudah terkontaminasi olehfeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella ( Bruner and Sudart, 2014 ). (dalam Fauzan, 2019).

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh salmonellathypi. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur

endothelia /endokardial dan juga invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel

fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan juga

dapat menular pada orang lain melalui makanan /air yang terkontaminasi (Nurarif

& Kusuma, 2015).

6
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Menurut (Fauzan,2019) sistem pencernaan pada manusia terdiri dari beberapa

organ yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan /sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)

adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran

darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa

proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan

(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem

pencernaan dan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan

yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu.

7
1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air

pada manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan

bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir dianus. Mulut

merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut

dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang

terdapat dipermukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,

asam, asin dan juga pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di

hidung dan juga lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan

dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang

(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan

tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga

mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein

dan juga menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang

dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung.

Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses

peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

8
a. Bagiansuperior (sebagian besar adalah otot rangka).

b. Bagiantengah (campuran otot rangka dan otot halus).

c. Sertabagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

3. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti

kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:

a. Kardia.

b. Fundus.

c. Antrum.

Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan

normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam

kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi

secara ritmikuntuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3zat penting:

a. Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam

lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini,bisa menyebabkan

kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

b. Asam klorida(HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam,

yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung

yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengancara

membunuh berbagai bakteri.

9
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

4. Usus Halus (usus kecil)

Usus halus /usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta.

Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang

membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus

juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan juga

lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan

otot melingkar (Msirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan

lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua

belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum).

Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (>6cm), pencernaan secara kimiawi,

penyerapan makanan. Terbagi menjadi usus 12 jari (duodenum), usus tengah

(jejenum), usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan juga menghubungkannya ke usus kosong

(jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari

usushalus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir diligamentum treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari

10
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu.

Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang

berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua

belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk kedalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam

jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan

mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan

makanan.

b. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah

bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan

jugausus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus

halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong

dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan juga terdapat

jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara

histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya

kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus

penyerapan, yaitu sedikitnya selgoblet dan plak peyeri. Sedikit sulit untuk

membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

c. Usus Penyerapan (ileum)

11
Usus penyerapan /ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan

terletak setelah duodenum dan juga jejunum, dan dilanjutkan oleh usus

buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan

berfungsi menyerap vitamin B12 dan juga garam-garam empedu.

5. Usus Besar (Kolon)

Usus besar /kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu

dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus

besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens

(kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang

terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan

dan juga membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga

berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitaminK. Bakteri ini penting

untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya

terjadi iritasi yang bisa menyebabkan di keluarkannya lendir dan air dan

terjadilah diare.

6. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu /sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,

burung, dan juga beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki

12
sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang

sebagian /seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing /apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis /radang umbai cacing. Apendisitis

yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah

didalam rongga abdomen /peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam

anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang menyambung

dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.

Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa

bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi

ujung umbai cacing bisa berbeda-beda diretrocaecal /dipinggang (pelvis) yang

jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak

berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa

apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umba

icacing dikenal sebagai appendiktomi.

8. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah

kolon sigmoid) dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja

disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon

desendens penuh dan juga tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul

13
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum

karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,

seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air

akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang

lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan juga anak yang lebih

muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk

menunda BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana

bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan

tubuh (kulit) dan juga sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan juga

penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui

proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi merupakan suatu proses dalam kecerdasan buatan yang menyatakan

suatu objek ke salah satu kategori yang sudah didefinisikan sebelumnya (bertalya,

2009). Klasifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan algoritma

decision tree c4.5 dengan mengoptimalkan atribut-atribut yang berasal dari dataset

yang terpercaya. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diatas, maka dalam

penelitian ini dirancanglah sebuah sistem klasifikasi gejala penyakit typhoid fever

