Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENELITIAN ILMIAH

MATA PELAJARAN KIMIA

MATERI “ TITRASI ASAM BASAH &


PRAKTIKUM PERUBAHAN KIMIA “

OLEH

NUR’AIN WANTU

KELAS XII IPA I

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KAB. GORONTALO


KABUPATEN GORONTALO PROPINSI GORONTALO
TAHUN AJAR 2022/2023
PENGERTIAN

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-
lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa
yunani yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama
saja, yaitu dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari
kata Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran
dengan asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)

Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam
atau larutan basa. Dalam hal ini  sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa,
atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika
molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi
dapat ditentukan. (Michael. 1997)

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya
jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang
menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva
titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik
ekuivalen. (Michael. 1997)

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau
asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10 4 .pH berubah
secara drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu
molekul ke molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa
bersifat reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)

Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan
metil orange (MO).  Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain,
misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi,
W. 1990)

Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar  yaitu :(Susanti,1995)

1.   Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam
borat.

2.  Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan
jumlah senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik
dan organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama
senyawa organik tidak larut dalam  air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat
larut dalam pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi
asam basa dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut
misalnya HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya
NaOH. Titik akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa
yang sesuai atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, H, 1990)

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-].

Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen,
tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi
sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen
basa, maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan:
N=Normalitas
V=Volume
M=Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
III.METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M                                     - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M                                         - Statif dab klem

- H2C2O4                                                        - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer                                            -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

3.2 Cara kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL
larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret,
selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian
larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai
skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

-          Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke


dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes
indicator penophtalein (PP).

-          Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.

-          Mencatat volume NaOH terpakai

-          Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

-          Menghitung molaritas (M) NaOH.


3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap


Erlenmeyer

- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP)

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata

1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 19,8 mL 21 mL 18,6 mL 19,8 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,050 M 0,047 M 0,053 M 0,050 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25,4 mL 27 mL 23,5 mL 25,3 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M

4.2 Perhitungan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I        V1.M1 = V2.M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2

M2       = 1                   = 0,050 M


19,8

Ulangan II           V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1  = 21 . M2

1            = 21 . M2

M2          =       1                  = 0,047 M

21

Ulangan III                       V1 . M1        = V2 . M2

10 . 0,1  = 18,6 . M2

1                = 18,6 . M2

M2          =       1                  = 0,053 M

18,6

Rata-rata :            V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1  = 19,8 . M2

1            = 19,8 . M2

M2             =      1                    = 0,050 M

19,8

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata    :        V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1       = 25,3 . M2

M2              =   1                = 0,039

25,3
PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam tiga
kali ulangan dengan proses :

Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan


menggunakan gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam
gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes.

Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan
larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-
goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu.
Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup
kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya
menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan volume
NaOH terpakai sebanyak 19,8 mL, catat pada tabel laporan sementara dibagian Ulangan I.
Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikut :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2

M2          =          1                      = 0,050 M

19,8

Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan
pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 21 . M2

1          = 21 . M2

M2          = 1/21  = 0,047 M


pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 18,6 . M2

1          = 18,6 . M2

M2          =     1               = 0,053 M

18,6

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :

19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL

Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2

M2          =     1               = 0,050 M

19,8

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga
dilakukan dengan tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :

Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam oksalat
tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur
10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes.

Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi
sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang
mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna
menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH
menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 25,4 mL. Kemudian
mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II
volume NaOH terpakai sebanyak 27 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 23,5 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH terpakai yaitu :
25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL  = 25,3 mL

Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl  dengan rumus :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 25,3 . M2

1          = 25,3 . M2

M2          =      1               = 0,039 M

25,3

Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M


PENGERTIAN PERUBAHAN KIMIA

Perubahan  Kimia

Perubahan kimia adalah perubahan dari suatu zat atau materi yang

menyebabkan terbantuknya zat baru. Perubahan kimia mempunyai kenderungan untuk


mengadakan reaksi kimia.

