Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEARIFAN LOKAL
“ KEBUDAYAAN DI PROVINSI BANTEN”

Di Susun Oleh
Nama : Fitri Fadhilah
Nim : 211004034

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA


FAKULTAS REKAYASA SISTEM
TEKNIK INDUSTRI
2021-2022
ABSTRAK

Kebudayaan merupakan bagian terpenting dalam setiap daerah karena dengan adanya
kebudayaan kita bisa mengembangkan kebudayaan tersebut dan melindungi kebudayaan nenek
moyang kita. Pada waktu itu Selat Malaka dikuasai oleh Portugis (1511), pelabuhan Banten
otomatis menjadi pusat perdagangan internasional untuk beberapa wilayah di Nusantara. Bahkan
dengan berdirinya kesultanan Banten pada tahun 1526, kota ini menjadi pusat penyabaran Islam
yang berperan besar dalam pengislaman daerah Jawa Barat, Jakarta (Sunda Kelapa), Lampung,
Sumatra Selatan dan beberapa daerah lain di sekelilingnya, dari daerah yang di warnai oleh
kebudayaan Hindu dan Animis menjadi daerah yang di warnai oleh agama dan kebudayaan Islam.

Di banten banyak sekali sejarah- sejarah mengenai, kebudayaan-kebudayaan, kesultanan


dan dalam seni maupun lainnya, saking banyak nya kebudayaan yang ada di banten ada juuga
sejarah awal mula banten itu terkenal dengan penyebaran agama islam pada zaman dahulu
sehingga banten juga terkenal dengan kesultanannya yaitu sultan hasanudin banten.

Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam


menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan
penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat,
menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke
seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan
Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Sejarah dan Kebudayaan Banten”.

Makalah ini dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Sumbawa, 24 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i
ABSTRAK......................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………...…......…..iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..........iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………...........……..
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….......……….
C. Manfaat dan Tujuan………………………………………………………………........….
BAB II PEMBAHASAN
1.Sejarah Banten………………………………………………………………….........…….........
A. Pembentukan awal………………………………………………………….......................
B. Puncak kejayaan…………………………………………………………..........................
C. Perang saudara………………………………………………………….........................…
D. Penurunan………………………………………………………..........................………..
E. Penghapusan Kesultanan……………………………………….....................…………....
2. Kebudayaan Banten……………………………………………….....…………………….......
A. Kebudayaan Pencak Silat……………………………………………….....................……
B. Kebudayaan Debus……………………………………………………......................…….
C. Kebudayaan Rudat Banten…………………………………………...................…………
D. Kebudayaan Tari Dzikir Saman Banten…………………………………...............………
E. Kebudayaan Ubrug Banten…………………………………………..................…………
3. Makanan Khas Banten.................................................................................................................
A. Angeun Lada..........................................................................................................................
B. Sate Bandeng.........................................................................................................................
C. Gerem Asem.........................................................................................................................
D. Laksa Tangerang...................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………....…………..…..
B. Saran ………………………………………………………………….……………….....
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Selat Malaka dikuasai oleh Portugis (1511), pelabuhan Banten otomatis menjadi pusat
perdagangan internasional untuk beberapa wilayah di Nusantara. Bahkan dengan berdirinya
kesultanan Banten pada tahun 1526, kota ini menjadi pusat penyabaran Islam yang berperan besar
dalam pengislaman daerah Jawa Barat, Jakarta (Sunda Kelapa), Lampung, Sumatra Selatan dan
beberapa daerah lain di sekelilingnya, dari daerah yang di warnai oleh kebudayaan Hindu dan
Animis menjadi daerah yang di warnai oleh agama dan kebudayaan Islam.

Dalam upaya mengusir pengaruh pengaruh kolonialisme Belanda, peran Kesultanan


Banten sangatlah besar. Hal ini dapat di pahami karena memang dari Banten-lah Belanda memulai
menghancurkan usaha Belanda itu sejak dari permulaanya.

B. Rumusan masalah

1. Mengetahui bagaimana sejarah di banten?


2. Apa saja kebudayaan yang ada di Banten?
3. apa saja makanan khas yang ada di banten?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Untuk memberikan informasi data-data kepada masyarakat tentang keadaan Banten
pada masa Kesultanan Banten.
2. Untuk memberi informasi penyebab keruntuhan Kesultanan Banten
3. Untuk memberikan informasi tentang kebudayaan Banten.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Banten
Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi
Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya
ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian
menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin,
putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut,
Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian
hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan
yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan
pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber
daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni
Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun
1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan,
dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari
pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

A. Pembentukan awal
De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François Valentijn,
Amsterdam, 1726 Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan
bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana
Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran
dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi
dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan
mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan
Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang
waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun
benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke
daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain
itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten


yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang
mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan
ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579.
Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang
tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara,
namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut. Pada masa Pangeran Ratu anak
dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar “Sultan”
pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan
Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada
pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605
dan tahun 1629 kepada Charles

B. Puncak kejayaan

Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam


menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan
penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat,
menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke
seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan
Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.

Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa,
serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan
jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten
juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan
blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
C. Perang saudara

Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan
kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini
dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan
kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat
posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang
utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta
bantuan persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah
ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga
dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC.

Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari
Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng
tertangkap kemudian ditahan di Batavia.Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan
perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan
Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta
pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel
menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka
berhasil menawan Syekh Yusuf.

Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri.


Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya,
dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan
VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya
pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati
beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7
Februari 1684 sampai di Batavia.

D. Penurunan

Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan
kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada
VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal
VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat
perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan
lada di Lampung.

Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti
kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC
mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan
Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu
Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga
tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul
Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing
Nagari Banten.Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan masa berikutnya.

Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat


Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak
pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya
perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten
kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak
1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC

E. Penghapusan Kesultanan
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810,
memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan
Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan
menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di
Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan
penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap
di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22
November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan
Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun
1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad
Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.
Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.

2. Kebudayaan Banten

Di Banten terdapat peninggalan warisan leluhur yang sangat dihormati, antara lain Mesjid
Agung Banten Lama, Makam keramat Panjang, Masjid Raya AL-A’zhom dan beberapa
peninggalan historis lainnya yang bernuansa religi. Latar belakang historis ini membuat mayoritas
penduduk Banten memiliki semangat religius keislaman yang sangat kuat dengan tingkat toleransi
yang tinggi. Sebagian besar masyarakat memang memeluk Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat
hidup berdampingan dengan damai. Dalam ukuran tertentu, Banten bisa menjadi salah satu contoh
laboratorium raksasa pluralisme agama di Indonesia.

Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan budaya
masyarakatnya yang sangat variatif, mulai dari seni bela diri pencak silat, debus, rudat, umbruk,
tari saman, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung, dan lojor. Hampir semua seni
tradisionalnya sangat kental diwarnai dengan etika Islam. Ada juga seni tradisional yang datang
dari luar kota Banten, tapi semua itu telah mengalami proses akulturasi budaya sehingga terkesan
sebagai seni tradisional Banten, misalnya seni kuda lumping, tayuban, gambang kromong dan tari
cokek. Bahasa yang digunakan masyarakat Banten khususnya yang berada di wilayah utara
menggunakan bahasa Jawa Serang, sedangkan di wilayah selatan menggunakan Bahasa Sunda.
Namun demikian, masyarakat setempat umumnya lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia.

Provinsi Banten juga terkenal dengan masyarakat tradisonalnya yang masih memegang
teguh adat tradisi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Mereka dikenal dengan suku
Baduy yang tinggal di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan
masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran sungai Ciujung di pegunungan Kendeng.

A. Kebudayaan Pencak Silat

Pencak silat merupakan seni beladiri yang berakar dari budaya asli bangsa Indonesia.
Disinyalir dari abad ke 7 Masehi silat sudah menyebar ke pelosok nusantara. Perkembangan dan
penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh
kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke15 di Nusantara. Kala itu
pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di pesantren-pesatren dan juga
surau-surau. Budaya sholat dan silat menjadi satu keterikatan erat dalam penyebaran pencak silat.
Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari
pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi
bagian dari latihan spiritual.Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya juga
penyebarannya tidak terlepas dari ajaran agama Islam.
Tidak heran banyak nama dari jurus dan gerakan perguruan silat asli Banten diambil dari
aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan
Islam Banten yang didirikan pada abad 15 masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin.
Perkembangan pencak silat pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk
penggemblengan para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh
para guru silat yang mengusasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan kerajaan
dan masyarakat umum Banten dalam memerangi kolonialisme para penjajah.Pada saat ini pun
Banten masih dikenal dan diakui secara luas dengan pendekar dan jawaranya, sebutan untuk orang-
orang yang mahir dalam ilmu silat.

B. Kebudayaan Debus

Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-
16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian
yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum
air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain.

Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai
ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai,
dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi
atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain,
menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka
maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai
tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi
dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang
melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak
lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dibanten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi sesuatu yang
lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya.

C. Kebudayaan Rudat Banten

Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair
shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan. Rudat
terdiri dari sejumlah musik perkusi yang dimainkan oleh setidaknya delapan orang penerbang
(pemain musik ) yang mengiringi tujuh hingga dua belas penari.Menurut beberapa tokoh Rudat,
nama Rudat diambil dari nama alat yang dimainkan dalam kesenian ini. Alat musik tersebut
berbentuk bundar yang dimainkan dengan cara dipukul. Seni Rudat mulai ada dan berkembang
pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan
Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).

Tidak banyak yang mengetahui siapa yang menciptakan kesenian ini, karena sekarang
sesepuh yang mengetahui seluk-beluk Rudat sangat sedikit bahkan sebagian sudah meninggal.
Naskah yag berisi sejarah Rudat dan nilai-nilai filosofis tentang rudat pun hanya dimiliki oleh satu
sampai dua orang yang salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi
sesepuh disana.

Meskipun tidak banyak yang mengetahui pencipta kesenian ini, warga Sukalila meyakini
bahwa Rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan menjadi tarian. Langkah-langkahnya
merupakan langkah-langkah silat yang dikembangkan menjadi tarian dan diiringi musik dan
shalawat.Seni tradisional Banten ini menjadi rangkaiaan utama tatkala Kesultanan Banten
mengadakan hajat besar atau dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari
mancanegara.

Pasang surut Seni Rudat sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten. Saat
kedatangan Belanda, Seni Rudat malah terkubur. Pada zaman Sinuhun Kasultanan Banten IV
Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651 M) seni
tradisional khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda karena dicurigai sebagai ajang untuk
mengumpulkan masa untuk berlatih bela diri dan menghimpun kekuatan untuk menentang
Belanda.

D. Kebudayaan Tari Dzikir Saman Banten


Dzikir Saman yang ada di Banten berbeda dengan Saman yang ada di Aceh, disini para
pemainnya terdari dari laki-laki dengan membentuk lingkaran. Sambil berputar, sambil
menyebutkan shalawat Nabi Muhammad SAW. Seni Dzikir Saman ini tidak diiringi dengan
perangkat alat musik, hanya nyanyian dengan menyebut asma Allah, alok dan gerakan tubuh yang
berputar-putar. Seni ini sudah ada sejak dahulu, biasanya dalam acara tertentu seperti Khol Syeh
Abdul Khodir Jailani, Rasullan, dan acara keagamaan lainya.

E. Kebudayaan Ubrug Banten

Istilah ubrug diambil dari bahasa Sunda yaitu saubrug-ubrug yang artinya bercampur baur.
Dalam pelaksanannya, kesenian ubrug ini kegiatannya memang bercampur yaitu antara
pemain/pelaku dengan nayaga yang berada dalam satu tempat atau arena. Namun ada pendapat
bahwa ubrug diambil dari kata sagebrug yang artinya apa yang ada atau seadanya dicampurkan,
maksudnya yaitu antara nayaga dan pemain lainnya bercampur dalam satu lokasi atau tempat
pertunjukan.

Waditra yang digunakan dalam ubrug yaitu kendang besar, kendang kecil, goong kecil,
goong angkeb (dulu disebut katung angkub atau betutut), bonang, rebab, kecrek dan ketuk. Alat-
alat ini dibawa oleh satu orang yang disebut tukang kanco karena alat pemikulnya bernama kanco
yaitu tempat menggantungkan alat-alat tersebut.

Busana yang dipakai yaitu: juru nandung mengenakan pakain tari lengkap dengan kipas
untuk digunakan pada waktu nandung. Pelawak atau bodor pakaiannya disesuaikan dengan
fungsinya sebagai pelawak yang harus membuat geli penonton. Bagi nayaga tidak ada ketentuan,
hanya harus memakai pakaian yang rapi dan sopan dan pakaian pemain disesuaikan dengan peran
yang dibawakannya.

Urutan pertunjukan ubrug yakni sebagai berikut : (1) Tatalu — gamelan ditabuh
sedemikian rupa sehingga kedengaran semarak selama 10-15 menit yang dimulai pada pukul 21.00
WIB. (2) Lalaguan – Ini kemudian disambung tatalu singkat sekitar 2 menit dilanjutkan dengan
Nandung. (3) Lawakan — lakon atau cerita yang akan disuguhkan. (4) Soder — yaitu beberapa
ronggeng keluar dengan menampilkan goyang pinggulnya. Para pemain memakaikan kain, baju,
topi atau yang lainnya ke tubuh ronggeng. Sambil dipakai, para ronggeng terus menari beberapa
saat dan kemudian barang-barang tadi dikembalikan kepada pemiliknya dan si pemilik menerima
dengan bayaran seadanya. Soder berlangsung + 20-30 menit.

Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu lampu minyak tanah yang bersumbu
dua buah dan cukup besar yang diletakkan di tengah arena. Lampu blancong ini sama dengan oncor
dalam ketuk tilu, sama dengan lampu gembrong atau lampu petromak.

Ubrug dipentaskan di halaman yang cukup luas dengan tenda seadanya cukup dengan daun
kelapa atau rumbia. Pada saat menyaksikan ubrug, penonton mengelilingi arena. Sekitar tahun
1955, ubrug mulai memakai panggung atau ruangan, baik yang tertutup ataupun terbuka di mana
para penonton dapat menyaksikannya dari segala arah.

3. Makanan Khas Banten

Banten adalah sebuah provinsi di bagian paling barat pulau Jawa, Indonesia. Serang adalah
ibukota provinsi seluas 9.160 km persegi ini. Banten atau dahulu dikenal dengan nama Bantam
merupakan kota dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang dikenal akan nilai toleransinya
yang tinggi terhadap pemeluk agama lain. Provinsi yang sempat menjadi kota pelabuhan ini
menyimpan cukup banyak potensi dan ciri khas. Di Banten ada banyak hal yang bisa kita temui,
mulai dari kekayaan suku, budaya, pariwisata, hingga kulinernya. Di bawah ini ada beberapa
makanan khas banten yaitu :
A. Angeun Lada
Dari sekian banyak kuliner yang yang menjadi sajian khas masyarakat Banten, angeun lada
adalah salah satu yang tak kalah terkenal dengan makanan khas Banten lainnya. Angeun lada
merupakan hidangan yang dibawa oleh masyarakat Sunda ke daerah Serang bagian selatan,
Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Angeun lada baisanya selalu dihadirkan sebagai hidangan pada
perayaan-perayaan penting dan saat hari raya lebaran maupun acara keluarga. Angeun lada
merupakan gabungan dari kata “angeun” dan “lada”.
Angeun berarti sayur, dan lada berarti pedas. Jika dipadangkan, angeun lada mengandung
definisi sayur dengan cita rasa yang pedas.Bahan yang digunakan untuk membuat angeun lada
adalah babat sapi yang diolah bersama bumbu rempah pilihan. Angeun lada mempunyai cita rasa
yang khas yang dihasilkan dari daun walang atau daun serangga. Sayur khas Banten ini bisa
ditemui di warung-warung makan di Serang dan Pandeglang.
B. Sate Bandeng
Ikan bandeng selama ini paling banyak diolah dengan cara digoreng dan dibakar utuh-utuh.
Tapi pernahkah kamu mencoba makanan dengan bahan dasar ikan bandeng yang diolah dengan
cara berbeda? Di Banten, khususnya di daerah Serang, kamu bisa menemukan makanan semacam
itu. Makanan tersebut adalah sate bandeng. Sate bandeng pertama kali diperkenalkan oleh juru
masak kerajaan Banten Girang pada abad ke 16. Sate bandeng bisa menjadi solusi untuk kamu
yang ingin makan bandeng tapi tidak ingin dibuat ribet oleh durinya.
Ikan bandeng yang akan dijadikan sate harus melewti proses pembersihan sisik dan
kemudian bandengnya diremas atau dipukul-pukul hingga dagingnya hancur dan terpisah dari kulit
bndeng. Setelah itu, daging bandeng yang hancur akan dicampur dengan bumbu dan santan kental.
Kalau sudah seperti itu daging berbalur bumbu tadi akan dibentuk lagi seperti semula dai
ditusukkan pada bambu untuk kemudian dibakar dan dihidangkan.
C. Gerem Asem
Gerem asem yang berasal dari Banten adalah makanan yang cukup populer dan disukai
berbagai kalangan. Menurut sebagian warga Banten, gerem asem menjadi salah satu sajian yang
bisa bikin lidah kewalahan menangani rasa pedas yang dimilikinya. Apabila kamu mengaku
sebagai pecinta makanan pedas, maka wajib untuk mencoba kuliner menantang dari Banten ini.
Bahan utama yang menjadi santapan pada gerem asem adalah daging ayam atau bebek. Daging
yang dipilih untuk dijadikan gerem asem harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dipanggang.
Untuk penyajiannya, warga Banten biasa menambhakan bahan pelengkap seperti sayuran ataupun
produk hasil laut agar sensasi rasanya semakin nikmat.
D. Laksa Tangerang

Laksa yang berasal dari Tangerang, Banten merupakan warisan kuliner yang hingga kini
masih bisa ditemukan dengan mudah di rumah-rumah makan yang berada di sekitaran kota
Tangerang. Laksa khas Tangerang memiliki isian yang sederhana, berbeda dengan laksa betawi
ataupun laksa bibinong. Laksa tangerang hanya berisikan mie putih dengan ukuran yang agak
besar dan disiram pakai kuah sayur. Bahan isian lain yang juga tersaji dalam sepiring atau
semangkuk laksa antara lain adlah kacang hijau, suwiran atau potongan ayam, dan taburan daun
kucai. Kuah yang dimiliki laksa tangerang lebih bening ketimbang laksa cibinong ataupun laksa
betawi. Selain itu juga terdapat perbedaan pada laksa tangerang di mana mie yang digunakan
bertekstur lebih kasar dibanding mie kuningnya, juga tidak lentur seperti mie pada umumnya.
Ketika disantap, akan terasa serpihan-serpihan kasar yang disebabkan oleh keberadaan taburan
kelapa parut di dalam kuannya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaruh besar yang diberikan oleh Islam melalui Kesultanan dan para ulama serta para
mubaligh Islam di Banten seperti yang telah disaksikan sekarang ini, menunjukkan betapa besar
arti Islam dan peranan penyebar-penyebarnya baik melalui jalur politik, pendidikan, kebudayaan
dan ekonomi dimasa lampau. Peninggalan sejarah yang amat berharga ini nampaknya akan selalu
menarik untuk di teliti dan di kaji terutama di kalangan ahli sejarah dan ilmuwan lainnya.

Di samping karena sejarah pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Banten, belum


banyak diteliti secara tuntas, sehingga masih banyak hal-hal penting yang perlu di kaji dan di
pelajari secara mendalam dam menyeluruh.Banten sebagai komunitas kutural memang
mempunyai kebudayaannya sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari
unsur-unsur kebudayaan itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan
perubahannya. Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan,
harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam
pemahaman dan penularan kebudayaan.

B. Saran
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah upaya yang harus
serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan
lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan
menyengsarakan identitas semula.

DAFTAR PUSTAKA
Bermana, Nana, 1997, Kerajaan Islam, (Bandung: Irene). Djajadiningrat, 1983, Cristische
Beschowing van de Sadjarah Banten, trj, (Jakarta: Jambatan).

Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang). Michrob, Halwani, 1981, Pemugaran
dan penelitain Arkeologi Sebagai Sumber Bagan data Bagi Perkembangan Sejar Kerajaan
Islam Banten, (Jakarta: IPPM).

Melalatoa, Junus. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A—K. Jakarta. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. www.kpsnusantara.com

Nurhadi, 1969, Catatan Tentang Benteng Surosowann Banten, (Jakarta: DPS4P).

Wiryosoeparto, Soetjipto, 1961, Sejarah Nasional Indonesia jilid !!, (Jakarta: P & K).

https://makananoleholeh.com/makanan-khas-banten

webnode.com

hpage.com

blog.com

soup.io

jimdo.com

yola.com

wordpress.com

blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai