Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medik Sectio Caesarea

2.1.1 Pengertian Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah proses kelahiran janin melalui insisi bedah di

dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi). Sectio

Caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin melalui insisi transabdomen

pada uterus (Bobak dan Jenses, 2004). Sectio caesarea juga merupakan suatu

tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui

sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Prawirohardjo, 2009).

Dari beberapa pengertian di atas, SC adalah suatu proses persalinan

dengan membuat insisi pada bagian uterus melalui dinding abdomen dengan

tujuan untuk meminimalkan resiko ibu da janin yang timbul selama kehamilan

atau dalam persalinan serta mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu

dan janinnya.

2.1.2 Indikasi Sectio Caesarea

Beberapa indikasi dilakukannya tindakan section caesarea menurut

(Martius, 1997; Bennet dan Brown, 1999; Kasdu, 2003; Pillitteri,2003; Doris

dan Serdar, 2005). Ketiga faktor tersebut adalah:

1. Indikasi Janin

a) Bayi terlalu besar (makrosomia)

b) Kelainan letak janin seperti sunsang atau letak lingtang

c) Presentasi breech/bokong
d) Berat lahir sangat rendah

e) Ancaman gawat janin (fetal distress)

f) Janin abnormal

g) Kelainan tali pusat

h) Bayi kembar (gemeli)

2. Indikasi Ibu

a) Ruptur uteri

b) Terjadinya perdarahan hebat yang membahayakan ibu dan janin

c) Ketuban pecah dini

3. Kombinasi ibu dan janin

a) Perdarahan pervaginam akut, dapat disebabkan karena plasenta previa

atau solusio plasenta. Apabila perdarahan mengancam nyawa ibu maka

harus dilakukan SC tanpa memperhatikan usia kehamilan atau keadaan

janin.

b) Riwayat SC sebelumnya, terutama jika melalui insisi klasik.

c) Pada kehamilan dengan letak lintang karena dapat menyebabkan

retraksi progesif segmen bawah rahim sehingga membatasi aliran

darah uteroplasenta yang membahayakan janin dan akan

membahayakan ibu dengan resiko terjadinya rupture uteri.

2.1.3 Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari sectio caesarea adalah:

1. Janin mati

2. Syok
3. Anemia berat

4. Kelainan konegnital pada dinding abdomen

2.1.4 Jenis-jenis Sectio Caesarea

Menurut Pilliteri (2003), jenis persalinan SC dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. SC Terencana

Persalinan SC tersebut dapat menimbulkan resiko yag lebih besar

bagi ibu dan bayinya. Ibu yang menjalani kelahiran SC terencana, jika

persalinan pervaginam dikontraindikasi. bila kelahiran harus dilakukan

tetapi persalinan tidak dapat diinduksi (misalnya pada keadaan

hipertensi yang menyebabkan lingkungan intrauterus yang buruk dan

mengancam keselamatan janin). Atau bila ada sesuatu yang dibuat

antara dokter dan ibu (misalnya kelahiran SC berulang). Para ibu

biasanya mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan persiapan

secara psikologis.

2. SC Darurat (emergensi)

Persalinan SC emergensi dapat dilakukan atas pertimbangan fetal

distress. SC ini biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan

tidak bersemangat bila ternyata sebelumnya terjadi kegagalan

persalinan pervaginam. Ibu akan merasakan cemas terhadap

kondisinya dan bayinya. ibu juga akan mengalami dehidrasi dan akan

memiliki cadangan glikogen yang rendah. Seluruh prosedur preoperasi

harus dilakukan denga cepat dan kompeten. Kesempatan untuk

menjelaskan prosedur operasi harus dilakukan secara singkat sehingga


kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah

diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah

mempersiapkan informasi.

2.1.5 Komplikasi Sectio Caesarea

1. Kompilkasi fisik lainnya seperti : distensi gas lambung, infeksi luka

insisi, endometriosis, infeksi traktrus urinarius dan distensi kandung

kemih, trombo emboli(pembekuan dara balik), (emboli paru),

(penyumbatan pembulu darah), dan resiko luptur uteri pada persalinan

berikutnya.

2. Komplikasi SC secara psikologis yang sering dialami ibu antar

lain :perasaan kecewa dan rasa bersala teradap pasangan dan anggota

keluarga lainnya, takut, marah, frustasi karena kehilangan kontroldan

harga diri rendah karena perubahan body imangeserta perubaan dalam

fungsi seksual

3. kompilkasi pembedaan SC lainnya adalah komplikasi pada janin,

berupa hipoksia janin akibat sindroma hipotensi terlentang dan depresi

pernafasan karena anastesi dan sindrom gawat pernafasan.

2.1.6 Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesarea

1. Sebelum keputusan untuk melakukan tindakan sectio caesarea

diambil, harus dipertimbangkan secara teliti dengan resiko yang

mungkin terjadi. Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian

para bedah secara lengkap yang mengacu pada syarat-syarat

pembedahan dan pembiusan dalam menghadapi kasus gawat darurat


(Saifuddin, 2009). Tindakan sectio caesarea memang memiliki

keutungan dan kerugian. Keuntungannya diantara lain adalah proses

melahirkan memakan waktu yang lebih singkat, rasa sakit minimal,

dan tidak mengganggu atau melukai jalan lahir. Sedangkan kerugian

tindakan ini dapat menimpa baik ibu dan bayi yang dikandungnya.

Menurut Dunggio (2019), berikut beberapa kerugian yang dapat

menimpa ibu antara lain:

a. Kerugian Ibu

1. Resiko kematian empat kali lebih besar dibanding persalinan

normal.

2. Darah yang dikeluarkan dua kali lipat disbanding persalinan

normal.

3. Rasa nyeri dan penyembuhan luka pasca operasi lebih lama

dibandingkan persalinan normal.

4. Jahitan bekas operasi beresiko terkena infeksi sebab jahitan itu

berlapis-lapis dan proses keringnya bias tidak merata.

5. Perlekatan organ bagian dalam karena noda darah tidak bersih.

6. Kehamilan dibatasi dua tahun setelah operasi.

7. Harus di sesarea lagi saat melahirkan kedua dan seterusnya.

8. Pembuluh darah dan kandung kemih bisa tersayat pisau bedah.

9. Air ketuban masuk pembukuh darah yang bisa mengakibatkan

kematian mendadak saat mencapai paru-paru dan jantung

(sunaryo,2008).
b. Kerugian yang dapat menimpa bayi antra lain

1. Resiko kematian 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi

yang lahir melalui proses persalinan biasa.

2. Cenderung mengalami sesak nafas karena cairan dalam paru

parunya tidak keluar. Pada bayi yang lahir normal, cairan itu

keluar saat terjadi tekanan.

3. Sering mengantuk karena obat pengkal nyeri yang diberikan

kepada sang ibu juga mengenai bayi.

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi

Nyeri merupakan suatu bentuk ketidaknyamanan, yang didefinisikan

dalam berbagai perspektif. Berikut adalah ulasan mengenai pengetian-

pengertian nyeri yang dikemukakan oleh bebrapa para ahli.

1. International Association For The Study Of Pain (IASP, 1997):

mendefiniskan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

jaringan yang actual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian ketika terjadi kerusakan.

2. McCaffery (1980): nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan

seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang

mengatakan bahwa ia merasa nyeri.

3. Arrtur C. Curton (1983): mengatakan nyeri merupakan suatu

mekanisme produksi tubuh, timbul ketika jarungan sedang rusak, dan


menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa

nyeri.

4. Melzack dan Wall (1988): mengatakan nyeri adalah pengalaman

pribadi, subjektif, dan variabel-variabel psikologis lain, yang

menganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk

menghentikan rasa tersebut.