Contoh perubahan kimia :

1. Bensin biodiesel sebagai bahan bakar berubah dari cair menjadi

asap knalpot.

2. Proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan yang merubah air, sinar matahari,


dan sebagainya menjadi makanan.
3. Membuat masakan yang mencampurkan bahan-bahan masakan sesuai resep
menjadi masakan yang dapat dimakan.
4. Bom meledak yang merubah benda padat menjadi pecahan dan ledakan. (Achmad
zaenal,1988:22)
Sifat kimia adalah ciri-ciri suatu zat yang menyatakan apakah zat itu dapat
mengalami perubahan kimia tertentu. Banyak zat lain yang mudah terbakar, seperti
LPG, bensin, spiritus, minyak tanah. Dengan mengetahui bahan mana yang
mengandung zat-zat yang memiliki sifat kimia ini, kamu akan dapat menggunakannya
secara aman.
Sifat kimia, yaitu sifat khas yang menjadi identitas dasar materi yang dapat
diamati di dalam materi tersebut. Sifat kimia ini berhubungan dengan perubahan
menjadi zat lain (menyebabkan terbentuknya zat lain).
Contoh: keelektronegatifan, kereaktifan, energi ionisasi, energi ikatan.
Perubahan kimia dapat di tandai dengan adanya perubahan suhu, timbulnya
gas, dan terjadinya endapan. (Diana puspita.2009: 32)
Perubahan Kimia Menghasilkan Endapan
Di sekitar kita banyak dijumpai reaksi kimia yang dapat menghasilkan
endapan. Coba amati dasar panci yang digunakan untuk merebus air, apakah ada zat
yang menempel di dasar panci tersebut? Zat tersebut adalah senyawa karbonat yang
terbentuk ketika air yang mengandung kapur dipanaskan. Ketika air kapur ditiup,
maka akan terjadi reaksi antara air kapur dengan karbondioksida hasil pernapasan.
Terjadinya reaksi dapat diamati terbentuknya kalsium karbonat (CaCO3) berwarna
putih yang mengendap di dasar gelas jika dibiarkan beberapa saat.

Reaksi tersebut merupakan salah satu contoh perubahan kimia yang


menghasilkan endapan. Pengendapan dengan peribahan kimia telah lama
dimanfaatkan untuk proses penjernihan air. Air sumur yang keruh akibat bercampur
lumpur dapat dijernihkan dengan penambahan tawas. Tawas tersebut akan mengikat
partikelpartikel lumpur sehingga menggumpal dan akhirnya mengendap.

Perubahan Kimia Menghasilkan Perubahan Warna


Pernahkan kamu memperhatikan perubahan yang terjadi pada saat buah apel
dipotong dan dibiarkan beberapa saat? Buah apel yang segar tersebut lama kelamaan
akan berubah menjadi berwarna coklat. Perubahan warna ini menunjukkan bahwa zat
kimia pada apel telah bereaksi dengan oksigen di udara.
Reaksi antara larutan tepung kanji dengan iodium tintur dapat diketahui dari
perubahan warna yang terjadi. Larutan kanji berwarna jernih, iodium berwarna coklat.
Jika keduanya dicampurkan akan membentuk warna biru. Jika ditambahkan vitamin C
maka iodium akan bereaksi dengan vitamin C membentuk zat kimia lain yang tidak
berwarna. Jadi terjadinya reaksi kimia dapat diketahui dari perubahan warna yang
terjadi Perhatikan alat-alat rumah tangga yang terbuat dari logam, benda-benda
tersebut lama kelamaan akan berubah warna. Alat dari besi akan berkarat sehingga
menjadi berwarna hitam, alat dari tembaga akan berubah warna menjadi kehijauan,
alat dari perak akan berubah warna menjadi hitam. Perubahan warna tersebut
menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi kimia pada alatalat tersebut. Warna baju yang
kita pakai lama-kelamaan akan memudar karena bereaksi dengan bahan kimia yang
terdapat dalam detergen. (Indun Kastinah.2005;35)

Reaksi Kimia Menghasilkan Gas


Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita temui reaksi kimia yang ditandai
dengan terbentuknya gas. Ketika karbit dicampur dengan air, akan menghasilkan gas
karbit. Gas ini umumnya digunakan untuk keperluan penyambungan logam dengan
pengelasan. Selain itu gas karbit juga dapat digunakan untuk mempercepat pemasakan
buah Ketika membuat kue, ke dalam adonan tersebut ditambahkan soda kue. Pada saat
adonan dipanaskan, soda kue akan terurai menghasilkan gas karbon dioksida. Gas
inilah yang menyebabkan kue dapat mengembang.

Reaksi kimia menghasilkan perubahan suhu


Apakah kamu pernah melihat petasan meledak? Ledakan tersebut merupakan
hasil dari reaksi kimia. Semua reaksi selalu melibatkan energi, beberapa reaksi
menyerap energi dan ada yang melepaskan energi. Energi yang menyertai reaksi
kimia berupa panas, cahaya, suara, atau energi listrik. Suatu reaksi kimia yang
menghasilkan energi dinamakan reaksi eksoterm. Jika energi tersebut berupa panas,
kamu dapat mengetahuinya dengan mengukur kenaikan suhunya. Reaksi pembakaran
merupakan contoh reaksi eksoterm. Pada saat kamu mereaksikan karbit dengan air,
kamu dapat merasakan kenaikan suhu pada dinding gelas tempat reaksi dilakukan.
Besar kenaikan suhu dapat diukur dengan termometer. Suatu reaksi kimia yang
memerlukan energi dinamakan reaksi endoterm. Reaksi pada proses fotosintesis.
(Anonim.2007.Perubahan Kimia.http://www.che.itb. ac.id,Diakses tanggal 19
N0vember 2013)

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a) Kapas
b) Paku
c) Kaca arloji
d) Gelas kimia
e) Tabung reaksi
f) Pipet tetes
g) Serbuk besi
2. Bahan
a) Cuka
b) Larutan NaOH
D. LANGKAH KERJA
1. Kapas dan paku disiapkan
2. Balut paku dengan kapas , lalu diteteskan cuka dengan pipet tetes sampai kapas
menjadi basah
3. Disiapkan paku yang lain tanpa di baluti kapas, lalu letakkan paku pada air cuka.
4. Tunggu sampai 20 menit, lalu di amati dan di catat hasil percobaan tersebut.
E. HASIL PENGAMATAN

No Bahan Keadaan Awal Keadaan Akhir


1 Cuka + Paku Tidak berkarat Sedikit berkarat, warna
sedikit memudar
menjadi kusam
2 Cuka + Paku Tidak berkarat Timbul karat pada
yang dibaluti kepala paku dan warna
kapas memudar menjadi
kusam
3 Cuka + Serbuk Berwarna hitam Timbul gelembung gas
Besi pekat dan terjadi endapan
4 Besi Asetat + NaOH masih NaOH larut pada cairan
NaOH membentuk kristal besi asetat, timbul gas,
adanya endapan,
berubah suhu

F. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum kali ini yang mengenai perubahan kimia, yang


bertujuan untuk mengidentifikasi adanya karat akibat perubahan kimia, untuk
mengidentifikasi timbulnya gas akibat perubahan kimia, untuk mengidentifikasi
adanya enndapan akibat perubahan kimia, untuk mengidentifikasi adanya perubahan
suhu akibat perubahan kima. Berdasarkan praktikum kali ini bahwa perubahan kimia
adalah Perubahan kimia adalah perubahan dari suatu zat atau materi yang
menyebabkan terbantuknya zat baru. Perubahan kimia mempunyai kecenderungan
untuk mengadakan reaksi kimia.
Praktikum kali ini yaitu hasil dari percobaan yang menggunakan bahan cuka
yang sebagai bahan yang dapat menimbulkan karat pada paku dan terjadi perubahan
suhu pada percobaan cuka dan serbuk besi. Hal itu semua di sebut perubahan kimia,
karena perubahan kimia dapat di tandai dengan adanya perubahan suhu, timbulnya
gas, terjadinya endapan dan timbulnya karat.

Percobaan pertama, di siapkan gelas kimia yang bersih. Pada gelas kimia di
masukkan air cuka sebyak 50 ml. Kemudia paku di masukkan ke dalam gelas kimia
yang telah berisi larutan cuka. Lalu diamkan selama 20 menit. Kemudian di amati dan
di catat hasil dari percobaan tersebut. Setelah 2 menit berakhir, lalu kita amati
perubahan dari percobaan tersebut. Hasil dari percobaan tersebut yaitu terjadi
perubahan warna dan terjadi perubahan kedaan yaitu dilihat dari keadaan awal dan
keadaan akhir. Perubahannya yaitu pada warna, saat keadaan awal warna dari paku
yaitu masih mengkilap tetapi pada saan keadaan akhir warna paku berubah menjadi
kusam dan adanya karat pada paku tersebut.

Percobaan kedua, di siapkan sebuah paku dan segumpal kecil kapas.


Kemudian paku di balut dengan kapas, lalu di teteskan cuka pada kapas tersebut
dengan menggunakan pipet tetes. Kemudian balutan kapan tersebut di simpan di atas
kaca arloji, lalu diamkan selama 20 menit. Setelah 20 menit berakhir hasil dari
percobaan tersebut yaitu terjadi perubaha warna, yang sebelumnya paku berwarna
mengkilap tetapi setelah di teteskan larutan cuka, paku berubah warna menjadi kusam.
Bukan hanya itu saja tetapi dalam percobaan pertama ini juga terjadi perubahan yaitu
saat keadaan awan paku itu tidak ada karatnya tetapi saat di teteskan larutan cuka atau
saat keadaan akhir, dalam paku tersebut timbul karat.

Hasil dari percobaan satu dan percobaan kedua yaitu terjadi pengaratan pada
paku. Hal tersebut karena dalam cuka terdapat sifat korosif yang hal tersebut karena di
pengaruhi zat asam. Pada percobaan itu pula yang paling cepat erjadi pengaratan yaitu
pada percobaan yang ke satu, karena paku di celupkan langsung pada cuka tanpa ada
penghalang seperti pada percobaan kedua yang terdapat penghalang sebuah kapas, hal
tersebut dapat memperlambat pengaratan pada paku.

Percobaan ketiga, disiapkan sebuah gelas kimia, cuka, dan serbuk besi yang
akan digunakan. Kemudian dimasukkan larutan cuka sebanyak 50 ml ke dalam gelas
kimia, kemudian di tambahkan serbuk besi pada larutan cuka tersebut. Kemudian di
amati dan di catat hasil pengamatannya. Saat percobaan tersebut di lakukan, terjadi
reaksi antara larutan cuka dan serbuk besi. Pada reaksi tersebut saat keadaan awal
larutan berwarna hitam pekat, tetapi lama kelamaan larutan tersebut timbul reaksi
seperti, timbul gelembung-gelembung gas dan terjadi pengendapan serbuk besi pada
larutan cuka.

Percobaan keempat, sebelum melakukan percobaan ke empat terlebih dahulu


di siapkan dua buah tabung re reaksi. Kemudian pada tabung reaksi di masukkan
larutan besi asetat yang di peroleh dari percobaan yang ke tiga ke dalam tabung reaksi
satu dan di masukkan larutan NaOH ke dalam tabung reaksi yang ke dua. Kemudian
amati dan di catat hasil percobaan tersebut. Hasil percobaan tersebut yaitu saat
keadaan awal larutan besi asetat berwarna hitam pekat dan NaOH masih berbentuk
kristal, tetapi saat larutan asetat dimasukkan NaOH maka terjadi perubahan dan terjadi
reaksi dari larutan asetat tersebut. Pada larutan asetat tersebut terjadi reaksi seperti
timbul gelembung-gelembung gas, terjadi penglarutan pada NaOH, terjadi
pengendapan pada larutan asetatnya, dan terjadi perubahan suhu.

Anda mungkin juga menyukai