14
(tf) atau dengue haemorhagic fever (dhf) dengan menerapkan metode decision tree

c4.5 untuk mendiagnosa jenis penyakit yang diderita oleh pasien di suatu rumah

sakit. Sistem ini diharapkan dapat membantu dokter dan tenaga medis dalam

melakukan diagnosis penyakit berdasarkan gejala-gejala yang dimasukkan dan

penerapan metode decision tree c4.5 dapat memberikan hasil yang maksimal

dalam diagnosa serta memiliki keakuratan yang tinggi

2.1.3 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri salmonella typhi atau

salmonella paratyphi dari genus salmonella. Manusia terinfeksi salmonella

typhi secara fekal-oral. Penularan salmonella typhi sebagian besar melalui

minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita

atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja.

Transmisi juga dapa terjadi secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang

berada dalam bakteremia kepada bayinya. (Karson & Susilawati,2018).

2.1.4 Patofisiologi
Penyakit demam tifoid bisa disebabkan oleh basil salmonella typhosa.

Penularan ini dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar

kemudian kuman mengadakan penetrasi ke usus halus dan jaringan limfoid

lalu berkembang biak. Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan

mencapai retikuloendotelial pada hati dan limpa, sehingga organ-organ

tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.

15
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel

retikuloendotelial melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman

selanjutnya masuk kedalam beberapa organ-organ tubuh terutama kelenjar

lympoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada

mukosa di atas plak peyeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

dan perforasi usus.

Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, salmonella typhi

akan ditangkap oleh makrofag diusus halus dan memasuki peredaran darah,

menimbulkan bakteremia primer. Selanjutnya, salmonella typhi akan

mengikuti aliran darah hingga sampai dikandung empedu. Bersama dengan

sekresi empedu ke saluran cerna, dan akan menginfeksi peyer`s patches, yaitu

jaringan limfoid yang terdapat di ileum kemudian kembali memasuki

peredaran darah, menimbulkan bakteremia sekunder. Pada terjadi bakteremia

sekunder dapat ditemukan gejala-gejala klinis dari demam tifoid.

(Mardalena,2018)

Salmonella typhi mempunyai tiga macam antigen yaitu:

a. Antigen O (Antigen Somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh

kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut

juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak

tahan terhadap formaldehid.

16
b. Antigen H (Antigen Flagela) yang terletak pada flagela, fimbrae atau pili dari

kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan

terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

c. Anrigen Vi yang terletak pada kapsull (envelope) dari kuman yang dapat

melindungi kuman terhadap fagositosis.

17
2.1.5 Pathway

Kuman salmonella thypi

Masuk tubuh melalui


Mulut bersama makanan
Dan minuman

Masuk sampai ke usus halus

Bakteri mengadakan

organ tubuh peredaran multifikasi diusus gangguan pemenuhan

limfe, hati darah absorbsi pada usus besar

empedu gejala mual, muntah gangguan pemenuhan

demam panas nafsu makan menurun kebutuhan elimiminasi

hati membesar muka merah BAB

kembung kulit terasa suplai tidak adekuat

perut tegang kering resiko konstipasi

defisit nutrisi

nyeri tekan peningkatan kurang intake

suhu tubuh cairan lemah, lesu

18
nyeri akut aktivitas dibantu

hipertermia kesiapan peningkatan

keseimbangan cairan intoleransi aktivitas

sumber; (Fauzan,2019)
sumber; (Fauzan,2019)

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang

tidak memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan

perawatan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.

Pada awal periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami

demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan- lahan terutama pada

sore hingga malam hari (Widodo et al 2014:551). Pada saat demam

tinggi, dapat disertai dengan gangguan system saraf pusat, seperti

kesadaran menurun, penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai

koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,

anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan.

Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi.

Pasien dapat mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul

dengan diare, lidah tampak kotor dengan warna putih ditengah,

hepatomegaly dan splenomegaly (Sumarno ed. et al 2008 : 341).