2.2.2 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi

1. Jenis Nyeri

Berdasarkan durasinya, nyeri dapat dibedakan menjadi dua:

a. Nyeri Aku

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit, intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan

intesitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung

waktu singkat (Meinhart dan McCaffery, 1983: NIH, 1986 dalam

Smeltzer & Bare, 2002).

Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari enam bulan),

memiliki omset yang tiba-tiba dan teralokalisasi. Nyeri ini

biasanya disebabkan karena trauma bedah atau inflamasi.

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang

menetap satu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,

intesitas yang bervariasi dan berlangsung lebih dari enam bulan

McCaffery, 1986 dalam Perry dan Potter, 206). Nyeri kronik dapat
tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering

sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

respon terhadap pengobatan diarahkan dari penyebabnya.

2.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Asalnya

1. Nyeri Nosieptif

Nyeri noosieptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang

diakibatkan oleh akivitasi atau nosiseptor perifer yang menghantarkan

stimulus noxious. Nyeri nosieptif terjadi karena adanya stimulus yang

mengenai kulit, sendi, otot, jaringan ikat. Nyeri nosieptif ini

merupakan nyeri akut yang mengenai daerah perifer dan letaknnya lebi

teralokasi.

2. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil dari suatu cedera atau

abnormalitas yang didapat dari struktur saraf perifer maupun sentral.

Nyeri ini beda dengan nosieptif, nyeri neuropatik bertan lebih lama

nyeri ini juga sulit diobat karena pasien akan mengalami nyei seperti

terbakar, tingling, shooting, shock, like, hypergesia, atau allodynia.

Nyeri neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis.

2.2.4 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasinya

1. Superficial dan kutaneus

Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit,

karakteristiknya, nyeri berlangsung sebentar dan teralokasi. Nyeri


biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum

suntik, luka potong kecil, atau laserasi.

2. Viseral Dalam

Nyeri viseral adala nyeri yang terjadi akibat stimulus organ-organ

internal. Karakteristiknya, nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke

beberapa arah. Durasi bervariasin tetapi biasanya berlangsung lebih

lama . nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unuk tergantung organ

yang terlibat.

3. Nyeri Alih

Nyeri alih ini merupakan nyeri yang banyak organ tidak memiliki

reseptor terhadap nyeri. Karakteristiknya, nyeri dapat terasa dibagian

tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat dirasakan dari

berbagai karakteristiknya.

4. Radiasi

Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat

awal cedera kebagian tubuh. Nyeri terasa seperti menyebar kebagian

tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri radiasi ini dapat

menjadi intermiten atau konstan.

2.2.5 Klasifikasi Nyeri Berdasakan Ringan Beratnya

1. Nyeri ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intesitas yang

ringan. pada nyeri ringan pasien secara objektif dapat berkomunikasi

dengan baik.
2. Nyeri Sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intesitas yang

sedang. Pada nyeri sedang ini secara objektif pasien mendeis,

menyeringai, dapat menunujukkan lokasi nyeri, dan

mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perinta dengan baik

3. Nyeri berat

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intesitas berat. Nyeri

berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah,

masi respon terhadap tindakan, dam menunjukkan lokasi nyeri, namun

tidak mendeskripsikan, serta sulit untuk di atasi dengan ali posisi napas

panjang (Darmayana,2009).

2.2.6 Faktor Yang Merpengaruhi Respon Nyeri

1. Usia

Untuk usia ini dapat mempengaruhi untuk respon nyeri, dalam

perkembangan pada dewasa dan anak kecil sangat mempengaruhi

respon terhadap nyeri. Anak kecil masih sulit untuk mengepresikan

nyeri pada orang tua dan tenaga kesehatan.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga ini dapat mempengaruhi untuk respon nyeri.

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam

merespon terhadap nyeri.


3. Kebudayaan

Kebudayaan juga dapat mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Banyak individu mempelajari apa yang diharapkan danapa yang

diterima oleh kebudayaan mereka. Nilai – nilai budaya perawat

berbeda dengan nilai–nilai budaya pasien dari budaya lain. Perawat

yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman

yang lebih besar tentang nyeri pada pasien dan lebih akurat dalam

mengkaji nyeri dan respons-respons perilaku terhadap nyeri, juga

efektif dalam menghilangkan nyeri yang diderita pasien.

4. Makna Nyeri

Makna seseorang yang berkaitan Makna seseorang yang berkaitan

dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang

beradaptasi nyeri, individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara

yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman,

suatu kehilangan, hukumn, dan tantngan.

5. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

sering meningkatan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas.

6. Keletihan

Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri

semakin intensif dan menuru kan kemampuan koping.


7. Pengalaman sebelumnya

Seorang klien tidak akan pernah merasakan nyeri, maka persepsi

yang pertama dapat mengagnggu mekanisme koping terhadap nyeri,

akan tetapi pengalaman sebelumnya nyeri tidak selalu berarti klien

sudah lama mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah

sembuh atau menderita nyeri yang berat ansietas atau rasa takut akan

muncul.

8. Gaya koping

Pada gaya koping nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan baik

sebagian maupun keseluruhan/total. Klien sering menemukan berbagai

cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis

nyeri. Penting bagi memahami sumber-sumber seperti berkomunikasi

dengan keluarga pendukung, melakukan latihan, atau menyanyi dapat

digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya

mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.

9. Dukungan keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri sering bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau

perlindungan.

2.2.7 Skala Nyeri

Skala nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai berikut.

1. Skala numerik

2. Skala deskriptif
3. Skala analog visual

A Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Sangat
Nyeri Nyeri

B Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri yang


nyeri ringan sedang berat tidak
tertahankan

C Analog

Tidak Nyeri yang


Nyeri Tidak tertahankan

Skala nyeri A. Numerik, B. Deskruptif Verbal, C. Analog Visual

Sumber: Perry & Potter, 2006

a. Skala deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (verbal

descriptor skale,VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari

tiga samapi lima yang tersusun dengan jarak yang sama di

sepanjang garis. Seorang perawat/bidan harus menunjukkan

kepada klien skala tersebut dan meminta untuk kilen untuk

memilih intesitas nyeri yang kien rasakan. Perawat/bidan juga

menanyakam seberapa jauh nyeri yang dirasakan seberapa jauh

nyeri yang paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa

paling tidak menyakitkan.


b. Skala numerik

Skala numerik merupakan (Numerical Rating Scales, NSR) skala

pengganti dari pendeskripsi. Karena klien diminta menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini efektif digunakan saat

mengkaji intesitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

c. Skala analog visual

Skala analog visual (visual analog scale,VAS) adalah suatu garis

lurus/horizontal sepanjang 10 cm, pasien diminta untuk menunjuk

titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri yang terjadi di

sepanjang garis.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Maternitas

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian ibu post partum (Doenges, 2012)

a. Data Umum

1) Identitas pasien meliputi: Nama, umur, alamat, agama, pekerjaan,

suku/bangsa.

2) Identitas penanggung jawab: Nama, umur, alamat, pekerjaan,

hubungan dengan ibu, suku/bangsa.

b. Riwayat Keluhan Utama

1) Keluhan utama

Ibu dengan persalinan sectio caesaria dengan gangguan nyeri akut

2) Riwayat keluhan utama


Riwayat keluhan utama pada ibu dengan masa nifas dengan nyeri

akut dikaji dengan menggunakan P, Q, R, S, T dengan

menggunakan skala 0-10. 0: nyeri tidak dirasakan, 1-3: nyeri

ringan, 4-5 nyeri sedang, 6-8, nyeri berat, 9-10 nyeri tak

tertahankan.

P (Paliaty) : Penyebab nyeri

Q (Quality) : Nyeri seperti ditusuk, dipotong

R (Regional) : Dimana rasa nyeri dirasakan

S (Severty) : Skala nyeri

T (Time) : Berapa lama nyeri berlngsung

Hasil skala nyeri diantaranya agak nyeri, nyeri ringan, nyeri

sedang dapat dialihkan, nyeri sedang tidak dapat dialihkan, nyeri

sedang tidak dapat dialihkan tampa menggunakan analgetik, nyeri

sedang, nyeri berat, nyeri berat dapat dialihkan, nyeri berat tidak

dapat dialihkan dan nyeri hebat.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Apakah yang ibu rasakan setelah melahirkan. Penampilan tidak

rapi dari ujung rambut sampai ujung kaki ada yang tidak rapih.

Misalnya: rambut acak-acakan, baju tidak diganti-ganti.

4) Riwayat KB

Apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi misalnya KB.

5) Rencana KB

Apakah setelah persalinan ibu akan menggunakan KB atau tidak


6) Riwayat Psikososial Dan Spiritual

bagaimana hubungan ibu dengan suaminya, keluarga, lingkungan,

dan perawat.

c. Pemeriksaan Head To Toe

a) Kepala : Biasanya pasien mengeluh pusing, sakit kepala.

b) Wajah : Hiperpigmentasi, edema.

c) Mulut : mukosa mulut (warna kelembapan, lesi).

d) Mata : konjungtiva, sclera (pupil, ukuran, kesamaan reaksi

terhadap cahaya pengliatan).

e) Leher : pembesaran kelenjar getah bening, disertai vena jugularis.

f) Jantung dan Paru : suara napas normal.

g) Payudara : penampilan, pembesaran, simetris,

pigmentasi, warna kulit, keadaan aerola dan integritas putting,

posisi bayi pada payudara, adanya kolostrum, adanya ASI, adanya

pembengkakan benjolan, nyeri dan adanya sumbatan duktus, dan

tanda-tanda mastitis potensial.

h) Abdomen : Tinggi fundus uteri (dalam cm), lokasi kontraksi

uterus atau nyeri.

i) Genetalia : Pengkajian perineum memar, edema, hematoma,

penyembuhan setiap jahitan, inflamasi, pemeriksaan tipe, kuantitas

dan bau lochea, pemeriksaan anus terhadap hemoroid.

j) Ekstermitas bawah : Adanya tanda edema, nyeri tekan atau

panas pada betis, varises.


Pada pengkajian ibu post partum hal yang dilakukan perawat akan

menerpakan pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data

tentang pasien dimulai dari pemeriksaan dan observasi. pengkajian

menurut Mitayani, (2013) pada asuhan keperawatan ibu post partum antara

lain:

a. Temperature

Periksa satu kali pada satu jam pertama sesuai dengan peraturan rumah

sakit, suhu tubuh akan meningkat apabila terjadi dehidrasi atau

keletihan.

b. Nadi

Nadi normal pada ibu nifas adalah 60-100. Denyut nadi ibu akan

melambat sampai sekitar 60x/menit yakni pada waktu habis persalinan

karena ibu dalam keadaan istirahat penuh.

c. Pernapasan

periksa setiap 15 menit dan biasanya akan kembali normal setelah satu

jam post partum.

d. Tekanan Darah

Teknanan darah normal yaitu <140/90 mmHg, setelah persalinan

sebagian besar ibu mengalami peningkatan tekanan darah sementara

waktu. keadaan akan kembali normal kembali selama beberapa hari.

e. Kandung Kemih

kandung kemih ibu cepat terisi karena dieresis post partum dan cairan

intravena.
f. Fundus Uteri

Periksa setiap 15 menit selama satu jam pertama kemudian setiap 30

menit, fundus harus berada dalam midline, keras, dan 2 cm di bawah

atau pada umbilicus. bila uterus lunak, lakukan masase hingga keras

dan pijatan hingga berkontraksi ke pertengahan.

g. Lochea

mengalami perubahan karena proses involusi yaitu lochea rubra,

serosa, dan alba.

h. Perineum

Pada pemriksaan perineum sebaiknya ibu dalam posisi dengan kedua

tungkai dilebarkan. saat melakukan pemeriksaan perineum periksah

jahitan leserasiya dan sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan

menggunakan kasa yang diberi betadine agar jahitan tampak jelas.

i. Sistem Muskuloskeletal

selama kehamilan otot-otot abdomen secara bertahap melebar dan

terjadi penurunan tonus otot. Pada periode pasca partum penurunan

tonus oto jelas terlihat.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien dengan tindakan Sectio Caesarea :

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi) d.d mengeluh

nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset


mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan.

2.3.3 Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah segala tindakan yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk

mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. pengklasifikasikan

rencana keperawatan dilakukan berdasarkan analisis kesehatan

(similiarity analysis) dan penilaian klinis (clinical judgement).

Rencana keperawatan yang bersifat multikategori atau dapat

diklasifikasikan ke dalam lebih dari satu kategori, maka

diklasifikasikan berdasarkan kecenderungan yang paling dominan pada

salat satu kategori/subkategori (PPNI,2018).

Tabel Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Psikologis

Dengan Gangguan Nyeri Akut Post Partum Sectio Caesarea

No SDKI SLKI SIKI

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :

b.b agen tindakan Observasi :

pencedera diharapkan nyeri 1. Periksa lokasi, durasi, frekuensi,

fisik akut menurun . kualitas, intensitas nyeri

(prosedur Dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri

operasi) d.d hasil : 3. Identifikasi respons nyeri non

mengeluh 1. Keluhan verbal

nyeri, nyeri 4. Identifikasi pengetahuan dan


tampak menurun kenyakinan tentang nyeri

meringis, 2. Meringis Terpeutik :

gelisah, menurun 1. Berikan teknik

frekuensi 3. Gelisah nonfarmakologis untuk

nadi menurun mengurangi rasa nyeri (mis.

meningkat, 4. Kesulitan Terapi musik, terapi pijat,

sulit tidur tidur aromaterapi, kompres

Kategori : menurun hangat/dingin, terapi bermain)

psikologis 5. Frekuensi 2. Kontrol lingkungan yang

Subkatego nadi memperberat rasa nyeri (mis.

ri : nyeri membaik Suhu ruangan, pencahayaan,

dan kebisingan)

kenyemana 3. Fasilitas istirahat tidur

n Edukasi

Definisi : 1. Jelaskan penyebab,

pengalama periode, dan pemicu nyeri

n sensorik 2. Jelaskan strategi

atau meredakan nyeri

emosional 3. Anjurkan memonitor nyeri

yang secara mandiri

berkaitan 4. Anjurkan menggunakan

dengan analgesik secara tepat

kerusakan 5. Ajarkan tekni


jaringan nonfarmakologis untuk

aktual atau mengurangi rasa nyeri

fungsional, Kolaborasi :

dengan 1. Kolaborasi pemberian

onset analgetik, jika perlu.

mendadak

atau lambat

dan

berintesitas

ringan

hingga

berat yang

berlangsun

g kurang

dari 3

bulan

2.3.4 Implementasi

Menurut Potter dan Perry (2010) pelaksanaan adalah tahap proses

keperawatan dimana perawat memberikan perencanaan langsung dan

tidak langsung. Selama fase awal pelaksanaan, lakukan pengkajian

ulang pada klien untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diajukan masih sesuai dengan kondisi klien.


2.3.5 Evaluasi

Menurut Potter dan Perry (2010) evaluasi merupakan suatu proses

yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Tujuan dan

hasil yang diharapkan akan memberikan criteria obyektif yang

dibutuhkan untuk melihat respon klien terhadap pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai