Anda di halaman 1dari 25

PEMBAHASAN

1. Definisi
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere,
yang berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi
bergerak, atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk
keluhan berupa rasa berputar-putar, atau rasa bergerak dari lingkungan
sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan
berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang vertikal (vertigo linier).

Vertigo bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu


kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan
pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat. Selain
itu, vertigo dapat pula terjadi akibat gangguan pada alat keseimbangan
tubuh yang terdiri dari reseptor pada visual (retina), vestibulum (kanalis
semisirkularis) dan proprioseptif (tendon, sendi dan sensibilitas dalam)
yang berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota
tubuh. (Pasiak, Taufiq Fredrik dkk., 2009)

2. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa
disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau
perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. Penyebab umum dari
vertigo.(Israr, 2008)
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
a. Alkohol
b. Gentamisin

1
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara
karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada
arteri vertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
a. Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo).
b. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
c. Herpes zoster
d. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
e. Peradangan saraf vestibuler
f. Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
a. Sklerosis multiple
b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
c. Tumor otak
d. Tumor yang menekan saraf vestibularis.
3. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan
dengan mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah
pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah
tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

A. Klasifikasi
1) Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya
diplopia, paratesia, perubahan serisibilitas dan fungsi motorik.
Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan koordinasi, kesulitan
dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara berturut-turut
(dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa
dan kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan
buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo
perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal.
Penyebab vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi
vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang
otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia
batang otak, tumor difossa posterior, migren basiler.
2) Vertigo perifer

Lamanya vertigo berlangsung:

a) Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.

Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional


benigna (VPB). Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala
misalnya berguling sewaktu tidur atau menengadah mengambil
barang di rak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung beberapa detik
kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah
trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis
vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.

b) Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.

Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati


berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Usia
penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya
penyakit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran


dan kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan mata tertutup.
Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan,
jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan
membentuk garis lurus kedepan.

Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi


bukti bahwa terdapat penurunan fungsi vertibular perifer.
Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat
kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi.
Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak
kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan
meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan
sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan
keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2
atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan
penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis
pada setiap penderi penyakit meniere.

c) Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa


minggu.

Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering


dijumpai pada penyakit ini mulanya vertigo, nausea, dan muntah
yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini berlangsung 
beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa
lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia
berbaring diam.

Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak


terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar
amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang
terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu
beberapa hari atau minggu.
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan
penyembuhan total pada beberapa penyakit namun pada sebagian
besar penderita didapatkan gangguan vertibular berbagai tingkatan.
Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada penderita
dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan
stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang
jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda
yang tidak bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah
pandangan berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan
berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita suatu benda contoh
penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.

4. Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti
meniere, parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang
terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada
saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis
media).
Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik.
Seperti gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan
penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo
juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang
menyebabkan terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan
menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII
dalam mempertahankan keseimbangan.
Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik
turun). Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di
telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan terganggu dan
menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat
mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat
menyebabkan parese N VIII.
Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat
mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan
tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-
beda

5. Pathway

Non-vestibular
­ Vestibular Fisiologis : VERTIGO
motion sickness ­ Cerebeller hemorrage
­ Vestibular neuronitis ­ Brainstem ischemic attacks
­ Meniere’s Sistem keseimbangan
tubuh (vestibuler) ­ Basilar artery migrane
terganggu ­ Posterior fossa

Neuroma akustik Sensasi seperti bergerak,


berputar

Mengenai N. VIII
Pusing, sakit kepala Gg. di SSP atau SST Ketidakcocokan informasi
Peningkatan tekanan yg di sampaikan ke otak
intrakranial oleh saraf aferen
Peristaltik meningkat Spasme
saraf/peningkatan
intrakranial Proses pengolahan
Penurunan Mual, muntah informasi terganggu
pendengaran sekunder
adanya sembatan Nyeri, sakit kepala
Anoreksia Trasmisi persepsi ke
serumen pada liang
telinga reseptor proprioception
Disorientasi terganggu
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
Gangguan Kesadaran menurun Kegagalan koordinasi
dari kebutuhan
Persepsi otot
tubuh
Pendengaran
Resiko Jatuh Ketidakteraturan kerja
otot

NYERI
Intoleransi
Aktivitas
6. Komplikasi
a) Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
b) Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.
Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang
terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg
yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
2) Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak
lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
3) Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai
fertikal) kemudian kembali kesemula.
4) Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala
bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300  kepala ditoleh kekiri
lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan
abnormal akan terjadi nistagmus
5) Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga
penderita
6) Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul.

7) Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular
dan somatosensorik.

8. Penatalaksanaan
1) Vertigo posisional Benigna (VPB)
a. Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi
pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada
pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu.
Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan
dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk/
semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau
mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai
tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut.
Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari
vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa
kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka
dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi
gangguan.
2) Neurotis Vestibular
a. Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya
pemberian anti  biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer
pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan
diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan
berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau
benda.

3) Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan  dari terapi medik yang diberi adalah:
a. Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli
ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
c. Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4) Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu
obat supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan
meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin,
diazepam, pada enderita ini latihan vertibuler dan latihan gerak dapat
membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri meningkat
dan kemungkinan jatuh dikurangi.
5) Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi
karena terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual
yang diterima otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti
vertigo.
6) Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
a. TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala
klinisnya pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam.
b. RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan
sempurna terjadi lebih dari 24 jam.Meskipun ringan kita harus
waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif
sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa
meninggalkan cacat.

- Latihan fisik vestibular pada penderita vertigo :


Tujuannya:
1) Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium 
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lamban laun.
2) Melatih gerakan bola mata, latihan viksasi pandangan mata.
3) Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

Contoh Latihan:

- Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup


- Olah raga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, eksfensi,
gerak miring)
- Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup
- Jalan dikamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan
mata tertutup
- Berjalan “tandem”
- Jalan menaiki dan menuruni lereng
- Melirikkan mata kearah horizontal dan vertical
- Melatih gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga
menfiksasi pada objek yang diam, Semua gerakan tersebut diatas harus
dilakukan hati-hati.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengakajian
a) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala dan kelelahan.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada
pasien vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap
terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan
penyakit tumor otak. Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal
antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga
lain atau riwayat penyakit lain baik
Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien. Klien dengan vertigo sering
mengalami penurunan kesadaran dan tampak lemas.
B1 (Breathing)
 Inspeksi
Terjadi peningkatan frekuensi jantung, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada otot bantu nafas, pergerakan dada simetris,
bentuk dada simetris.
 Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada thorax, tidak ada kelainan pada dinding
thorax
 Perkusi
Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi
Suara nafas vesikuler

B2 (Blood)
Konjungtiva anemis, wajah nampak pucat.
TD : Meningkat
 Inspeksi
Tidak ada pembesaran icus cordis
 Palpasi
Tidak ada pembesaran icus cordis
 Perkusi
 Auskultasi
S1S2 tunggal
B3 (Brain)
 Pemeriksaan neurosensori
o Terdapat keluhan pusing dan nyeri pada kepala
o Terdapat keluhan lelah
o Kosentrasi klien menurun
o Mengalami gangguan keseimbangan
B4 (Bladder)
Tidak terdapat masalah pada pola eliminasi.
B5 (Bowel)
 Inspeksi
Tidak ada distensi abdomen
Abdomen tampak simetris
 Auskultasi
Bising usus 10x/menit
 Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
 Perkusi
thympani
B6 (Bone)
- Turgor kulit baik
- CRT < 2 detik

B. Analisa Data

Data fokus Etiologi Masalah


Ds: Sistem keseimbangan Nyeri akut
- Pasien mengeluh tubuh (vestibuler)
nyeri pada bagian terganggu
kepala Sensasi seperti bergerak,
Do: berputar
- TD meningkat Gg. di SSP atau SST
- Klien tampak Spasme
bersikap protektif saraf/peningkatan
pada bagian yang intrakranial
nyeri yaitu kepala. Nyeri akut
Ds: Ketidakcocokan Intoleransi aktivitas
- Pasien mengeluh informasi yg
lelah dan lemah disampaikan ke otak
- Pasien mengatakan oleh saraf aferen
merasa tidak
nyaman setelah Proses pengolahan
beraktivitas. informasi terganggu
Do:
- Frekuensi jantung Transmisi persepsi ke
meningkat reseptor proprioception
terganggu

Kegagalan koordinasi
otot

Ketidak teraturan kerja


otot

Intoleransi aktivitas

Ds: Neuroma akustik Gangguan persepsi


- Pasien mengatakan sensori pendengaran
sulit mendengar Mengenai N. VIII
saat diajak berbicara
Do: Penurunan pendengaran
- Respon pasien sekunder adanya
tampak tidak sesuai sumbatan serumen pada
- Konsentrasi pasien liang telinga
menurun.

Gangguan persepsi
pendengaran
Ds: Sistem keseimbangan Resiko Jatuh
- Pasien mengatakan tubuh (vestibuler)
pusing seperti terganggu
berputar-putar dan Gg. Di SSP atau SSP
bertambah parah Spasme
jika saat menunduk saraf/peningkatan
atau duduk intrakranial
Do: Nyeri, sakit kepala
- Pasien tampak Disorientasi
bingung saat akan Kesadaran menurun
beraktivitas Resiko jatuh

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
a. Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Penyebab:
- Agen pencedera fisiologi (inflamasi, iskemia, neoplasma)
- Agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan)
- Agen pencedera fisik (abses, amputasi, trauma, dll).
 Kondisi klinis terkait:
- Kondisi pembedahan
- Cedera traumatis
- Infeksi
- Sindrom koroner akut
- Glaukoma.
2. Risiko jatuh
 Definisi: berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan
kesehatan akibat terjatuh.
 Faktor risiko:
- Usia >65 atau <2 tahun
- Riwayat jatuh
- Anggota gerak bawah protesis (buatan)
- Penggunaan alat bantu gerak
- Penurunan tingkat kesadaran
- Lingkungan tidak aman
- Kekuatan otot menurun
- Hipotensi ortastik
- Gangguan pendengaran
- Gangguan keseimbangan
- Neuropati
- Efek agen farmakologis
3. Intoleransi aktifitas
 Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
 Penyebab:
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
- Kelemahan
- Imobilitas
- Gaya hidup monoton
 Kondisi klinis terkait:
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit jantung koroner
- Penyakit kantup jantung
- Aritmia
- PPOK
- Gang. Metabolik
- Gang. Muskuloskeletal
4. Gangguan persepsi pendengaran
 Definisi: Perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistorsi.
 Penyebab:
- Gang. Penglihatan
- Gang. Pendengaran
- Gang. Penghiduan
- Gang. Perabaan
- Hipoksia serebral
- Penyalahgunaan zat
- Usia lanjut
- Pemajanan toksin likungan
 Kondisi terkait:
- Glaukoma
- Katarak
- Gang. Refraksi
- Trauma okuler
- Trauma pada saraf kranalis II, III, IV akibat stroke,
anuerisma, intrakranial, trauma/tumor otak. (PPNI T. P.,
2016)

10. Intervensi
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
Nyeri akut Setelah dilakukan  Manajemen nyeri
tindakan keperawatan Observasi:
berhubungan
selama 2x24 jam maka 1) Identifikasi lokasi,
dengan
tingkat nyeri menurun. karakteristik, durasi,
peningkatan Kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri 5 intensitas nyeri
intrakranial
- Meringis 5 2) Identifikasi skala nyeri
- Gelisah 5 3) Identifikasi respon nyeri
- Sikap protektif 5 non verbal
4) Identifikasi faktor
penyebab dan pereda
nyeri
5) Indentifikasi pengetahuan
nyeri pada klien
6) Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
7) Moniter efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik:
1) Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri(mis. Terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
akupresur)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan
tidur.
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan startegi
meredakan nyeri
3) Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4) Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika diperlukan.
Risiko jatuh Setelah dilakukan  Pencegahan jatuh
tindakan keperawatan Observasi:
dibuktikan
selama 2x24 jam maka 1) Identifikasi faktor risiko
dengan
resiko jatuh menurun. jatuh (mis. Usia >65 tahun,
Sistem Kriteria hasil : penurunan tingkat
- Jatuh dari tempat kesadaran, defisit kognitif,
keseimbanga
tidur 5 hipotensi ortostatik,
n tubuh
- Jatuh saat berdiri 5 gangguan keseimbangan,
(vestibuler) - Jatuh saat duduk 5 gangguan penglihatan,
- Jatuh saat berjalan neuropati)
terganggu
5 2) Identifikasi risiko jatuh
setidaknya sekali setiap
shift atau sesuai dengan
kebijakan institusi
3) Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
(mis. Lantai licin,
penerangan kurang)
4) Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala (mis.
Fall Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika perlu
5) Observasi kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknya.
Terapeutik:
1) Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur
dan kursi roda selalu dalam
kondisi terkunci
3) Pasang handrall tempat
tidur
4) Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
5) Tempatkan pasien beresiko
jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari
nurse station
6) Gunakan alat bantu
berjalan (mis. Kursi roda,
walker)
7) Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien.
Edukasi:
1) Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
2) Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5) Anjurkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat.

Intoleransi Setelah dilakukan  Manajemen energi


aktivitas tidakan keperawatan Observasi:
berhubungan selama 2x24 jam maka 1) Identifikasi gangguan
dengan toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
kerusakan meningkat. mengakibatkan kelelahan
keseimbanga Kriteria hasil: 2) Monitor kelelahan fisik
n dan - Keluhan lelah 5 dan emosional
kelemahan. 3) Monitor pola dan jam
tidur
4) Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas.
Terapeutik:
1) Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
2) Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi
temapt tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan.
Edukasi:
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan dengan
mengajarkan distraksi dan
relaksasi.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
Gangguan Setelah dilakukan  Minimalisasi rangsangan
persepsi tindakan keperawatan Observasi:
pendengaran selama 2x24 jam maka 1) Periksa status mental,
berhubungan presepsi pendengaran status sensori, dan tingkat
dengan membaik. kenyamanan (misal: nyeri,
neuroma Kriteria hasil: kelelahan).
akustik - Distorsi sensori 5 Terapeutik:
1) Diskusikan tingkat
toleransi terhadap beban
sensori (misal: bising,
terlalu terang)
2) Batasi stimulus
lingkungan (misal:
cahaya, aktivitas, suara)
3) Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu istirahat
4) Kombinasikan
prosedur/tindakan dalam
satu waktu, sesuai
kebutuhan
Edukasi:
1) Ajarkan cara
meminimalisir stimulus
(misal: mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)

Kolaborasi:
1) Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
2) Kolaborasi pemberian
obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus. (PPNI
T. P., 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi

NIC Kriteria hasil NOC. Jakarta:EGC

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Sealatan:

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai