Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No.

1 Hal 28-36, 2020

HUBUNGAN PELAKSANAAN FUNGSI PERAWATAN KELUARGA DENGAN


GANGGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA LANSIA YANG MENDERITA
PENYAKIT KRONIK DI PUSKESMAS BENTENG KOTA PALOPO

Hardin1, Hairuddin Safaat2


1,2
Program Studi Diploma III Keperawatan, Akper Sawerigading Pemda Luwu
Email: hardin.nunung@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pelaksanaan fungsi perawatan keluarga
dengan gangguan mental emosional pada lansia yang menderita penyakit kronik di Puskesmas
Benteng Kota Palopo. Metode penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan
pendekatan cross sectional dan teknik sampling yaitu purposive sampling. Sampel penelitian
yaitu sebagian lansia (≥ 60 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Benteng Kota Palopo dan
memenuhi kriteri inklusi sebanyak 36 orang. Hasil penelitian menunjukkan lansia yang
menyatakan pelaksanaan fungsi perawatan keluarganya baik sebesar 83.3% dan pelaksanaannya
kurang sebesar 16.7%, sedangkan lansia yang mengalami gangguan mental emosional sebesar
75.0% dan tidak mengalami gangguan mental emosional sebesar 25.0%. Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji chi-square diketahui nilai p=0.303 atau p > α=0.005. Disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara pelaksanaan fungsi perawatan keluarga dengan ganggguan
mental emosional pada lansia yang menderita penyakit kronik di Puskesmas Benteng Kabupaten
Palopo.

Kata Kunci: Fungsi Perawatan Keluarga, Gangguan Mental Emosional, Penyakit


Kronik, Lansia

ABSRACT
This study aimed to analyze the relationship between the implementation of family maintenance
function with emotional mental disorders in the elderly who diagnosed by chronic diseases at
the Puskesmas of Benteng in Palopo City. The method used is the analytic survey with cross
sectional approach and the sampling technique is purposive sampling. The research sample that
is mostly elderly (≥ 60 years) in Puskesmas Benteng in Palopo City and complete the criteria for
inclusion of as many as 36 people. The results of this study showed that states the
implementation of the elderly family treatment functions well at 83.3%, and its implementation
is less by 16.7%, while the elderly mentally disturbed emotionally by 75.0% and not mental
emotional disorder amounted to 25.0%. Results of statistical test by using chi-square test known
the value of p = 0303 or p> α = 0.005. It was concluding that there was no relationship between
the implementation of family treatment function with emotional mental nuisance the elderly
who diagnosed by chronic diseases at the Puskesmas of Benteng in Palopo City.

Keywords: Function Family Treatment, Emotional Mental Disorders, Chronic Disease,


Elderly

28
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

PENDAHULUAN Bare, 2012). Menurut Yenni dan


Herwana (2006), peningkatan populasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
lansia tentunya akan diikuti dengan
teknologi serta perbaikan sosial ekonomi
peningkatan risiko untuk menderita
berdampak pada peningkatan derajat
penyakit kronis seperti diabetes melitus,
kesehatan masyarakat dan usia harapan
penyakit serebrovaskuler, penyakit
hidup, sehingga jumlah populasi lansia
jantung koroner, osteoartritis, penyakit
juga meningkat. Sampai sekarang ini,
musculoskeletal, dan penyakit paru.
penduduk di 11 negara anggota World
Pada tahun 2000, di Amerika Serikat
Health Organization (WHO) kawasan
diperkirakan 57 juta penduduk menderita
Asia Tenggara yang berusia di atas 60
berbagai penyakit kronis dan akan
tahun berjumlah 142 juta orang dan
meningkat menjadi 81 juta lansia pada
diperkirakan akan terus meningkat
tahun 2020. Sekitar 50-80% lansia yang
hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Jumlah
berusia ≥ 65 tahun akan menderita lebih
lansia di Indonesia pada tahun 2011
dari satu penyakit kronis (Taylor, 2000
sekitar 24 juta jiwa atau hampir 10%
dalam Yenni dan Herwana, 2006).
jumlah penduduk. Setiap tahunnya
Hasil studi tentang kondisi sosial
jumlah lansia bertambah rata-rata
ekonomi dan kesehatan lanjut usia yang
450.000 jiwa (Yuliati, Baroya dan
dilaksanakan Komnas Lansia, diketahui
Ririyanty, 2014).
bahwa penyakit kronis terbanyak yang
Di Sulawesi Selatan, jumlah
diderita lansia adalah penyakit sendi
penduduk lansia tahun 2012 dengan usia
(52,3%), hipertensi (38,8%), dan katarak
≥ 65 tahun sebanyak 393.942 jiwa,
(23%) (Diana, 2009). Di Indonesia
diantaranya laki-laki sebanyak 176.385
kurang lebih sekitar 70% lanjut usia
jiwa, dan perempuan sebanyak 217.557
menderita penyakit kronis (Wibowo,
jiwa. Dimana, jumlah penduduk lansia
2008 dalam Yuliati, Baroya dan
(usia ≥ 65 tahun) di Kota Palopo pada
Ririyanty, 2014). Penyakit kronis ini
tahun yang sama sebanyak 5.205 jiwa,
merupakan penyakit yang
diantaranya laki-laki sebanyak 2.622
berkepanjangan dan jarang sembuh
jiwa dan perempuan sebanyak 2.583
sempurna. Walau tidak semua penyakit
jiwa (Dinkes Sul-Sel, 2014).
kronis mengancam jiwa, tetapi akan
Berdasarkan data Puskesmas Benteng
menjadi beban ekonomi bagi individu,
Kota Palopoo menunjukkan jumlah
keluarga, dan komunitas secara
penduduk lansia (≥ 60 tahun) di wilayah
keseluruhan (Yenni dan Herwana, 2006).
kerja tersebut sebanyak 1.684 jiwa dan
Masalah-masalah penyakit kronis
yang memanfaatkan Puskesmas dalam
mempengaruhi lansia sepanjang
kurun tiga bulan terakhir (Mei-Juli 2018)
hidupnya, dan banyak lansia menderita
sebanyak 75 orang (Register Puskesmas
lebih dari satu penyakit kronis. Terdapat
Benteng, Juli 2018).
banyak perubahan pada lansia yang
Meningkatnya jumlah lansia
menderita penyakit kronis yaitu
menimbulkan masalah terutama dari segi
perubahan fisik, mental, psikososial, dan
kesehatan dan kesejahteraan lansia.
perkembangan spiritual. Perubahan yang
Masalah tersebut jika tidak ditangani
terjadi memiliki dampak yang mencakup
akan berkembang menjadi masalah yang
semakin tingginya tingkat
kompleks dari segi fisik, mental dan
ketergantungan, masalah kesehatan dan
sosial yang berkaitan dengan kesehatan
lain-lain (Hamid, 2001 dalam Hurlock,
dan kesejahteraan mereka (Smeltzer dan

29
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

2009). Menurut Anderson (2002 dalam kesehatan mengingat keluarga


Diana, 2009), ada tiga ketakutan terbesar merupakan orang yang paling dekat
yang dialami oleh seseorang yang dengan pasien (Friedman, 2010).
menderita penyakit kronis, yaitu Hasil penelitian Wahyudi dan
ketidakmampuan membayar biaya Suyono (2010) tentang penilaian lima
perawatan karena lamanya perawatan fungsi perawatan kesehatan pada
dan pengobatan di rumah sakit, keluarga dengan lansia yang menderita
hilangnya kebebasan, dan merasa penyakit hipertensi dan diabetes melitus
menjadi beban bagi keluarganya yang menunjukkan 40% keluarga mengenal
akan mempengaruhi kesejahteraaan masalah kesehatan anggota keluarganya
hidup lansia. yang sakit, 48% dapat mengambil
Penelitian Keating dan Wetle keputusan terhadap perawatan kesehatan
(2008 dalam Sutikno, 2011), keluarganya, 37% dapat memberikan
menyatakan bahwa penyakit kronis yang perawatan terhadap keluarganya yang
diderita sangat mempengaruhi kualitas sakit, 56% mampu memodifikasi
hidup lansia. Hal ini dikarenakan lansia lingkungan rumahnya, dan 42% keluarga
akan kehilangan kemampuannya secara yang menggunakan pelayanan
mandiri. Lansia dengan penyakit kronis kesehatan. Kurangnya kemampuan
sangat bergantung dengan orang lain dan keluarga dalam melaksanakan lima
membutuhkan perhatian. Menurut fungsi perawatan kesehatan keluarga
McDowell dan Newell (1996 dalam disebabkan oleh belum meratanya
Yuliati, Baroya dan Ririyanty, 2014), pelayanan kesehatan sehingga akses
penyakit kronis akan mempengaruhi terhadap informasi kesehatan belum
mental lansia seperti gangguan dalam hal maksimal sampai ke masyarakat.
vitalitas hidup, fungsi sosial, keadaan Hasil studi awal yang dilakukan
emosional, dan kesehatan mental secara penulis pada bulan Agustus 2016
umum. Gangguan mental emosional terhadap 10 keluarga lansia yang datang
merupakan suatu keadaan yang menemani lansia berobat di Puskesmas
mengindikasikan individu mengalami Benteng, diketahui terdapat 7 orang
suatu perubahan emosional yang dapat keluarga dapat mengetahui adanya
berkembang menjadi keadaan patologis permasalahan kesehatan yang dialami
apabila berlanjut (Sundari, 2009). oleh lansia, 3 orang yang lain tidak
Dalam merawat lansia yang mengetahui adanya masalah atau resiko
mengalami gangguan mental emosional masalah kesehatan pada lansia. Dari 7
akibat penyakit kronik yang dideritanya, orang keluarga yang mengetahui adanya
keluarga diharapkan mampu masalah kesehatan pada lansia, hanya
menjalankan fungsi perawatan kesehatan 30% yang dapat memutuskan dan
keluarga seperti mengenal masalah selanjutnya memberikan perawatan
kesehatan, memutuskan tindakan yang secara memadai, 40% lainnya tidak
tepat bagi keluarga, memberikan dapat merawat karena keterbatasan
perawatan terhadap keluarga yang sakit, fasilitas dan sumber daya yang dimiliki,
memodifikasi lingkungan keluarga untuk serta tidak mengetahui kebutuhan
menjamin kesehatan keluarga, dan perawatan yang diperlukan.
menggunakan pelayanan kesehatan.
Pentingnya peran keluarga dalam
melaksanakan fungsi perawatan

30
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

METODE peneliti dengan jumlah sampel sebanyak


36 orang lansia yang menderita penyakit
Desain penelitian ini adalah
kronik. Analisis yang digunakan untuk
deskriptif korelatif dengan pendekatan
menilai hubungan antar variabel adalah
cross sectional study. Teknik sampling
uji fisher's exact test dengan tingkat
yang digunakan adalah purposive
kepercayaan 95% atau nilai p < α=0.05.
sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel sesuai kemampuan dan tujuan

HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik demografi responden
Tabel 1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Riwayat Pekerjaan dan
Status Perkawinan
Variabel n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 12 33.3
Perempuan 24 66.7
Usia
60-65 tahun 18 50.0
66-70 tahun 11 30.6
70 tahun ke atas 7 19.4
Pendidikan
SMA 1 2.8
SMP 9 25.0
SD 22 61.1
Tidak sekolah 4 11.1
Riwayat Pekerjaan
Nelayan 9 25.0
Wiraswasta 9 25.0
Swasta 1 2.8
IRT 17 47.2
Status Perkawinan
Janda/Duda 13 36.1
Kawin 23 63.9
Total 36 100
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel tersebut di atas, dengan status pendidikan SD (61.1%)


diketahui distribusi jenis kelamin dan paling sedikit dengan status
menunjukkan lebih banyak responden pendidikan SMA (2.8%), sedangkan
perempuan (66.7%) dibanding responden distribusi riwayat pekerjaan diketahui
laki-laki (33.3%), sedangkan distribusi paling banyak responden dengan riwayat
usia diketahui paling banyak responden pekerjaan sebagai IRT (47.2%) dan
yang berumur 60-65 tahun (50.0%) dan paling sedikit dengan riwayat pekerjaan
paling sedikit berumur 70 tahun keatas sebagai pegawai swasta (2.8%). Serta
(19.4%). Pada distribusi pendidikan distribusi status perkawinan diketahui
diketahui paling banyak responden lebih banyak responden dengan status

31
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

kawin (63.9%) dibanding status duda/janda (36.1%).

2. Pelaksanaan fungsi perawatan keluarga dan gangguan mental emosional


Tabel 2
Fungsi Perawatan Keluarga dan Gangguan Mental Emosional Lansia
Variabel n %
Pelaksanaan Fungsi Perawatan Keluarga
Baik 30 83.3
Kurang 6 16.7
Gangguan Mental Emosional Lansia
Tidak terganggu 9 25.0
Terganggu 27 75.0
Total 36 100
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel di atas, diketahui Sedangkan distrbusi gangguan mental


distribusi fungsi perawatan keluarga emosional lansia menunjukkan sebagian
menunjukkan sebagian besar responden besar responden mengalami gangguan
menyatakan fungsi perawatan keluarga mental emosional (75.0%) dan sebagian
pelaksanaannya baik (83.3%) dan kecil tidak mengalami gangguan mental
sebagian kecil menyatakan emosional (25.0%).
pelaksanaannya kurang (16.7%).

3. Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Keluarga dengan Tingkat Stress


Lansia yang Menderita Penyakit Kronik
Tabel 3
Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Keluarga dengan Tingkat Stress Lansia yang Menderita
Penyakit Kronik
Gangguan Mental Emosional
Pelaksanaan Fungsi
Tidak terganggu Terganggu Total
Perawatan Keluarga
n % n % n %
Baik 9 30.0 21 70.0 30 100
Kurang 0 0 6 100 6 100
Total 9 25.0 27 75.0 36 100
p = 0.303
Keterangan: p=probabilitas hasil uji fisher's exact test
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan tabel di atas, responden yang menyatakan fungsi
diketahui bahwa dari 30 orang responden perawatan keluarga pelaksanaannya
yang menyatakan fungsi perawatan kurangn, semuanya (100%) mengalami
keluarga pelaksanaannya baik, lebih gangguan mental emosional. Hasil uji
banyak (70.0%) mengalami gangguan statistik dengan menggunakan uji chi-
mental emosional dibanding tidak square ditemukan nilai p=0.303. Karena
mengalami gangguan mental emosional nilai p > α=0.05, artinya tidak ada
(30.0%). Sedangkan dari 6 orang hubungan antara pelaksanaan fungsi

32
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

perawatan keluarga dengan gangguan karena lansia tidak merasa kesepian dan
mental emosional pada lansia yang semua kebutuhannya dapat dipenuhi
menderita penyakit kronik di Puskesmas oleh anaknya. Sesuai pendapat Sutikno
Benteng Kota Palopo. (2011), bahwa kondisi lansia di
Indonesia saat ini kebanyakan hidup
PEMBAHASAN bersama dengan anaknya. Anak akan
merawat orang tuanya yang sudah lansia
1. Pelaksanaan fungsi perawatan
sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.
keluarga Kondisi ini akan mendorong keluarga
dapat berfungsi dengan baik.
Hasil penelitian yang dilaksanakan
di Puskesmas Benteng diketahui
responden yang menyatakan pelaksanaan
2. Gangguan mental emosional lansia
fungsi perawatan keluarga baik sebanyak
yang menderita penyakit kronik
30 orang (83.3%) dan pelasanaannya
kurang sebanyak 6 orang (16.7%). Hal Hasil penelitian yang dilaksanakan
ini menunjukkan bahwa sebagian besar di Puskesmas Benteng diketahui
lansia yang menderita penyakit kronik di responden yang mengalami gangguan
Puskesmas Benteng merasakan mental emosional sebanyak 27 orang
pelaksanaan fungsi perawatan keluarga (75.0%) dan tidak mengalami gangguan
dengan baik. mental emosional sebanyak 9 orang
Pelaksanaan fungsi perawatan (25.0%). Hal ini menunjukkan bahwa
keluarga dalam penelitian ini sebagian besar lansia yang menderita
diasumsikan sebagai bentuk kemampuan penyakit kronik mengalami gangguan
keluarga dalam memelihara atau mental emosional.
merawat lansia yang menderita penyakit Gangguan mental emosional
kronik. Pelaksanaan fungsi perawatan dalam penelitian ini diasumsikan sebagai
keluarga ini terdiri dari kemampuan kondisi yang mengindikasikan lansia
keluarga mengenal masalah kesehatan mengalami perubahan emosional yang
lansia, kemampuan keluarga mengambil dapat berkembang menjadi keadaan
keputusan, kemampuan keluarga patologis apabila terus berlanjut. Pada
merawat lansia yang sakit, kemampuan penelitian ini, ditemukan sebagian besar
memodifikasi lingkungan dan lansia (75.0%) mengalami gangguan
pemanfaatan fasilitas kesehatan. Dari mental emosional dapat dikaitkan
kelima fungsi perawatan keluarga ini, dengan kondisi penyakit yang
keluarga mampu melaksanakannya dialaminya. Pada beberapa kasus, lansia
sehingga lansia dapat merasakan dengan datang berobat ke Puskesmas Benteng
baik. karena kondisi kesehatan yang buruk
Banyaknya lansia (83.3%) yang akibat penyakit kronik yang dialaminya,
menyatakan pelaksanaan fungsi seperti penyakit diabetes melitus,
perawatan keluarganya baik karena hipertensi dan rematik. Penyakit kronik
sebagian besar mereka tinggal bersama yang dialami ini dapat mempengaruhi
anaknya. Ketika lansia mengalami aktivitas sehari-hari lansia, menurunkan
keterbatasan dan kurang produktif, maka fungsi kognitif dan pada akhirnya akan
anak mereka akan merawat orang berpengaruh terhadap gangguan mental
tuanya. Dengan kondisi seperti ini akan emosional.
mendorong keluarga menjadi sehat

33
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

Hasil penelitian Suyoko (2013) 3. Hubungan pelaksanaan fungsi


menyatakan bahwa penderita diabetes perawatan keluarga dengan
melitus akan lebih berisiko 2.29 kali gangguan mental emosional lansia
menderita gangguan mental emosional yang menderita penyakit kronik
dibandingkan yang tidak menderita Hasil penelitian yang dilaksanakan
diabetes melitus. Seseorang yang di Puskesmas Benteng diketahui bahwa
didiagnosis diabetes akan terjadi lansia yang menyatakan pelaksanaan
kesedihan, kecemasan dan ini dapat terus fungsi perawatan keluarga baik lebih
berlanjut sehingga berpengaruh pada banyak (70.0%) mengalami gangguan
mental emosional lansia. Hasil penelitian mental emosional dibanding tidak
Wahyudi dan Suyono (2010)
mengalami gangguan mental emosional
menyebutkan bahwa lansia yang (30.0%). Begitupun halnya dengan
menderita penyakit hipertensi dapat lansia yang menyatakan pelaksanaan
terjadi penurunan fungsi kognitif dan fungsi perawatan keluarga kurang baik,
dimensia yang sangat erat kaitannya semuanya (100%) mengalami gangguan
dengan gangguan mental emosional. mental emosional. Hasil uji statistik
Sedangkan hasil penelitian Pursadi dengan menggunakan uji fisher’s exact
(2006, dalam Diana, 2009) diketahui test ditemukan nilai p=0.303, artinya
terdapat 26.2% lansia yang menderita tidak ada hubungan antara pelaksanaan
rematik mengalami gangguan mental fungsi perawatan keluarga dengan
emosional. Lansia yang menderita gangguan mental emosional pada lansia
arthritis akan berperanguh terhadap yang menderita penyakit kronik di
aktivitas sehari-hari dan berdampak Puskesmas Benteng Kota Palopo.
terhadap mental mereka. Melihat hasil penelitian tersebut di
Pada penelitian ini ditemukan atas, menunjukkan bahwa pelaksanaan
beberapa lansia (25.0%) yang menderita fungsi perawatan keluarga bukan
penyakit kronik, akan tetapi tidak merupakan penyebab timbulnya
mengalami gangguan mental emosional. gangguan mental emosional pada lansia.
Hal ini dapat terjadi karena selain Hal ini dapat dilihat, dimana ditemukan
kondisi penyakitnya ringan, juga dapat beberapa lansia yang mengalami
dikaitkan dengan usia lansia. Pada gangguan mental emosional (70.0%)
penelitian ini, paling banyak responden walaupun pelaksanaan fungsi perawatan
ditemukan memiliki usia 60-65 tahun keluarganya baik. Banyaknya lansia yang
(50.0%). Pada usia tersebut, kualitas mengalami gangguan mental emosional
hidup lansia biasanya lebih baik tersebut disebabkan karena kondisi
dibanding dengan usia 70 tahun ke atas.
penyakit kronik yang dialaminya.
Apabila kualitas hidup lansia lebih baik Ketidakmampuan lansia memenuhi
akan mendorong mereka untuk kebutuhan sehari-harinya akibat kondisi
melakukan kegiatan-kegiatan yang penyakit yang dialami sebagai salah satu
sifatnya positif sehingga terhindar dari faktor timbulnya gangguan mental
masalah yang dapat mempengaruhi emosional.
status mental mereka. Hasil penelitian Suyoko (2012)
menyatakan bahwa terdapat beberapa
penyakit kronik yang dapat
menyebabkan lansia mengalami
gangguan mental emosional. Diantara

34
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

penyakit kronis yang menjadi penyabab dalam Diana, 2009) bahwa kualitas
gangguan mental emosional yang hidup lansia dipengaruhi oleh beberapa
ditemukan diantaranya adalah diabetes faktor yang menyebabkan seorang lansia
melitus (31.6%), hipertensi (29.9%) dan untuk tetap bisa berguna dimasa tuanya,
reumatik atau radang sendi (26.2%). yakni kemampuan menyesuaikan diri
Ketiga penyakit kronis tersebut bila tidak dan menerima segala perubahan dan
ditangani dengan baik akan berdampak kemunduran yang dialami, adanya
terhadap kualitas hidup lansia, seperti penghargaan dan perlakuan yang wajar
ketergantungan pada keluarga, muncul dari lingkungan lansia tersebut
perasaan cemas, sedih dan ini dapat terus khususnya lingkungan keluarga.
berlanjut sehingga berpengaruh pada
mental emosional lansia. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini juga menunjukkan
Kesimpulan
beberapa lansia yang tidak mengalami
gangguan mental emosional dan Hasil penelitian menunjukan
didukung oleh pelaksanaan fungsi bahwa tidak ada hubungan antara
perawatan keluarga dengan baik pelaksanaan fungsi perawatan keluarga
(30.0%). Hal ini dapat diasumsikan dengan gangguan mental emosional pada
bahwa peran keluarga dapat membantu lansia yang menderita penyakit kronik
mencegah timbulnya gangguan mental dengan tingkat signifikansi p=0.303 atau
emosional pada lansia yang menderita p > α=0.05. Hal ini menunjukkan bahwa
penyakit kronik. Adanya kemampuan pelaksanaan fungsi perawatan keluarga
keluarga mengenal masalah kesehatan bukan merupakan penyebab timbulnya
lansia, mampu mengambil keputusan, gangguan mental emosional pada lansia.
merawat lansia yang sakit dengan baik,
Saran
memodifikasi lingkungan dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan akan Berdasarkan hasil penelitian
mendorong lansia supaya kuat diharapkan perawat komunitas
menghadapi penyakitnya. Dengan meningkatkan pendampingan keluarga
dukungan keluarga dan lingkungan yang dalam merawat lansia di rumah sehingga
sehat, akan membuat lansia menjadi dapat meningkatkan pengetahuan dan
lebih berkualitas karena memiliki rasa kemampuan keluarga yang berdampak
percaya diri yang tinggi dalam pada kemandirian keluarga dalam
menghadapi sisa-sisa hidupnya. memberikan pelayanan dan perawatan
Hasil penelitian Sutikno (2011) pada lansia.
diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara fungsi perawatan UCAPAN TERIMA KASIH
keluarga dengan kualitas hidup lansia. Peneliti mengucapkan terima kasih
Lansia yang keluarganya mampu kepada Pihak Akademi Keperawatan
melaksanakan fungsi perawatan keluarga Sawerigading Pemda Luwu, yang telah
dengan baik memiliki kemungkinan memberi bantuan dana penelitian
untuk berkualitas hidup baik 25 kali melalui Program Pengembangan Tenaga
lebih besar dibanding lansia dengan SDM Dosen.
keluarga yang tidak mampu
melaksanakan fungsi perawatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
dengan baik. Menurut Kunjoro (2002

35
Jurnal Lontara Kesehatan Vol. 1 No. 1 Hal 28-36, 2020

Christianson. (2008). Restructuring Smelltzer & Bare. (2012). Buku Ajar


Choronic Illness Management. Keperawatan Medical Bedah,
San Francisco: Jossey-Bass Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Publishers. Stanley, M. & Gauntlett, P.B. (2007).
Diana, A. (2009). Kualitas Hidup Lansia Buku Ajar Keperawatan
dengan Penyakit Kronis di RSUP Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC
H. Adam Malik Medan (skripsi). Sundari, S. (2009). Kesehatan Mental
Medan: Program Studi Ilmu Dalam Kehidupan. Jakarta:
Keperawatan Universitas Rineka Cipta.
Sumatera Utara. Suparajitno, (2010). Asuhan
Dinkes Sul-Sel. (2014). Profil Kesehatan Keperawatan Keluarga Aplikasi
Provinsi Sulawesi Selatan (on- Dalam Praktik. Jakarta: EGC.
line) Available at Sutikno, E. (2011). Hubungan antara
http://profil.dinkes.com; diakse Fungsi Keluarga dengan
tanggal 25 Agustus 2018. Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Effendi, N. (2012). Dasar-Dasar Kedokteran Indonesia, 2(1); 73-
Keperawatan Kesehatan 79.
Masyarakat, Edisi 2. Jakarta: Yenni & Herwana, E. (2006). Prevalensi
EGC. Penyakit Kronis dan Kualitas
Friedman, M. (2010). Keperawatan Hidup Pada Lanjut Usia di
Keluarga-Teori dan Praktek, Jakarta Selatan. Universa
Edisi 2. Jakarta: EGC. Medicina, 25(4); 164-171.
Hurlock, E.B. (2009). Psikologi Yuliati, A., Baroya, N. & Ririyanty, M.
Perkembangan: Suatu (2014). Perbedaan Kualitas
Pendekatan Sepanjang Rentang Hidup Lansia yang Tinggal di
Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Komunitas dengan di Pelayanan
Kaplan, H.I. & Saddock, B.J. (2010). Sosial Lanjut Usia. e-Jurnal
Sinopsis Psikiatri. Tangerang: Pustaka Kesehatan, 2(1); 87-94.
Binarupa Aksara.
Maryam, S.R. (2010). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta. Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar). Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
Nugroho, W. (2010). Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Siswoyo, H. (2011). Hubungan
Kekerasan Rumah Tangga
dengan Ganggguan Mental
Emosional pada Remaja dan
Dewasa Muda (Thesis). Jakarta:
FKM Universitas Indonesia.

36

Anda mungkin juga menyukai