Menurut (Kasron & susilawati, 2018) gejala klinis yang bisa ditemukan yaitu:

a. Demam

19
pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris

remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita

terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh

berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan

tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan

keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai

nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin

pola normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berada dalam, yaitu

apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

d. Gejala lain

Rose spot dapat dijumpai pada penderita tifoid, yaitu suatu ruam

makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 2 sampai 4 um seringkali

dijumpai pada daerah abdomen.

20
Tabel 2.1 skala demam tifoid menurut nelwan RHH dalam (Karson &

Susilawati,2018).

No Gejala klinis
1. Demam < 1 minggu
2. Sakit kepala
3. Lemah
4. Mual
5. Nyeri Perut
6. Anoreksia
7. Muntah
8. Gangguan motilitas
9. Insomnia
10. Hepatomegali
11. Splenomegali
12. Demam > 1 minggu
13. Bradikardi relatif
14. Lidah tifoid
15. Melena
16. Gangguan kesadaran

2.1.7 Komplikasi

21
Menurut ( kardiyudiani & susanti,2019) menjelaskan dua macam

komplikasi demam tifoid, yaitu komplikasi intestinal dan komplikasi ekstra-

intestinal.

a. Komplikasi intestinal

1. Perdarahan usus.

2. Perforasi usus.

3. Ileus paralitik.

b. Komplikasi Ekstra-Intestinal

1. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik),

miokarditis, trombosis dan trom-bofletbitis.

2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombosistopenia, dan disseminated

intravascular coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.

3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4. Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis.

5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan peinefritis.

6. Komplikasi tulang:bosteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.

7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,

polineuritis perifer, sindrom guillainbarre, psikosis dan sindrom katatonia.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.

Menurut (Kasron & susilawati,2018) pemeriksaan penunjang yaitu:

a. Pemeiksaan darah tepi

22
Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,

bisa menuun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan

hitung jenis normal atau sedikit bergeser kekiri mungkin didapatkan

aneosifilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.

b. Pemeriksaan bakteiologis drngan isolasi dan biakan kuman.

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakan bila ditemukan bakteri

salmonella typhi dalam biakan dari daah, urine, feses, sumsum tulang dan

cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri

akan lebih mudah ditemukan dalam daah dan sumsum tulang pada awal

penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya didalam urine dan feses.

c. Uji Serologis

1. Uji Widal.

Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin

dalam serum penderita yang mengalami pengencean berbeda-beda

terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam

jumlah yang sama sehingga tejadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi

yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukan titer antibodi dalam

serum. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan infeksi

ini.

2. Uji Tubex

Uji tubex merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat dan

mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S.typhi O9

23
pada serum pasien. Dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti

O9 yang terkonjugasi partikel latex yang bewarna dengan

lipopolisakarida S.tyhpi yang terkonjugasi pada partikel magnetik

latex.

3. Uji Typhidot

Dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang tedapat pada protein

memban luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot

didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara

spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 KD

yang terdapat pada strip nitroselulosa.

d. Pemeriksaan kuman secara molekuler

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. Typhi yang akurat adalah

mendeteksi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui

identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi.

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut (Kasron & susilawati,2018).penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Pemberian antibiotik untuk menssghentikan dan memusnsahkan

penyebaran kuman.

2. Istirahat dan perawatan profesional

stirahat dan perawatan profesional bertujuan mencegah

komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring

sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

24
Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan pribasi, kebersihan

tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai pasien.

Kesadaran pasien dapat menurun sehingga posisi tidurnya perlu

diubah-ubah untuk mncegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi obstipasi dan retensi urin.(Mardalena,2018)

3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif)

a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari. (dalam kardiyudiani & susanti,2019)

4. Pengobatan

a. Obat-obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:

1. Kloramfenikol: obat anti mikroba yang dapat meredakan demam

dengan cepat.

2. Tiamfenikol: efektifitas tiamfenikol pada demam typhoid hampir sama

dengan kloramfenikol.

3. Cotrimokazol (kombinasi dari sulfamitoksasol): efektifitas obat ini

dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.

b. Obat-obat antibiotik yang sering dippergunakan ialah

25
1. Ampicilin dan amoksilin: indikasi penggunaanya adalah pasien

demam typhoid dengan leukopenia.

2. Cefalosforin generasi ketiga: beberapa uji klinis menunjukan

cefalosforin generasi ketiga antara lain: sefiperazon, ceftriaxon, dan

cefotaxim efektif untuk demam.

3. Fluorokinolon: efektif untuk demam tyhpoid, tetapi dosis dan lama

pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

2.1.10 Pencegahan

Menurut (Kasron & Susilawati, 2018) penyakit demam tifoid dapat

dicegah dengan cara sebagai berikut:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan

vaksin yang dibuat dari strain salmonella typhi yang dilemahkan.

Ada 2 jenis vaksin tifoid yaitu: Vaksin oral Ty 21 a vivotif berna.

Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1

minggu satu jam sebelum makan, Vaksin parentral sel utuh: Typa Bio

Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan

L vacciene (heat in activated-phenol preserved). Efek samping adalah

demam, nyeri kepala, lesu, bengkak, dan nyeri pada tempat suntikan.

26
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan

tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku

hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan

memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa

menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengelolaan dan

penyajian makanan.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa

penyakit secara dini dn mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosa demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan

laboratorium. Pencegahan sekunder dapat berupa: penemuan penderita

maupun carier secara dini melalui peningkatan usaha surveilans tifoid

serta perawatan umum dan nutrisi diet yang sesuai.

c. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi

keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari

penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,

sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi

ulang demam tifoid.

27
2.2 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis.

2.2.1 Pengkajian

Menurut (Mardalena, 2018) didapatkan pengkajian secara teoritis yaitu

sebagai berikut:

a. Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

nomor registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan.

b. Keluhan utama. Pasien tifoid biasanya mengeluhkan mual dan kembung,

nafsu makan menurun, panas dan demam.

c. Riwayat kesehatan sekarang. Pada umumnya gejala pada pasien tifoid

adalah demam, anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat

(anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), dan

gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma.

d. Riwayat kesehatan sebelumnya. Periksa jika pasien pernah mengalami

sakit dan dirawat dengan kasus yang sama, atau jika pasien menderita

penyakit lain.

e. Riwayat kesehatan keluarga. Periksa jika ada anggota keluarga yang

pernah menderita penyakit sama atau penyakit yang lainya.

f. Riwayat psikososial. Secara intrapersonal cari tau perasaan yang dirasakan

pasien (cemas/sedih), sedangkan secara interpersonal cari tahu hubungan

dnegan orang lain.

g. Pola fungsi kesehatan

28
1. Pola nutrisi dan metabolisme. Biasanya nafsu makan pasien

berkurang, adanya mual, muntah selama sakit, lidah kotor, dan terasa

pahit waktu makan. Status nutrisi terpengaruh akibat gangguan pada

usus halus.

2. Pola istirahat dan tidur. Pasien tidak dapat beristirahat karena

merasakan sakit pada perut, mual, muntah, kadang diare. Kebiasaan

tidur pasien akan terganggu akibat suhu badan meningkat, dan pasien

merasa gelisah pada waktu tidur.

3. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan. Perubahan penatalaksanaan

kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatanya.

4. Pola aktivitas dan latihan. Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat

kelemahan fisik atau keterbatasan gerak.

5. Pola eliminasi. Kebiasaan dalam buang air besar menunjukan referensi

bila terjadi dehidrasi akibat demam, dan konsumsi cairan tidak sesuai

dengan kebutuhan.

6. Pola persepsi dan pengetahuan. Perubahan kondisi kesehatan dan gaya

hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam

merawat diri.

7. Pola persepsi dan konsep diri. Perubahan mungkin terjadi apabila

pasien tidak efektif dalam mengatasi penyakitnya.

8. Pola penanggulangan stres. Stres timbul apabila seorang pasien tidak

efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

29
9. Pola hubungan interpersonal. Kondisi kesehatan mempengaruhi

hubungan interpersonal dan peran pasien serta tambahan peran selama

sakit.

10. Pola tata nilai dan kepercayaan. Muncul distress dalam piritual pada

pasien sehingga pasien menjadi cemas dan takut akan kematian.

Kebiasaan ibadah pasien memungkinkan terganggu.

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran dan keadaan umum pasien. Keadaran pasien perlu dikaji dari

sadar/tidak sadar (composmentis/coma) untuk mengetahui berat ringannya

prognosis penyakit pasien.

b. Tanda-tanda vital dan keadaan umum. tekanan darah, denyut nadi,

respirasi dan temperature merupakan tolak ukur dari keadaan umum

pasien. Disamping itu juga penimbangan berat badan dilakukan untuk

mengetahui adanya penurunan berat badan akibat gangguan nutrisi.

Biasanya pasien typhoid mengalami kelemahan, demam, pucat, mual, rasa

tak nyaman diperut, atau anorexia.

c. Pemeriksaan kepala dan leher. Tidak ada benjolan di kepala, rambut

normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cekung, muka

tidak edema, pucat, bibir kering, napas bau, lidah kotor dan bagian tepi

dan tengah kemerahan, fungsi pendengaran normal, leher simetris tidak

ada pembesaran kelenjar tiroid.

30
d. Pemeriksaan dada dan abdomen. Dada normal, bentuk simetris, pola napas

teratur, didaerah abdoomen ditemukan nyeri tekan.

e. Sistem respirasi. Pernapasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak

terdapat pernapasan cuping hidung tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan.

f. Sistem kardiovaskuler. Biasanya pada pasien dengan typhoid ditemukan

tekanan darah yang meningkat, namun masih didapatkan takikardi saat

pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

g. Sistem integumen. Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat

banyak, akral hangat.

h. Sistem eliminasi. Pada pasien typhoid kadang-kadang diare atau

konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari

normal).

i. Sistem muskuloskletal. Tidak ada gangguan pada ekstermitas atas dan

bawah

j. Sistem endokrin. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.

k. Sistem persarafan. Kesadaran penuh (tidak apatis), samnolen dan koma.

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI diagnosa secara teoritis sebagai berikut:

a. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

b. Devisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

31
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

d. Nyeri akut berhubungan Agen pencedra fisik inflamasi pencernaan.

e. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan disfungsi intestinal

2.2.4 Intervensi keperawatan.

Menurut SDKI 2018 intervensi keperawatan yaitu sebagai berikut:

1. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

Tujuan: Suhu tubuh normal

SIKI:

a. Menejeman Hipertermia

Tindakan

a. Observsi

1. identifikasi penyebab hipertermia (mis, dehudrasi, terpapr lingkungan

panas, penggunaan incubator).

2. Monitor suhu tubuh

3. Monitor kada elektroil

4. Monitor saluran urine

5. Monitor kompilkasi akibat hipertermia

b. Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaian

3. Basahi dan kipasi permukaan atau aspirin

32
4. Berikan cairan oral

5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hperdrosis

(keringat berlebih)

6. Lakukan pendinginan eksternal (mis,, selimut hiportermian atau

kompres dingin pada dahi leher, dada, abdomen, aksila).

7. Hindari pemberian antireptik atau aspirin.

c. Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

d. Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektorlit intervena,jika perlu

b. Edukasi dehidrasi

1. Edukasi pengukuran suhu tubuh

2. Edukasi program pengukuran

3. Edukasi trapi cairan

4. Edukasi termoregulasi

5. Kompres dingin

6. Manajemen cairan

c. Observasi

1. identifikasi kontra indikasi kompres dingin dalam kurung minus

penurunan sensasi penurunan sirkulasi

2. identifikasi kondisi kulit yang akan dilakukan kompres dingin

33
3. periksa alat kompres monitor iritasi kulit atau kerusakan jaringan selama 5

menit pertama

c. terapeutik

1. pilih metode kompresi yang nyaman dan mudah didapat dalam kurung

Miss kantong plastik tahan air kemasan jar beku kain atau handuk

2. pilih lokasi kompres

3. balut alat kompres dingin dengan kain pelindung jika perlu

4. lakukan kompres dingin pada daerah yang cedera

5. hindari penggunaan kompas pada jaringan yang terpapar terapi rehidrasi

d. edukasi

1. jelaskan prosedur penggunaan kompres dingin

2. anjurkan tidak menyesuaikan pengaturan suhu secara mandiri atau

pemberitahuan sebelumnya ajarkan cara menghindari kerusakan

jaringan akibat dingin

Kriteria Hasil:

1.menggigil cukup menurun

2. kejang menurun

3.suhu tubuh membaik

4. suhu kulit membaik

34
b. Devisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

Tujuan: kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi

SIKI:

1. Observasi

1. identifikasi status nutrisi

2. identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. identifikasi makanan yang disukai

4. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5. identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik monitor

asupan makanan

6. monitor berat badan

7. monitor hasil pemeriksaan laboratorium

2. Terapeutik

1. melakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu

2. fasilitasi menentukan pedoman Dien pramida

3. makanan sajikan makanan secara menarik dan suhu yang

sesuai

4. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. berikan suplemen makanan jika perlu

35
7. hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik

jika asupan oral dapat ditoleransi

3. edukasi

1. anjurkan posisi duduk jika mampu

2. ajarkan diet yang diprogramkan

4. kolaborasi

1. kolaborasi medikasi sebelum makanan pereda nyeri

pereda nyeri anti matic jika perlu

2. kolaborasi dengan hasil ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan jika

perlu

kriteria hasil:

1.pengetahuan pemilihan makanan yang sehat meningkat

2.pengetahuan tentang setandar asupan nutrisi yang tepat meningkat

3.nafsu makan membaik

4.frkeunsi makanan membaik

2. Dukungan kepatuhan program pengobatan

a. Observasi

Identifikasi kebutuhan menjalani program pengobatan

b. Terapeutik

36
1. Buat komitmen menjalani program pengobatan dengan baik

2. buat jadwal pendampingan keluarga untuk pergantian

menemani pasien selama menjalani program pengobatan jika

perlu

3. dokumentasikan aktivitas selama menjalani proses pengobatan

4. diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau pengobatan

karena program pengobatan

5. libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang

dijalani

c. edukasi

1. informasikan program pengobatan yang harus dijalani

2. informasikan manfaat yang akan diperlukan jika teratur

menjalankan program pengobatan ajarkan keluarga untuk

mendampingi dan merawat pasien selama menjalani

pengobatan

3. anjurkan pasien dan keluarga melakukan pelayanan kesehatan

terdekat jika perlu

3.Pemantauan Nutrisi

a. Observasi

37
1. identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi

pengetahuan ketersediaan makanan agama kepercayaan budaya

mengunyah tidak adekuat gangguan menelan penggunaan obat-

obatan atau pasca operasi

2. identifikasi perubahan berat badan identifikasi kelainan pada

kulit memar yang yang berlebihan luka yang sulit sembuh dan

pendarahan

3. identifikasi kelainan pada rambut kering tipis kasar dan mudah

patah identifikasi pola makan kesukaan ketidaksukaan

makanan konsumsi makanan cepat saji makanan terburu-buru

4. identifikasi kelainan pada kuku berbentuk sendok retak mudah

patah dan bergigi

5. identifikasi kemampuan menelan fungsi motorik wajah reflek

menelan dan refleks

6. identifikasi kelainan rongga mulut para dengan peradangan

gusi berdarah bibir kering atau retak luka

7. identifikasi kelainan eliminasi diare darah lendir dan eliminasi

yang tidak teratur

8. monitor mual dan muntah monitor asupan oral monitor warna

konjungtiva

38
9. monitor hasil laboratorium (mis, kdar kolestrol, alimun serum,

transferim, kreatline, hemoglobin, hemotorik, dan elektrolit

darah).

b.traupeutik

1. timbangan berat badan

2. akur antropometri komposisi tubuh indeks massa tubuh

pengukuran pinggang dan ukuran lipatan kulit

3. hitungan perubahan berat badan

4. atur interval waktu sesuai dengan kondisi pasien

5. dokumentasikan hasil pemantauan

C. edukasi

1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. informasikan hasil pemantauan jika perlu

3..Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

1. Menejemen Energi

a. Observasi

1. identifikasi gangguan fungsional yang mengakibatkan

kelelahan

2. monitor kelelahan fisik dan emosional

3. monitor tidur

39
4. monitor lokasi dan ketidakmampuan selama melakukan

aktivitas

b..terapeutik

1. sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus cahaya

suara kunjungan

2. lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif

3. berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

4. fasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak dapat

berpindah atau berjalan

c. edukasi

1. anjurkan tirah baring

2. anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

3. anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala flu

tidak berkurang

4. ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

d. kolaborasi

1. dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

kriteria hasil

frekuensi nadi cukup meningkat

kemudahan dalam melakukan kegiatan sehari hari cukup meningkat

tekanan darah cukup membaik

40
2. Terapi Aktivitas

a. Observasi

1. identifikasi defisit tingkat aktivitas

2. identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

3. identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan

identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas

4. identifikasi makna aktivitas rutin bekerja dan waktu luang

5. monitor respon emosional fisik sosial dan spiritual terhadap

aktivitas

b. terapeutik

1. fasilitas fokus pada kemampuan bukan defisit yang dialami

2. sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang

aktivitas fasilitas memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas

yang konsisten sesuai kemampuan fisik psikologis dan sosial

3. koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia fasilitasi makna

aktivitas yang dipilih

4. fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas jika sesuai

5. fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan

untuk yang dipilih

6. fasilitasi aktivitas fisik rutin ambulasi mobilisasi dan perawatan

diri sesuai kebutuhan

41
7. fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif

8. fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot

9. fasilitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan

emosional kegiatan keagamaan khusus untuk pasien demensia jika

sesuai

10. libatkan dalam permainan kelompok yang komparatif struktur

c. edukasi

1. jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari jika perlu

2. ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih anjurkan

melakukan aktivitas fisik sosial spiritual dan kognitif dalam

menjaga fungsi dan kesehatan

3. anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi jika

sesuai

4. anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas

partisipasi dalam aktivitas kolaborasi

5. kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktivitas jika sesuai

6. rujuk pada pesan atau program aktivitas komunitas

Kriteria Hasil:

mual menurun

muntah menurun

nafsu makan membaik

42
tekanan darah membaik

4.Nyeri akut berhubungan Agen pencedra fisik inflamasi pencernaan.\

Tujuan: Nyeri Tidak Dirasakan

1. Menejemen Nyeri Akut

a. Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, durasi, frekuensi,

kualtasi, intesitas, kualitas, insntitas nyeri

2. identifikasi skala nyeri identifikasi respon nyeri non verbal

3. identifikasi faktor yang memperberat dan memperingati nyeri

identifikasi pengetahuan dan Kinan tentang nyeri

4. identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

5. identifikasi pengaruh nyeri pada kulalitas hidup

6. monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

7. monitor efek samping penggunaan analgetik

b..terapeutik

1. berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

hipotesis akupresur terapi musik terapi pijat aromaterapi pengin

majelis bimbingan kompres hangat dingin terapi bermain

2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri suhu ruangan

percayaan kebisingan

43
3. fasilitasi istirahat dan tidur

4. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

c.. edukasi

1. jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri

2. jelaskan strategi meredakan nyeri anjurkan monitor nyeri secara

mandiri

3. anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

4. ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

d.kolaborasi

1. kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

5.Resiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan disfungsi intestinal

Tujuan:

a..Observasi

1. monitor status hidrasi frekuensi nadi kekuatan Adi akral pengisian

kapiler kelembaban mukosa turgor kulit tekanan darah meningkat

berat badan harian

2. monitor berat badan sebelum dan setelah dialisis

3. monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis, hematoktik,Na, K,

CI, berat jenus urine, BUN)

4. monitor status hemodinamik (mis,MAP, CVP, PAP, PCPW jika

tersedia)

b.Terapeutik

44
1. catat intake output dan hitung balance cairan 24 jam jam

2. berikan asupan cairan sesuai kebutuhan

3. berikan cairan intravena jika perlu

c.kolaborasi

1. kolaborasi pemberian diuretik jika perlu

2.Pemantauan cairan

a.observasi

1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi

2. Monitor frekuensi napas

3. monitor tekanan darah

4. monitor berat badan

5. monitor waktu pengisian kapiler

6. monitor elastisitas atau turgor kulit

7. monitor jumlah warna dan berat jenis urin

8. monitor kadar albumin dan protein total

9. monitor hasil pemeriksaan serum (mis,osmolalitas serum, hematokrit,

natrium,kalium, bun)

45
10. monitor intake dan output cairan

11. identifikasi tanda-tanda hipovolemia frekuensi nadi meningkat nadi teraba

lemah tekanan darah menurun tekanan nadi menyempit turgor kulit

menurun membran mukosa kering volume urine menurun atau meningkat

haus lemak konsentrasi urin meningkat berat badan menurun dalam waktu

singkat

12. identifikasi tanda-tanda dispen admal edema anasarka jvp meningkat jvp

meningkat reflek hepatojugular positif berat badan menurun dalam waktu

singkat

13. identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan prosedur pembedahan

mayor trauma pendarahan luka bakar a series of intestinal peradangan

pankreas penyakit ginjal dan kelenjar disfungsi intestinal

b.traupeutik

1. atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

dokumentasikan hasil pemantauan

c.. edukasi

1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. informasikan hasil pemberitahuan jika

Kriteria hasil

-Asupan makanan meningkat

-Asupan cairan cukup meningkat

-Asupan makanan cukup meningkat

46
-Tekanan darah cukup membaik

-Dehidrasi menurun

2.2.5 Implementasi

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan

yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi

keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk

membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus

kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Potter & Perry, 2017).

2.2.6 Evaluasi
dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan, Evaluasi

merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan

yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan

anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan

pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi, 2018)

47
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam

mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2018).

Terdapat 2 jenis evaluasi :

a. Evaluasi formatif (Proses) Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera

setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai

keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOPA,

yakni subjektif (data keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan),

analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

b. Evaluasi sumatif (hasil) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan

setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi

sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan

yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini

adalah melakukan wawancara pada akhir pelayanan, menanyakan respon

pasien dan keluarga terkai pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan

pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian

tujuan keperawatan, yaitu :

1) Tujuan tercapai/masalah teratasi

2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian

3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi

48
Evaluasi Menurut (SLKI 2018):

1. Diagnosis 1: Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

SLKI: 1.menggigil cukup menurun

2. kejang menurun

3.suhu tubuh membaik

4. suhu kulit membaik

2. Diagnosis 2: Devisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan

mencerna makanan

SLKI: 1.pengetahuan pemilihan makanan yang sehat meningkat

2.pengetahuan tentang setandar asupan nutrisi yang tepat

meningkat

3.nafsu makan membaik

4.frkeunsi makanan membaik

3. Diagnosis 3: 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

SLKI: 1. frekuensi nadi cukup meningkat

2. kemudahan dalam melakukan kegiatan sehari hari cukup

meningkat

3. tekanan darah cukup membaik

4. Diagnosis 4 :Nyeri akut berhubungan Agen pencedra fisik inflamasi

pencernaan.

SLKI: -Asupan makanan meningkat

49
-Asupan cairan cukup meningkat

-Asupan makanan cukup meningkat

-Tekanan darah cukup membaik

-Dehidrasi menurun

Diagnosis 5:Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan

disfungsi intestinal

SLKI: 1. mual menurun

2.muntah menurun

3. nafsu makan membaik

4.tekanan darah membaik

50

Anda mungkin juga menyukai